IDHA WAHYUNINGSIH NIM F

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI DIRI PADA REMAJA PELAKU SEKS PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB I PENDAHULUAN. paling sulit dikendalikan, apalagi di tengah dunia yang makin bebas

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

I. KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Nomor Responden : (diisi oleh peneliti) 2. Jenis Kelamin : 3. Usia :

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN KECANDUAN INTERNET PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja adalah suatu fase tumbuh kembang yang dinamis dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyesuaian diri manusia. Pada saat manusia belum dapat menyesuaikan diri

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan salah satu harapan bangsa demi kemajuan Negara, dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyebaran arus informasi yang tidak terbatas dan dibatasi menyebabkan

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. tentang kesehatan reproduksi ini penting untuk. diberikan kepada remaja, melihat semakin meningkatnya kasus-kasus remaja

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

a. Tidak sekolah b. SD c. SMP d. SMU e. Perguruan tinggi II. Pertanyaan tentang Pengetahuan 1. Menurut anda apakah yang dimaksud dengan internet?

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk modernitas bagi sebagian remaja. Pengaruh informasi global (paparan media

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

Pendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh : PUJI YATMI J

BAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tri Lestari Octavianti,2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 1 KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB 1 PENDAHULUAN. penerus perjuangan bangsa saat ini dan pemimpin masa depan. Karena remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan seksual pranikah umumnya berawal dari masa pacaran atau masa penjajakan.

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

Rina Indah Agustina ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. penerus bangsa diharapkan memiliki perilaku hidup sehat sesuai dengan Visi Indonesia Sehat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat (Sarwono, 2001)

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah normanorma,

Transkripsi:

TINGKAT KEBIASAAN MENONTON BLUE FILM DENGAN FREKUENSI PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh : IDHA WAHYUNINGSIH NIM F 100 040 118 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seks dalam kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan. Melalui seks manusia dapat mengembangkan keturunan. Agar kehidupan seks seseorang dapat berjalan sehat perlu adanya aturan-aturan yang harus dilaksanakan oleh individu, baik itu peraturan yang ada dalam masyarakat, keluarga, ataupun aturan yang berkaitan dengan kondisi fisik. Kondisi fisik individu mengalami perkembangan pesat di saat usia remaja. Masa remaja merupakan salah satu masa perkembangan yang harus dijalani oleh individu menuju ke masa dewasa. Pada masa ini kondisi fisik remaja berkembang sesuai fungsinya. Sifat remaja yang ingin tahu dan mencoba -coba berpengaruh terhadap perilaku seksualnya. Zein dan Suryani (2005) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa instink-instink seksual yang ada dalam keadaan paling lemah, sedangkan proses perkembangan si anak ada dalam keadaan paling kuat (progresif). Intelektual yang sangat intensif, sehingga minat anak pada dunia luar sangat besar. Selanjutnya perkembangan intelektual ini membangun macammacam fungsi psikis, rasa ingin tahu rokhaniah dan dorongan mencari ilmu pengetahuan serta pengalaman. Remaja sekarang semakin berani melakukan hubungan seksual pranikah. Nampaknya hal itu berkaitan dengan hasil sebuah penelitian, 10-12% remaja di Jakarta pengetahuan seksnya sangat kurang. Ini mengisyaratkan pendidikan seks bagi anak dan remaja secara intensif terutama di rumah dan di sekolah, makin 1

penting. Data tersebut mungkin tidak mewakili kenyataan sebenarnya, yang bisa menunjukkan angka lebih tinggi atau lebih rendah. Namun setidaknya kasus hubungan seksual pranikah itu ada hubungannya dengan hasil suatu penelitian para dokter di Jakarta. Dalam kaitan dengan hubungan seksual, bisa diambil contoh ada remaja yang berpendapat, kalau hanya sekali bersetubuh, tidak bakal terjadi kehamilan. Atau, meloncat-loncat atau mandi sampai bersih sege ra setelah melakukan hubungan seksual bisa mencegah kehamilan (Selamihardja dan Yudana, 2008). Hal tersebut dibuktikan dengan penelitian pada remaja-remaja yang semakin akrab dengan persoalan seks, kekerasan, obat-obatan, dan problem psikologis. Perilaku seks remaja modern semakin bebas. Riset Majalah Gatra memperlihatkan bahwa 22 % remaja menganggap wajar cium bibir, dan 1,3 % menganggap wajar hubungan senggama. Angka ini memang relatif kecil, tetapi penelitian-penelitian lain menunjukkan angka yang lebih tinggi. Sebagai contoh, 10 % dari 600 pelajar SMU yang disurvey di Jawa Tengah mengaku sudah pernah melakukan hubungan intim (Alatas, 2008). Bukti semakin banyaknya remaja yang melakukan perilaku seksual dilakukan oleh Nugroho (2006). Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa remaja saat sekarang ini semakin berani dalam berpacaran. Ada 85 % remaja telah melakukan perilaku seksual seperti: ciuman, berpegangan tangan, bersentuhan, berpelukan, bahkan sampai berhubungan badan. Adikusuma, dkk (2008) melakukan penelitian tentang kebebasan seks yang dilakukan oleh remaja di Denpasar, Bali. Dari penelitian diperoleh hasil sebanyak 26,26% responden

