BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

OPTIMASI FORMULA DAN PROSES PEMBUATAN MUFFIN BERBASIS SUBSTITUSI TEPUNG KOMPOSIT JAGUNG DAN UBI JALAR KUNING SKRIPSI STEFANI HARTONO F

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula,

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG

LOGO BAKING TITIS SARI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Karbohidrat pada ubi jalar juga

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

: 1. Mengetahui cara pembuatan roti standart dan roti wortel serta untuk. 2. Mengetahui volume adonan roti standart dan adonan roti wortel

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

I PENDAHULUAN. Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. hipotesis dan sekaligus untuk menjawab permasalahan penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

BAB I PENDAHULUAN. ubi jalar merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan tepung-tepungan lokal atau non terigu saat ini telah menjadi

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar )

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Tepung terigu digunakan untuk pembuatan mie, roti, kue sebagai bahan


BAB 1 PENDAHULUAN. dari makanan pokok dan bermacam-macam lauk-pauk dan buah-buahan, tetapi disertai pula dengan bermacam-macam jajanan atau kue-kue.

I PENDAHULUAN. dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. terpenting, selain gandum dan padi. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : 1.1. Latar Belakang, 1.2. Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana.

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN FOOD BAR BERBASIS PISANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagian besar produk makanan jajanan di pasaran yang digemari. anak-anak berbahan dasar tepung terigu. Hal ini dapat menyebabkan

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

KAJIAN PROPORSI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG UBI JALAR KUNING SERTA KONSENTRASI LESITIN TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK MUFFIN

BAB I PENDAHULUAN. impor. Volume impor gandum dari tahun ke tahun semakin meningkat. Berdasarkan data APTINDO (2013), Indonesia mengimpor gandum

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

SUBTITUSI TEPUNG UBI JALAR PADA TEPUNG BERAS DALAM PEMBUATAN APEM DAN KUE MANGKOK

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. gembili, sagu, kimpul, gadung dan sebagainya (Muhandri, 2015)

Pembuatan Cake Kacang Tunggak (Vigna Unguiculata) Dengan Pencampuran Tepung Gandum

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

BAB 1 PENDAHULUAN. akan tetapi sering dikonsumsi sebagai snack atau makanan selingan. Seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang gizi

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Syarbini ( 2013 : 15 ), tepung terigu adalah hasil dari

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki

Sutomo, B

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Proses Pembuatan Roti

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat (Chasanah dkk., 2013).

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

Evaluasi Kualitas Sensoris Muffin Berbahan Baku Pisang Goroho (Musa acuminate sp.)

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

PENDAHULUAN. terigu dari negara Timur Tengah seperti Turki, Srilanka, dan Australia. Impor

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. MUFFIN Sejarah Muffin Resep pertama muffin ditemukan pada pertengahan abad ke-18 di London dan menyebar dengan cepat. Pada abad ke-19, muffin dijual oleh pemuda-pemuda yang berjalan di sepanjang jalanan kota Inggris pada waktu minum teh. Mereka membawa nampan berisi muffin-muffin di atas kepala dan membunyikan lonceng untuk memanggil para pelanggan. Muffin Inggris adalah muffin berbentuk datar dengan pengembangan oleh ragi yang dimasak di atas wajan panas (Pepper 2012). Di sisi lain, muffin Amerika merupakan quick bread (melalui pengembangan secara kimia, bukan pengembangan dengan ragi) yang dibuat dalam cetakan individu (Pepper 2012). Pada awalnya, muffin ini mengalami pengembangan menggunakan kalium yang menghasilkan gas karbon dioksida di dalam adonan. Ketika baking powder ditemukan sekitar tahun 1857, penggunaan kalium pun ditiadakan. Tiga negara bagian di Amerika Serikat telah mengadopsi muffin secara resmi. Minnesota mengadopsi muffin blueberry sebagai muffin resmi negara bagiannya. Begitu pula Massachusetts pada tahun 1986 mengadopsi muffin jagung dan pada tahun 1987 New York mengadopsi muffin apel (Hanus 2006). Deskripsi Muffin Muffin dikenal sebagai roti berbentuk cangkir yang dihidangkan dalam kondisi panas dan dapat dikonsumsi sebagai makanan berat ataupun makanan ringan (Smith dan Hui 2004). Nama muffin berasal dari bahasa Jerman muffe ataupun dari bahasa Prancis moufflet, yang berarti roti halus (soft bread). Muffin yang umum dikembangkan saat ini tergolong sebagai quick bread karena menggunakan agen pengembang kimia yang dapat bereaksi dengan cepat sebagai pengganti ragi yang merupakan agen pengembang biologis yang bereaksi dengan lebih lambat (Smith dan Hui 2004). Muffin tidak mengandung ragi sehingga tidak diperlukan waktu untuk pengulenan, pengembangan, dan pengistirahatan (Wheat Food Council 2010). Secara umum, produk muffin dari 100% tepung terigu memiliki bentuk yang seragam, bagian puncak melingkar atau bulat berwarna coklat keemasan, rongga berukuran sedang yang seragam, flavor manis serta aroma yang sedap, tekstur produk lembut dan lembab, mudah dibelah, mudah dikunyah, dan meninggalkan cita rasa yang menyenangkan di mulut setelah ditelan (Smith dan Hui 2004). Gambar 1. Muffin 100% tepung terigu Umur simpan muffin adalah tiga sampai lima hari untuk muffin yang dikemas dalam bentuk satuan dan empat sampai tujuh hari untuk muffin yang dikemas di dalam nampan dan

