Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan bahwa. prevalensi nasional penyakit jantung adalah 7,2% (berdasarkan diagnosis tenaga

dokumen-dokumen yang mirip
Kesehatan memiliki nilai yang sangat penting dalam kehidupan. manusia, sehat bukan hanya sebagai kondisi bebas dari penyakit atau

maupun orang dewasa di dunia. Data WHO menyebutkan sekitar 300 meningkat hingga mencapai 400 juta. Prevalensi asma di Indonesia belum

Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang memiliki prevalensi cukup. tinggi di Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 mengenai

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

pernah didiagnosis menderita PJK (angina pektoris dan/atau infark miokard)

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. pada beberapa Negara industri maju dan Negara berkembang seperti

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terpotongnya suplai oksigen dan nutrisi yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RISET TAHUN Hubungan antara subjective well-being dengan motif penggunaan kartu debit pada konsumen lanjut usia.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari orang per tahun. 1 dari setiap 18 kematian disebabkan oleh stroke. Rata-rata, setiap

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia penyakit jantung dan pembuluh darah terus meningkat dan

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. data statistik yang menyebutkan bahwa di Amerika serangan jantung. oleh penyakit jantung koroner. (WHO, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diikuti oleh penyakit stroke (Mozaffarian, Benjamin, Go, Arnett, Blaha,

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adapun peningkatan tajam terjadi pada kelompok penduduk lanjut

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. oleh penduduk Indonesia. Penyakit ini muncul tanpa keluhan sehingga. banyak penderita yang tidak mengetahui bahwa dirinya menderita

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. Pengidap penyakit jantung di Indonesia terus meningkat, menurut dr M.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB I PENDAHULUAN. suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang

BAB I PENDAHULUAN. mengalirkan darah ke otot jantung. Saat ini, PJK merupakan salah satu bentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penyakit kardiovaskuler pada tahun 1998 di Amerika Serikat. (data dari

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan jiwa dari penderita diabetes. Komplikasi yang didapat

BAB 1 PENDAHULUAN. negara maju dan negara sedang berkembang. Penyakit Jantung Koroner (PJK)

BAB I PENDAHULUAN. merokok juga banyak dilakukan oleh remaja bahkan anak-anak. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dalam DepKes RI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. individu tidak akan berjalan dengan baik. Menurut Amyadin (dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. kelemahan dan kematian sel-sel jantung (Yahya, 2010). Fenomena yang terjadi

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembuluh darah yang pecah atau terhalang oleh gumpalan darah sehingga

BAB I PENDAHULUAN. sumbatan penyempitan dan pecahnya pembuluh darah. killer, diabetes mellitus, obesitas dan berbagai gangguan aliran darah ke otak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistem tingkat resiko penyakit jantung koroner.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. perempuan. Artinya bahwa laki-laki mempunyai risiko PJK 2-3x lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB 1 PENDAHULUAN. proses transportasi bahan-bahan energi tubuh, suplai oksigen dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB I PENDAHULUAN. infeksi Human Papilloma Virus (HPV) grup onkogenik resiko tinggi, terutama HPV 16 dan

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) akibat kekurangan atau resistensi insulin (Bustan, 2007). World

BAB I PENDAHULUAN. pembunuh diam diam karena penderita hipertensi sering tidak. menampakan gejala ( Brunner dan Suddarth, 2002 ).

PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI WANITA USIA TAHUN DI PUSKESMAS GILINGAN SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan gangguan aliran. yang menyumbat arteri. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah otak

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat.

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perilaku dan gaya hidup yang dijalani oleh masyarakat. Saat pendapatan tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan. Penyakit-penyakit kronis tersebut, di antaranya: kanker,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi. Menurut Basha (2009) hipertensi adalah satu keadaan dimana seseorang

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman :

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tidak menular (PTM) merupakan masalah kesehatan utama di

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan fisik seseorang terdapat hubungan yang erat dan saling mempengaruhi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Lhoksukon dan rumah pasien rawat jalan Puskesmas Lhoksukon.