mengatakan bahwa cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan seks adalah hubungan seks pada remaja. Fenomena lainnya yang termuat di majalah Gatra (Alatas, 2008) menginformasikan tentang beberapa remaja di Semarang pernah tertangkap basah oleh aparat dan warga karena melakukan pesta seks dan mabuk-mabukan, sementara yang lainnya di Ujung Pandang meninggal dunia di mobil setelah melakukan hal yang sama. Banyak dari mereka melakukan itu semua bukan karena adanya desakan ekonomi, melainkan untuk mencari kepuasan semata. Perilaku seks remaja -remaja di pedesaan ternyata juga tidak terlalu jauh berbeda dengan perilaku rekan-rekan remaja di perkotaan. Akibat perilaku seks bebas yang dilakukan oleh remaja sangat memprihatinkan, seperti terjadinya pengguguran kandungan dengan berbagai risikonya, perceraian pasangan keluarga muda, atau terjangkitnya penyakit menular seksual, termasuk HIV yang kini sudah mendekam di tubuh ratusan orang di Indonesia. Berbeda dengan temuan Marlene (Alatas, 2008), psikolog yang berpraktek di Kalifornia, AS, bahwa setiap tahun terdapat 1 dari 18 gadis remaja Amerika Serikat hamil sebelum nikah dan 1 dari 5 pasien AIDS tertular HIV pada usia remaja. Kebebasan seks di Indonesia semakin meningkat, baik dilakukan oleh remaja ataupun orang tua. Kebebasan seks yang dilakukan remaja tidak terlepas dari kondisi yang ada, yaitu semakin membanjirnya arus informasi yang banyak mengupas masalah seksualitas dan diperoleh melalui media yang berupa televisi, film, video, surat kabar, radio, majalah, tabloid, buku-buku, internet dan

sebagainya. Keterbukaan media massa dalam mengupas masalah seksualitas tersebut dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat khususnya kaum dewasa bahkan remaja, sehingga individu selalu berupaya untuk mencari informasi mengenai materi seksual berupa gambar-gambar porno atau blue film. Materi gambar-gambar porno dicari remaja melalui film, video, surat kabar, radio, majalah, tabloid, buku-buku, dan internet. Banyaknya media massa, baik elektronik ataupun cetak yang menyajikan gambar-gamar porno membuat remaja kecanduan gambar syur teramat sulit dihentikan. Weston (Yuniharto, 2008) menyatakan bahwa ada tiga hal seseorang menyenangi gambar-gambar porno. Pertama, untuk memuaskan fantasi; kedua, menghindari keintiman dan hubungan dalam kehidupan nyata; dan ketiga atau yang paling banyak menjadikan pornografi sebagai teman sebelum masturbasi. Melihat gambar-gambar porno dalam skala tertentu dapat juga menjadi bagian dari hubungan yang sehat, namun pada titik tertentu justru menjadi racun karena kecanduan melihat gambar porno. Berdasarkan latar belakang diketahui adanya permasalahan tentang perila ku seksual pranikah pada remaja semakin tinggi. Keadaan ini memprihatinkan orang tua dan masyarakat, sebab dampak dari perilaku seksual pranikah akan menimbulkan beberapa akibat, seperti hamil di luar nikah, pengguguran kandungan, terjangkit penyakit HIV, dan penyakit bahaya lainnya. Hal ini terjadi pada remaja, mengingat usia remaja masih dalam pertumbuhan sehingga kondisi psikis dan fisik yang mengalami gangguan. Remaja melakukan perilaku seks pranikah disebabkan kekurangtahuan dan pengetahuan remaja tentang seks masih kurang. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman remaja

tentang seks dipengaruhi oleh faktor lingkungan keluarga. Masih banyak orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan seks tabu diberikan kepada anak. Remaja melakukan perilaku seks pranikah telah menyalahi peraturan agama dan masyarakat sehingga menurunkan moral remaja. Atas dasar permasalahan tersebut maka timbul pertanyaan dalam penelitian, yaitu: apakah ada hubungan antara tingkat kebiasaan menonton blue film dengan frekuensi perilaku seksual pranikah pada remaja? B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini, yaitu ingin mengetahui hubungan tingkat kebiasaan menonton blue film dengan frekuensi perilaku seksual pranikah pada remaja. C. Manfaat Penelitian Manfaat dalam penelitian ini seba gai berikut: 1. Bagi remaja Bagi remaja diharapkan dapat mengeterapkan pendidikan seksual yang diberikan oleh orang tua sehingga remaja dapat mengontrol diri untuk tidak melakukan perilaku seksual sebelum pernikahan. 2. Bagi Karang Taruna Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran kepada anggota Karang Taruna sebagai lembaga organisasi kaum muda tentang kehidupan remaja dalam kaitannya pada hubungan tingkat kebiasaan menonton blue film dengan frekuensi perilaku seksual pranik ah pada remaja.

3. Bagi kalurahan Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan masukan dan sumber informasi bagi pihak aparat kalurahan tentang tingkat kebiasaan menonton blue film dengan frekuensi perilaku seksual pranikah pada remaja. 4. Bagi Fakultas Psikologi Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan informasi dan wacana pemikiran khususnya di bidang psikologi sosial tentang tingkat kebiasaan menonton blue film dan frekuensi perilaku seksual pranikah pada remaja. 5. Bagi peneliti lain Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat di gunakan sebagai bahan perbandingan dan menambah wacana pemikiran untuk mengembangkan, memperdalam, dan memperkaya khasanah teoritis mengenai hubungan tingkat kebiasaan menonton blue film dengan frekuensi perilaku seksual pranikah pada remaja. 6. Bagi ilmuwan psikologi Bagi ilmuwan psikologi dapat menambah informasi pengetahuan psikologi, khususnya psikologi sosial.