dikemas dengan aluminium foil atau pembungkus plastik. Umur simpan muffin akan terpengaruh secara signifikan ketika terpapar pada oksigen dan kelembaban (McWilliams 2001). Bahan Baku dan Proses Pengolahan Muffin Bahan baku dalam pembuatan muffin terdiri dari tepung, gula, lemak, baking powder, telur, dan garam. Tepung merupakan bahan dasar dalam pembuatan produk rerotian. Tepung mengambil bagian sekitar 30-40% dari total berat adonan pada sebagian besar muffin (Benson 1988). Tepung mengandung pati dan protein glutenin dan gliadin, yang mengikat bahan lain menjadi satu untuk menghasilkan struktur produk akhir. Hidrasi dan pemanasan menyebabkan terjadinya gelatinisasi pati, sebuah proses yang memutus ikatan hidrogen, menghasilkan pembengkakan granula pati yang memberikan struktur adonan yang lebih kompak (McWilliams 2001). Jumlah gula yang ditambahkan pada adonan muffin berkisar antara 50%-70%, dengan basis 100% tepung (Benson 1988). Gula berkontribusi pada kelembutan, warna, dan retensi kelembaban, selain memberi rasa manis. Sukrosa mempengaruhi kelembutan dengan menghambat hidrasi dari protein tepung dan gelatinisasi pati. Gula bersifat higroskopis dan mempertahankan kesegaran (Willyard 2000). Muffin mengandung 18%-40% lemak dengan basis 100% tepung (Benson 1988). Lemak mempengaruhi aspek kelembutan, flavor, dan tekstur. Lemak menjaga lapisan kulit dan bagian dalam muffin tetap lembut serta membantu mempertahankan kelembaban, sehingga berkontribusi dalam mempertahankan kualitas dan umur simpan (McWilliams 2001). Lemak memperkuat flavor produk rerotian karena komponen flavor larut dalam lemak. Jumlah baking powder yang digunakan dalam pembuatan muffin bervariasi antara 2%- 6% dengan basis 100% tepung (Benson 1988). Gas yang dilepaskan oleh agen pengembang mempengaruhi volume dan struktur sel. Selama pemanggangan, panas meningkatkan volume gas dan tekanan untuk memperbesar ukuran sel hingga protein terkoagulasi. Peregangan dari dinding sel selama pemanggangan memberikan tekstur yang lebih baik dan meningkatkan kelembutan. Formula dengan penambahan baking powder berlebih akan menghasilkan muffin dengan tekstur yang kasar dan bervolume rendah akibat pengembangan berlebih dari gas, yang menyebabkan struktur sel melemah dan hancur selama pemanggangan. Jumlah baking powder yang kurang mencukupi akan menyebabkan tekstur muffin terlalu kompak dan bervolume rendah (McWilliams 2001). Telur mempengaruhi flavor, warna, dan sebagai sumber cairan. Selama pemanggangan, protein dari putih telur terkoagulasi dan menghasilkan struktur muffin. Penambahan putih telur pada adonan muffin memperbaiki struktur produk akhir maupun muffin yang mudah hancur tanpa adanya remah yang berlebihan. Lemak pada kuning telur berperan sebagai agen pengemulsi dan berpengaruh pada cita rasa akhir di mulut setelah makanan ditelan serta mempertahankan mutu produk (Stauffer 1999). Jumlah garam yang ditambahkan pada muffin adalah 1,5%-2% dengan basis 100% tepung. Kegunaan dari natrium klorida ialah untuk menguatkan flavor dari bahan lain (Benson 1988). Terdapat dua metode dasar pencampuran adonan muffin metode cake dan metode muffin. Metode cake melibatkan proses pengkriman gula bersama dengan mentega, kemudian penambahan bahan cair, dan akhirnya penambahan bahan kering. Metode muffin melibatkan dua sampai tiga tahapan. Pertama, bahan kering dicampur bersama; kedua, mentega atau minyak dan bahan cair lain dicampur bersama; dan ketiga, bahan cair ditambahkan ke bahan kering dan 3

