BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. metode-metode penyusutan antara lain: Metode garis lurus (straight line method),

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. usahanya. Aset itu dibagi menjadi dua yaitu: aset lancar dan aset tetap. Aset tetap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Agar tujuan perusahaan dapat tercapai, maka semua faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan dananya pada suatu perusahaan. Apabila perusahaan setiap tahun

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat (konsumen). Untuk tujuan ini manajemen sebagai pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan dalam melakukan kegunaan operasionalnya tidak akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan. Umum dann Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dalam negeri sangatlah penting serta mempunyai kedudukan yang

BAB I PENDAHULUAN. terutang dan yang telah dibayar sebagai mana telah ditentukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemakai laporan keuangan lainnya, Statement of Financial Accounting Concept (SFAC)

BAB I PENDAHULUAN. dan sejalan dengan sikap sosial dari masyarakat tersebut. Menurut Warren (2008:2),

Tujuan Akuntansi Pajak a. Dasar menghitung PKP b. Menghitung harga perolehan c. Menghitung penyerahan barang kena pajak d. Menghitung besarnya pajak y

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Soemarso S.R

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari akuntansi yang harus

Pengertian aset tetap (fixed asset) menurut Reeve (2012:2) adalah :

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan operasional sebuah perusahaan banyak faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaannya diatur dalam undang-undang dan peraturan-peraturan. untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara.

AKUNTANSI UNTUK PAJAK PENGHASILAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak yang menggunakannya. Pengguna

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai

ANALISIS PERBANDINGAN LABA KOMERSIAL DAN LABA FISKAL PADA PT. SURYA CITRA MEDIA (Studi Kasus pada Perusahaan yang Terdaftar di BEI)

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan pihak lain yang berkepentingan dengan perusahaan. Melalui proses

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Ni Putu Lestari dan I.G.A.M Asri Dwija Putri (2015)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi perkembangan usaha yang semakin maju, sebuah

PENYUSUTAN. pajak (tax deductions) yang disebabkan karena adanya pengeluaran kas, baik untuk. menimbulkan masalah dalam penentuan pajak penghasilan.

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. adalah bahasa bisnis(business language). Akuntansi menghasilkan informasi yang

ANALISIS PENERAPAN METODE PENYUSUTAN AKTIVA TETAP DAN KETERKAITANNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN PG. TOELANGAN SIDOARJO

MANAJEMEN PERPAJAKAN

LINGKUNGAN BISNIS : PERPAJAKAN DAN KEUANGAN

DEPRESIASI DAN AMORTISASI FISKAL

ekonomi Sesi JURNAL PENYESUAIAN PERUSAHAAN DAGANG A. PENGERTIAN DAN FUNGSI JURNAL PENYESUAIAN B. AKUN YANG PERLU DISESUAIKAN a.

BAB III PEMBAHASAN 3.1. Pengertian Aktiva Tetap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SPT TAHUNAN PPH BADAN TERKAIT PENYAMPAIAN SURAT PERNYATAAN HARTA (SPH) UNTUK PENGAMPUNAN PAJAK

BAB II LANDASAN TEORITIS

AKTIVA TETAP (FIXED ASSET)

BAB I PENDAHULUAN. eksternal perusahaan sering menggunakan laba sebagai dasar pengambilan

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk

ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK TANGGUHAN PADA LAPORAN KEUANGAN PT BUMI SARANA UTAMA. Dahniyar Daud *)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Menurut PSAK 46 mengenai akuntansi perpajakan menyatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. standar akuntansi keuangan. Book tax differences tersebut berpengaruh besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan bagi perusahaan, pajak merupakan biaya dan juga pengeluaran yang

PERBEDAAN AKUNTANSI DENGAN UU PAJAK. penyesuaian

BAB III METODOLOGI ANALISIS

Aktiva tetap yang ada di perusahaan haruslah benar-benar diperhatikan karena itu bila

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. administratif dan diharapkan akan digunakan lebih dari satu

BAB IV PEMBAHASAN. Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jangka panjang, artinya perusahaan harus terus mempertahankan kelangsungan operasinya melalui

