KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 268/KPTS/DIR/2007 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT PLUS (PHBM PLUS)

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 682/KPTS/DIR/2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan masyarakat.

KEPUTUSAN DEWAN PENGAWAS PERUM PERHUTANI (Selaku Pengurus Perusahaan) NOMOR : 136/KPTS/DIR/2001 PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 436/KPTS/DIR/2011 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKTUR UTAMA PERUM PERHUTANI

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

KEPUTUSAN DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO) NOMOR: 001/KPTS/DIR/2002 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO)

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990)

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

POLICY PAPER No 04/2014

BAB I PENDAHULUAN. melampaui dua tahapan, yaitu ekstraksi kayu dan pengelolaan hutan tanaman. mengikuti paradigma baru, yaitu kehutanan sosial.

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja dan memberikan kesempatan membuka peluang berusaha hingga

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan oleh negara Indonesia. Menurut pasal Pasal 33 ayat (3) disebutkan

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.01/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG

BUPATI KEPAHIANG PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPAHIANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

EVALUASI IMPLEMENTASI PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI KPH RANDUBLATUNG BLORA TUGAS AKHIR

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM FORUM FOR ECONOMIC DEVELOPMENT AND EMPLOYMENT PROMOTION

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. hutan negara, dimana kawasannya sudah dikepung kurang lebih 6000 desa

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sumber mata pencahariannya. Mereka memanfaatkan hasil hutan baik hasil hutan

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 407 /KPTS/013/2015 TENTANG TIM PENILAI LOMBA WANA LESTARI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia berorientasi pada konglomerasi dan bersifat sentralistik. Dalam situasi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 7 TAHUN 2017 TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemb

Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

I. PENDAHULUAN. mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkeadilan melalui peningkatan

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BUPATI LOMBOK TENGAH RANCANGAN PERATURAN BUPATI LOMBOK TENGAH NOMOR... TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG RUMUSAN DAN PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN SITUBONDO

BAGIAN I. PENDAHULUAN

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

Pasal 11 Kepala Sub Bagian Perencanaan mempunyai uraian tugas : a. menyiapkan bahan program kerja perencanaan sebagai pedoman pelaksanaan tugas;

VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.78/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAMA PENYULUHAN KEHUTANAN

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

WALIKOTA MAKASSAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.60/Menhut-II/2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.42/Menhut-II/2012 TENTANG PENYULUH KEHUTANAN SWASTA DAN PENYULUH KEHUTANAN SWADAYA MASYARAKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BANJAR. BAB I KETENTUAN UMUM.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.78/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAMA PENYULUHAN KEHUTANAN

Transkripsi:

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 268/KPTS/DIR/2007 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT PLUS (PHBM PLUS) Menimbang : a. Surat Dewan Pengawas No. 14/042.4/Can/Dwas/2006 yang meminta agar mencabut Surat Keputusan Dewan Pengawas (selaku Pengurus Perusahaan) No. 136/KPTS/DIR/2001 tentang PHBM; b. bahwa VISI Perum Perhutani adalah Menjadi Pengelola Hutan Tropis Terbaik di Dunia; c. bahwa dalam MISI Perum Perhutani yang antara lain mengelola hutan tropis dengan prinsip Pengelolaan Hutan Lestari, menyelenggarakan pengelolaan SDH bersama masyarakat, membangun SDM perusahaan yang bersih, berwibawa, mendukung dan berperanserta dalam pembangunan wilayah dan perekonomian nasional; d. bahwa untuk mencapai VISI dan MISI tersebut, sesuai dengan paradigma baru pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat, pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat dan atau pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya hutan menjadi penting dan strategis sehingga lebih perlu dimaknai, diwadahi dan difasilitasi serta mutlak dilaksanakan; e. bahwa pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat dan atau pihak yang berkepentingan dilakukan dalam suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat; f. bahwa untuk mempercepat dan fleksibilitas pelaksanaan PHBM perlu dilakukan penyempurnaan terhadap keputusan Direksi Perum Perhutani tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat menjadi PHBM PLUS; g. bahwa sehubungan dengan butir (a) sampai dengan (f) tersebut perlu menetapkan Pedoman Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Plus dengan keputusan Direksi Perum Perhutani; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2001 tentang Kewenangan Pemerintah Propinsi sebagai Daerah Otonomi; 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah; 5. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2003 tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani); 6. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.01/Menhut-II/2004 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat di dalam dan atau Sekitar Hutan dalam rangka Social Forestry; 7. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.41/Menhut-II/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kecil Menanam Dewasa Memanen; 8. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.50/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Kegiatan Kerjasama Usaha Perum Perhutani dalam Kawasan Hutan;

9. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.68/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Kampanye Indonesia Menanam; 10. Keputusan Menteri Negara BUMN No. Kep.38/BUMN/2005 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota-Anggota Direksi Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani); 11. Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor 1837/KPTS/DIR/1996 tentang Penerapan Pembinaan Masyarakat Desa Hutan dalam Pengelolaan Hutan; 12. Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor 849/KPTS/1999 tentang Pedoman Pengkajian Desa Secara Pertisipatif. MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERTAMA : Pedoman Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Plus sebagaimana tercantum dalam Keputusan ini. KEDUA : Dengan ditetapkannya Keputusan ini maka Keputusan Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani (selaku Pengurus Perusahaan) No. 136/KPTS/DIR/2001 tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat dinyatakan tidak berlaku. KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : J A K A R T A Tanggal : 8 Maret 2007 Direktur Utama, ttd TRANSTOTO HANDADHARI NIP. 080 043 991 SALINAN : Keputusan ini disampaikan Kepada Yth., 1. Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani 2. Segenap Anggota Direksi 3. Kepala Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah di Semarang 4. Kepala Perum Perhutani Unit II Jawa Timur di Surabaya 5. Kepala Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten di Bandung 6. Kepala Satuan Pengawas Intern 7. Kepala Badan Pengembangan Perusahaan 8. Kapus Renbang Perusahaan 9. Kapus Litbang SDH Cepu 10. Kapus Diklat SDM Madiun 11. Segenap Asdir 12. Arsip

PENDAHULUAN Sejarah Pengelolaan Hutan di pulau Jawa bermula dengan pola pendekatan polisional (security approach) namun dari tuntutan perubahan lingkungan sosial masyarakat, sejak abad 18 sudah dimulai perubahan menjadi pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) yang ditandai dengan dimulainya Reboisasi dengan sistem Tumpang Sari. Tahun 1974 Perum Perhutani telah memulai dengan program MALU (Mantri Lurah), Tahun 1982 dikembangkan menjadi program Pembangunan Masyarakat Desa Hutan (PMDH), dan tahun 1986 dilahirkan Perhutanan Sosial (PS) setelah melalui penelitian sejak Tahun 1984. Kondisi luasan Pulau Jawa yang hanya 6% dari luas wilayah Indonesia dan harus mampu menampung aktivitas 60% penduduk Indonesia menuntut perhatian Perum Perhutani harus lebih besar kepada masalah sosial ekonomi masyarakat. Sejalan dengan terjadinya perubahan reformasi di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya mendorong pula terjadinya reformasi dalam pembangunan sektor kehutanan. Mensikapi adanya perubahan dan kondisi tersebut, Perum Perhutani merespon dengan menyempurnakan kembali pola pengelolaan SDH melalui perubahan paradigma dari Forest Timber Management menjadi Forest Resource Management dan dari Stated Based Forest Management menjadi Community Based Forest Management. Merespon tuntutan perubahan, perkembangan situasi reformasi, maka tahun 2001 lahir Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dengan ciri Bersama, Berdaya dan Berbagi yang berbasis lahan dan non lahan. Setelah 6 (enam) tahun PHBM tersebut dilaksanakan ditemukan beberapa kendala dan permasalahan antara lain : Sinergitas dengan Pemerintah Daerah dan Stakeholder belum maksimal Masih berbasis pada kegiatan kehutanan Pelaksanaan bagi hasil yang merupakan ciri PHBM belum dilaksanakan secara merata Kurang fleksibel Perilaku belum sebagai fasilitator dan untuk bersama Kebutuhan dasar MDH berupa pangan, papan dan energi dan pendampingan belum terpogram dengan baik Tuntutan ketahanan pangan belum dikoordinir dan dilaksanakan dengan baik di lapangan tanpa mengorbankan fungsi dan manfaat hutan Tuntutan kenaikan IPM sebagai parameter yang diacu oleh pemerintah dari 66,72 menjadi 76,1 Dengan memperhatikan permasalahan pada implementasi tersebut dan sejalan dengan perubahan paradigma Perum Perhutani yang diwujudkan dengan adanya penyempurnaan Visi dan Misi Perum Perhutani maka dipandang perlu menyempurnakan sistem Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat yang ada menjadi Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Plus yang disebut PHBM PLUS. Dengan penyempurnaan dan percepatan implementasi PHBM PLUS tersebut diharapkan pelaksanaannya akan lebih fleksibel, akomodatif, partisipatif dengan kesadaran tanggung jawab sosial (social responsibility) yang tinggi, sehingga mampu memberikan kontribusi peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), menuju Masyarakat Desa Hutan Mandiri dan Hutan Lestari.

