Standar Nasional Indonesia ICS BSN. Badan Standarisasi Nasional

dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran A. Kriteria (Deskripsi) Kelas Tutupan Hutan Penggunaan Lahan

TUGAS TERSTRUKTUR I ANALISIS LANDSKAP TERPADU

Metode penghitungan perubahan tutupan hutan berdasarkan hasil penafsiran citra penginderaan jauh optik secara visual

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

RSNI-3. Standar Nasional Indonesia. Klasifikasi penutup lahan

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH ALOS AVNIR UNTUK PEMANTAUAN LIPUTAN LAHAN KECAMATAN

Klasifikasi penutup lahan

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1.

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang


BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Statistik Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XII Tanjungpinang Tahun Halaman 34 VI. PERPETAAN HUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono

Penggunaan data informasi penginderaan jauh terutama

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

III. BAHAN DAN METODE. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Gambar 1. Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB 3. PENDEKATAN DAN METODOLOGI

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

Penyusunan neraca spasial sumber daya alam - Bagian 3: Sumber daya lahan

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

ANALISIS PENUTUPAN LAHAN KAWASAN HUTAN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI KRUENG ACEH PRA DAN PASCA TSUNAMI

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

PENILAIAN DAN KUNCI PENGELOLAAN LAHAN BASAH:

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Contents 11/11/2012. Variabel-variabel Kemampuan Lahan. Land Capability

ISTILAH DI NEGARA LAIN

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

PETA SATUAN MEDAN. TUJUAN 1. Membuat peta satuan medan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

RSNI-1 RSNI Standar Nasional Indonesia KELAS PENUTUPAN LAHAN DALAM PENAFSIRAN CITRA OPTIS RESOLUSI SEDANG ICS Badan Standarisasi Nasional BSN

Daftar Isi Halaman Daftar isi... i Prakata. iii 1 Ruang lingkup 1 2 Acuan Normatif 3 Istilah dan definisi 2 4 Singkatan istilah 8 5 Pengolahan citra (dihapus). 9 6 Struktur klasifikasi... 9 7 Standar klasifikasi 11 Lampiran A Monografi Interpretasi Citra Penginderaan Jauh. Lampiran B Jenis data/citra 16

Prakata Standar ini berisikan pengolahan citra, struktur klasifikasi, standar klasifikasi dan jenis data / citra yang umum digunakan secara nasional untuk pekerjaan penafsiran citra satelit optis resolusi sedang di bidang kehutanan. SNI ini dipersiapkan oleh Panitia Teknis 07-01, Informasi Geografi/Geomatika. Standar ini telah disepakati dalam konsensus nasional tanggal. di., yang dihadiri oleh ahli-ahli yang terkait dibidangnya dari instansi pemerintah, instansi non-pemerintah serta instansi terkait lainnya.

Kelas penutupan lahan dalam penafsiran citra optis resolusi sedang 0 Pendahuluan Dalam rangka pemantauan sumberdaya hutan (SDH), Departemen Kehutanan melaksanakan penafsiran citra resolusi sedang seluruh Indonesia setiap tiga tahun. Kegiatan penafsiran dilaksanakan oleh Pusat Inventarisasi dan Perpetaan bersama UPT (Unit Pelaksana Teknis) Badan Planologi yang ada di seluruh Indonesia, yaitu Balai Pemantapan dan Kawasan Hutan (BPKH). Pemantauan SDH tersebut menghasilkan informasi tentang penutupan lahan dan hutan, sebagai dasar dalam penghitungan tingkat deforestasi dan pemetaan sebaran lokasi areal yang mengalami deforestasi. Informasi tersebut diperlukan dalam perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan dalam pengelolaan hutan lestari. Untuk keseragaman, konsistensi dan akurasi dalam pengolahan data citra resolusi sedang, dipandang perlu untuk menyusun standar kelas-kelas penutupan lahan/hutan yang baku, khususnya untuk kepentingan Departemen Kehutanan. Hasil pengolahan data citra yang dilakukan Departemen Kehutanan disajikan dalam bentuk peta penutupan lahan yang terdiri dari kelas penutupan lahan hutan dan kelas penutupan lahan bukan hutan. Dengan pembakuan kelas penutupan lahan maka pengguna, instansi terkait dan para pihak lainnya akan mempunyai pemahaman yang sama terhadap kelas-kelas penutupan lahan yang digunakan, sehingga akan memudahkan dalam tukar menukar (sharing/exchange) informasi penutupan lahan antar instansi di pusat maupun di daerah.