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan informasi keuangan yang relevan

BAB I PENDAHULUAN. suatu pengeluaran adalah beban atau aktiva dapat berpengaruh sangat besar pada

BAB 2 LANDASAN TEORITIS. Aset tetap termasuk bagian yang sangat signifikan dalam perusahaan. Jika

LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL DAN FISKAL. Amanita Novi Yushita

BAB I PENDAHULUAN. orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang undang

AKTIVA TETAP & PENYUSUTAN

MAKALAH PENGATAR PAJAK. Diajukan Untuk Mmenuhi Tugas Pengantar Pajak

ANALISIS IMPLEMENTASI PSAK 13 REVISI 2011 PADA PERUSAHAAN PROPERTI (STUDI KASUS PADA PT IPM) KURNIA IRWANSYAH RAIS University of Indonesia

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi di daerah pabean, dikenakan tarif pajak nol persen sebaliknya. Pertambahan Nilai Barang Mewah.

Oleh: TRI BAGUS BUDI SANTOSO

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Akuntansi dan Perlakuan Akuntansi. Pengertian akuntansi memiliki definisi yang berbeda-beda, tergantung dari

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pada bab ini akan dikemukakan teori-teori yang dikutip dari literatur

BAB II BAHAN RUJUKAN

AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH I

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan tentu pada dasarnya selalu berusaha untuk mencapai. tujuan didirikannya perusahaan tersebut. Untuk menunjang agar

APLIKASI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 2000 DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Oleh : Evi Ekawati. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi yang diberikan, maka tidak terlepas bahwa pajak memiliki peran

BAB I PENDAHULUAN. negeri. Penerimaan yang diperoleh dapat berasal dari sektor minyak bumi, gas

BAB II LANDASAN TEORI

Implementasi PSAK 16 Tentang Aset Tetap pada PT. SBP

Aspek Perpajakan atas Aktiva Tetap

BAB I PENDAHULUAN. semakin kompleksnya pengelolaan badan usaha atau perusahaan, hal ini. menuntut adanya kemampuan untuk mengalokasikan sumber daya

PENERAPAN PSAK NO. 46 TENTANG AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN TERHADAP KOREKSI FISKAL

JURNAL PENYESUAIAN. Armini Ningsih Politeknik Negeri Samarinda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. macam peralatan, atau alat-alat yang digunakan untuk mendukung kegiatan operasional.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 4 ayat (4) Undang undang No. 6 Tahun 1983 tentang ketentuan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap akhir tahun perusahaan akan membuat laporan keuangan untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak khususnya para pemakai laporan keuangan yang berguna untuk mendukung proses pengambilan suatu keputusan yang tepat baik dalam segi investasi maupun pendanaan. Perusahaan tentunya memerlukan informasi yang akurat dalam pengambilan suatu keputusan, keputusan-keputusan yang diambil diharapkan tidak menyimpang dari tujuan perusahaan. Pemakai informasi dalam laporan keuangan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kelompok internal (manajemen dan karyawan) dan kelompok eksternal (investor/calon investor, kreditor/calon kreditor, pelanggan, pemerintah, masyarakat). Pihak internal khususnya manjemen sangat berkepentingan terhadap laporan keuangan yang dibuatnya karena informasi tersebut akan digunakan untuk membuat perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan. Pihak ekstern (pemerintah) laporan keuangan khususnya dipakai untuk kepentingan fiskal (perpajakan). Terutama laporan laba rugi yang berisi informasi untuk menentukan pajak penghasilan yang harus ditanggung oleh perusahaan tersebut. Lebih lanjut informasi tersebut digunakan untuk mengetahui apakah pajak yang telah dibayarkan oleh perusahaan sebagai wajib pajak badan atau orang pribadi yang wajib melakukan pembukuan telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Sebagai wajib pajak maka pada suatu tanggal tertentu yang telah ditetapkan (selambatnya 3 bulan setelah akhir tahun pajak biasanya pada tanggal 31 Maret tahun berikutnya) harus menyampaikan informasi tentang penghasilan yang dikenakan pajak melalui penyerahan SPT (Surat Pemberitahuan) dalam hal ini SPT PPh tahunan. Salah satu fungsi SPT ini adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan pajak yang sebenarnya terutang atau harus dibayar. Oleh karena sistem pemungutan pajak yang dianut di negara kita adalah Self Assestment System dimana wajib pajak diberi wewenang penuh untuk menentukan 1