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Pengelolaan Sumberdaya Hutan adalah kegiatan yang meliputi penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya hutan, pemanfaatan sumberdaya hutan dan kawasan hutan, serta perlindungan sumberdaya hutan dan konservasi alam. 2. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Plus (PHBM Plus) adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi yang bersinergi antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau para pihak yang berkepentingan dalam upaya mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal dan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang bersifat fleksibel, partisipatif, dan akomodatif. 3. Desa Hutan adalah wilayah desa yang secara geografis dan administratif berbatasan dengan kawasan hutan atau di sekitar kawasan hutan. 4. Masyarakat Desa Hutan adalah kelompok orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan sumberdaya hutan untuk mendukung kehidupannya. 5. Pihak yang berkepentingan (stakeholder) adalah pihak-pihak di luar Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan yang mempunyai perhatian dan berperan mendorong proses optimalisasi serta berkembangnya Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat yaitu Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Ekonomi Masyarakat, Lembaga Sosial Masyarakat, Usaha Swasta, Lembaga Pendidikan, dan Lembaga Donor. 6. Pengkajian Desa Partisipatif adalah metode kajian terhadap kondisi desa dan masyarakat melalui proses pembelajaran bersama, guna memberdayakan masyarakat desa yang bersangkutan, agar memahami kondisi desa dan kehidupannya, sehingga mereka dapat berperan langsung dalam pembuatan rencana dan tindakan secara partisipatif. 7. Perencanaan Partisipatif adalah kegiatan merencanakan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan berdasarkan hasil pengkajian desa partisipatif dan kondisi sumberdaya hutan dan lingkungan. 8. Berbagi adalah pembagian peran antara Perum Perhutani dengan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan dalam pemanfaatan lahan (tanah dan atau ruang), dalam pemanfaatan waktu dan pengelolaan kegiatan. 9. Faktor produksi adalah semua unsur masukan produksi berupa lahan, tenaga kerja, teknologi dan atau modal, yang dapat mendukung terjadinya proses produksi sampai menghasilkan keluaran produksi dalam pengelolaan sumberdaya hutan. 10. Pola tanam adalah kegiatan reboisasi hutan yang dapat dikembangkan untuk penganekaragaman jenis, pengaturan jarak tanam, penyesuaian waktu dengan memperhatikan aspek silvikultur dengan tetap mengoptimalkan fungsi dan manfaat hutan. 11. IPM adalah Indeks Pembangunan Manusia. 12. Sinergitas adalah hubungan kerja antar lintas sektoral. 13. Kawasan Pangkuan Desa (KPD) adalah wilayah kawasan hutan yang sudah dikerjasamakan dalam pengelolaan hutan dan menjadi tanggung jawab LMDH.