1 Ruang lingkup Kelas penutupan lahan dalam penafsiran citra optis resolusi sedang Standar ini meliputi istilah dan definisi yang terkait dengan penafsiran citra dan kelas penutupan lahan untuk kehutanan, jenis data yang dipergunakan, pengolahan yang dilakukan, klasifikasi dan struktur klasifikasi, metode atau detil tahapan kegiatan dan standar klasifikasi dengan data dan metode yang dipilih, berikut standar penyajiannya. Standar ini digunakan sebagai pedoman baku dalam mengerjakan penafsiran citra satelit resolusi sedang dan menyajikan data penutupan lahan Indonesia dalam rangka pemantauan sumberdaya hutan. 2 Istilah dan definisi 2.1 citra gambaran kenampakan permukaan bumi hasil penginderaan pada spektrum elektromagnetik tertentu yang ditayangkan pada layar atau disimpan pada media rekam/cetak. 2.2 citra satelit/imagery citra hasil penginderaan suatu jenis satelit tertentu. 2.3 citra satelit optis resolusi sedang citra hasil penginderaan suatu jenis satelit tertentu yang menggunakan gelombang cahaya tampak untuk menangkap obyek di permukaan bumi dengan resolusi spasial antara 20-80 m dan dapat dipetakan dengan skala 1:50.000 sampai dengan 1:250.000, jenis antara lain Landsat 7 ETM +, Spot HRV 2.4 data unsur dasar yang membentuk informasi; gambaran dari sekumpulan fakta, konsep atau instruksi yang tersusun dalam suatu cara atau bentuk yang formal sehingga sesuai untuk komunikasi, interprestasi atau pemprosesan secara manual atau secara digital. 2.5 data digital Data yang telah diubah dalam bentuk atau format yang dapat dibaca oleh komputer. 2.6 data spasial data yang terkait atau berhubungan dengan lokasi / posisi geografis. 2.7 digitasi proses pengubahan/konversi dari data analog/grafis ke dalam bentuk digital.

2.8 digitasi on screen proses digitasi yang dilakukan secara langsung diatas layar komputer setelah citra sebagai sumber datanya telah diolah untuk memberikan kenampakan visual yang optimal untuk menunjukkan perbedaan obyek satu dengan lainnya. 2.9 elemen (unsur) interpretasi elemen (unsur) yang digunakan untuk menafsirkan suatu kenampakan pada citra, elemen tersebut terdiri dari warna/rona, bentuk, ukuran, bayangan, pola, tekstur, struktur, situs, dan asosiasi. Ada objek yang dapat ditentukan hanya dengan satu elemen saja, tetapi ada juga yang baru dapat ditentukan setelah mengaji sembilan elemen interpretasi. 2.10 hutan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 2.11 hutan primer hutan alam atau hutan yang tumbuh dan berkembang secara alami, stabil dan belum pernah mengalami gangguan eksploitasi oleh manusia. 2.12 hutan sekunder/hutan bekas tebangan hutan yang timbul secara alamiah sesudah terjadinya kerusakan/perubahan pada tumbuhan hutan yang pertama. Hutan yang telah mengalami gangguan eksplotasi oleh manusia, biasanya ditandai dengan adanya jaringan jalan ataupun jaringan sistem eksploitasi lainnya. 2.13 informasi data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan berarti bagi yang menerimanya, menggambarkan suatu kejadian (event) dan kesatuan nyata (fact dan entity), serta digunakan untuk pengambilan keputusan. 2.14 interpretasi Citra kegiatan perkiraan suatu objek berdasarkan bentuk tone, tekstur, lokasi, asosiasi yang tampak pada citra. 2.15 kehutanan sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. 2.16 klasifikasi proses pengolahan data citra menjadi peta tematik. Proses klasifikasi dapat berupa dengan proses klasifikasi digital maupun proses klasifikasi manual.

