HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK (OLAHRAGA) DENGAN TINGKAT NYERI DISMINORE PADA REMAJA PUTRI KELAS XI DI SMK NU 1 KEDUNGPRING LAMONGAN TAHUN 2011 Anti Ningsih, Sulistiyowati, Cucuk Rahmadi P.......ABSTRAK....... Aktivitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat nyeri disminore pada remaja putri. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian Survei analitik dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional. Populasinya adalah remaja putri kelas XI yang mengalami disminore di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan Tahun 2011 yaitu sebanyak 57 orang kemudian dengan menggunakan teknik sampling simple random sampling didapatkan sampel sebanyak 50 orang. Data diambil dengan menggunakan lembar skala nyeri dan lembar kuisioner. Setelah di tabulasi kemudian dianalisis dengan menggunakan uji spearman rho dengan α 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir sebagian remaja putri mengalami nyeri sedang yaitu (42%) dan sebagian kecil yaitu (4%) mengalami nyeri berat. Dari hasil uji spearman rho didapatkan rs hitung = -0,042 dan p = 0,774 dimana p > 0,05 maka H0 diterima, artinya tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat nyeri disminore. Kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat nyeri disminore remaja putri. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kebudayaan, makna nyeri perhatian, ansietas, pengalaman terdahulu, keluarga dan dukungan social. Kata kunci: aktivitas fisik (olah raga), tingkat nyeri disminore PENDAHULUAN... Masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa meliputi perubahan penampilan fisik dan karakteristik fisiologis yang sangat besar, masa ini disebut sebagai masa remaja. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduksi menuju kematangan seksual (Hendriati Agustiani, 2006). Hal ini ditandai dengan menarce yaitu menstruasi pertama yang merupakan tanda permulaan pemasakan seksual dan terjadi sekitar usia 13 tahun (Siti Rahayu Haditono, 2002). Pada sebagian besar anak perempuan, menstruasi tidak regular, tidak dapat diprediksi, tidak nyeri dan tidak mengandung telur. Setelah satu tahun atau lebih, berkembang suatu irama hipofisis hipotalamus, dan ovarium memproduksi estrogen siklik yang adekuat untuk mematangkan ovum (Bobak, 2004). Banyak wanita yang mengalami ketidaknyamanan pada awitan menstruasi salah satunya yaitu disminore, tetapi tingkat ketidaknyamanan disminore jauh lebih tinggi, dengan nyeri yang sering kali dirasakan di punggung bawah menjalar kebawah hingga kebagian atas tungkai (Andrew, Gilly, 2009). Disminore mungkin merupakan keluhan pasien ginekologi yang paling umum terjadi, menyerang 75 % dari seluruh wanita. Dari semua wanita yang terkena, 50 % melaporkan gejala-gejala ringan (yaitu tidak ada gejala sistemik, obat-obatan jarang diperlukan dan pekerjaan jarang terganggu), 30% mengalami gejala-gejala sedang (yaitu ada beberapa gejala sistemik, memerlukan obat, pekerjaan cukup terganggu) dan 20% mempunyai gejala-gejala 1 berat (yaitu banyak respon terhadap obat buruk dan pekerjaan terhambat) (Benson, Ralph C, 2008). Survei awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 22 Januari 2011 di SMK NU 1 SURYA 32 Vol.03, No.X, Des 2011
Kedungpring Lamongan, dari 20 siswi yang sudah menstruasi yaitu terdapat 17 siswi atau 85% siswi mengalami disminore saat haid dan 3 siswi atau 15% siswi tidak mengalami disminore. Dari data tersebut maka masalah penelitian adalah masih banyaknya remaja putri yang mengalami disminore. Akibat yang sering ditimbulkan karena Disminore yaitu mual, muntah, lemas, sakit kepala atau migraine, gangguan usus (Andrew, Gilly, 2009). Selain itu bisa terjadi diare, dan kram, sakit seperti kolik di perut beberapa wanita bahkan pingsan dan mabuk, keadaan ini muncul cukup hebat sehingga menyebabkan penderita mengalami kelumpuhan aktivitas untuk sementara (Youngson, 2002). Menurut Potter, Patricia A. (2005) disminore pada remaja dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain : Usia, jenis kelamin, kebudayaan, makna nyeri, perhatian, ansietas, pengalaman terdahulu, gaya koping, keluarga dan dukungan sosial. Upaya yang dapat digunakan untuk meringankan nyeri disminore adalah dengan metode farmakologi dan non farmakologi. Pada metode farmakologi dilakukan dengan pemberian terapi hormonal dan terapi obat NSAID, sedangkan pada metode non farmakologi dapat menggunakan metode aktivitas fisik (olahraga), homeopati, akupuntur, biofeedback, teknik relaksasi, masase, aroma terapi, penggunaan herba tertentu serta makanan sehat (Potter, Patricia A., 2005). Dari berbagai teknik diatas, remaja bisa meringankan nyeri yang dialami dengan melakukan aktivitas fisik. Dengan melakukan aktivitas fisik atau olahraga tubuh akan menghasilkan endorphin. Endorphin dihasilkan di otak dan susunan syaraf tulang belakang. Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak sehingga menimbulkan rasa nyaman sehingga nyeri yang dialami tidak begitu dirasakan dan menstruasi dapat berjalan dengan lancar serta teratur tanpa disertai nyeri disminore. Karena banyaknya metode yang dapat digunakan untuk meringankan nyeri disminore maka peneliti tertarik untuk mengetahui Hubungan aktivitas fisik (olah raga) dengan tingkat nyeri dismenorea pada remaja putri kelas XI di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan tahun 2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik (olah raga) dengan tingkat nyeri dismenorea pada remaja putri kelas XI di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan tahun 2011. METODOLOGI PENELITIAN Desain penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi yang digunakan adalah seluruh remaja putri kelas XI yang mengalami disminore di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan pada bulan Juli sampai Agustus 2011 yaitu sebesar 57 orang. Metode sampling simple random sampling. Sampel pada penelitian ini adalah sebagian remaja putri kelas XI yang mengalami disminore di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan Tahun 2011 yang memenuhi kriteria inklusi sebesar 50 orang. Variabel independen aktivitas fisik (olahraga) dan variabel dependen tingkat nyeri disminore. Penelitian dilakukan menggunakan kuesioner tertutup dan lembar skala nyeri. Data ditabulasi dan dianalisis dengan uji spearman rho dengan α = 0,05. HASIL.PENELITIAN 1. Data Umum 1) Karakteristik responden berdasarkan umur Tabel 1 Distribusi umur responden kelas XI di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan bulan Juli sampai Agustus tahun 2011 No Umur Jumlah Persentase 1 16 tahun 6 12 % 2 17 tahun 42 84 % 3 18 tahun 2 4 % Total 50 100 % menunjukkan hampir seluruh responden berumur 17 tahun yaitu sebesar 42 orang (84%) dan hanya sebagian kecil yang berumur 18 tahun yaitu sebesar 2 orang (4%). SURYA 33 Vol.03, No.X, Des 2011
2) Karakteristik responden berdasarkan lama menarche Tabel 2 Distribusi lama menarche responden kelas XI di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan bulan Juli sampai Agustus tahun 2011 No. Lama menarche Jumlah Persentase 1 2 tahun 5 10 % 2 3 tahun 7 14 % 3 4 tahun 20 40 % 4 5 tahun 14 28% 5 6 tahun 4 8 % Total 50 100 % menunjukkan bahwa hampir sebagian responden sudah mengalami menstruasi selama 4 tahun yaitu sebesar 20 orang (40 %) dan sebagian kecil sudah mengalami menstruasi selama 6 tahun yaitu sebesar 4 orang (8 %). 2. Data Khusus 1) Aktivitas fisik remaja putrid Tabel 3 Distribusi aktivitas fisik (olah raga) responden kelas XI di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan tahun 2011 No Aktivitas fisik Jumlah Prosentase 1 Tidak melakukan 26 52% 2 Melakukan tidak 10 20% teratur 3 Melakukan teratur 14 28% Total 50% 100% menunjukkan bahwa lebih dari sebagian responden tidak melakukan aktivitas fisik (olah raga) yaitu sebesar 26 orang (52%) dan sebagian kecil melakukan aktivitas fisik (olah raga) tidak teratur yaitu sebesar 10 orang (20%). 2) Tingkat nyeri disminore remaja putri Tabel 4 Distribusi tingkat nyeri disminore responden kelas XI di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan tahun 2011 No. Tingkat nyeri Jumlah Prosentase 1 Tidak nyeri 12 24 % 2 Nyeri ringan 15 30 % 3 Nyeri sedang 21 42 % 4 Nyeri berat 2 4 % 5 Nyeri sangat berat 0 0 Total 50 100 % menunjukkan hampir sebagian responden mengalami nyeri sedang yaitu sebesar 21 orang (42%) dan sebagian kecil mengalami nyeri berat sebesar 2 orang (4%). 2) Hubungan aktivitas fisik (olah raga) dengan tingkat nyeri disminore pada remaja putrid Aktivita s fisik Tabel 5 Tidak nyeri Tabel silang aktivitas fisik (olah raga) dengan tingkat nyeri disminore remaja putri kelas XI di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan tahun 2011 Nyeri ringan Tingkat Nyeri Nye ri seda ng Nyeri berat Nyeri sangat berat Jumlah % % % % % % Tidak Melakuk 8 30% 8 30% 8 30% 2 10% 0 0% 26 100% an Melakuk an tidak 0 0% 2 20% 8 80% 0 0% 0 0% 10 100% teratur Melakuk an teratur 4 28% 5 36% 5 36% 0 0% 0 0% 14 100% Jumlah 12 24% 15 30% 21 42% 2 4% 0 0% 50 100% rs = - 0,042 = 0,774 SURYA 34 Vol.03, No.X, Des 2011