14. Lintas sektoral adalah hubungan kerja antar dinas/instansi terkait. 15. Reward adalah pemberian penghargaan atas prestasi yang dihasilkan. 16. Punishment adalah pemberian sangsi atas penilaian kinerja yang buruk. 17. Fleksibilitas adalah kegiatan-kegiatan yang dikerjasamakan bisa menyesuaikan menurut usaha, tempat dan budaya serta kemauan MDH. 18. Social responsibility adalah kepekaan dari rasa tanggung jawab terhadap kesejahteraan, intelektualitas, kesehatan dan spiritual MDH. 19. SKPD adlaah Satuan Kerja Perangkat Daerah. 20. Peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah meliputi peningkatan daya beli, pendidikan dan kesehatan yang dapat diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). 21. Pemberdayaan masyarakat desa hutan adalah porses penguatan perubahan secara partisipatif oleh warga masyarakat yang sadar dan terencana untuk menuju kemandirian dan keadilan. BAB II JIWA PHBM PLUS Pasal 2 (1) Jiwa PHBM PLUS adalah mengelola sumberdaya hutan secara bersama, berdaya dan berbagi dengan semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) atas dasar fleksibilitas dan karakteristik usaha serta kondisi sosial/kultural masyarakat setempat. (2) Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat merupakan kebijaka Perum Perhutani yang menjiwai strategi, struktur dan budaya perusahaan dalam pengelolaan sumberdaya hutan. (3) Perum Perhutani memberikan dedikasi kepada masyarakat sekitar hutan dalam mewujudkan peningkatan status sosial/perekonomian, pendidikan dan kesehatan. (4) Membuka akses seluas-luasnya bagi seluruh institusi/lembaga dan perorangan untuk ikut bersama-sama meningkatkan dan mengembangkan pengelolaan sumberdaya hutan yang dikuasai oleh Perum Perhutani. BAB III MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 3 (1) Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat dimaksudkan untuk memberikan arahan pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek-aspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional dan profesional guna mencapai Visi dan Misi Perum Perhutani. (2) Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Plus bertujuan agar : a. Perencanaan dan pelaksanaan kegiatan lebih fleksibel. b. Meningkatkan tanggung jawab Perum Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan. c. Meningkatkan peran Perum Perhutani, peran dan akses masyarakat desa hutan serta pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan. d. Menselaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kegiatan pembangunan wilayah sesuai kondisi dan dinamika sosial masyarakat desa hutan. e. Meningkatkan sinergitas dengan Pemerintah Daerah dan stakeholder.

f. Meningkatkan usaha-usaha produktif menuju masyarakat mandiri hutan lestari. g. Mendukung peningkatan IPM dengan 3 (tiga) indikator: tingkat daya beli, tingkat pendidikan, dan tingkat kesehatan. BAB IV PERSYARATAN Pasal 4 1. Harus ada perubahan pola pikir (mindset) pada semua aparat Perum Perhutani dari penguasa menjadi fasilitator, dari sentralisasi menjadi desentralisasi, dari ditakuti menjadi dicintai. 2. Harus ada desa dengan Kawasan Hutan Pangkuan Desanya (KHPD). 3. Ada PDP (Pengkajian Desa secara Partisipatif) atau metode lain yang bersifat partisipatif. 4. Ada pertemuan dan pendampingan yang intensif. 5. Ada Kelembagaan MDH (5 Bidang Hasil Pokok). 6. Ada aturan-aturan yang bersifat mengikat. 7. Ada usaha produktif dan sharing (bagi hasil). BAB V JIWA DAN KAIDAH PHBM PLUS Pasal 5 (1) Jiwa PHBM PLUS adalah mengelola sumberdaya hutan secara bersama, berdaya dan berbagi dengan semua pihak yang berkepentingan (stakeholder). (2) Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Plus merupakan kebijakan Perum Perhutani yang menjiwai strategi, struktur dan budaya perusahaan dalam pengelolaan sumberdaya hutan. (3) Pengelolaan SDH dalam PHBM PLUS berkaidah 4K yaitu: Keseimbangan : ekologi, sosial, ekonomi. Kesesuaian : kultur, budaya setempat. Keselarasan : pembangunan wilayah/daerah. Keberlanjutan : fungsi dan manfaat SDH BAB VI PRINSIP PHBM PLUS Pasal 6 1. Pelaksanaan PHBM PLUS diawali dengan perubahan pola pikir (midset) pada semua jajaran di Perum Perhutani dari yang birokratif, sentralistik, kaku, ditakuti menjadi fasilitator, fleksibel, akomodatif dan dicintai. 2. Perencanaan partisipatif dan fleksibel sesuai dengan karakteristik wilayah. 3. Dilaksanakan dengan fleksibilitas, akomodatif, partisipatif dan kesadaran akan tanggung jawab sosial (Social Responsibility). 4. Keterbukaan, kebersamaan, saling memahami dan pembelajaran bersama. 5. Bersinergi dan terintegrasi dengan program-program Pemerintah Daerah. 6. Pendekatan dan kerjasama kelembagaan dengan hak dan kewajiban yang jelas. 7. Peningkatan kesejahteraan masyarakat desa hutan.