2.17 klasifikasi digital proses klasifikasi dengan mempergunakan metode kalkulasi algoritmis, meliputi klasifikasi terselia (supervised/penentuan objek ditentukan penafsir) atau tak terselia (unsupervised/penentuan objek diserahkan kepada komputer) 2.18 kodefikasi pemberian kode/label penafsiran/interpretasi masing-masing obyek. 2.19 konvergensi bukti (convergence of evidence) proses deduktif yang ditempuh untuk menentukan jenis objek berdasarkan elemen (unsur) interpretasi. 2.20 kunci interpretasi keterangan tentang karakteristik grafis atau spasial yang dapat digunakan untuk mengidentifikasikan objek atau kenampakan tertentu dengan mendasarkan pada unsur interpretasi. 2.21 monogram/monografi potongan citra yang berisikan informasi/contoh kelas penutupan lahan yang dapat dijadikan acuan dalam proses interpretasi. 2.22 pemberian atribut proses mengidentifikasi kelas obyek pada setiap polygon hasil delineasi penafsiran dan memberikan kode sesuai dengan klas penafsirannya. 2.23 pemetaan penutupan lahan kegiatan penggambaran kondisi penutupan lahan di permukaan bumi menurut sistem/struktur klasifikasi yang ditetapkan ke dalam suatu peta pada skala tertentu. 2.24 penafsiran proses pencarian (ekstraksi) informasi melalui berbagai jenis citra dan metode analisis agar bermanfaat atau bermakna bagi pengguna. 2.25 penggunaan lahan/land use penyebutan kenampakan sosio-ekonomis (gatra fungsional) suatu areal, pengelompokan kelas penggunaan lahannya disesuaikan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tersebut, pada sektor kehutanan istilah ini lebih dikenal sebagai fungsi hutan. 2.26 penginderaan jauh pengumpulan dan pencatatan informasi tanpa kontak langsung dengan obyek, pada julat elektromagnetik ultraviolet, tampak inframerah dan mikro dengan mempergunakan peralatan pengindera seperti scanner dan kamera yang ditempatkan pada wahana bergerak seperti pesawat udara atau pesawat angkasa,

dan menganalisis informasi yng diterima dengan teknik interpretasi foto, citra dan pengolahan citra. 2.27 pengolahan citra/image processing disebut juga image processing, merupakan kegiatan memanipulasi citra digital yang terdiri dari penajaman, rektifikasi dan klasifikasi. 2.28 penutupan lahan/land cover gambaran obyek (kenampakan biofisik) di permukaan bumi yang diperoleh dari sumber data terpilih (umumnya data penginderaan jauh) dan dikelompokkan ke dalam kelas-kelas tutupan yang sesuai dengan kebutuhannya. 2.29 resolusi ukuran ketelian yang mampu disajikan oleh data citra satelit, yang terdiri atas resolusi spasial, resolusi radiometrik, resolusi temporal, resolusi spektral. 2.30 resolusi spasial ukuran obyek terkecil di lapangan yang diwakili oleh satu nilai pixel/pixel value yang mampu disajikan oleh citra sebagai ukuran ketelitian data citra. 2.31 resolusi radiometrik ukuran bit/binary digit yang mampu disajikan oleh citra. 2.32 resolusi temporal kemampuan satelit untuk kembali merekam daerah yang sama 2.33 resolusi spektral kemampuan sensor menangkap panjang gelombang yang dipantulkan oleh obyek di muka bumi. 2.34 Sensor merupakan alat perekam obyek, dimana setiap sensor mempunyai kepekaan terbatas dalam menangkap spektral dan terbatas kemampuannya untuk mengindera obyek 2.35 spektrum elektromagnetik julat gelombang elektromagnetik yang dapat dimanfaatkan untuk penginderaan sumber daya alam yang terbagi atas segmen-segmen, dan setiap segmen memiliki nilai kepekaan tersendiri terhadap objek tertentu. 2.36 struktur klasifikasi suatu sistematika hirarkis/berjenjang yang dapat memberikan informasi tentang kemampuan penyajian informasi penutupan lahan untuk sumber data dan skala yang berbeda.