besarnya pajak terutang mulai menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang (mengisi sendiri SPT), maka dalam penyampaian SPT nantinya harus melaporkan bukti-bukti yang mendukung penghitungan pajak terutang. Bagi wajib pajak yang mengadakan pembukuan, bukti tersebut berupa laporan keuangan (Neraca dan Laporan Laba Rugi) serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak, seperti daftar penghitungan penyusutan, daftar piutang yang dihapuskan, penghitungan alokasi biaya kantor pusat, dll. Di Indonesia, penyusunan laporan keuangan didasarkan pada prinsip-prinsip yang lazim sebagai pedoman umumnya, yang selanjutnya diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Meskipun demikian ada pengguna lain terhadap informasi keuangan suatu perusahaan (pemerintah dalam kaitan dengan perpajakan) yang mempunyai ketentuan tersendiri untuk menentukan jumlah laba kena pajak yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Perpajakan dan Peraturan lain tentang Perpajakan tersebut khususnya Pajak Penghasilan. Oleh karena pedoman dalam SAK maupun Peraturan Perpajakan dalam menentukan penghasilan (income) tidak semuanya sama maka timbulah beberapa perbedaan. Akibatnya terdapat perbedaan penghitungan laba sebelum pajak (pre tax financial income) yang tampak dalam laporan keuangan komersial menurut versi akuntansi dengan laba kena pajak (taxable income) / penghasilan kena pajak yang tampak dalam laporan keuangan fiskal menurut versi perpajakan. Perbedaan pedoman dalam akuntansi dengan perpajakan juga secara tidak langsung akan membuat laporan keuangan komersial (dibuat berdasar Standar Akuntansi Keuangan), yang biasanya untuk memenuhi kepentingan pemakai secara umum berbeda dengan laporan keuangan fiskal (dibuat berdasarkan peraturan perpajakan), yang biasanya dibuat untuk memenuhi kepentingan perpajakan (fiskus). Beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: perbedaan permanen, perbedaan waktu dan perbedaan lain-lain. Perbedaan permanen merupakan perbedaan yang membuat laba sebelum pajak berbeda dengan laba kena pajak dan bersifat tetap, tidak terkompensir di tahun-tahun berikutnya. Perbedaan waktu sifatnya hanya sementara, disebabkan oleh perbedaan dalam alokasi pendapatan atau biaya dan akan terkompensir pada periode-periode yang lain. Tanpa mempertimbangkan nilai waktu uang, perbedaan waktu tidak membuat laba sebelum pajak dan laba kena pajak 2