8. Pemberdayaan masyarakat desa hutan secara berkesinambungan 9. Mengembangkan dan meningkatkan usaha produktif menuju masyarakat mandiri dan hutan lestari 10. Supervisi, monitoring, evaluasi dan pelaporan bersama para pihak. BAB VII RUANG LINGKUP DAN STATUS KAWASAN Pasal 7 1. Pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat dilakukan di dalam dan luar kawasan hutan dengan mempertimbangkan skala prioritas berdasarkan perencanaan partisipatif. 2. Pengelolaan sumebrdyaa hutan bersama masyarakat dilaksanakan dengan tidak mengubah status kawasan hutan, fungsi hutan dan status tanah perusahaan. BAB VIII STRATEGI PHBM PLUS Pasal 8 1. Merubah mindset dari yang birokratif, sentralistik, kaku, ditakuti, menjadi fasilitator, fleksibel, akomodatif, dan dicintai. Melalui pelatihan yang partisipatif berbasis Community Development. 2. Menerapkan perencanaan partisipatif (PDP) atau metode yang lain yang dilaksanakan bersama masyarakat dan atau pihak yang berkepentingan secara konsisten dan konsekwen. 3. Menselaraskan pengelolaan sumberdaya hutan dengan pembangunan wilayah melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah. 4. Melakukan pendekatan melalui LMDH dengan skala prioritas pada MDH yang berinteraksi langsung dengan hutan dan desa tertinggal. 5. Seluruh wilayah pengelolaan dalam kawasan hutan dibagi habis dalam Kawasan hutan Pangkuan Desa (KPD). 6. Semua kegiatan dalam pengelolaan hutan dikerjasamakan dengan LMDH dan atau pihak lain yang berkepentingan. 7. Meningkatkan sinergitas dengan lintas Departemen, Pemprop, Pemkab, Pemdes dan lembaga lainnya. 8. Keberhasilan PHBM PLUS merupakan parameter utama untuk penilaian kinerja pejabat Perum Perhutani. 9. Menetapkan biaya kelola sosial minimum 10% dari RKAP. 10. Mengembangkan dan meningkatkan usaha produktif LMDH 11. Outsourching keamanan hutan pada LMDH 12. Membangun pusat pelatihan dengan metode partisipatif atau yang berbasis community development. BAB IX PENYUSUNAN RENCANA Pasal 9

1. Penyusunan rencana Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat yang dilakukan secara terintegrasi dan terpadu mulai dari inventarisasi sumberdaya hutan pada penataan pertama dan atau penataan ulang, atau pada saat dilakukan penyusunan rencana tahunan, sesuai dengan ketentuan Perusahaan yang berlaku. 2. Penyusunan rencana Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat dilakukan bersama antara perusahaan dan masyarakat desa hutan melalui perencanaan partisipatif. 3. Penyusunan rencana pengelolaan PHBM PLUS pada saat kegiatan penataan hutan dikoordinasikan oleh Kepala Seksi Perencanaan Hutan (KSPH) dalam bentuk Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) atau nama lain yang akan ditetapkan kemudian. 4. Penyusunan rencana PHBM PLUS pada saat Penyusunan Rencana Tahunan dikoordinasikan oleh Administratur/KKPH dalam bentuk Rencana Usaha Tahunan (RUT) atau nama lain yang akan ditetapkan kemudian. 5. Dalam kondisi mendesak atau forcemajeur, penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat disesuaikan dengan kebutuhan. BAB X PELAKSANAAN PHBM PLUS Pasal 10 1. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Plus dilaksanakan dengan jiwa bersama, berdaya dan berbagi yang meliputi pemanfaatan lahan dan atau ruang, pemanfaatan waktu, pemanfaatan hasil dalam pengelolaan sumberdaya hutan dengan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat dan saling mendukung serta kesadaran akan tanggung jawab sosial (Social Responcibility). 2. Dalam setiap pengelolaan hutan disusun program yang meliputi: a. Bidang Perencanaan Perencanaan RPKH/RTT disusun secara botton up berdasarkan kajian dari Pendekatan Desa secara Partisipatif (PDP). Perencanaan yang fleksibel. Penataan hutan. Perencanaan Sosial. Dan lain-lain. b. Bidang Pembinaan SDH Pelaksanaan kegiatan bidang pembinaan hutan mulai dari persemaian, tanaman, dan pemeliharaan dikerjasamakan dengan LMDH. Pengkaderan semua mandor sebagai penyuluh PHBM PLUS. Pembentukan Pusat Informasi dan Komunikasi PHBM PLUS Tingkat Pusat, Unit, dan KPH. Penempatan 1 (satu) orang tenaga pendamping dalam melakukan penguatan manajemen di Tingkat Pusat, Unit, dan KPH dengan kualifikasi yang profesional. Melakukan pelatihan-pelatihan usaha produktif dan kewirausahaan untuk LMDH. Bersama-sama dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan atau stakeholders yang lain melakukan pemberdayaan terhadap semua LMDH. Mengaktifkan pola FGD (Focus Group Discussion) atau kegiatan lain di masingmasing level. Membentuk Site Learning (lokasi pembelajaran) setiap Tenaga Pendamping Masyarakat/LSM minimal 2 (dua) lokasi atau desa.