3 Singkatan istilah 3.1 CCT adalah computer compatible tape 3.2 CD adalah compact disk 3.3 DVD adalah digital video disk 3.4 GCP adalah ground control point merupakan titik kontrol medan 4 Struktur klasifikasi 4.1 Acuan struktur klasifikasi terbangun Struktur klasifikasi yang dibangun diadopsi (dengan penyesuaian) berdasarkan sistim klasifikasi vegetasi yang telah dikembangkan oleh negara lain (Amerika Serikat) melalui Standar klasifikasi vegetasi nasional / National Vegetation Classification Standar (NVCS) yang dikeluarkan oleh Vegetation sub committee - Federal Geographic Data Committee (FGDC, 1997). Sistem klasifikasi tersebut dirancang berjenjang membentuk suatu hierarki, dengan tujuan agar informasi pada peta skala kecil juga terdapat pada peta skala besar. Sebagaimana struktur yang diadopsi (lihat tabel 1), puncak hierarki klasifikasi adalah sistem, yang memisahkan komunitas terrestrial (meliputi seluruh vegetasi terestrial / permukaan bumi), dari habitat air dalam dan habitat bawah tanah. Di bawah sistem, secara hierarki, klasifikasi ini ditelaah lebih lanjut didasarkan pada 2 level utama, yaitu level atas yang didasarkan pada fisiognomi (kenampakan) primer vegetasi, dengan 7 tingkatan meliputi divisi, ordo, kelas formasi, subkelas formasi, grup formasi, subgroup formasi, dan formasi; serta level bawah yang didasarkan pada komposisi floristik (satuan species), dengan 2 tingkatan meliputi aliansi dan asosiasi. Detil hierarki ditunjukkan pada tabel 4.1. berikut. Apabila struktur klasifikasi sudah mendefinisikan sampai tingkat terendah (pada tabel 5.1 disebut asosiasi ) atau komunitas tumbuhan dengan (i) komposisi floristic tertentu, (ii) kondisi habitat seragam, dan (iii) kenampakan atau fisiognomi yang sama, maka struktur klasifikasi tersebut sesuai dengan sumber data / hasil survei terestris / survey lapangan dengan kombinasi citra resolusi tinggi (atau sangat tinggi). Apabila sumber data berganti menjadi satelit resolusi sedang, maka struktur klasifikasi tersebut mengalami reduksi (dengan pengertian penggabungan atau penghapusan kelas). Reduksi seterusnya akan terjadi ketika sumber data berganti menjadi satelit resolusi rendah. Contoh gambaran keterkaitan dalam struktur klasifikasi tersebut sebagaimana tabel 1 berikut.

Tabel 1 Detil hierarki rancangan klasifikasi penutupan lahan No Level Kriteria Penjelasan / keterangan Sumber data 1 Sistem Membagi kelompok menjadi terrestrial, akuatik (air dalam) dan subterran (bawah tanah) Citra penginderaan jauh (resolusi rendah) 2 Atas (fisiognom ik / Divisi Membagi kelompok besar yaitu kelompok bervegetasi dan tidak bervegetasi 3 kenampak Ordo Mengelompokkan atas an) kekhasanan / dominasi suatu strata vegetasi menurut bentuk pertumbuhan 4 Kelas formasi Mengelompokkkan atas liputan relatif bentuk kehidupan paling atas (pohon, perdu, perdu kerdil, terna dan non vaskuler. 5 Subkelas formasi Mengelompokkan atas dasar fenologi, tipe dan periodesitas keberadaan daun 6 Grup formasi Didasarkan pada faktor-faktor yang berhubungan dengan iklim, morfologi dan fenologi daun 7 Subgrup formasi Didasarkan kondisi awal, apakah natural / alami apakah ditanam. Level ini tidak muncul pada system UNESCO 8 Formasi Berkaitan dengan aspek fisiognomik tertentu, factor lingkungan, posisi bentang lahan relative dan rezim hidrologi 9 Bawah (floristic / satuan species) Aliansi Kelompok dengan fisiognomi seragam dan dikelaskan menurut species dominan/diagnostic pada strata teratas. Level ini setara dengan tipe liputan menurut Society of American Forester. 10 Asosiasi Kelompok dengan fisiognomi seragam dan dikelaskan menurut species dominant/diagnostic pada strata teratas dilengkapi spesies lain yang cukup dominan pada strata apa pun. Level ini setara dengan seri menurut Society of American Forester Citra penginderaan jauh (resolusi rendah) Citra penginderaan jauh (resolusi rendah) + data pendukung + survei lapangan Survei lapangan + data pendukung + Citra penginderaan jauh (resolusi rendah) Survei lapangan + data pendukung + citra penginderaan jauh (resolusi sedang) Citra penginderaan jauh (resolusi sedang) + survei lapangan + data pendukung Data pendukung + citra penginderaan jauh (resolusi sedang) Citra penginderaan jauh (resolusi sedang) Citra penginderaan jauh (resolusi tinggi dan sangat tinggi) + survei lapangan + data pendukung Citra penginderaan jauh (resolusi tinggi dan sangat tinggi) + survei lapangan + data pendukung Keterangan: 1. Tabel 1, dikembangkan dari FGDC, 1997 dan Grosman et al., 1998 2. Data pendukung dimaksud, meliputi data ketinggian tempat, sistem lahan, kondisi tempat tumbuh, tanah, batuan induk, iklim, curah hujan, dan musim.

