SPATIAL AUDIO CODING. Ikhwana Elfitri Jurusan Teknik Elektro Unand, ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. suara dari sumber audio dengan menambahkan saluran audio. Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan era modern. Begitu pula pada audio yang dikenal dengan sebutan

STUDI DAN ANALISIS KINERJA MPEG SURROUND PADA BITRATE kbps

ANALISIS KEMAMPUAN MPEG SPATIAL AUDIO OBJECT CODING UNTUK REPRODUKSI AUDIO MULTIKANAL

PENGUJIAN SINYAL AUDIO MULTICHANNEL DENGAN METODE SUBJECTIVE TEST BERDASARKAN REC. ITU-R BS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kualitas audio. Pengembangan teknologi audio yang terus dikembangkan oleh

APLIKASI KOMPRESI CITRA BERBASIS ROUGH FUZZY SET

BAB I PENDAHULUAN. Kemungkinan terjadinya pengiriman ulang file gambar akibat error, yaitu karena : noise,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi yang terus meningkat bukan lagi dalam

Kompresi Citra dan Video. Muhtadin, ST. MT.

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Linear Block Code

Simulasi Channel Coding Pada Sistem DVB-C (Digital Video Broadcasting-Cable) dengan Kode Reed Solomon

KOMPRESI AUDIO DAN VIDEO

DAFTAR ISI. ABSTRACT ii KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI...iv DAFTAR GAMBAR.vii DAFTAR TABEL...ix DAFTAR SINGKATAN...x

ENCODING DAN TRANSMISI. Budhi Irawan, S.Si, M.T

CEG4B3. Randy E. Saputra, ST. MT.

Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat

KOMPRESI SINYAL SUARA DENGAN MENGGUNAKAN STANDAR MPEG-4

TRANSKODING PULSE CODE MODULATION 64 KB/S DAN LOW DELAY CODE EXCITED LINEAR PREDICTION 16 KB/S

MULTIMEDIA. Kompresi Video Semester Gasal 2008/200 S1 SISTEM KOMPUTER UNIVERSITAS DIPONEGORO /2009 PROGRAM STUDI. Oky Dwi Nurhayati,, ST, MT

ABSTRACT. Nowadays, speech coding technology that encode speech with a minimum

ESTIMASI LOCAL MOTION MENGGUNAKAN ALGORITMA PENCARIAN FOUR STEP. Rosida Vivin Nahari 1*, Riza Alfita 2 2 1,2

Studi dan Analisis Teknik-Teknik Steganografi Dalam Media Audio

CEG4B3. Randy E. Saputra, ST. MT.

Voice over Internet Protocol Kuliah 6. Disusun oleh : Bambang Sugiarto

II Bab II Dasar Teori

DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN SURAT PERNYATAAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

Teknik Pengkodean (Encoding) Dosen : I Dewa Made Bayu Atmaja Darmawan

Perancangan Dan Simulasi Punctured Convolutional Encoder Dan Viterbi Decoder Dengan Code Rate 2/3 Menggunakan Raspberry Pi

Vol: 3 No. 2 September 2014 ISSN: PERANCANGAN DAN ANALISIS KINERJA PENGKODEAN AUDIO MULTICHANNEL DENGAN METODE CLOSED LOOP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PENGENALAN SUARA MANUSIA DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN MODEL PROPAGASI BALIK

BAB II DASAR TEORI. Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau

OTOMATISASI PENGARAHAN KAMERA BERDASARKAN ARAH SUMBER SUARA PADA VIDEO CONFERENCE

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

REALISASI ERROR-CORRECTING BCH CODE MENGGUNAKAN PERANGKAT ENKODER BERBASIS ATMEGA8535 DAN DEKODER MENGGUNAKAN PROGRAM DELPHI

Introduction to spread spectrum (SS) Alfin Hikmaturokhman,MT

ANALISIS KINERJA SPHERE DECODING PADA SISTEM MULTIPLE INPUT MULTIPLE OUTPUT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

MULTIMEDIA. Kompresi Audio / Video S1 SISTEM KOMPUTER. Semester Gasal 2009/20 UNIVERSITAS DIPONEGORO PROGRAM STUDI

KOMPRESI AUDIO & VIDEO

IDENTIFIKASI KANAL FIR SECARA BUTA UNTUK SISTEM DUA-MASUKAN-DUA-KELUARAN PADA DOMAIN FREKUENSI MENGGUNAKAN STATISTIK ORDE DUA ABSTRAK

BAB II TEKNOLOGI DVB-H

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri /

yaitu dalam ketepatan pengenalan pola berdasarkan kelas untuk menampilkan genre.