Dan lain-lain. c. Bidang Produksi Penerapan bagi hasil produksi kayu dan non kayu, wisata, galian C, sampah, air, dan lain-lain. Memberdayakan LMDH dalam rangka pengamanan tebangan dan pengangkutan kayu dari hutan ke TPK. Dan lain-lain. d. Bidang Pemasaran dan Industri Membentuk warung kayu untuk mengakomodir kemudahan LMDH dalam memperoleh kayu. Membantu pasokan kayu untuk industri kecil yang dimiliki oleh LMDH. Membantu teknologi bagi industri LMDH. Membantu pengembangan pemasaran bagi industri LMDH. Dan lain-lain. e. Bidang Keamanan. LMDH dilibatkan dalam kegiatan menjaga keamanan hutan dengan memborong keamanan hutan. Meningkatkan peran LMDH dalam mengatasi keamanan hutan dan pengamanan kawasan hutan. Dan lain-lain. f. Bidang Keuangan. Biaya PHBM PLUS dicantumkan dalam RKAP minimal 10% dari Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan. Pendapatan perusahaan dari bagi hasil kegiatan PHBM PLUS diluar usaha pokok dikembalikan untuk mendukung kegiatan PHBM PLUS. Memfasilitasi LMDH dalam memperoleh sumber modal dari pihak ketiga. Memberikan bimbingan kepada LMDH dalam pengelolaan administrasi dan pemanfaatan keuangan. Dan lain-lain. g. Bidang SDM. Pengisian Koordinator Mandor secara bertahap sesuai SK 554/Kpts/Dir/2006. Kinerja segenap pejabat dan karyawan Perum Perhutani dalam pelaksanaan PHBM PLUS diberi bobot 75%. Pembentukan Pokja di tingkat Pusat, Unit dan KPH dengan melakukan pertemuan dan aktifitas yang intensif. Pembangunan dan pengembangan training center PHBM PLUS untuk meningkatkan kualitas SDM Perum Perhutani dan masyarakat dengan metode partisipatif yang berbasis community development. Pengisian petugas PHBM PLUS yang lebih proporsional dengan kualitas yang memadai. Reorganisasi struktur pelaksanaan PHBM PLUS dari Direksi sampai Mandor yang menunjukkan PHBM PLUS sebagai icon Perum Perhutani. Dan lain-lain. BAB XI KETENTUAN BERBAGI Pasal 11 1. Kegiatan berbagi dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat ditujukan untuk meningkatkan nilai dan keberlanjutan fungsi serta manfaat sumberdaya hutan.