Tabel 2 Contoh struktur klasifikasi penutupan lahan Sumber Data Kelas Penutupan Lahan Skala Umum Penyajian Peta Citra satelit resolusi sedang Hutan lahan kering primer 1 : 100.000 Citra satelit resolusi tinggi Hutan lahan kering primer 1 : 25.000 kerapatan tinggi (misal strata C3H3D3) Hasil survey terestris Hutan lahan kering primer kerapatan tinggi dominasi family dipterocarpaceae 1 : 10.000 Sesuai dengan sumber data yang dipergunakan, yaitu citra penginderaan jauh resolusi sedang (dalam hal ini dipergunakan citra Landsat), klasifikasi penutupan lahan lebih berada pada tingkat fisiognomik/kenampakan, dengan kriteria formasi. 5. Standar klasifikasi 5.1 Penafian (Disclaimer) Klasifikasi penutupan lahan untuk citra resolusi sedang disusun berdasar analisis citra Landsat 7 ETM+ untuk liputan seluruh Indonesia. Oleh karena itu, apabila ada perbedaan hasil identifikasi karena menggunakan citra resolusi sedang jenis lain sangat dimungkinkan. Dalam penyajian pemetaan klasifikasi penutupan lahan, konsistensi kelas hasil penafsiran dari waktu ke waktu adalah sangat penting. Konsistensi tersebut mengandung pengertian : 1. Kelas objek yang sama akan didefinisikan sebagai kelas yang sama, walaupun mempergunakan sumber data yang berbeda-beda 2. Kelas yang ada dapat di turunkan atau didetilkan dalam sub-sub kelas yang dapat disajikan sesuai dengan kebutuhan skala peta dan sumber data yang ada, namun sub-sub kelas tersebut harus tetap dapat dikelompokkan kembali (grouping) menjadi kelas awalnya 3. Sub-sub kelas yang ada di dalam tiap kelas dapat dideteksi oleh sumber data remote sensing dengan resolusi yang lebih baik Untuk konsistensi pada proses interpretasi citra, juga untuk kebutuhan pemetaan, dipergunakan batasan sebagai berikut : 1. Penafsiran dapat dilakukan pada skala 1:250.000 s.d. 1:100.000 2. Kemampuan penyajian data pada skala 1:250.000 atau 1:100.000. Objek dengan satuan pemetaan terkecil berukuran 0,5 cm x 0,5 cm (0,25 cm 2 pada peta) atau 156,25ha (skala 1:250.000) atau 25ha (skala 1:100.000). 3. Identifikasi objek sebelum melakukan delineasi lebih dititikberatkan berdasar kenampakan pada citra. Informasi sekunder seperti status hutan dan rencana tata ruang dipergunakan untuk melengkapi informasi dalam identifikasi objek. 4. Identifikasi objek dilakukan berdasar kenampakan tertera (existing), dan bukan berdasar kemungkinan perkembangan penutupan, kecuali dilengkapi dengan informasi lapangan 5. Identifikasi objek dapat lebih didetilkan berdasarkan informasi lapangan ataupun local knowledge dari penafsir

