Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 8 No. 2, 2014 : 61-66

dokumen-dokumen yang mirip
IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT FILARIASIS DI KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

Proses Penularan Penyakit

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008

Perilaku mikrofilaria Brugia malayi pada subjek Filariasis di Desa Polewali Kecamatan Bambalamotu Kabupaten Mamuju Utara Sulawesi Barat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada anggota badan terutama pada tungkai atau tangan. apabila terkena pemaparan larva infektif secara intensif dalam jangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

Leonardo Taruk Lobo' ABSTR{CT

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik.

Filariasis Limfatik di Kelurahan Pabean Kota Pekalongan

PEMERIKSAAN MIKROFILARIA DI DUSUN CIJAMBAN KECAMATAN PANUMBANGAN KABUPATEN CIAMIS. Mei Widiati*, Ary Nurmalasari, Septi Nurizki ABSTRACT

ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah.

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

SITUASI FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA TENGAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP FILARIASIS DI KABUPATEN MAMUJU UTARA, SULAWESI BARAT. Ni Nyoman Veridiana*, Sitti Chadijah, Ningsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SURVEI DARAH JARI FILARIASIS DI DESA BATUMARTA X KEC. MADANG SUKU III KABUPATEN OGAN KOMERING ULU (OKU) TIMUR, SUMATERA SELATAN TAHUN 2012

Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan

Prevalensi pre_treatment

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

GAMBARAN PENULARAN FILARIASIS DI PROVINSI SULAWESI BARAT DESCRIPTION OF TRANSMISSION OF FILARIASIS IN WEST SULAWESI

The occurrence Factor of Filariasis Transmission In Lasung Health Centers Kusan Hulu Subdistrict, Tanah Bumbu Kalimantan Selatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit parasit yang tersebar

RISIKO KEJADIAN FILARIASIS PADA MASYARAKAT DENGAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN YANG SULIT

STUDI ENDEMISITAS FILARIASIS DI WILAYAH KECAMATAN PEMAYUNG, KABUPATEN BATANGHARI PASCA PENGOBATAN MASSAL TAHAP III. Yahya * dan Santoso

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI RW 1 DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT TENTANG FILARIASIS TAHUN

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian

BAB 4 HASIL PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PENDIDIKAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS YANG DITENTUKAN BERDASARKAN DISTRIBUSI IGG4 ANTIFILARIA. Biyan Maulana*, Heri Wibowo**

BAB XX FILARIASIS. Hospes Reservoir

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

URIC ACID RELATIONSHIP WITH BLOOD SUGAR PATIENTS TYPE 2 DIABETES MELLITUS THE EXPERIENCE OF OBESITY

FREKUENSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 32 MUARA AIR HAJI KECAMATAN LINGGO SARI BAGANTI PESISIR SELATAN

Filariasis : Pencegahan Terkait Faktor Risiko. Filariasis : Prevention Related to Risk Factor

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi

BAB 4 HASIL PENELITIAN

DI DAERAH ENDEMIS FILARIASIS KECAMATAN PONDOK GEDE, KABUPATEN BEKASI, JAWA BARAT

5. Manifestasi Klinis

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN INFEKSI CACING DI PUSKESMAS KOTA KALER KECAMATAN SUMEDANG UTARA KABUPATEN SUMEDANG TAHUN

Analisis Nyamuk Vektor Filariasis Di Tiga Kecamatan Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI PUSKESMAS SUNGAI AYAK III KALIMANTAN BARAT TAHUN 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

CSL5_Manual apusan darah tepi_swahyuni 2015 Page 1

PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN

PERANAN LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN SILIAN RAYA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN ABSTRAK

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Gondanglegi Kulon kecamatan

VEKTOR PENYAKIT. Journal of Disease Vector

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK MALARIA

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. merah (eritrosit) yang terlalu sedikit, yang mana sel darah merah itu

BAB I PENDAHULUAN. serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

SOP POMP FILARIASIS. Diposting pada Oktober 7th 2014 pukul oleh kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan

SEGMENTASI MIKROFILARIA UNTUK DIAGNOSIS PENYAKIT KAKI GAJAH BERBASIS CITRA MIKROSKOPIS

ABSTRAK. Kata kunci : Prevalensi, Intensitas, Leucocytozoon sp., Ayam buras, Bukit Jimbaran.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung

Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah )

3 BAHAN DAN METODE. Kecamatan Batulayar

Gejala dan Tanda Klinis Malaria di Daerah Endemis

Yahya* *Loka Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang, Baturaja Jl. A.Yani KM. 7 Kemelak Baturaja Sumatera Selatan 32111

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klinis, penyakit ini menunjukkan gejala akut dan kronis. Gejala akut berupa

JST Kesehatan, Juli 2013, Vol.3 No.3 : ISSN KADAR HEMOGLOBIN DAN DENSITAS PARASIT PADA PENDERITA MALARIA DI LOMBOK TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta

Gambaran Infeksi Malaria di RSUD Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Periode Januari Desember 2012

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

Transkripsi:

Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 8 No. 2, 214 : 61-66 Gambaran Kadar Hemoglobin Pada Penderita Filariasis di Desa Polewali, Kecamatan Bambalamotu, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat Haemoglobin Level on People with Filariasis in Polewali Village, District Bambalamotu, North Mamuju District, West Sulawesi Leonardo Taruk Lobo*, Sitti Chadijah,Yondri N Tasidjawa a a a b Balai Litbang P2B2 Donggala, Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI Jl. Masitudju No. 58 Labuan Panimba, Labuan, Donggala, Sulawesi Tengah, Indonesia b Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin Makassar INFO ARTIKEL A B S T R A C T / A B S T R A K Article History: Received : 8 Apr. 214 Revised : 9 Dec. 214 Accepted : 1 Dec. 214 Keywords: haemoglobin, filariasis, North Mamuju Filariasis (elephantiasis) is an infectious disease caused by the filarial worm infections, which live in the channels and lymph nodes. Filariasis causes an acute and chronic symptoms and transmitted by various species of mosquitoes. Microfilariae live in the blood stream and lymph vessels and until now there has not been clear the source of nutrients of microfilariae, whether from lymphatic fluid or red blood cells. The Research was conducted to determine the haemoglobin level in the population and whether its related to filariasis in the village of Polewali, sub-district of Bambalamotu, district of North Mamuju, West Sulawesi Province. This research used survey method with a descriptive approach, with 8 people participated on the research. Capillary blood samples were checked by microscopic method with Giemsa staining. Haemoglobin was checked by using a hemoglobin meters (BeneCheck ). Thick blood examination showed that seven people (8.75%) were positive for microfilariae of Brugia malayi where six of them were males with an average hemoglobin 12.68 g/dl and one female with an average of Haemoglobin of 12.7 g/dl. The results showed thad there was no difference in Hb levels between people with positive and negative microfilariae. It can be concluded that there was no difference in Hb between residents with microfilariae positive and negative, and no need for the addition of iron to patients with filariasis. Kata Kunci: hemoglobin, filariasis, Mamuju Utara Filariasis (penyakit kaki gajah) ialah penyakit menular yang disebabkan karena infeksi cacing filaria, yang hidup di saluran dan kelenjar getah bening (limfe) serta menyebabkan gejala akut, kronis dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Mikrofilaria hidup di dalam aliran darah dan saluran pembuluh limfe, dan sampai saat ini belum jelas sumber nutrisi cacing mikrofilaria, apakah cacing mikrofilria ini mengkonsumsi cairan limfatik atau sel darah merah. Telah dilakukan penelitian mengenai gambaran kadar hemoglobin pada penduduk dengan dan tanpa filariasis di desa Polewali, Kecamatan Bambalamotu, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara infeksi filaria terhadap kadar hemoglobin dalam darah penderita filariasis. Metode penelitian yang digunakan adalah survei dengan pendekatan deskriptif sebanyak 8 penduduk yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Sampel darah kapiler yang diperiksa menggunakan metode mikroskopik dengan pewarnaan Giemsa dan hemoglobin diperiksa dengan menggunakan alat Hb meter (BeneCheck ). Hasil pemeriksaan sediaan darah tebal positif di dapatkan 7 penduduk (8,75%) dengan mikrofilaria yaitu spesies Brugia malayi dan 6 laki-laki dengan rata-rata hemoglobin 12,68 g/dl dan 1 sampel yang positif pada perempuan dengan kadar Hb 12,7 g/dl. Hasil penelitian menunjukan tidak ada perbedaan kadar Hb antara penduduk dengan mikrofilaria positif dan yang negatif, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kadar Hb antara penduduk dengan mikrofilaria positif dan yang negatif serta tidak perlu dilakukan pemberian zat besi kepada penderita filariasis. 214 Jurnal Vektor Penyakit. All rights reserved *Alamat Korespondensi : email : leo_dety@yahoo.com 61