2. Nilai dan proporsi berbagi dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat ditetapkan sesuai dengan nilai dan proporsi masukan faktor produksi yang dikontribusikan oleh masing-masing pihak (Perusahaan, Masyarakat, Desa Hutan, Pihak yang berkepentingan). 3. Nilai dan proporsi berbagi seperti dimaksud pada ayat 2 di atas, ditetapkan oleh Perum Perhutani dan Masyarakat Desa Hutan atau Perum Perhutani dan Masyarakat Desa Hutan dengan Pihak yang berkepentingan pada saat penyusunan rencana. 4. Penetapan mengenai nilai dan proporsi berbagi seperti dimaksud pada ayat 3 di atas, dituangkan dalam Perjanjian Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat antara Perum Perhutani dan Masyarakat Desa Hutan atau Perum Perhutani dan Masyarakat Desa Hutan atau Perusahaan dan Masyarakan Desa Hutan dengan pihak yang berkepentingan. BAB XII HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 12 1. Masyarakat Desa Hutan dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat berhak : a. Bersama Perum Perhutani menyusun rencana pelaksanaan kegiatan, melakukan monitoring dan evaluasi. b. Memperoleh manfaat dari hasil kegiatan sesuai dengan nilai dan proporsi faktor produksi yang dikontribusikannya. c. Memperoleh fasilitas dari Perum Perhutani dan atau Pihak yang berkepentingan untuk mencapai kesejahteraan dan kemandirian. 2. Masyarakat Desa Hutan dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat berkewajiban : a. Bersama Perum Perhutani menjaga dan melindungi sumberdaya hutan untuk keberlanjutan fungsi dan manfaatnya. b. Memberikan kontribusi faktor produksi sesuai dengan kemampuannya. c. Mempersiapkan kelompok untuk mengoptimalkan fasilitas yang diberikan oleh Perum Perhutani dan atau Pihak yang berkepentingan. Pasal 13 1. Perum Perhutani dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat berhak: a. Bersama Masyarakat Desa Hutan menyusun rencana kegiatan, melakukan monitoring dan evaluasi. b. Memperoleh manfaat dari hasil kegiatan sesuai dengan nilai dan proporsi faktor produksi yang dikontribusikannya. c. Memperoleh dukungan Masyarakat Desa Hutan dalam perlindungan sumberdaya hutan untuk keberlanjutan fungsi dan manfaatnya. 2. Perum Perhutani dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat berkewajiban: a. Memfasilitasi masyarakat desa hutan dalam proses penyusunan rencana monitoring dan evaluasi. b. Memberikan kontribusi faktor produksi sesuai dengan rencana Perum Perhutani. c. Mempersiapkan sistem, struktur dan budaya Perum Perhutani yang kondusif. d. Bekerjasama dengan pihak yang berkepentingan dalam rangka mendorong proses optimalisasi dan berkembangnya kegiatan.

e. Melakukan kegiatan penguatan kelembagaan berupa pelatihan, pendampingan dan fasilitas kepada masyarakat desa hutan. Pasal 14 Hak dan kewajiban untuk pihak-pihak yang berkepentingan akan diatur dalam peraturan tersendiri. BAB XIII PEMBIAYAAN Pasal 15 Biaya untuk melaksanakan proses Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat dan proses berbagi hasil hutan kayu dan non kayu ditanggung bersama oleh Perum Perhutani, kelompok masyarakat desa hutan dan atau pihak yang berkepentingan. BAB XIV SUPERVISI, MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN Pasal 16 Tuntutan manajemen dalam rangka pengelolaan hutan lestari diperlukan kegiatan Supervisi, Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan (SMEP) yang dilaksanakan secara konsisten. SMEP ini juga sebagai dasar penilaian kinerja jajaran KPH untuk peningkatan karier yang bersangkutan. 1. Supervisi, dilaksanakan dalam rangka pembinaan sumberdaya manusia untuk mencapai kapasitas, kapabilitas, mentalitas yang tangguh bagi pelaksana PHBM PLUS. Dilaksanakan setiap saat oleh segenap jajaran pimpinan Perum Perhutani kepada bawahannya. 2. Monitoring dilakukan dalam rangka pendampingan, pengawalan dan pengamatan atas pelaksanaan PHBM PLUS. Monitoring dilaksanakan secara terus menerus oleh semua jajaran Perum Perhutani, LMDH, LSM dan para pihak yang. 3. Evaluasi dilaksanakan dengan maksud untuk mengetahui pencapaian PHBM PLUS dengan cara membandingkan antara pelaksanaan dengan target yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan PHBM PLUS yang berlaku. Evaluasi dilaksanakan secara periodik oleh Asper/KBKPH dan Administratur/KKPH setiap bulan. Evaluasi oleh unit dilaksanakan tiap empat (kwartal) bulan sekali dan Direksi setiap enam bulan (semester). 4. Pelaporan dimaksud untuk mendokumentasikan dan merekomendasikan perkembangan yang dilakukan dari hasil supervisi, monitoring dan evaluasi. 5. Obyek SMEP meliputi perkembangan LMDH dan kesungguhan Administratur/KKPH, Asper/KBKPH, KRPH dan Mandor dalam melaksanakan PHBM PLUS. 6. Output dari kegiatan SMEP terhadap perkembangan LMDH akan didapatkan klasifikasi LMDH Pemula, Muda, Madya, Mandiri. Klasifikasi LMDH ini diatur dengan pedoman tersendiri. 7. Output dari kegiatan SMEP terhadap kesungguhan KPH dalam melaksanakan PHBM PLUS didapat klasifikasi pejabat KPH dan jajarannya yang berpredikat Kurang, Sedang dan Baik. Klasifikasi predikat KPH diperoleh dari hasil kegiatan SMEP yang pedoman pelaksanaanya diatur dengan pedoman tersendiri. 8. Bagi KPH yang berpredikat Baik I seluruh Perum Perhutani dari hasil SMEP:

a. Satu Kali : kepada Administratur diberikan penghargaan oleh Perum Perhutani berupa piagam penghargaan dan uang senilai satu orang ongkos haji. Kepada Asper/KBKPH diberikan penghargaan oleh Perum Perhutani berupa piagam penghargaan dan uang senilai ongkos haji dua orang. Kepada KRPH diberikan penghargaan oleh Perum Perhutani berupa piagam penghargaan dan uang senilai ongkos haji dua orang. Kepada Mandor diberikan penghargaan oleh Perum Perhutani berupa piagam penghargaan dan uang senilai ongkos haji dua orang. b. Dua Kali Berturut-turut : kepada Administratur diberikan penghargaan oleh Perum Perhutani berupa piagam penghargaan, uang senilai ongkos haji satu orang dan promosi jabatan satu tingkat lebih tinggi. Kepada Asper/KBKPH diberikan penghargaan oleh Perum Perhutani berupa piagam penghargaan, uang senilai ongkos haji dua orang dan promosi jabatan satu tingkat lebih tinggi. Kepada KRPH diberikan penghargaan oleh Perum Perhutani berupa piagam penghargaan, uang senilai ongkos haji dua orang dan promosi jabatan satu tingkat lebih tinggi. Kepada Mandor diberikan penghargaan oleh Perum Perhutani berupa piagam penghargaan, uang senilai ongkos haji dua orang dan promosi jabatan satu tingkat lebih tinggi. 9. Bagi KPH yang berpredikat Sedang dilakukan pembinaan secara berjenjang. 10. Bagi KPH yang berpredikat Kurang satu kali diberikan teguran keras oleh Direksi, sedang bila berpredikat Kurang lebih dari satu kali harus melepaskan jabatannya/non job. 11. Untuk melihat pencapaian keberhasilan PHBM PLUS diukur dampaknya terhadap : a. Perbaikan biofisik lingkungan berupa keberhasilan reboisasi dan penurunan gangguan keamanan hutan; b. Aspek sosial berupa peningkatan pendidikan, kesehatan, jejaring kelembagaan, dan tingkat keharmonisan antara petugas Perum Perhutani dengan masyarakat; c. Aspek ekonomi berupa peningkatan usaha produktif dan daya beli masyarakat. 12. Tindak lanjut dari kegiatan SMEP berupa masukan bagi manajemen berupa kinerja aparat di lapangan dan menyempurnakan PHBM PLUS di lapangan. 13. Kontribusi prestasi yang dicapai aparat pelaksana dilapangan dalam kegiatan PHBM PLUS sebesar 75% bagi peningkatan karier yang bersangkutan. 14. Ketentuan SMEP diatur lebih lanjut dalam pedoman SMEP tersendiri.