dicampur hingga bahan kering berubah menjadi lembab. Pencampuran yang tidak mencukupi menghasilkan muffin dengan volume rendah karena sebagian baking powder akan menjadi terlalu kering untuk bereaksi secara sempurna (Smith and Hui 2004). Berbagai perubahan fisik dan kimia terjadi dengan keberadaan panas untuk mengubah adonan cair menjadi muffin. Pelarutan dan aktivasi agen pengembang melepaskan karbon dioksida yang berfungsi meningkatkan volume muffin. Gelatinisasi pati dan koagulasi protein menghasilkan struktur sel yang permanen dan pengembangan remah. Karamelisasi gula dan pencoklatan Maillard dari protein dan gula pereduksi menyebabkan pencoklatan lapisan kulit. Aktivitas air yang dikurangi menfasilitasi pencoklatan Maillard begitu pula pengerasan lapisan kulit. Pemilihan oven, loyang, dan suhu pemanggangan mempengaruhi produk akhir (Benson 1988). B. PEMANGGANGAN Pemanggangan merupakan pengoperasian panas pada produk adonan dalam oven. Suhu pemanggangan sangat mempengaruhi tingkat kematangan produk yang dihasilkan. Suhu pemanggangan juga mempengaruhi waktu yang dibutuhkan oleh adonan untuk menjadi produk yang diinginkan (Rahmi 2004). Menurut Matz (1982), suhu dan waktu pemanggangan di dalam oven tergantung pada jenis oven dan jenis produk. Semakin sedikit kandungan gula dan lemak, suhu pemanggangan dapat lebih tinggi. Suhu dan lama waktu pemanggangan mempengaruhi kadar air bahan pangan (Matz dan Matz 1978). Menurut Potter (1980), reaksi-reaksi yang terjadi selama proses pemanggangan antara lain pengembangan dan perpindahan gas, dehidrasi parsial akibat penguapan air, koagulasi gluten dan telur serta gelatinisasi pati, pengembangan cita rasa, perubahan warna akibat reaksi pencoklatan Maillard, pembentukan remah, dan karamelisasi gula. Lepasnya air dan gas dapat menyebabkan pengembangan volume. Gula dan lemak akan mengalami perubahan konsistensi yaitu meleleh. Selama pemanggangan, pati akan mengalami gelatinisasi, gas CO 2 dan komponen aroma dibebaskan (Sugiyono 2004). Perubahan tekstur pada bahan pangan akibat pemanggangan ditentukan oleh jenis makanan (kadar air dan komposisi lemak, protein, serta karbohidrat), temperatur, dan durasi pemanasan. Aroma hasil pemanggangan merupakan karakteristik sensori yang penting dari bahan pangan yang dipanggang (Fellows 1992). Oven merupakan alat pemanggang yang digunakan untuk meningkatkan mutu makan suatu bahan pangan dengan menggunakan udara panas sebagai media panas. Pemanggangan melibatkan transfer massa dan panas atau energi. Panas ditransfer dari udara dan permukaan oven yang panas ke dalam bahan pangan sedangkan kandungan air (massa) dari bahan pangan ditransfer ke udara yang mengelilinginya, kemudian bersirkulasi di dalam oven dan secara konduksi melalui loyang tempat bahan pangan diletakkan (Fellows 1992). C. TEPUNG KOMPOSIT Berbagai upaya telah dilakukan oleh negara-negara berkembang untuk mengangkat penggunaan tepung komposit, di mana penggunaan tepung terigu digantikan oleh tepung-tepungan lokal dalam pembuatan produk-produk rerotian sehingga mengurangi biaya yang berkaitan dengan impor gandum (Olaoye et al 2006). Menurut Dendy et al (2001), definisi tepung komposit terbagi menjadi dua. Pertama, tepung komposit merupakan campuran dari terigu dan tepung lain untuk pembuatan produkproduk rerotian, yang memerlukan pengembangan ataupun tidak, dan produk-produk pasta; kedua, tepung komposit secara keseluruhan adalah campuran tepung non terigu sebagai pengganti satu jenis tepung untuk tujuan tertentu, baik tradisional maupun modern. Penggunaan tepung komposit 4