Deteksi Kualitas Pemasangan Ubin Berbasis Ekstraksi Ciri Bunyi Dengan Klasifikasi K-Nearest Neighbor

DETEKSI ARAH KEDATANGAN SINYAL PADA ANTENA ARRAY KUBUS DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA MUSIC

PROTOTIPE KOMPRESI LOSSLESS AUDIO CODEC MENGGUNAKAN ENTROPY ENCODING

ANALISIS KUALITAS LAYANAN VIDEO CALL MENGGUNAKAN CODEC H.263 DAN H.264 TERHADAP LEBAR PITA JARINGAN YANG TERSEDIA

PENGOLAHAN SINYAL DIGITAL (PSD) Modul 1. Overview Digital Signal Processing

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

PE I GKATA KUALITAS VIDEO U TUK TRA SMISI DESKRIPSI JAMAK PADA KA AL MIMO Aranda Fadzri Rahardi

PERANCANGAN DEBLOCKING FILTER UNTUK APLIKASI KOMPRESI VIDEO MENGGUNAKAN STANDAR MPEG4/H.264

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi dari penelitian ini diskemakan dalam bentuk flowchart seperti tampak

BAB I PENDAHULUAN I-1

Bab 2. Tinjauan Pustaka

Frekuensi Dominan Dalam Vokal Bahasa Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI

KOMUNIKASI DATA JUFRIADIF NA`AM. 1. Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN. bisnis, teknologi dan gaya hidup manusia saat ini. Teknologi-teknologi baru di bidang

ESTIMASI GERAKAN PADA VIDEO ANIMASI 2D MENGGUNAKAN ALGORITMA PENCOCOKAN BLOK (BLOCK MATCHING ALGORITHM)

BAB IV SINYAL DAN MODULASI

Sistem Transmisi Modulasi & Multiplexing

Implementasi Teori Graf Dalam Masalah Fingerprint Recognition (Pengenalan Sidik Jari)

Kompresi Citra dan Video. Muhtadin, ST. MT.

BAB IV SIMULASI DAN ANALISA DATA

Rijal Fadilah. Transmisi & Modulasi

PENINGKATAN KUALITAS SINYAL SUARA DENGAN MENGGUNAKAN METODE INDEPENDENT COMPONENT ANALYSIS ABSTRAK

Kompresi Audio dan Video Irawan Afrianto

BAB I PENDAHULUAN. A. Pengantar Tentang VOIP

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Kode Konvolusi pada Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Menggunakan WARP

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Kompresi Audio / Video. Week 11

BAB 1 PENDAHULUAN. populer dalam menyediakan koneksi data. Jaringan WLAN berbasis teknologi

Aplikasi Teknik Speech Recognition pada Voice Dial Telephone

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seorang ilmuwan di bidang pendengaran manusia, Georg von Békésy

BAB III INTERFERENSI RADIO FM DAN SISTEM INTERMEDIATE DATA RATE (IDR)

Penentuan Arah Sumber Suara dengan Metode Interaural Time Difference menggunakan Mikrokontoler STM32F4

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kebutuhan informasi suara, data (multimedia), dan video. Pada layanan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KOMPUTASI SINYAL DIGITAL SINYAL DAN SISTEM

Proteksi Kesalahan Berbeda Menggunakan Metode Rate Compatible Punctured Convolutional (RCPC) Codes Untuk Aplikasi Pengiriman Citra ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengenalan kata merupakan salah satu fungsi dari

IEEE n. Mariza Azhar, Gotama Edo Priambodo, Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDETEKSI UANG LOGAM DENGAN METODE EUCLIDEAN