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

STRATEGI COPING PERAWAT RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ( Fenomena pada Perawat di RSJD Surakarta )

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kerusakannya (WHO, 2016). Sebagai penyebab utama disabilitas jangka

BAB I PENDAHULUAN. istimewa dalam kehidupan seorang calon ibu. Setiap pasangan menginginkan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Lima belas juta orang di dunia setiap tahunnya terkena serangan

Transkripsi:

1 Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan bahwa prevalensi nasional penyakit jantung adalah 7,2% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala) dan Provinsi DI Yogyakarta berada sedikit diatas prevalensi nasional, yaitu 7,3%. Riskesdas 2007 juga mengungkapkan bahwa penyakit jantung dapat diderita oleh berbagai kelompok umur, terutama kelompok umur di atas 45 tahun (prevalensi diatas 9,3%) (www.depkes.go.id). Faktor risiko PJK adalah kadar kolesterol darah yang tidak normal, merokok aktif maupun pasif, kurang olahraga, tekanan darah tinggi, obesitas, diabetes, dan stres. Selain itu, faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti riwayat keluarga, usia, dan jenis kelamin (laki-laki memiliki faktor risiko yang lebih tinggi). Peningkatan faktor risiko ini menyebabkan pembuluh darah menjadi susah dan pembuluh arteri menjadi sempit, kaku, tidak elastis, hingga terjadi penyumbatan (Soeharto, 2000; Calnan, 1991). Sebagai penyakit kronis, PJK menciptakan beban psikologis karena berlangsung dalam waktu yang lama dan menyebabkan pasien mengalami berbagai perubahan dalam aspek hidupnya secara fisik, psikologis, dan sosial. Secara fisik, PJK menyebabkan sering kehilangan kesadaran (pingsan), merasa mudah lelah, mudah kaget (terutama ketika merasakan ketegangan emosi), denyut jantung tidak beraturan (terkadang sangat cepat, tapi juga bisa sangat lambat), sesak napas, stroke, lumpuh, hingga kematian. Beban psikologis yang dialami oleh pasien penyakit kronis adalah rasa sakit yang terus datang, kekhawatiran akan proses pengobatan dan prognosis, ketidakmampuan dalam melakukan sesuatu, keterbatasan dalam hubungan sosial, kehilangan pekerjaan, hingga kesulitan finansial untuk membiayai pengobatan (Waghorn, Chant, & Lloyd, 2006).

2 Beban psikologis ini juga berpengaruh dalam kehidupan sosial pasien. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam hidup pasien menimbulkan beban psikologis yang menyebabkan stres. Stres ini yang terwujud dalam emosi-emosi negatif seperti rasa marah, khawatir dan sedih. Emosi-emosi negatif tersebut sebenarnya adalah respon normal namun dapat berkembang menjadi depresi pada pasien dengan risiko depresi. Pasien dengan strategi koping yang tidak memadai serta kurang mendapatkan dukungan sosial merupakan contoh pasien berisiko depresi (Mc Lachlan, 2011; Calnan, 1991). Keterbatasan fisik yang dialami oleh pasien PJK juga meningkatkan risiko depresi. Penurunan aktivitas fisik menyebabkan menurunnya tingkat oksigen dan glukosa dalam darah. Penurunan oksigen dan glukosa dalam darah ini menyebabkan organ dalam tubuh kekurangan oksigen dan tidak dapat berfungsi secara optimal. Tubuh pun menjadi cepat merasa lemas dan mengantuk (Ainsworth, 2000). Perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri pasien PJK ini menyebabkan pasien membutuhkan penanganan yang menyeluruh, baik secara fisik maupun psikologis. Salah satu pendekatan yang dapat menangani pasien PJK secara menyeluruh adalah Behavioral Activation (BA). BA mendorong penjadwalan aktivitas individu untuk meningkatkan kehadiran reinforcement positif di lingkungan dan pelatihan keterampilan sosial untuk meningkatkan keterampilan klien untuk meraih dan mempertahankan reinforcement positif (Kanter, Manos, Bowe, Baruch, Busch, & Rusch, 2010; Carvalho & Hopko, 2011). Penjadwalan aktivitas yang dilakukan dengan menggunakan BA dapat membantu pasien PJK untuk melatih jantung kembali ke aktivitas yang ia lakukan sebelum sakit, sedangkan penguatan-penguatan positif yang pasien dapatkan