memiliki dua fungsi, yaitu untuk mengurangi atau menghilangkan penggunaan gandum atau bahan pangan pokok lain dan untuk mengubah karakteristik gizi produk, misalnya dengan memperkaya kandungan protein, vitamin, atau mineral (Dendy et al. 2001). D. TEPUNG UBI JALAR Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman palawija penting di Indonesia setelah jagung dan ubi kayu. Komoditas ubi jalar sangat layak untuk dipertimbangkan dalam menunjang program diversifikasi pangan berdasarkan kandungan nutrisi, umur yang relatif pendek, produksi tinggi, dan potensi lainnya. Apabila ditangani dengan sungguh-sungguh, ubi jalar akan dapat menjadi sumber devisa yang potensial (Widodo 1989). Tepung ubi jalar dapat dibuat secara langsung dari ubi jalar yang dihancurkan dan dikeringkan, atau dapat pula dibuat dari gaplek ubi jalar yang dihaluskan (digiling) dan kemudian diayak (disaring) dengan tingkat kehalusan sekitar 80 hingga 100 mesh (Suprapti 2003). Hingga saat ini belum terdapat SNI untuk tepung ubi jalar. Rekomendasi dalam penetapan standar mutu tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 1. Keunikan tepung ubi jalar adalah warna produk yang beranekaragam, mengikuti warna daging umbi bahan bakunya. Warna dari daging umbi sangat tergantung dari jumlah dan proporsi berbagai macam pigmen karotenoid yang terkandung dalam bahan. Daging umbinya dapat berwarna putih kekuningan, jingga, atau merah (Steinbauer dan Kushman 1971). Jenis ubi jalar yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar kuning. Gambar 2. Tepung ubi jalar kuning Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Kariada et al. (2007), tingkat rendemen ratarata pada proses produksi tepung ubi jalar mencapai 26,50%, tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Alivia (2005) dimana tingkat rendemen mencapai 27,4%. Produk dalam bentuk tepung dianjurkan memiliki tingkat kadar air yang rendah karena produk ini sangat riskan terhadap pertumbuhan jamur selama proses penyimpanannya. Selain mempengaruhi terjadinya perubahan kimia, kandungan air dalam bahan pangan juga ikut menentukan kandungan mikroba pada produk pangan tersebut. Sama halnya dengan kadar air, kadar lemak yang terlampau tinggi juga kurang menguntungkan dalam proses penyimpanan tepung karena dapat menyebabkan ketengikan. Biasanya lemak dalam tepung akan mempengaruhi sifat amilografinya. Lemak akan berikatan kompleks dengan amilosa yang membentuk heliks pada saat gelatinisasi pati yang menyebabkan kekentalan pati (Ilminingtyas dan Kartikawati 2009). Menurut Suarni et al. (2005), tingginya kadar abu pada bahan menunjukkan tingginya kandungan mineral namun dapat juga disebabkan oleh adanya reaksi pencoklatan enzimatis yang menyebabkan turunnya derajat putih tepung. Kadar abu yang tinggi pada bahan tepung kurang disukai karena cenderung memberi warna gelap pada produknya. Semakin rendah kadar abu pada produk tepung akan semakin baik, karena kadar abu selain mempengaruhi warna akhir produk juga akan mempengaruhi tingkat kestabilan adonan (Bogasari 2006). 5