Gambaran Kadar Hemoglobin... ( Leonardo Taruk Lobo, et al.) PENDAHULUAN Filariasis (penyakit kaki gajah) ialah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria, yang hidup di saluran dan kelenjar getah bening (limfe) serta menyebabkan gejala akut, kronis dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit kaki gajah di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria, yaitu Wucheria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori yang biasanya tinggal di sistem limfatik (saluran dan kelenjar limfa) dari penderita. Mikrofilia mempunyai periodisitas tertentu, yaitu mikrofilia hidup di dalam dan terdapat di aliran darah tepi pada waktu-waktu tertentu saja. Ada beberapa macam periodisitas, yaitu periodik nokturna adalah mikrofilaria ditemukan di dalam darah perifer hospes hanya pada malam hari saja, contoh W. bancrofti, B. malayi dan B. timori. Superiodik nokturna adalah mikrofilaria ditemukan di dalam darah perifer hospes dalam jumlah banyak pada malam hari sedangkan siang hari ditemukan dalam jumlah sedikit. Periodik diurna, mikrofilaria ditemukan dalam darah perifer hospes hanya pada siang hari, contoh: Loa-loa. Subperiodik diurna, mikrofilaria di dalam darah perifer hospes ditemukan pada 1,2,3 siang hari sedangkan malam hari sedikit. Di Indonesia tersebar luas di daerah endemik terdapat banyak pulau di seluruh Nusantara seperti di Sumatera dan sekitarnya, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku, dan 1,7 Irian Jaya. Penyakit ini lebih banyak ditemukan di daerah pedesaan. Di daerah kota hanya W. bancrofti yang telah ditemukan, seperti di kota Jakarta, Tangerang, Pekalongan, dan Semarang dan mungkin di beberapa kota 7 lainnya. Gejala klinis filariasis pada infeksi B. malayi sama dengan pada infeks B. timori. Gejala klinis kedua penyakit tersebut berbeda dengan gejala klinis pada infeksi Wuchereria bancrofti. Stadium akut ditandai dengan serangan demam dan gejala peradangan saluran dan kelenjar limfe, yang hilang timbul berulang kali. Limfadenitis biasanya mengenai kelenjar limfe inguinal di satu sisi dan peradangan ini sering timbul setelah penderita bekerja berat di ladang atau sawah. Kadang-kadang peradangan pada kelenjar limfe ini menjalar ke bawah, mengenai saluran limfe dan menimbulkan limfangitis retrograde, yang bersifat khas untuk filariasis. Namun, limfatik dapat membawa agen-agen yang menimbulkan cedera dari tempat peradangan primer sampai ke tempat jauh dari tubuh. Dengan cara seperti ini, agen infeksius dapat menyebar dan dapat melewati kelenjar dan akhirnya mencapai aliran 2,7 darah. Beberapa parasit mempunyai peranan penting sebagai penyebab kelainan darah berupa anemia. Anemia dapat disebabkan antara lain oleh defisiensi zat besi karena kehilangan darah menahun yang terjadi pada infeksi cacing tambang, dan penghancuran eritrosit pada penyakit malaria, karena alasan-alasan ini, perlu dipertimbangkan kemungkinan infeksi yang ditimbulkan oleh mikrofilaria di dalam darah yang akan mempengaruhi sel-sel darah, terutama pada sel darah merah. Mikrofilaria hidup di dalam aliran darah dan saluran pembuluh limfe, dan sampai saat ini belum jelas sumber nutrisi c a c i n g m i k ro f i l a r i a, a p a k a h c a c i n g mikrofilaria ini mengkonsumsi cairan limfatik 9 atau sel darah merah. Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Mamuju Utara tahun 21 menyebutkan bahwa ditemukan adanya 1 kasus klinis infeksi filaria yang tersebar di 8 desa dan d i t e m u k a n d i w i l a y a h p u s k e s m a s Randomayang ditemukan 2 kasus sesuai data 4 dari Dinas Kesehatan Mamuju Utara 21. Tujuan Penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada pengaruh antara infeksi filaria terhadap kadar hemoglobin dalam darah penderita filariasis. BAHAN DAN METODE Lokasi penelitian di Desa Polewali, Kecamatan Bambalamotu, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat, pada bulan April-Mei tahun 211. Jenis penelitian yang digunakan adalah potong lintang. Kegiatan 62

Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 8 No. 2, 214 : 61-66 penelitian meliputi pemeriksaan fisik yaitu limfangitis, limfadenitis, dan orchitis (radang testis) dan pemeriksaan darah jari. Karena populasi kecil (kurang dari 1.) maka untuk menentukan besar sampel digunakan rumus sederhana sebagai berikut : Keterangan : 1 : Konstanta pada pengambilan sampel terbatas atau terkecil. n : Perkiraan besar sampel N : Perkiraan besar populasi, nilainya = 1 d : Tingkat signifikan kesalahan dalam pengambilandan penentuan sampel ñ =,5 Untuk mencari besar sampel yang diperlukan, dihitung sebagai berikut : Dari perhitungan tersebut maka didapatkan jumlah sampel sebanyak 8 sampel. Teknik pengambilan sampel yaitu dengan menggunakan metode acak 5. Darah diambil dengan cara ujung jari kedua, ketiga atau keempat dibersihkan dengan kapas alkohol 7 % dan setelah kering, ditusuk dengan lanset sehingga darah menetes keluar (dengan penekanan ringan). Kaca benda (slide) yang sudah bersih dari lemak dan kotoran diberi nomor dengan spidol sesuai nomor penduduk yang telah didaftar dalam formulir pencatatan survei. Tetesan darah pertama yang keluar dihapus dengan kapas kering, kemudian darah dihisap dengan pipet kapiler tanpa heparin yang berukuran 2 mm3, kemudian ditiupkan ke dalam kaca benda, dilebarkan sehingga membentuk sediaan darah tebal berbentuk oval dengan diameter 2 cm. Sediaan tersebut dikeringkan selama 1 malam dengan menyimpan di tempat yang aman dan keesokan harinya dihemolisis beberapa menit sampai warna merah hilang, lalu dibilas dengan air suling dan dikeringkan. Sediaan yang telah dikeringkan, kemudian ditetesi Giemsa 1% baru (ph 7,2) menggunakan pipet sampai menutupi seluruh sediaan darah tebal. Diamkan selama 25 menit, dibilas dengan air suling dan dikeringkan. Sediaan apusan darah tebal yang telah diwarnai kemudian diperiksa di bawah mikroskop dengan pebesaran rendah (1x1) untuk menentukan jumlah mikrofilaria dan dengan pembesaran tinggi (1x4) untuk menentukan jenis atau 2 spesiesnya. Sedangkan teknik pemeriksaan Hemoglobin yaitu Strip test hemoglobin BeneCheck dimasukan dan kemudian sampel darah kapiler yang diambil dari jari dimasukan. Kemudian sampel disentuhkan pada unjung strip tes sampai terdengar bunyi beep yang artinya sampel siap diperiksa. Kemudian layar akan menunjukan hasil pemeriksaan hemoglobin pada beberapa detik antara 5-1 detik. Nilai rujukan : Dewasa : Pria : 13.5 17 g/dl, wanita : 12 15 g/dl. Bayi : 1 17 g/dl, Anak : 11-16 g/dl1. HASIL Berdasarkan karakteristik jenis kelamin presentasi perempuan (57,5 %) lebih banyak dibandingkan laki-laki (42,5%), karakteristik umur masyarakat yang berpartisipasi mulai dari umur 4-8 tahun tetapi persentasi tertinggi pada kelompok umur 31-4 tahun ya i t u s e b a nya k 2 4 o ra n g ( 3, % ). Pemeriksaan mikroskopik terhadap 8 sampel sediaan darah tebal diperoleh hasil 7 sampel ditemukan mikrofilaria (8,75%) yaitu 6 sampel dengan jenis kelamin laki-laki dan 1 sampel dengan jenis kelamin perempuan. Berdasarkan kelompok umur subjek penelitian persentasi tertinggi pada kelompok umur 41-5 tahun sebanyak 4 sampel (57,14%). Lokasi survei dilaksanakan pada tiga dusun yaitu Dusun Kalibamba 24 sampel (3%), Dusun Hikma 26 sampel (32,5%) dan Dusun Kayumaloa 3 sampel (37,5%) dengan persentase tertinggi positif 7 sampel (8,75%) semuanya di Dusun Kalibamba dan berdasarkan spesies mikrofilaria yang ditemukan persentasi tertinggi pada spesies Brugia malayi yaitu 7 sampel. 63