Dari Tabel 5 diatas menunjukan bahwa hampir sebagian (30%) responden yang tidak melakukan aktivitas fisik (olah raga) mengalami nyeri sedang dan hampir seluruhnya (80%) responden yang melakukan aktivitas fisik (olah raga) tidak teratur juga mengalami nyeri sedang. Sedangkan responden yang melakukan aktivitas fisik (olahraga) teratur nyeri sedang terjadi pada hampir sebagian (36%) remaja tersebut. Dengan menggunakan uji spearman rho hasil analisis data dengan bantuan SPSS versi 16,0 didapatkan rs hitung = -0,042 dan p = 0,774 dengan taraf signifikan (α) 0,05 sehingga p > 0,05 maka H o diterima yaitu tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik (olah raga) dengan tingkat nyeri disminore. PEMBAHASAN.. 1. Aktivitas Fisik Remaja Dari Tabel 3 menunjukan bahwa lebih dari sebagian remaja putri kelas XI di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan tidak melakukan aktivitas fisik (olah raga) yaitu sebesar 52%. Banyaknya remaja putri yang tidak mengikuti olah raga disebabkan karena masalah keamanan, desakan waktu, dan ketidakmampuan mengukur efek aktivitas sehari-hari pada keseluruhan tingkat aktivitas sehari-hari remaja putri (Varney, Helen. 2006). Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor usia dan menarce. Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan hampir seluruh remaja putri berumur 17 tahun yaitu sebesar 84%. Perbedaan usia juga mempengaruhi kemampuan aktivitas fisik seseorang. Seiring dengan bertambahnya usia maka kemampuan dan kematangan fungsi alat gerak juga akan semakin berkembang. Pada saat remaja fungsi alat tubuh sudah matang dan cukup mampu untuk melakukan aktivitas fisik (olah raga) yang akan berguna bagi tubuhnya. Dengan bertambahnya umur seseorang maka akan terjadi perubahan pada fisik, psikologi dan mental, sehingga pada kondisi ini remaja banyak mengetahui informasi tentang kesehatan reproduksi, karena mereka mampu mengatasi masa transisi ini dengan baik dan dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi (Bobak, 2004). Dari Tabel 2 menunjukkan bahwa hampir sebagian remaja putri sudah mengalami menstruasi selama 4 tahun yaitu sebesar 40%. Usia menarce mempengaruhi kesiapan seorang wanita dalam menghadapi segala hal tentang menstruasi dan gangguannya. Semakin lama remaja telah mengalami menstruasi maka remaja akan memiliki banyak pengalaman dalam mengatasi masalah yang dialami. Usia terjadinya menarce (awi tan menstruasi) semakin dini. Rentang normal usia menarce adalah 10-16 tahun, tetapi beberapa gadis menarce pada usia 9 tahun (Andrews, Gilly. 2009). Puberitas premature dapat menandakan adanya gangguan endokrin. Aktivitas fisik intensif pada remaja putri dikaitkan dengan resiko yang lebih rendah dalam mencapai menarce yang lebih awal (Varney, Helen. 2006). 2. Tingkat Nyeri Disminore Dari Tabel 4 menunjukan hampir sebagian remaja putri mengalami nyeri sedang yaitu sebesar 42%. Tingkatan nyeri dikatakan sedang apabila remaja putrid secara subyektif mengatakan mengalami nyeri sedang dan secara obyektif remaja putri mendesis, menyeringai dapat menunjukan lokasi nyeri dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. Dari Tabel 1 menunjukkan hampir seluruh remaja putri berumur 17 tahun yaitu sebesar 84%. Semakin berusia maka nyeri yang dirasakan semakin berat pula, remaja yang belum cukup usianya biasanya akan mengalami kesulitan dalam memahami nyeri yang dialami dan cara yang harus dilakukan untuk mengurangi nyeri terebut. Namun remaja yang usianya cukup akan lebih bisa beradaptasi dengan keadaan nyeri tersebut. Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, perbedaan perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia dapat mempengaruhi bagaimana seseorang bereaksi terhadap nyeri (Potter, Patricia A. 2005). Dari Tabel 2 menunjukkan bahwa hampir sebagian remaja putri sudah mengalami menstruasi selama 4 tahun yaitu sebesar 40 %. Usia menarce mempengaruhi SURYA 35 Vol.03, No.X, Des 2011