Tabel 1. Rekomendasi dalam penetapan standar mutu tepung ubi jalar Parameter Keadaan: - Bentuk - Bau - Warna Benda asing Kehalusan (lolos ayakan 80 mesh) Air (%b/b) Abu (%b/b) Lemak (%b/b) Protein (%b/b) Serat kasar (%b/b) Karbohidrat (%b/b) Kapang (sel/g) E. coli (sel/g) Sumber: Ambarsari et al.(2009) Tepung ubi jalar (wacana) Serbuk Normal Normal (sesuai warna umbi) Tidak ada Min. 90% Maks. 10 Maks. 3 Maks. 1 Min. 3 Min. 2 Min. 85 Maks. 10 4 Maks. 10 3 Selain varietas ubi jalar itu sendiri, kandungan protein pada tepung ubi jalar juga dipengaruhi oleh proses pengupasan pada saat produksi. Menurut Woolfe (1992), kandungan protein tertinggi pada ubi jalar terletak pada lapisan terluar daging umbi, yang berdekatan dengan kulit luar. Adanya proses pengupasan yang berlebihan menyebabkan bagian daging ubi jalar yang kaya protein menjadi ikut terbuang. E. TEPUNG JAGUNG Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung (Zea mays L.) yang bersih dan baik melalui proses pemisahan kulit, endosperm, lembaga, dan tip cap. Endosperm merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat tinggi. Kulit memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga kulit harus dipisahkan dari endosperm karena dapat membuat tepung bertekstur kasar, sedangkan lembaga merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan lemaknya sehingga harus dipisahkan karena lemak yang terkandung di dalam lembaga dapat membuat tepung tengik. Tip cap merupakan tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung yang harus dipisahkan sebelum proses penepungan agar tidak terdapat butir-butir hitam pada tepung (Johnson dan May 2003). Gambar 3. Tepung jagung Tepung jagung bersifat fleksibel karena dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai produk pangan dan relatif mudah diterima masyarakat, karena telah terbiasa menggunakan bahan 6

tepung, seperti halnya tepung beras dan terigu. Tepung jagung komposit dapat mensubstitusi 30-40% terigu untuk kue basah, 60-70% untuk kue kering, dan 10-15% untuk roti dan mie (Antarlina dan Utomo 1993, Munarso dan Mudjisihono 1993, Suarni 2005). Syarat mutu tepung jagung menurut SNI 01-3727-1995 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Syarat mutu tepung jagung Kriteria uji Satuan Persyaratan Bau - Normal Rasa - Normal Warna - Normal Benda-benda asing - Tidak boleh ada Air %b/b Maks. 10 Abu %b/b Maks. 1,5 Serat kasar %b/b Maks. 1,5 Angka lempeng total Koloni/gr Maks. 5 x 10 6 E. coli APM/gr Maks. 10 Kapang Koloni/gr Maks. 10 4 Sumber: SNI 01-3727-1995 F. EKSPERIMEN CAMPURAN (MIXTURE EXPERIMENT) Metode eksperimen campuran seringkali diterapkan dalam mengoptimasi formula suatu produk. Eksperimen campuran merupakan kumpulan dari teknik matematika dan statistika yang berguna untuk permodelan dan analisa masalah suatu respon yang dipengaruhi oleh beberapa variabel dan tujuannya adalah mengoptimalkan respon tersebut. Respon yang digunakan dalam eksperimen campuran adalah fungsi dari proporsi perbedaan komponen atau bahan dalam suatu formula (Cornell 1990). Metode eksperimen campuran terdapat di dalam piranti lunak Design Expert 7.0 dan dinamakan dengan rancangan campuran. Design Expert 7.0 merupakan piranti lunak yang menyediakan rancangan percobaan untuk melakukan optimasi rancangan produk dan proses. Rancangan campuran ini berfungsi menentukan formula optimum yang diinginkan formulator. Untuk mencapai kondisi tersebut harus ditentukan respon atau parameter produk yang menjadi ciri penting sehingga dapat meningkatkan mutu produk. Respon yang dipilih ini menjadi input data yang selanjutnya diproses oleh rancangan campuran melalui optimasi dari setiap respon sehingga diperoleh gambaran dan kondisi proses yang optimal. Menurut Cornell (1990), rancangan campuran terdiri dari enam tahap, yaitu menentukan tujuan percobaan, memilih komponen-komponen dari campuran, mengidentifikasi variabel respon yang akan dihitung, membuat model yang sesuai untuk mengolah data dari respon, dan memilih desain percobaan yang sesuai. Rancangan campuran digunakan untuk menentukan dan secara simultan menyelesaikan persamaan multivariasi. Persamaan tersebut dapat ditampilkan secara grafik sebagai respon yang dapat digunakan dalam menggambarkan bagaimana variabel uji mempengaruhi respon, menentukan hubungan antar variabel uji, dan menentukan bagaimana kombinasi seluruh variabel uji mempengaruhi respon. Menurut Cornell (1990), persamaan polinomial rancangan campuran memiliki berbagai macam orde, antara lain mean, linear, kuadratik, dan kubik. Model persamaan polinomial yang sering digunakan adalah model polinomial orde linear dan kuadratik. Model linear dengan dua 7