berbeda secara akumulatif (setelah beberapa periode berlalu). Perbedaan lain-lain merupakan perbedaan yang bisa bersifat sementara ataupun tetap tetapi masih bersifat kondisional, yang tidak tergolong dalam dua perbedaan sebelumnya. Penyesuaian terhadap laporan keuangan komersial untuk menghitung laba kena pajak adalah dengan: 1) mencari selisih depresiasi (amortisasi) menurut penghitungan akuntansi dengan menurut fiskal, 2) jika depresiasi menurut akuntansi lebih besar dibandingkan menurut fiskal maka selisih tersebut ditambahkan pada laba sebelum pajak, dan sebaliknya, 3) sejumlah selisih tersebut juga dikurangkan dari dari akumulasi depresiasi dalam neraca. Perusahaan pada umumnya memiliki tujuan utama yaitu memaksimalkan laba. Untuk mencapai tujuan tersebut perusahaan perlu melakukan pengelolaan yang efektif terhadap keseluruhan aktivitas perusahaan. Laba yang diperoleh adakalanya diinginkan untuk investasi. Investasi yang dilakukan dapat bermacam-macam, antara lain dalam bentuk aktiva tetap. Aktiva tetap digunakan dalam kegiatan normal perusahaan bukan untuk diperjual belikan dan mempunyai umur ekonomis lebih dari satu periode akuntansi. Dalam meperoleh aktiva tetap diperlukan dana yang tidak sedikit, oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan yang baik dan kebijakan yang tepat dalam penggunaan, pemeliharaan dan pencatatannya. Aktiva tetap mempunyai daya prestasi yang secara berangsur-angsur berkurang atau menurun dari waktu ke waktu dan akhirnya habis sama sekali. Penurunan atau pengurangan daya prestasi ini lebih sering dikenal dengan istilah depresiasi penyusutan. Penyusutan ini memerlukan pengukuran umur aktiva dengan tepat yang berguna untuk pengakuan beban sebagai biaya perusahaan setiap tahunnya. Dalam SAK menurut IAI (2002;17.9) ada berbagai metode depresiasi aktiva tetap antara lain, metode garis lurus, metode unit produksi, metode penyusutan dipercepat, metode jumlah angka tahun, dan metode saldo menurun ganda. Metode depresiasi aktiva tetap yang dipilih berdasarkan pola manfaat ekonomi yang diharapkan dapat diterapkan secara konsisten dari periode ke periode kecuali jika ada perubahan pola manfaat ekonomi yang diharapkan dari aktiva tetap. Metode penyusutan juga harus di review atau ditelaah ulang setidaknya setiap akhir buku. Dan jika dalam suatu periode metode depresiasi berubah, maka pengaruh 3

perubahan ini harus dikuantifikasikan dan harus diungkapkan, yang berarti perubahan depresiasi yang ditetapkan oleh perusahaan harus diungkapkan. Berdasarkan Undang-undang No.7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.17 tahun 2000 diantaranya mengatur tentang penyusutan harta berwujud dalam pasal 11. metode penyusutan menurut perpajakan menggunakan Acclerated Cost Recovery Sistem (ACSR), yang kemudian dikembangkan lagi menjadi Modifikasi Sistem Pengembalian Biaya Dipercepat. Metode ini memiliki 8 kelas umur manfaat dan tarif penyusutan untuk setiap kelas dimana nilai residu diabaikan, dan semua aktiva tetap diasumsikan mulai dipakai atau dikeluarkan dari pemakaian pada pertengahan tahun. Oleh karena itu, dengan adanya perbedaan metode dalam penyusutan aktiva tetap menurut akuntansi dengan perpajakan maka akan berpengaruh pada laba sebelum pajak perusahaan. Metode depresiasi yang berbeda berpengaruh pada besar kecilnya penyusutan yang dibebankan dan juga berpengaruh terhadap laba yang diperoleh perusahaan. Perbedaan penerapan kedua metode tersebut menimbulkan masalah bagi perusahaan dalam hal pemberlakukan dan hasil perhitungan penyusutan. Hal ini diakibatkan karena adanya perbedaaan waktu pengakuan biaya atau pendapatan, perbedaan penetapan metode dan penetapan umur ekonomis aktiva tetap yang berlainan serta perbedaan harta yang disusutkan. Berdasarkan penjelasan di atas, penulis bermaksud melihat sejauh mana pengaruh dari penggunaan metode penyusutan aktiva tetap terhadap laba sebelum pajak, dengan mengadakan penelitian dalam penyusunan skripsi yang berjudul: PENGARUH PERBEDAAN ANTARA METODE PENYUSUTAN AKTIVA TETAP MENURUT AKUNTANSI DENGAN FISKAL TERHADAP LABA SEBELUM PAJAK 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan di atas penulis tertarik mengadakan penelitian untuk mengidentifikasi masalah yaitu bagaimana pengaruh perbedaan antara metode penyusutan aktiva tetap menurut akuntansi dengan fiskal terhadap laba sebelum pajak. 4