kesiapan seorang wanita dalam menghadapi segala hal tentang menstruasi dan gangguannya. Semakin lama remaja telah mengalami menstruasi maka remaja akan memiliki banyak pengalaman dalam mengatasi masalah yang dialami. Apabila seseorang sejak lama sering mengalami nyeri dan tidak mampu mengatasinya, maka ansietas atau rasa takut dapat muncul tetapi apabila individu tersebut mampu mengatasi nyeri yang di alaminya akan lebih mudah individu tersebut mendeskripsikan sensasi nyeri tersebut. Akibatnya, klien akan lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri. Usia terjadinya menarce (awitan menstruasi) semakin dini. Rentang normal usia menarce adalah 10-16 tahun, tetapi beberapa gadis menarce pada usia 9 tahun (Andrews, Gilly. 2009). 3. Hubungan aktivitas fisik dengan tingkat nyeri disminore pada remaja putri di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan Dari Tabel 5 menunjukan bahwa hampir sebagian ( 30%) remaja putri yang tidak melakukan aktivitas fisik (olah raga) mengalami nyeri sedang dan hampir seluruhnya (80%) remaja yang melakukan aktivitas fisik (olah raga) tidak teratur juga mengalami nyeri sedang. Sedangkan remaja putri yang melakukan aktivitas fisik (olahraga) teratur nyeri sedang terjadi pada hampir sebagian (36%) remaja tersebut. Dari hasil uji spearmen rho didapatkan rs hitung = -0,042 dan = 0,774 dimana p > 0,05 maka H o diterima, artinya tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat nyeri disminore. Hal ini kemungkinan lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lain seperti usia, kebudayaan, makna nyeri, perhatian, ansietas, pengalaman terdahulu, gaya koping, keluarga dan dukungan sosial yang selanjutnya akan mempengaruhi tingkat nyeri seseorang (Potter, Patricia A., 2005). Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anakanak dan lansia. Hubungan perkembangan, yang ditemukan diantara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri. Kebudayaan berkaitan dengan keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Makna nyeri berpengaruh dengan derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberikan kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan. Perhatian individu pada nyeri mempengaruhi persepsi nyeri. Hal ini merupakan salah satu konsep yang diterapkan di berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, distraksi, teknik imajinasi terbimbing (guided imagery), dan masase. Fokus perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang lain akan menempatkan nyeri pada kesadaran yang perifer sehingga toleransi nyeri individu meningkat. Upaya pengalihan nyeri menyebabkan respon terhadap nyeri menurun. Ansietas sering kali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Individu yang memiliki emosional yang sehat biasanya lebih mampu mentoleransi nyeri tingkat sedang hingga berat dari pada individu yang memiliki emosional yang kurang stabil. nyeri yang tidak kunjung hilang sering kali menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian. Keletihan juga mempengaruhi nyeri. Persepsi nyeri akan meningkat jika individu keletihan. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. nyeri sering berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap dibandingkan pada saat kelelahan. Pengalaman terhadap nyeri yang dialami individu akan menyebabkan timbulnya rasa takut individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan oleh nyeri tersebut. Individu dengan pengalaman nyeri akan mengalami SURYA 36 Vol.03, No.X, Des 2011
ketakutan terhadap peningkatan nyeri dan pengobatannya yang tidak adekuat. Pasien yang tidak pernah mengalami nyeri yang nyerinya segera reda sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah. Dukungan keluarga dan dukungan sosial atau orang terdekat dapat mempengaruhi nyeri seseorang. Kehadiran keluarga yang dicintai atau teman bisa mengurangi rasa nyeri pasien, namun ada juga yang lebih suka menyendiri ketika merasakan nyeri. Kehadiran orang-orang terdekat merupakan tempat klien menumpahkan keluhan mereka tentang nyeri. Individu yang mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap dirasakan, kehadiran orang yang dicintai akan mengurangi kesepian dan ketakutan. Kehadiran orang tua sangat penting bagi anak-anak yang sedang mengalami nyeri. Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan, yaitu hampir sebagian remaja putri yang tidak melakukan aktivitas fisik (olah raga) tidak mengalami nyeri dan sebagian kecil remaja yang melakukan aktivitas fisik tidak teratur mengalami nyeri ringan. Hal ini kemungkinan lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lain seperti usia, kebudayaan, makna nyeri, perhatian, ansietas, pengalaman terdahulu, keluarga dan dukungan sosial. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kesimpulan Tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat nyeri disminore pada remaja kelas XI di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan. 2. Saran Dari hasil penelitian diharapkan memberi sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam hal pengetahuan tentang disminore. Dan sebagai sarana pembanding bagi dunia ilmu pengetahuan dalam memperkaya informasi tentang cara mengatasi disminore. Diharapkan responden lebih aktif dalam mengikuti ekstrakulikuler olahraga yang ada disekolahnya sehingga bisa bermanfaat bagi dirinya. Untuk lebih membudayakan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi terutama remaja sehingga remaja bisa mengatasi masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi secara benar. Dengan adanya penelitian tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan partisipasi dalam program dan sebagai data serta masukan yang dapat dipergunakan untuk mengetahui dan meningkatkan status kesehatan siswi, terutama mengurangi ketidak hadiran disekolah karena disminore. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor lain yang ada hubungan dengan tingkat nyeri disminore pada remaja dengan sampel dan teknik yang lebih tepat....daftar PUSTAKA... Andrew, Gilly. (2009). Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : EGC Benson, Ralph C. (2008). Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC Bobak. (2004). Buku ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC Danim, Sudarwan. (2003). Metodologi Penelitian Kebidanan. Jakarta : EGC Gil. (1990). Dampak Disminore (2002). http//www. disminore. blogspot. com.diakses tanggal 10 Februari 2011 Giriwijoyo, S, Ali, M. (2005). Ilmu Faal Olahraga Untuk Kesehatan Dan Untuk Prestasi. Fakultas Pendidikan Surabaya Dan Kesehatan UPI, Bandung Hendriati, Agustin. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Rafika Aditama SURYA 37 Vol.03, No.X, Des 2011
Hanifa Winkjosastro. (2005). Ilmu Kandungan. Jakarta: YBP-SP Hidayat, A. Aziz Alimul. (2008). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika Hidayat, A.Aziz Alimul. (2007). Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. Hidayat, Musrifatul. (2008). Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika Harry. Mekanisme endorphin dalam tubuh. 2007. Available at Http:/klikharry.files.wordpress.co m/2007/02/1.doc endorphin dalam tubuh. Diposkan tanggal 10 february 2011 Kasman, D. (2002). Panduan Kesehatan Olahraga Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: FKUI Manuaba, Ida Bagus Gde. (2001). Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : Media Aesculapius Moh. Nazir. (2005). Metode Penelitian. Bogor : 2005 Ninik dwi A. (2005). Disminore Alias Nyeri Haid. http//www. nex klaten. blogspot. com diakses tanggal 2 februari 2011 Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Nursalam. (2003). Konsep Dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Pangkalan ide. (2008). Dark Chocolate. Jakarta : Elex Media Posted. (2008). Dampak Disminore (2002). http//www. disminore. blogspot. com.diakses tanggal 10 Februari 2011 Potter, Patricia A. (2005). Fundamental Jakarta : EGC Buku Ajar Keperawatan. Price, Sylvia A. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC Soekidjo, Notoadmojo. (2010). Metode Penelitian Kesehatan. Jakrta: Renika Cipta. Siti Rahayu Haditono. (2002). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : UGM Press Sugiyono. (2006). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Suharsimi, Arikunto. (2009). Manajemen Penelitian. Jakarta: Renika Cipta. Varney, Helen. (2006). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC Youngson. Dampak Disminore (2002). http//www. disminore. blogspot. com.diakses tanggal 10 Februari 2011 SURYA 38 Vol.03, No.X, Des 2011