3 dari lingkungan dapat membantu pasien mengembalikan rasa kepercayaan dirinya. Behavioral Activation (BA) membantu individu menemukan kekuatankekuatan yang ia miliki untuk menghentikan siklus depresi, yaitu dengan mengubah coping yang buruk dengan mengaktivasi kegiatan-kegiatan positif (Kanter, Manos, Busch, & Rusch, 2008; Kanter, Busch, & Rusch, 2009; Dimidjian, Barrera Jr, Martell, Munoz, & Lewinsohn, 2011). Masalah yang dihadapi oleh seseorang yang rentan depresi dapat mengurangi kemampuannya untuk merasakan reinforcement positif dari lingkungan (Martell, Dimidjian, & Herman-Dunn, 2010; Carvalho & Hopko, 2011; Veale, 2008), karena itu BA dapat digunakan untuk mengatasi depresi. Teknik BA telah terbukti secara empiris dalam berbagai penelitian pada setting yang berbeda-beda. BA menurunkan tingkat depresi pada warga Latin dengan menggunakan pendekatan group-behavior therapy serta menurunkan tingkat depresi wanita di kawasan menengah ke bawah. Terapi BA yang dilakukan secara individu juga menunjukkan penurunan skor BDI secara signifikan pada pasien rumah sakit (Kanter, Busch, Rusch, 2009; Kanter et al, 2010; Hopko, Lejuez, Ruggiero, & Eifert, 2003). BA juga dapat menurunkan tingkat stres dan depresi yang dialami oleh para veteran tentara yang telah berperang di daerah perang. Penelitian ini menyimpulkan bahwa BA menunjukkan efektivitas tidak hanya dalam menurunkan depresi, tapi juga menurunkan tingkat PTSD dan meningkatkan perilaku positif serta kualitas hidup seseorang (Jakupcak, Wagner, Paulson, Varra, & McFall, 2010). Komponen BA yang sederhana memiliki efektivitas yang setara dengan terapi lain yang lebih komprehensif dengan durasi yang lebih lama. Teknik BA

4 juga memiliki efektivitas yang setara dengan keseluruhan paket CT (Cognitive therapy) pada post-intervensi (Manos, Kanter, & Busch, 2010; Bottonari, Roberts, Thomas, & Read, 2008) dan dapat mencegah kekambuhan dalam follow-up 2 tahun setelahnya (Manos, Kanter, & Busch, 2010; Hopko, Lejuez, Ruggiero, & Eifert, 2003). Penelitian lain membuktikan keunggulan terapi BA dibandingkan CT, paroxetine, dan placebo untuk menangani depresi. Hasil yang didapat menunjukkan semua terapi mampu mengatasi depresi ringan, namun BA lebih efektif dibandingkan CT untuk menangani depresi berat, setara dengan efektivitas paroxetine. Seiring waktu, paroxetine menunjukkan tingkat drop out dan kekambuhan yang tinggi setelah pengobatan dihentkan, namun tidak dengan BA. Brief Behavioral Activation Tritmen for Depression (BATD) pun mampu menurunkan skor BDI secara signifikan dibandingkan dengan terapi suportif (Hopko, Lejuez, Ruggiero, & Eifert, 2003; Bottonari, Roberts, Thomas, & Read, 2008). Tingginya prevalensi depresi pada pasien kronis, terutama pasien jantung koroner, menunjukkan perlunya pelayanan psikologi untuk mengatasi depresi bagi mereka. Berbagai penelitian telah menunjukkan efektivitas BA dalam menurunkan tingkat depresi pada berbagai kelompok pasien, namun hingga saat ini belum ada penelitian penerapan BA untuk menurunkan tingkat depresi pada pasien jantung koroner. Untuk itu penelitian ini mengembangkan sebuah tata laksana BA untuk menurunkan depresi pada pasien jantung koroner. Tata laksana perlakuan (tritmen guideline) merupakan panduan pelayanan psikologi bagi praktisi dalam melaksanakan perlakuan atau terapi psikologis dengan rekomendasi yang spesifik untuk ditawarkan pada pasien.