Gambaran Kadar Hemoglobin... ( Leonardo Taruk Lobo, et al.) Tabel 1. Hasil pemeriksaan mikroskopik berdasarkan jenis kelamin, umur, lokasi survei dan spesies mikrofilaria di Desa Polewali, Kecamatan Bambalamotu, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat tahun 211 Jenis Kelamin Persentase Sampel Pemeriksaan (n=8) Total (%) Negatif Positif - Laki-laki - Perempuan 35 % 56,25%) 7,5% 1,25% 42,5 57,5 Umur Subjek Penelitian - < 1 tahun -11-2 tahun -21-3 tahun -31-4 tahun -41-5 tahun -> 5 tahun 4 (5,%) 11 (13,75%) 14 (17,5%) 22 (27,5%) 14 (17,5%) 8 (1,%) (%) 1 (1,25%) 2 (2,5%) 4 (5,%) 5 13,75 18,75 3 22,5 1 Lokasi -Dusun Kalibamba -Dusun Hikma -Dusun Kayumaloa 17 (21,25%) 26 (32,5%) 3 (37,5%) 7 (8,75%) 24 (3,%) 26 (32,5%) 3 (37,5%) Spesies Mikrofilaria -W.bancrofti -B.malayi -B.timori 7 (8,75%) 7 (8,75%) Pada hasil pemeriksaan hemoglobin tidak ditemukan perbedaan hasil pada subjek penelitian antara yang positif filariasis dengan negatif. Pada kelompok perempuan ditemukan 1 sampel yang positif dengan nilai hemoglobin 12,7 g/dl, sedangkan pada kelompok yang hasilnya negatif ditemukan rata-rata nilai hemoglobin 12,71 g/dl. Dan pada kelompok laki-laki ditemukan 6 sampel yang positif dengan nilai rata-rata hemoglobin 12,68 g/dl sedangkan pada kelompok yang hasilnya negatif ditemukan nilai rata-rata hemoglobin 13,49 g/dl. PEMBAHASAN Kabupaten mamuju Utara adalah kabupaten hasil pemekaran dari kabupaten termuda di Provinsi Sulawesi Barat (Mamuju) dan berbatasan langsung dengan provinsi Sulawesi Tengah, dimana ibukota Kabupaten Mamuju Utara adalah Kota Pasangkayu. Mamuju Utara merupakan daerah dataran rendah dengan luas wilayah kabupaten 2 ku ra n g l e b i h 3 4 1 k m. M ayo r i t a s penduduknya tinggal dipedesaan, pesisir pantai, pedalaman dan bertempat tinggal di kebun ataupun hutan-hutan. Perkampungan antara penduduk cukup jauh begitupun akses 6 ke tempat pelayanan kesehatan. Penyakit filariasis pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan karena umumnya laki-laki lebih sering kontak dengan vektor karena pekerjaannya. Dari hasil penelitian umur penduduk yang berpartisipasi dimulai dari umur 4-8 tahun dan ditemukan jumlah positif paling banyak pada kelompok umur 41-5 tahun yaitu sebanyak 4 sampel. Lebih 64

Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 8 No. 2, 214 : 61-66 banyak ditemukan pada usia dewasa karena kebiasaan dan aktivitas keseharian mereka yang cenderung mendukung terkena filariasis. Perkerjaan penduduk rata-rata adalah berkebun sehingga sering berkontak langsung dengan vektor filaria. Lokasi survei dilaksanakan pada tiga dusun yaitu Dusun Kalibamba 24 sampel (3%), Dusun Hikma 26 sampel (32,5%) dan Dusun Kayumaloa 3 sampel (37,5%) dengan persentase tertinggi positif sebanyak 7 sampel (8,75%) semuanya di Dusun Kalibamba dan tidak ditemukan pada Dusun Hikma dan Dusun Kayumaloa. Dari hasil penelitian terhadap 8 sampel ditemukan 7 sampel positif yaitu 6 pada sampel laki-laki dengan menunjukan nilai rata-rata hemoglobin 12,68 g/dl, dan 1 pada sampel perempuan dengan nilai hemoglobin 12,7 g/dl. Ditemukan 73 sampel yang negatif yaitu 28 pada sampel laki-laki dengan nilai rata-rata hemoglobin 13,49 g/dl dan 45 pada sampel perempuan dengan rata-rata nilai hemoglobin 12,71 g/dl. Hal ini menunjukan bahwa kadar hemoglobin normal pada penderita filariasis, dan kadar hemoglobin tidak dipengaruhi oleh mikrofilaria dalam darah. Beberapa parasit mempunyai peranan penting sebagai penyebab kelainan darah berupa anemia. Anemia dapat disebabkan antara lain oleh defisiensi zat besi karena kehiangan darah menahun yang terjadi pada infeksi cacing tambang, dan penghancuran eritrosit pada penyakit 9 malaria. Pada cacing tambang, Infeksi A. duodenale dan N. americanus merupakan penyebab anemia defisiensi besi. Kehilangan darah, darah yang hilang itu dikarenakan dihisap langsung oleh cacing dewasa. Di samping itu, bekas gigitan cacing dewasa dapat menimbulkan pendarahan terus menerus karena sekresi zat anti koagulan oleh cacing dewasa. Jumlah darah yang hilang setiap hari tergantung pada jumlah cacing, terutama yang secara kebetulan melekat pada mukosa yang berdekatan dengan kapiler arteri. Species cacing : seekor A. duodenale yang lebih besar daripada N. americanus mengisap 5 x lebih banyak darah dan lamanya infeksi. Gejala klinik penyakit cacing tambang berupa anemia yang diakibatkan oleh kehilangan darah pada usus halus secara kronik. Terjadinya anemia tergantung pada keseimbangan zat besi dan protein yang hilang dalam usus dan yang diserap dari makanan. Pada daerah subsahara Afrika infeksi cacing tambang merupakan penyebab anemia, dan penurunan kadar hemoglobin pada ibu hamil. Infeksi cacing tambang pada wanita hamil dapat menyebabkan bayi dengan 8 berat badan lahir rendah. Pada penelitian ini tidak ditemukan penurunan kadar hemoglobin pada penderita filariasis dan belum bisa diketahui pasti bahwa mikrofilaria yang berada di dalam darah tidak menimbulkan pengaruh terhadap sel darah merah, karena sampel yang positif ditemukan hanya sedikit dan tidak bisa dijadikan sebagai standar. Kekurangan dari penelitian ini adalah pengambilan sampel hanya dilakukan di Desa Polewali dengan jumlah sampel sedikit (< 5 sampel), dan tidak dilakukan pemeriksaan feses untuk melihat infeksi dari nematode. KESIMPULAN Tidak ada perbedaan kadar Hb antara penduduk dengan mikrofilaria positif dan yang negatif serta tidak perlu dilakukan pemberian zat besi kepada penderita filariasis. SARAN Untuk penelitian selanjutnya, lebih baik menggunakan jumlah sampel yang lebih banyak pada semua lokasi di Kabupaten Mamuju Utara dan perlu dilakukan pemeriksaan feses pada penderita filariasis untuk melihat pengaruh dari nematoda lain. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Balai Litbang P2B2 Donggala, Fakultas Farmasi Universitas hasanuddin, dan Kepala Dinas Kesehatan Mamuju Utara yang telah memfasilitasi dalam penelitian ini. 65

Gambaran Kadar Hemoglobin... ( Leonardo Taruk Lobo, et al.) DAFTAR PUSTAKA 1. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Pedoman Pemberantasan Filariasis di Indonesia. Cet I. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 1999. Hal 1,3 2. Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang. Modul Pelatihan Filariasis Balai Litbang P2B2. Balai Litbang P2B2. Donggala, 29. 3. Sutanto I, Suhariah Is, Sjarifuddin K, & Sungkar S, editor. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Ed. 4. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 28. Hal. 32, 4-41 4. Dinas kesehatan kabupaten Mamuju Utara, 21. Laporan penemuan kasus filariasis. 5. Notoatmodjo S. 22. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta 6. Anonim. Profil Kabupaten Mamuju Utara. [online] 21 juni 28; [diakses 25 juni 211]; http:www.sulbar.bps.go.id/matra. 7. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan. Epidemiologi Filariasis. Departemen Kesehatan RI. Jakarta, 28. Hal. 6-7, 9, 13, 19-21 8. Hotez PJ, Broker S, Bundy DA. Hookwormrelated anemia among pregnant women:a systematic review. N Engl J Med; 28 :p.2-3 9. Pribadi Wita. Parasit dan Pengaruhnya terhadap Darah. Bagian Parasitologi dan Penyakit Umum, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. CDK. Jakarta.198. P.13-14[Diakses 17 Agustus 211] : http:www.kalbe.co.id 1. Lefever joyce. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik. Ed 6. EGC. Jakarta. 28. Hal 234 66