variabel uji digambarkan pada persamaan (1) sedangkan model orde kuadratik digambarkan dengan persamaan (2). Y = b 0 + b 1 X 1 + b 2 X 2 (1) Y = b 0 + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 11 X 1 2 + B 22 X 2 2 + b 12 X 1 X 2 (2) Persamaan tersebut dapat ditampilkan dalam sebuah plot kontur berupa grafik dua dimensi (2-D) dan tiga dimensi (3-D) yang dapat menggambarkan bagaimana variabel uji mempengaruhi respon (Cornell 1990). Dalam penentuan model, modifikasi terhadap model dapat memberikan hasil yang lebih baik. Modifikasi model dilakukan dengan cara menghilangkan komponen atau hubungan antar komponen yang tidak diinginkan (reduksi model). Komponen yang dihilangkan adalah komponen yang dianggap tidak signifikan secara statistik terhadap respon. Reduksi model dapat dilakukan dengan bebagai cara. Tiga tipe reduksi model yang paling mendasar yaitu: a. Regresi maju mundur: Kombinasi dari regresi maju dan mundur. Komponen ditambahkan, dihilangkan, atau diganti dalam setiap langkah reduksi model. b. Eliminasi mundur: Komponen dihilangkan dalam setiap langkah reduksi model. c. Seleksi maju: Komponen ditambahkan dalam setiap langkah reduksi model. Metode eliminasi mundur dianggap sebagai pilihan yang terbaik dalam melakukan reduksi model algoritma karena semua komponen dalam model akan diberikan kesempatan untuk diikutkan di dalam model. Penggabungan beberapa ingridien di dalam rancangan campuran bertujuan untuk melihat apakah pencampuran dua komponen atau lebih tersebut dapat menghasilkan produk akhir dengan sifat yang lebih diinginkan dibandingkan dengan penggunaan ingridien tunggalnya dalam menghasilkan produk yang sama (Cornell 1990). Terdapat relasi fungsional antar komponen penyusun dengan perubahan proporsi relatif ingridien tersebut sehingga dapat menghasilkan produk dengan respon yang berbeda. Kombinasi ingridien yang dipilih adalah kombinasi yang menghasilkan produk dengan respon yang maksimal sesuai dengan yang diharapkan oleh perancang. Penggunaan rancangan percobaan dalam merancang percobaan untuk memperoleh kombinasi yang optimal ini mampu menjawab permasalahan jika dilihat dari segi waktu (mengurangi jumlah uji coba) dan biaya (Cornell 1990). G. METODE RESPON PERMUKAAN Suatu sistem atau proses dapat dikarakterisasikan dengan hubungan antara masukan dan keluaran sistem. Ketika proses atau sistem diketahui, maka keluaran sistem dapat dioptimasi dengan mengadministrasi percobaan menggunakan nilai masukan yang dihitung secara cermat. Variabel masukan disebut pula faktor, variabel bebas, atau variabel proses; keluarannya disebut respon atau variabel terikat. Metode respon permukaan sebuah pendekatan permodelan empiris umumnya menggunakan polinomial sebagai perkiraan lokal untuk hubungan masukan/keluaran sistem, adalah alat untuk memahami hubungan kuantitatif antara beberapa variabel masukan dan satu respon keluaran, yang dapat diperluas menjadi beberapa respon, dengan penekanan pada pengoptimasian respon (Chen dan Chen 2009). Menurut Chang (2008), tujuan dari percobaan respon permukaan adalah untuk menghasilkan model polinomial empiris, sebuah persamaan yang menggunakan berbagai angka untuk mendeskripsikan proses. Metode respon permukaan juga mengkuantifikasi hubungan antara parameter input yang dapat dikontrol dan respon permukaan yang direfleksikan (Kwak 2005). Menurut Myers (1971), tujuan penggunaan metode respon permukaan adalah mencari fungsi 8