5 Tata laksana disusun sebagai standar bagi para praktisi untuk melaksanakan teknik terapi secara tepat. (American Psychological Association, 2002). Tata laksana disusun untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Tujuan disusunnya tata laksana tritmen adalah (1) menyediakan rekomendasi dan penawaran terapi psikologi yang spesifik bagi pasien sesuai dengan kebutuhan pasien, (2) mengedukasi praktisi profesional dan sistem kesehatan tentang terapi psikologis yang efektif dalam mengatasi masalah pasien, serta (3) membantu praktisi untuk melaksanakan terapi psikologis secara terstandar sehingga dapat memberikan hasil yang optimal (APA, 2002). American Psychological Association (2002) menjelaskan kriteria pengembangan panduan tritmen. Terdapat 4 kriteria, yaitu (1) disusun berdasarkan literatur yang relevan, (2) mendapatkan penilaian profesional (professional judgement), (3) dapat diterapkan oleh psikolog, dan (4) meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan psikologis yang diberikan. Pengembangan tata laksana menurut APA (2002) dilakukan melalui empat tahapan. Pada tahap literature review, peneliti melakukan peninjauan terhadap penelitian atau kajian terdahulu yang memiliki relevansi tinggi dengan penelitian. Hal ini ditujukan untuk merumuskan tata laksana BA pada pasien PJK yang berlandaskan pada bukti-bukti ilmiah dan terkini. Bukti-bukti ilmiah ini kemudian dikembangkan untuk mendapatkan gambaran mengenai penanganan psikologis terhadap pasien PJK yang menunjukkan keluhan-keluhan psikologis. Tahapan selanjutnya adalah penggabungan data yang diperoleh dan kemudian akan dirumuskan menjadi model tata laksana. Sebelum melakukan uji coba klinis, tahapan penting yang perlu dilakukan adalah melakukan experts judgement. Proses penilaian oleh para ahli yang dilakukan dalam bentuk panel.

6 Pada tahap ini model yang sudah dibuat akan ditinjau dan dievaluasi oleh pihak yang ahli dalam bidang penanganan psikologis dengan menggunakan teknik BA dan memahami kondisi pelayanan psikologis di Indonesia (APA, 2002). Tujuan penelitian ini adalah menyusun tata laksana BA bagi pasien jantung koroner. Tata laksana ini ke depannya dapat menjadi instrumen praktik profesi dan sebagai perlindungan hukum dalam menangani pasien dengan risiko tinggi. Penyusunan tata laksana dilaksanakan dengan menciptakan konsensus dari para ahli dalam memberikan penilaian dan pandangan tentang pelaksanaan BA pada pasien jantung koroner di puskesmas. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoritis berupa Tata Laksana tata laksana BA pada pasien PJK mengingat hingga saat ini belum ada penelitian yang berkaitan dengan tata laksana BA pada pasien PJK. Penelitian ini diharapkan kedepannya dapat menjadi landasan dalam mengembangkan tata laksana BA dalam menurunkan tingkat depresi pada pasien jantung koroner. METODE PENELITIAN Partisipan Partisipan penelitian ini terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok ahli BA, kelompok praktisi, dan kelompok mahasiswa. Kriteria kelompok ahli BA adalah: a) memiliki pengalaman sebagai praktisi minimal 10 tahun, b) mendapatkan pelatihan BA tingkat nasional, c) memahami kondisi pelayanan psikologis di Indonesia, terutama di tingkat primary care (puskesmas), dan d) bersedia berpartisipasi dalam seluruh proses penelitian. Sedangkan kriteria partisipan pada kelompok praktisi yaitu: a) memiliki pengalaman praktisi di primary care (puskesmas) minimal 1 tahun, b) memiliki pengetahuan dasar