5.2 Kelas penafsiran Tabel 3 Kelas penutupan lahan dalam penafsiran citra satelit optis resolusi sedang di bidang kehutanan No Kelas Kode Simbol Definisi Spesifikasi 1 Hutan lahan kering 2001 Hp Hutan alam atau hutan yang tumbuh dan berkembang Kenampakkan hutan primer ditandai dengan primer secara alami, stabil dan belum pernah mengalami gangguan eksploitasi oleh manusia, yang lantai adanya obyek yang berwarna hijau tua (pada band 543) cenderung gelap dan bertekstur kasar hutannya tidak pernah terendam air baik secara dengan tajuk-tajuk pohon yang kelihatan periodik atau sepanjang tahun. bergerombol. Tidak terdapat bekas tebangan. Pada citra, warna yang cenderung gelap karena posisi obyek yang berada pada tebing pegunungan tinggi sehingga cahaya matahari 2 Hutan lahan kering sekunder / bekas tebangan 2002 Hs Hutan yang tumbuh secara alami sesudah terjadinya kerusakan/perubahan pada tumbuhan hutan yang pertama. Hutan yang telah mengalami gangguan eksplotasi oleh manusia, biasanya ditandai dengan adanya jaringan jalan ataupun jaringan sistem eksploitasi lainnya. Kenampakan berhutan bekas tebas bakar yang ditinggalkan, bekas kebakaran atau yang tumbuh kembali dari bekas tanah terdegradasi juga dimasukkan dalam kelas ini 3 Hutan rawa primer 2005 Hrp Hutan yang lantai hutannya secara periodik atau sepanjang tahun terendam air (di daerah berawa, termasuk rawa payau dan rawa gambut) yang belum menampakkan bekas penebangan. 4 Hutan rawa sekunder / bekas tebangan 20051 Hrs Hutan yang lantai hutannya secara periodik atau sepanjang tahun terendam air (di daerah berawa, termasuk rawa payau dan rawa gambut) yang telah menampakkan bekas penebangan, termasuk hutan sagu dan hutan rawa bekas terbakar dan sudah mengalami suksesi kurang Kenampakkan hutan sekunder ditandai dengan adanya obyek yang berwarna hijau tua (pada band 543) cenderung gelap dan bertekstur kasar dengan tajuk-tajuk pohon yang kelihatan bergerombol. Terdapat bekas tebangan. Pada citra, warna yang cenderung gelap karena posisi obyek yang berada pada tebing pegunungan tinggi sehingga cahaya matahari kurang Kenampakkan obyek ditandai dengan adanya hutan rawa yang bertekstur halus, rapat dan berwarna hijau sampai dengan hijau tua (band 543). Tidak ada tanda bekas tebangan. Terdapat Sungai dan rawa di tengah areal Pada citra Landsat kombinasi band 543, berwarna hijau segar cenderung agak tua bertekstur halus meliputi areal yang luas diselingi dengan garisgaris berwarna hijau sangat muda yang mengindikasikan jalur/jalan tebang. 5 Hutan mangrove primer 2004 Hmp Hutan yang tumbuh di daerah pantai atau sekitar Kenampakkan obyek ditandai dengan adanya

No 6 Hutan mangrove sekunder / bekas tebangan Kelas Kode Simbol Definisi Spesifikasi muara yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut (bakau, nipah dan nibung yang berada di sekitar pantai, yang belum menampakkan bekas penebangan). Pada beberapa lokasi, hutan mangrove berada lebih ke pedalaman 20041 Hms Hutan yang tumbuh di daerah pantai atau sekitar muara yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut (bakau, nipah dan nibung yang berada di sekitar pantai), yang telah memperlihatkan bekas penebangan dengan pola alur, bercak, dan genangan atau bekas terbakar. 7 Semak belukar 2007 B Hutan lahan kering yang telah tumbuh kembali (mengalami suksesi) namun belum / tidak optimal, atau lahan kering dengan liputan pohon jarang (alami) atau lahan kering dengan dominasi vegetasi rendah (alami). Kenampakan ini biasanya tidak menunjukkan lagi adanya bekas / bercak tebangan 8 Hutan tanaman 2006 Ht Hutan tanaman yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi (sudah ditanami), termasuk hutan tanaman untuk reboisasi dan hutan tanaman industri. 9 Perkebunan/Kebun 2010 Pk Kebun (perkebunan) adalah lahan bertumbuhan pohonpohonan yang dibebani hak milik atau hak lainnya dengan penutupan tajuk didominasi pohon buah atau industri 10 Semak belukar rawa 20071 Br Hutan rawa / mangrove yang telah tumbuh kembali (mengalami suksesi) namun belum / tidak optimal, atau bekas hutan rawa / mangrove dengan liputan pohon jarang (alami), atau bekas hutan rawa / mangrove dengan dominasi vegetasi rendah (alami). Kenampakan ini biasanya tidak menunjukkan lagi adanya bekas / bercak tebangan hutan mangrove yang bertekstur halus dan berwarna hijau muda (band 543) tidak terdapat bekas tebangan. Pada citra tampak adanya Sungai besar dan Sungai kecil yang membelah areal hutan mangrove Kenampakkan obyek ditandai dengan adanya hutan mangrove yang bertekstur halus dan berwarna hijau muda (band 543) terdapat bekas tebangan. Pada citra tampak adanya sungai besar dan sungai kecil yang membelah areal hutan mangrove Kenampakan obyek ditandai dengan adanya vegetasi rendah dan bertekstur halus sampai dengan agak kasar, berwarna hijau muda pada band 543 yang mengindikasikan adanya semak belukar dan terdapat bekas tebangan. Karena pada lahan kering, terdapat areal berwarna merah yang menandakan tanah terbuka atau pemukiman Mempunyai umur seragam, tertata rapi dan mempunyai pola tertentu yang menunjukkan adanya manajemen dalam penanaman maupun pengelolaannya Kenampakkan perkebunan coklat ditandai dengan adanya obyek yang berwarna hijau sangat muda dengan bercak coklat muda kekuningan (pada band 543) cenderung terang dengan tekstur halus. Batas-batas yang jelas dan teratur menunjukkan bahwa obyek adalah perkebunan. Kenampakan obyek ditandai dengan adanya vegetasi rendah dan bertekstur halus sampai dengan agak kasar yang mengindikasikan adanya semak belukar dan terlihat adanya genangan air musiman atau permanen 11 Rumput 3000 S Hamparan non hutan alami berupa padang rumput, Kenampakkan obyek ditandai dengan barisan tipis