Frequency Division Multiplexing

BAB I PENDAHULUAN. digital sebagai alat yang penting dalam teknologi saat ini menuntut adanya sistem

ANALISIS KINERJA BASIC RATE ACCESS (BRA) DAN PRIMARY RATE ACCESS (PRA) PADA JARINGAN ISDN

BAB II. Decoder H.264/AVC

BAB 1 PENDAHULUAN. kehandalannya. Komputer terus dikembangkan. Komputer dituntut memiliki kecepatan

SISTEM AKSES BUKU PERPUSTAKAAN JURUSAN TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS ANDALAS MENGGUNAKAN APLIKASI PENGENALAN WICARA DENGAN METODA MFCC-VQ dan SSE

MULTI DIGITAL SIGNATURE PADA VIDEO, AUDIO, DAN SUBTITLE

BAB II PENGKODEAN. yang digunakan untuk melakukan hubungan komunikasi. Pada sistem komunikasi analog, sinyal

Studi Kompresi Data dengan Metode Arithmetic Coding

Transkripsi:

SPATIAL AUDIO CODING Ikhwana Elfitri Jurusan Teknik Elektro Unand, E-mail : ikhwana@ft.unand.ac.id ABSTRAK Pada paper ini diulas pengertian dasar dan prinsip operasi dari spatial audio coding sebagai salah satu bidang penelitian yang baru berkembang. Hasil-hasil penelitian terbaru beserta metode yang dikembangkan dibahas seperti MPEG Surround, Spatial Audio Scene Coding (SASC), Directional Audio Coding (DirAC). Kelebihan dan kekurangan setiap metode dianalisis dan dijadikan sebagai sebuah bahan studi perbandingan untuk mengembangkan metode terbaru. 1. PENDAHULUAN Speech coding dan audio coding, telah menjadi salah satu topik penelitian yang berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir ini. Aplikasi dan implementasi dari hasil-hasil penelitian di bidang ini, juga telah banyak dirasakan dan bermanfat secara luas di masyarakat umum sekalipun. Salah satu aplikasi yang digunakan secara luas adalah Voice over IP (VoIP), baik yang bersifat private ataupun yang free untuk publik seperti Yahoo Messenger (YM) dan Skype. Untuk komunikasi suara, YM dan Skype telah memberikan kualitas komunikasi yang memuaskan, bahkan mungkin telah melebihi kualitas komunikasi suara melalui PSTN. Tetapi, animo dan keinginan untuk mendapatkan kualitas yang lebih baik lagi terus meningkat terutama untuk salah satu fitur yang disediakan oleh YM dan Skype, dan saat ini sangat banyak dimanfaatkan masyarakat, yaitu teleconference. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu motivasi untuk terus mengembangkan riset dan penelitian di bidang pengkodean suara ini. Suatu dialektika telah muncul disini, yaitu hasil riset dan penelitian telah membawa masyarakat untuk menjalani hidup dengan lebih mudah dan menyenangkan. Sebaliknya, keinginan dan motivasi untuk mendapatkan kemudahan dan kesenangan juga telah memicu para akademisi dan peneliti untuk melakukan penelitian lebih dalam lagi. Salah satu area penelitian yang muncul dan berkembang pesat untuk menjawab tingginya kebutuhan konsumen ini adalah spatial audio coding. Karena itulah, dalam paper ini akan dibahas dan dikaji hal-hal mendasar yang terkait dengan topik penelitian ini serta disampaikan perkembangan penelitian terbaru yang telah diraih dan dipublikasikan secara luas. 2. PENGERTIAN SPATIAL AUDIO CODING Spatial audio coding biasanya juga dikenal dengan multichannel audio coding atau 3D (3- dimension) audio coding. Walaupun jika dilihat dari sisi bahasa ada sedikit perbedaan dari ketiga terminologi ini, secara prinsip dapat didefinisikan bahwa spatial audio coding adalah sistem untuk merepresentasikan beberapa sinyal audio (multiple audio signals) secara efisien untuk tujuan transmisi dan penyimpanan data. Model yang paling umum dari spatial audio coding dapat dijelaskan dengan merujuk kepada gambar 1. M sinyal audio di-downmix menjadi satu sinyal dan kemudian diproses dengan existing audio coder. Ini berarti bahwa semua tipe audio coder dapat digunakan untuk pengkodean sinyal downmix ini. Model seperti ini juga memungkinkan sistem mempunyai kemampuan backward compatibility, artinya compatible dengan audio coder yg digunakan untuk sinyal downmix. Blok analysis berfungsi untuk mengekstrak spatial parameter untuk selanjutnya ditransmisikan sebagai side information. Sedangkan blok synthesis pada decoder berfungsi merekonstruksi kembali sinyal audio dari sinyal downmix menggunakan spatial parameter yang diterima. Gambar 1. Diagram blok spatial audio coding[1]. TeknikA 14