perkiraan yang sesuai untuk memprediksi respon yang akan datang dan menentukan berapa nilai variabel bebas yang optimum berdasarkan respon yang diperoleh. Metode respon permukaan terdiri dari kumpulan prosedur matematik dan statistik termasuk rancangan eksperimen, pemilihan model dan penyesuaian, dan optimasi model yang sesuai. Pendekatan empiris ini biasanya digunakan untuk pengembangan proses dan optimasi pada skala industri. Teori optimasi terdiri dari satu kesatuan metode numerik untuk mencari dan mengidentifikasi kandidat terbaik dari berbagai alternatif tanpa harus secara eksplisit mengevaluasi seluruh alternatif yang mungkin. Di dalam konteks metode respon permukaan, model-model empiris dibangun menggunakan teknik regresi dengan hasil berupa sebuah kesatuan percobaan terpilih. Model yang sesuai merepresentasikan, secara mendekati, semua percobaan yang mungkin dengan faktor-faktor eksperimentalnya di dalam rentang yang telah ditentukan. Melalui penggunaan teknik optimasi, model optimum dengan pendugaan hasil terbaik dapat ditentukan. Tahap terakhir adalah melakukan verifikasi percobaan berdasarkan kondisi percobaan optimal (Chen dan Chen 2009). Dalam berbagai area keteknikan, terdapat hubungan antara variabel output y dan sekumpulan input variabel terkontrol {x 1, x 2,, xn}. Pada sistem tertentu hubungan x dan y dapat ditentukan dengan menggunakan model persamaan: y = f {x 1, x 2,, xn} + ε (1) di mana ε merefleksikan kesalahan (error) yang terdapat pada hasil y. Selanjutnya persamaan (1) dapat diubah menjadi: E (y) = f {x 1, x 2,, xn} = ŷ (2) sehingga menghasilkan persamaan berupa yield (permukaan), seperti: ŷ = f {x 1, x 2,, xn} + ε (3) Formula di atas (Persamaan 3) inilah yang disebut sebagai respon permukaan. Biasanya persamaan kuadrat yang digunakan pada RSM memiliki bentuk persamaan umum seperti di bawah ini (Montgomery 2001): ŷ = β 0 + β 1 x 1 + β 2 x 2 + β 3 x 3 + β 4 x 4 + β 11 x 1 2 + β 22 x 2 2 + β 33 x 3 2 + β 44 x 4 2 + β 12 x 1 x 2 + β 13 x 1 x 3 + β 14 x 1 x 4 + β 23 x 2 x 3 + β 34 x 2 x 4 + β 34 x 3 x 4 (4) di mana ŷ = hasil yang diprediksi, β 0 = offset term, β 1, β 2, β 3, β 4 = efek linear, β 11, β 22, β 33, β 44 = efek yang berpangkat, β 12, β 13, β 14, β 23, β 24, β 34 = efek interaksi antar faktor, x 1 = faktor (variabel, parameter) pertama, x 2 = faktor kedua dan seterusnya. Penambahan faktor dari proses akan memerlukan interaksi order yang semakin luas pada persamaan. Fenomena ini disebut sebagai model kuadratik (Del Vecchio 1977). 9