No Kelas Kode Simbol Definisi Spesifikasi kadang-kadang dengan sedikit semak atau pohon. Kenampakan ini merupakan kenampakan alami di sebagian Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur dan bagian Selatan Papua. vegetasi yang bertekstur sangat halus berwarna hijau lumut (pada band 543). Lapisan berwarna merah merupakan tanah terbuka yang merupakan kondisi alami dari wilayah pegunungan yang sangat tinggi di papua. Kenampakkan rumput rawa sangat spesifik pada kondisi basah, namun pada kondisi kering cukup sulit dibedakan dengan tanah terbuka karena sama-sama berwarna merah pada band 543 citra Landsat. Oleh karena itu diperlukan data pendukung seperti foto lapangan 12 Pertanian lahan kering 20091 Pt Aktivitas pertanian di lahan kering seperti tegalan dan ladang. 13 Pertanian lahan kering 20092 Pc Aktivitas pertanian lahan kering dan kebun yang campur semak berselang-seling dengan semak, belukar dan hutan bekas tebangan. Sering muncul pada areal perladangan berpindah, dan rotasi tanam lahan karst. 14 Sawah / persawahan 20093 Sw Hamparan lahan untuk aktivitas pertanian yang dicirikan oleh pola pematang (di jawa), biasanya di luar jawa tidak menggunakan pola pematang. Yang perlu diperhatikan adalah fase rotasi tanam yang terdiri atas fase penggenangan, fase tanaman muda, fase tanaman tua dan fase bera. Kelas ini juga memasukkan sawah musiman, sawah tadah hujan, dan sawah irigasi. Khusus untuk sawah musiman di daerah rawa disebut sawah sonor, yaitu penanaman padi pada areal rawa yang sedang kering dengan melakukan pembakaran pada awal musim kemarau kemudian menanam pada musim kemarau (dengan penaburan benih) dan memanen padi sebelum lokasi tersebut terbenam air kembali. 15 Tambak 20094 Tm Lahan untuk aktivitas perikanan darat (ikan / udang) atau penggaraman yang dicirikan dengan pola pematang (umumnya), serta biasanya tergenang dan berada di sekitar pantai Biasanya berada di sekitar permukiman Biasanya meliputi areal yang luas dan belum terlihat adanya kepadatan permukiman dengan prosentase merata atau seimbang antara pertanian lahan kering, kebun dan semak Berbentuk petak yang teratur (jawa) dan kadang tergenang air atau kering dan mempunyai keseragaman umur tanam dalam satu petak/areal yang tidak dibatasi oleh pematang Umumnya bearada di sekitar pantai dan atau dekat dengan pantai, membentuk petak-petak tergenang air dan ada yang terlihat kering 16 Permukiman / Lahan 2012 Pm Lahan yang digunakan untuk permukiman, baik Dicirikan oleh sekumpulan pola bangunan yang