3. MPEG SURROUND (MPS) Dengan tingginya permintaan pasar (market demand) untuk aplikasi surround sound, MPEG telah mengeluarkan CfP (Call for Proposal) pada tahun 2004 untuk penyusunan standard bagi spatial audio coding ini. Tahun 2007, penyusunan standard ini selesai dan populer dengan nama MPEG Surround (MPS). Blok diagram MPEG Surround dapat dilihat pada gambar 2. Seperti model yang umum pada spatial audio coding, semua sinyal audio yang masuk ke encoder dijadikan satu sinyal downmix, kemudian dikodekan menggunakan audio coder yang sudah tersedia. Ini berarti MPEG Surround punya kemampuan backward compatibility. Gambar 2. Blok diagram MPEG Surround [2] Selain sinyal downmix, semua sinyal audio yang masuk ke encoder juga direpresentasikan dengan spatial parameter. Untuk sistem dasar, MPEG Surround menggunakan 4 spatial parameter yaitu : channel level differences (CLDs), inter-channel coherences (ICCs), channel prediction coefficients (CPC) dan residual errors. Ke-empat parameter ini dikembangkan dari prinsip sistem pendengaran manusia (human spatial hearing). Pada dasarnya, parameter ini tidak mendeskripsikan spatial position dari sinyal audio, melainkan mengambil interchannel relationship dari semua sinyal audio. Karena itu, jumlah sinyal audio yang direproduksi pada decoder haruslah sama dengan jumlah sinyal audio yang diterima encoder. MPEG Surround bekerja dengan menggunakan dua blok dasar yaitu one-to-two (OTT) encoderdecoder dan two-to-three (TTT) encoder-decoder. Setiap konfiguraasi input-output dibentuk dari kombinasi kedua blok dasar ini. Gambar 3 memperlihatkan bentuk generic dari kedua blok dasar MPEG Surround ini. Gambar 3. Blok dasar MPS[2] OTT encoder berfungsi membentuk satu sinyal downmix dari dua sinyal audio. Sebaliknya OTT decoder merekonstruksi kembali 2 sinyal audio dari satu sinyal downmix. TTT encoder berfungsi membentuk dua sinyal downmix (stereo) dari 3 sinyal audio. TTT decoder berfungsi untuk mengembalikan 3 sinyal audio dari 2 sinyal downmix. Sebagai contoh bentuk implementasi dari konfigurasi input-output menggunakan blok dasar ini dapat dilihat konfigurasi sistem dari 5 sinyal audio menjadi satu sinyal (mono downmix) pada gambar 4 dan konfigurasi sistem dari 5 sinyal audio menjadi dua sinyal (stereo downmix). Dengan kombinasi blok dasar ini, MPEG Surround dapat membentuk sinyal mono/stereo downmix, berapapun jumlah sinyal audio yang dijadikan input sinyal pada encoder. Gambar 4. Konfigurasi Encoder untuk membentuk sinyal mono downmix[2]. TeknikA 15