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan antara metode penyusutan aktiva tetap menurut akuntansi dengan fiskal terhadap laba sebelum pajak. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan agar informasi yang dihasilkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, diantaranya adalah: 1. Bagi Penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman mengenai perpajakan, khususnya tentang metode penyusutan aktiva tetap yang diterapkan perusahaan serta metode penyusutan aktiva tetap yang diperkenankan oleh Undang-undang Perpajakan serta pengaruhnya terhadap laba sebelum pajak. 2. Bagi Perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna sebagai bahan masukan perusahaan yang bermanfaat dalam menilai kekurangan yang mungkin dapat ditemukan penulis selama penelitian. 3. Pihak Ketiga Sebagai bahan referensi atau tambahan informasi yang diperlukan untuk pengembangan pengetahuan lebih lanjut mengenai perbedaan antara metode penyusutan aktiva tetap menurut fiskal dan akuntansi serta pengaruhnya terhadap laba sebelum pajak perusahaan. 1.5 Kerangka Pemikiran Dari segi akuntansi, pedoman penyusunan laporan keuangan di Indonesia diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan, sedangkan dalam hal penghitungan pajak yang terutang pedoman yang digunakan adalah Peraturan Perpajakan (UU No. 10 tahun 1994 tentang perubahan atas UU No.7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 tahun 2000 dan peraturan perpajakan lainnya). Biaya pajak penghasilan selama ini dianggap sama dengan utang pajak penghasilan (kas) yang penghitungannya didasarkan pada laba (penghasilan) menurut perpajakan. Di sisi lain, 5

laporan keuangan yang dibuat perusahaan lebih banyak ditujukan untuk kepentingan eksternal (individual investor) sebagai pertimbangan dalam membuat keputusan ekonomik dan pihak internal untuk kepentingan perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan. Laporan laba rugi yang disusun secara komersial tersebut menghasilkan laba sebelum pajak, sedangkan laporan laba rugi fiskal menghasilkan laba kena pajak atau penghasilan kena pajak. Ketidaksamaan antara pedoman dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dengan dalam Peraturan Perpajakan membuat penghitungan laba sebelum pajak berbeda dengan laba kena pajak yang salah satunya adalah digunakannya dasar aktual dalam akuntansi sementara dalam peraturan perpajakan tidak secara murni digunakan dasar akrual tersebut ataupun murni dasar tunai. Laba sebelum pajak (pre tax financial income) adalah laba untuk tujuan pelaporan keuangan, merupakan hasil pembandingan pendapatan dengan beban berdasarkan ketentuan SAK. Laba kena pajak (taxable income) adalah laba untuk tujuan pajak ( Penghasilan Kena Pajak ), merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan jumlah tertentu sebagai dasar penghitungan pajak penghasilan yang terutang. Pada saat menghitung pajak penghasilan yang akan dibayar (terutang) yang berdasar pada laba kena pajak tersebut, perusahaan mungkin hanya melakukan penyesuaian laba rugi komersial atau bahkan membuat dua laporan keuangan untuk memenuhi kepentingan yang berbeda tersebut. Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan laba sebelum pajak menurut akuntansi dengan laba kena pajak menurut perpajakan secara lebih rinci dikategorikan dalam: Perbedaan waktu (Timing/Temporary differences) Perbedaan waktu terjadi karena adanya ketidaksamaan saat pengakuan penghasilan dan beban oleh administrasi pajak dan masyarakat profesi akuntan (Gunadi, 2003:202). Perbedaan waktu ini hanya menyebabkan perbedaan laba sebelum pajak dengan laba kena pajak antar periode saja sedangkan secara akumulasi (totalnya) tidak menyebabkan adanya perbedaan. Atau perbedaan di satu atau beberapa periode akan tertutup oleh periode yang lainnya. Perbedaan ini akan terkoreksi secara otomatis di kemudian hari. Empat tipe transaksi yang akan menimbulkan timing differences diuraikan sebagai berikut: 6