No terbangun Kelas Kode Simbol Definisi Spesifikasi perkotaan, pedesaan, industri, fasilitas umum dll, dengan memperlihatkan bentuk-bentuk yang jelas 17 Transmigrasi 20122 Tr Lahan yang digunakan untuk areal permukiman perdesaan (transmigrasi) beserta pekarangan di sekitarnya. Sedangkan areal transmigrasi yang telah berkembang, polanya menjadi kurang teratur dan susah dipisahkan lagi antara kebun, pertanian dan pemukimannya, dikelaskan menjadi kelas transmigrasi. rapat di permukiman kota, Jaringan jalan nampak padat. Permukiman di pedesaan lebih jarang dan terlihat adanya pola jalan penghubung antar kelompok permukiman Kenampakkan transmigrasi ditandai dengan bentuk lahan terbangun dan tanaman pertanian atau tegakan pohon yang teratur dengan batas yang jelas dan pada tampilan citra band 543 terlihat bahwa tegakan tersebut berwarna hijau muda dengan tekstur kasar dan dibatasi oleh lahan terbuka atau pemukiman yang ditandai dengan warna merah muda. 18 Tanah terbuka 2014 T Lahan terbuka tanpa vegetasi (singkapan batuan puncak gunung, puncak bersalju, kawah vulkan, gosong pasir, pasir pantai, endapan sungai), dan lahan terbuka bekas kebakaran. Kenampakan lahan terbuka untuk pertambangan dikelaskan pertambangan, sedangkan lahan terbuka bekas pembersihan lahanland clearing dimasukkan kelas lahan terbuka. Lahan terbuka dalam kerangka rotasi tanam sawah / tambak tetap dikelaskan sawah / tambak 19 Pertambangan / tambang 20141 Tb Lahan terbuka yang digunakan untuk aktivitas pertambangan terbuka-open pit (spt.: batubara, timah, tembaga dll.), serta lahan pertambangan tertutup skala besar yang dapat diidentifikasikan dari citra berdasar asosiasi kenampakan objeknya, termasuk tailing ground (penimbunan limbah penambangan). Lahan pertambangan tertutup skala kecil atau yang tidak teridentifikasi dikelaskan menurut kenampakan permukaannya 20 Tubuh air 5001 A Perairan, termasuk laut, sungai, danau, waduk, dll. Kenampakan tambak, sawah dan rawa-rawa telah digolongkan tersendiri 21 Rawa 50011 Rw Lahan rawa yang sudah tidak berhutan (tidak ada vegetasi pohon) Kenampakkan obyek (pada citra Landsat band 543) ditandai dengan areal berwarnamerah muda hingga merah tua, kadang berwarna coklat, tergantung pada kandungan material tanahnya, dan berwarna putih apabila material tersusun dari kapur. Kenampakkan tambang terbuka pada tampilan citra band 543 ditandai dengan warna bervariasi, tergantung kandungan materialnya, seperti pada tanah terbuka, untuk tambang tertutup (minyak) ditandai dengan adanya pola jaringan jalan penghubung antar titik pengeboran atau penimbunan Kenampakkan obyek ditandai dengan adanya areal berwarna biru muda, biru keputihan atau hitam (pada kombinasi band 543) meliputi areal cukup luas, Kenampakkan rawa sangat spesifik jika pada kondisi basah, yaitu adanya genangan air yang

No Kelas Kode Simbol Definisi Spesifikasi 22 Tertutup Awan 2500 Aw Seluruh kenampakan awan dan bayangan awan yang menutupi lahan suatu kawasan dengan ukuran lebih dari 4 cm 2 pada skala penyajian. Jika liputan awan tipis atau adanya haze (kabut) masih memperlihatkan kenampakan di bawahnya dan memungkinkan ditafsir, maka tetap didelineasi 23 Bandara / Pelabuhan 20121 Bdr/Plb Bandara dan pelabuhan yang berukuran besar dan memungkinkan untuk didelineasi tersendiri 24 Terumbu Karang 5100 Tk Batuan yang terbentuk dari sedimen kulit kerang/mikroorganisme lainnya yang biasanya terdapat pada laut dangkal, permukaan laut dan menjadi habitat berkembangnya kerang/biota laut lainnya terkadang meliputi wilayah cukup luas dan dalam yang ditandai dengan warna hitam pada kombinasi band 543 citra Landsat. Sedangkan pada kondisi kering genangan tersebut akan terlihat merah atau coklat pada kombinasi band 543 Terlihat dengan warna putih atau biru atau semburat pink dan hitam (bayangan awan) Terlihat jalur panjang dan lebar dengan ukuran tertentu serta tidak dihubungkan dengan jaringan jalan ke tempat lain Biasa terdapat di laut dangkal