Gambar 5. Konfigurasi encoder untuk membentuk sinyal stereo downmix[2]. 4. SPATIAL AUDIO SCENE CODING (SASC) SASC dikembangkan oleh beberapa peneliti dari Creative Advanced Technology Center, USA. Prinsip dasar pengkodean ini adalah menangkap audio scene dan merepresentasikannya dalam bentuk sinyal monodownmix dan direction vector. Pada decoder, audio direproduksi kembali dengan menggunakan vektor base amplitude panning (VBAP)[3]. Gambar 6 memperlihatkan blok diagram dari SASC. M channel sinyal masukan dipisahkan menjadi sinyal primary dan ambient. Selanjutnya kedua sinyal tersebut diproses dengan algoritma yang sama. Gambar 7. Prinsip kerja VBAP[3] Dengan prinsip operasi seperti ini, SASC dapat digunakan dengan format input dan output yang berbeda. SASC dapat menerima sejumlah M channel sinyal audio, merepresentasikannya dalam bentuk direction vektor dan kemudian mentransmisikan ke decoder. Decoder selanjutnya dapat merekonstruksi kembali sinyal audio ini untuk menghasilkan N channel audio. 5. DIRECTIONAL AUDIO CODING (DirAC) DirAC merepresentasikan sinyal audio dalam bentuk direction vector, seperti pada SASC. Yang membedakannya adalah, DirAC menerima sinyal audio dalam bentuk sinyal dari suatu microphone array. Sinyal ini dianalisis untuk menghasilkan sudut elevasi dan azimuth dari direction vector serta diffuseness untuk merepresentasikan non-directional sound. Direction vector ini ditransmisikan ke decoder bersama-sama dengan 1 atau 4 sinyal microphone. Diagram blok DirAC ditampilkan pada gambar 8. Gambar 6. Blok diagram SASC[4] SASC dikembangkan berdasarkan sistem reproduksi audio berbasiskan vektor (VBAP). Pada gambar 7 dapat dilihat bahwa VBAP akan menghasilkan sinyal audio yang seolah-olah berasal dari suatu sumber virtual. Untuk menghasilkan sinyal audio yang berasal dari suatu sumber virtual, maka sinyal audio yang dijadikan input speaker ditentukan amplitudonya oleh suatu direction vektor. Oleh karena itu, pada SASC encoder sinyal audio dari semua channel dijadikan satu sinyal downmix dan posisi sumbernya direpresentasikan dengan sebuah vektor. Untuk dapat merepresentasikan sejumlah sinyal audio menjadi sebuah vektor, SASC menggunakan prinsip vektor gerzon. Gambar 8. Blok diagram DirAC[5] Sedikit berbeda dengan SASC, DirAC merekonstruksi sinyal audio dengan triple wise amplitude panning[6]. Artinya, sebuah sumber virtual dihasilkan dari 3 speaker aktif, sedangkan SASC TeknikA 16