a) Pendapatan atau keuntungan dimasukkan ke dalam laba kena pajak pada periode sesudah pos-pos tersebut dimasukkan dalam laba akuntansi sebelum pajak b) Beban/biaya atau kerugian dikurangkan dalam penentuan laba kena pajak pada periode sesudah pos-pos tersebut dikurangkan dalam penentuan laba akuntansi sebelum pajak c) Pendapatan atau keuntungan dimasukkan ke dalam laba kena pajak pada periode sebelum pos-pos tersebut dimasukkan ke dalam laba akuntansi sebelum pajak d) Beban/biaya atau kerugian dikurangkan dalam penentuan laba kena pajak pada periode sebelum pos-pos tersebut dikurangkan dalam penentuan laba akuntansi sebelum pajak. Perbedaan tersebut umumnya merupakan perbedaan antara metode penyusutan dan amortisasi komersial dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan metode penilaian persediaan komersial dan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, penghapusan piutang tidak tertagih yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan bukan taksiran piutang tidak tertagih berdasarkan persentase tertentu atau cara-cara lain. Perbedaan permanen (Permanent differences) Perbedaan permanen (Permanent differences) terjadi karena administrasi pajak menghitung laba fiskal berbeda dengan laba pembukuan (menurut standar akuntansi) tanpa koreksi di kemudian hari (Gunadi, 2003:202). Hal ini menyebabkan adanya perbedaan laba total selama masa eksistensi perusahaan yang dihitung menurut ketentuan perpajakan dan prinsip akuntansi. Perbedaan permanen tidak memungkinkan adanya restorasi hubungan kausal antara laba fiskal dan laba pembukuan karena selama keberadaan perusahaan kedua laba itu tidak akan terjadi kesamaan jumlah laba. Perbedaan lain-lain (Other differences) Perbedaan lain-lain merupakan perbedaan yang bisa bersifat sementara ataupun tetap tetapi masih bersifat kondisional, yang tidak tergolong dalam dua perbedaan sebelumnya. Suatu aktiva dikatakan sebagai aktiva tetap jika memenuhi beberapa kategori aktiva tetap, antara lain : (1) aktiva yang secara relatif tetap atau bersifat permanen yang dibeli perusahaan untuk digunakan dalam kegiatan operasional perusahaan dan bukan untuk diperjualbelikan, (2) berwujud, (3) materil, (4) memiliki masa kegunaan lebih dari satu tahun dan dapat dipakai secara berulang-ulang. 7

Untuk memperoleh aktiva tetap memerlukan dana yang cukup besar, oleh karena itu perusahaan perlu memperhatikan dalam penggunaan serta pengukuran umur ekonomis aktiva tetap tersebut guna menentukan penyusutan yang harus dibebankan sebagai biaya perusahaan dalam setiap tahunnya. Hal pokok yang harus diperhatikan dalam proses penyusutan aktiva tetap adalah pada perhitungan beban periodik yang dialokasikan ke biaya atau harga pokok produk untuk ditandingkan dengan pendapatan. Masalah yang sering muncul dalam penyusutan karena tidak adanya metode alokasi yang tidak mengandung kelemahan. Penyusutan merupakan pembebanan atau biaya dalam kaitannya dengan penurunan kegunaan manfaat secara berkala yang disebabkan pemakaian dan waktu. Penyusutan menurut SAK yang dikeluarkan oleh IAI (2002:16.30) adalah sebagai berikut : Jumlah dapat disusutkan (depreciable) suatu aktiva tetap harus dialokasikan secara sistematis sepanjang masa manfaatnya.. Dalam akuntansi, metode penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dapat dikelompokkan menurut kriteria berikut: (1) berdasarkan waktu: (a) (b) metode garis lurus (straight-line method) metode pembebanan yang menurun: o o (2) berdasarkan penggunaan: (a) (b) metode jumlah-angka-tahun (sum-of-the years-digit method) metode saldo-menurun/saldo-menurun-ganda (declining/double-declining balance method) metode jam-jasa (service-hours method) metode jumlah unit produksi (productive-output method) (3) berdasarkan kriteria lainnya: (a) (b) (c) metode berdasarkan jenis dan kelompok (group and composite method) metode anuitas (annuity method) sistem persediaan (inventory systems) Metode penyusutan menurut perpajakan menggunakan Modified Accelerated Cost Recovery Sistem (MACRS) yang artinya Modifikasi Sistem Pengembalian Biaya Dipercepat. Dalam perpajakan, metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan ketentuan perpajakan adalah : 8

a) Dalam bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut (metode garis lurus/straight line) atau b) Dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku (metode saldo menurun/declining balance). Untuk harta berwujud hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun. Selain dari pada itu ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tidak mengenal deplesi, melainkan untuk hal-hal yang hampir sama dengan deplesi dilakukan dengan amortisasi dengan metode satuan produksi. Juga peraturan peundang-undangan perpajakan sejak tahun 2001 mengenal penyusutan parsial. Sebagaimana telah diatur dalam pasal 11 Undang-undang No.7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.17 tahun 2000 yang secara lengkap pasal tersebut berbunyi sebagai berikut: 1. Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan perbaikan atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut. 2. Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain bangunan dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas. 3. Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pekerjaan harta tersebut. 4. Dengan persetujuan Direktorat Jendral Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada tahun harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan. 9

5. Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut. 6. Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut : Tabel 1.1 Masa Manfaat dan Tarif Penyusutan harta Berwujud Kelompok Harta Berwujud Masa Manfaat Tarif penyusutan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) Ayat (2) I. Bukan Bangunan Kelompok 1 4 tahun 25% 50% Kelompok 2 8 tahun 12.5% 25% Kelompok 3 16 tahun 6.25% 12.5% Kelompok 4 20 tahun 5% 10% II Bangunan Permanen 20 tahun 5% Tidak permanent 10 tahun 10% 7. Menyimpang dari ketentuan sebagaimana diatur dalam ayat (1), ketentuan tentang penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam usaha tertentu, ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 8. Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf d atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut. 9. Ababila hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti dimasa kemudian, maka dengan persetujuan Direktur Jenderal 10

Pajak jumlah sebesar kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dibukukan sebagai beban masa kemudian tersebut. 10. Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan b, yang berupa harta berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan. 11. Kelompok harta berwujud sesuai dengan masa manfaat sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Untuk menentukan penyusutan aktiva tetap, ada empat faktor yang perlu dipertimbangkan : 1) Nilai perolehan 2) Nilai Residu 3) Taksiran umur ekonomis 4) Sifat dan pola pemakaian yang akan mempengaruhi penggunaan metode penyusutan aktiva tetap yang digunakan. Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan IAI (2002:16) mengemukakan bahwa: Masalah utama dalam akuntansi untuk aktiva tetap adalah saat (timing) pengakuan aktiva, penentuan jumlah tercatat, dan pembebanan penyusutan, serta penentuan dan perlakuan akuntansi atas penurunan nilai tercatat (carrying value). Hal tersebut menggambarkan banyak perusahaan melakukan penelitian atas aktiva tetap dengan cara : 1) Mencatat aktiva yang ada 2) Menentukan nilai dan umur ekonomis aktiva 3) Menentukan metode apa yang dilakukan atas aktiva 4) Menentukan jumlah penyusutan yang telah dilakukan atas aktiva 5) Menentukan nilai buku dari masing-masing aktiva 6) Menentukan perbedaan penyusutan aktiva tetap yang timbul akibat penerapan metode yang berbeda dari segi akuntansi dan perpajakan. Penggunaan metode yang berbeda ini karena adanya kepentingan yang berbeda antara perusahaan dengan perpajakan. Perusahaan akan memilih metode yang sesuai 11