menghasilkan sumber virtual dari 2 speaker aktif (pair-wise amplitude panning). Gambar 9. Triple wise VBAP[7] 6. ANALISA PERBANDINGAN Satu-satunya spatial audio coder yang telah distandardkan dan diimplementasikan adalah MPS. Karena itu, banyak sekali fitur pada MPS yang menjadi kelebihannya. Diantaranya adalah kemampuan untuk menerima sinyal artistic downmix yang dihasilkan oleh pre-encoder. Disamping itu MPS juga dapat beroperasi dengan jangkauan resolusi frekuensi dan resolusi waktu yang luas yang menghasilkan kemampuan untuk mengirimkan spatial audio dalam range bit rate yang sangat beragam. MPS juga dapat digunakan untuk menghasilkan sinyal surround audio dari headphone dengan menggunakan teknologi binaural rendering systems[8]. Disamping memiliki banyak kelebihan, ada satu kelemahan pada MPS yaitu pada dasarnya coder ini tidaklah mengambil spatial posisi dari sinyal audio yang akan dikodekan, tetapi hanya mengekstrak beberapa parameter yang menggambarkan relasi antar channel. Dengan demikian MPS tidak cocok digunakan untuk mengirimkan directional sound. MPS lebih tepat digunakan untuk mengirimkan nondirectional sound. SASC dikembangkan untuk mendapatkan solusi atas kelemahan MPS. Dengan prinsip interchannel relationship, jumlah channel sinyal audio pada input MPS haruslah sama dengan jumlah channel audio pada decodernya. Pada SASC, hal ini tidak diharuskan, karena itu SASC juga dapat digunakan untuk konversi sinyal audio dari M channel menjadi N channel audio. Oleh karena itu, SASC dikenal dengan istilah format independent spatial audio coder. Kelebihan lain dari SASC adalah konsep pengkodeannya dikembangkan dari metode analysis dan synthesis yang memiliki konsistensi. Artinya, secara matematis, sinyal audio yang dihasilkan dari decoder SASC dapat dianalisis kembali untuk menghasilkan sinyal audio dengan direction vector yang sama. Kelemahan SASC justru ada pada prinsip gerzon vector yang digunakan untuk merepresentasikan multiple sinyal audio menjadi satu sinyal audio. Dengan prinsip gerzon vector ini, direction vector yang dihasilkan akan memunculkan potensi error yang besar, karena vektor ini dihasilkan dari resultan sejumlah vektor. Faktor lainnya yang juga menjadi kekurangan SASC adalah ketidakmampuannya untuk merepresentasikan non-directional sound. Semua sinyal audio pada SASC diasumsikan sebagai directional sound. Sedangkan pada decodernya, non directional sound dihasilkan hanyalah untuk mendapatkan efek radial dari sinyal audio. DirAC mempunyai solusi atas kelemahan SASC ini. Dengan mengambil diffuseness dari sinyal sinyal audio, DirAC dapat menghasilkan non directional sound dengan kualitas yang baik. Hanya saja, hal ini baru dapat dihasilkan jika semua sinyal microphone (4 sinyal) dikirimkan ke decoder. Hal ini tentu saja akan membutuhkan bit rate yang tinggi. Kelemahan DirAC lainnya adalah keharusannya untuk menerima sinyal audio dalam bentuk sinyal microphone. 7. KESIMPULAN Pada makalah ini telah ditampilkan tiga spatial audio coder yang baru dikembangkan yaitu MPEG Surround, Spatial Audio Scene Coding (SASC) dan Directional Audio Coding (DirAC). Prinsip kerja setiap coder dibahas dan dianalisa perbandingan antara ketiganya. DAFTAR PUSTAKA [1] Goodwin, M. M. Dan Jot, J-M., A frequency Domain Framework for Spatial Audio Coding Based on Universal Spatial Cues, the 120 th AES Convention, France, 2006 [2] Breebart, J., Hotho, G., Schuijers, E., Oomen, W., De Par, S. V., Background Concept and Architecture for the Recent MPEG Surround Standard on Multichannel Audio Compression, J. Audio Eng. Soc., Vol 55 no 5, 2007 [3] Pulkki, V., Compensating Displacement of Amplitude-Panned Virtual Sources, AES 22 nd Int. Conf. On Virtual, Synthetic and Entertainment Audio, Finland, 2002 [4] Jot, J-M., Merimaa, J., Goodwin, M. M., Krishnaswamy, A., Laroche, J., Spatial Audio Scene Coding in a Universal Two-Channel 3-D Stereo Format, the 123 rd AES Convention, New York, 2007 TeknikA 17

[5] Pulkki, V., Faller, C., Directional Audio Coding : Filterbank and STFT-based Design, the 120 th AES Convention, Paris, 2006 [6] Pulkki, V., Karjalainen, M., Multichannel Audio Rendering Using Amplitude Panning, IEEE Signal Processing Magazine, May 2008 [7] Vilkamo, J., Spatial Sound Reproduction with Frequency Band Processing of B-Format Audio Signals, Master Thesis, Helsinki University of Technology, May 2008 [8] Herre, J. Kjorling, K., Breebart, J., Faller, C., Disch, S., Purnhagen, H., Koppens, K., Hilpert, J., Roden, J., Oomen, W., Linzmeier, K., Chong, K. S., MPEG Surround-The ISO/MPEG Standard for Efficient and Compatible Multichannel Audio Coding, J. Audio Eng. Soc., Vol 56 no 11, November 2008. TeknikA 18