dengan kondisi dan keinginan perusahaan dilain pihak perpajakan ingin setiap metode yang berbeda ini akan berdampak terhadap perubahan laba yang diperoleh perusahaan. Penjelasan diatas merupakan pokok pikiran yang akan diteliti agar dapat dibuktikan perbedaan yang terjadi dari adanya perbedaan kepentingan didalam menentukan metode yang akan digunakan dalam menghitung penyusutan dari aktiva tetap suatu perusahaan. Pemilihan dan pencatatan metode tersebut merupakan hal yang sangat penting dalam pelaporan aktivitas perusahaan yang tersaji dalam laporan keuangan, dimana informasi mengenai aktiva tetap yang dimiki perusahaan tercatat dan disajikan bagi kepentingan pihak-pihak yang terkait mengenai laporan tersebut, karena hal tersebut maka dapat diketahui kemajuan perusahaan dan keadaan dari investasi dalam bentuk aktiva tetap. Berdasarkan skripsi yang telah ada sebelumnya, yang disusun oleh : Nama : Grenita Jumiarty Silitonga Judul : Analisis perbedaan penerapan metode penyusutan aktiva tetap dari segi akuntansi dan perpajakan berkaitan dengan pengakuan terhadap laba perusahaan. Dimana dalam skripsi tersebut membahas bagaimana pengaruh perbedaan atas metode penyusutan aktiva tetap dari segi akuntansi dan perpajakan berkaitan dengan pengakuan terhadap laba perusahaan pada beberapa perusahaan yang listing di BEI selama periode 2002-2004. sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana pengaruh perbedaan antara metode penyusutan aktiva tetap menurut akuntansi dengan fiskal terhadap laba sebelum pajak dengan objek PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk selama periode 1998-2006. Berdasarkan kerangka pemikiran seperti yang dikemukakan diatas maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut : Terdapat perbedaan signifikan antara metode penyusutan aktiva tetap menurut akuntansi dengan fiskal terhadap laba sebelum pajak. Bagan berikut menggambarkan mengenai kerangka pemikiran penelitian yang akan dilakukan penulis : 12

Gambar 1.1 Model Rerangka Pemikiran Penyusutan/Amortisasi Sesuai Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Sesuai Standar Akuntasi Keuangan Ada Penggolongan asset Ditetapkan masa manfaat Ditetapkan tarif per kelompok Hanya tiga pilihan metode penyusutan: Metode garis lurus Metode saldo ganda menurun Metode satuan produksi Tidak ada pengolongan aset Tidak ada penetapan masa manfaat Tarif tidak diatur Banyak pilihan metode penyusutan PERBEDAAN WAKTU 1.6 Metodologi Penelitian Teknik penelitian yang dilakukan disini bersifat studi kasus, sedangkan metode penelitian yang dipakai adalah metode deskriptif yaitu suatu metode yang berusaha mengumpulkan data yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, menyajikan dan menganalisisnya sehingga dapat memberikan gambaran yang cukup jelas atas objek yang diteliti dan kemudian dapat ditarik suatu kesimpulan. Mohammad Nazir (2003:63), mendefinisikan metode deskriptif sebagai berikut: Metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu kondisi, suatu penelitian ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang yang bertujuan untuk memberikan gambaran 13

mengenai perusahaan khususnya mengenai aspek-aspek yang sedang diteliti dan melakukan hubungan terhadap variabel yang diteliti. Definisi mengenai studi kasus menurut Consuelo (1988) yang dikutip oleh Husein Umar (1997:56) sebagai berikut: Studi kasus merupakan penelitian yang rinci mengenai suatu objek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan menyeluruh termasuk lingkungan dan kondisi masa lalunya. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian kepustakaan ini bertujuan untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca dan mempelajari berbagai sumber pustaka yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data sekunder ini digunakan sebagai landasan teoritis dalam membahas dan menganalisa data yang diperoleh dari penelitian lapangan. 2. Penelitian Lapangan (Field Research) Merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan dengan melakukan observasi langsung ke Pojok BEI di Widyatama, untuk mengumpulkan data dari laporan keuangan perusahaan dan berbagai data lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti untuk kemudian diolah dan dianalisis. 1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang diperoleh melalui website di www.jsx.co.id, melalui Pojok BEI di Widyatama dan website TELKOM di www.telkom-indonesia.com sedangkan waktu penelitian dilakukan mulai bulan Desember 2007 sampai dengan April 2008. 14