TINJAUAN PUSTAKA Zat Ekstraktif

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Molekul ini sangat reaktif sehingga dapat menyerang makromolekul sel seperti lipid,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

LATAR BELAKANG. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang memiliki satu elektron

BAB I PENDAHULUAN. secara alamiah. Proses tua disebut sebagai siklus hidup yang normal bila

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. datangnya tepat waktu. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Buah pepaya kaya akan antioksidan β-karoten, vitamin C dan flavonoid. Selain itu buah pepaya juga mengandung karpoina, suatu alkaloid yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini telah banyak diungkapkan bahaya lingkungan yang tidak sehat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. (Cyclea barbata Meer), cincau hitam (Mesona palustris), cincau minyak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari semua kelompok usia dan ras. Jong (2005) berpendapat bahwa

BAB I PENDAHULUAN. tidak berpasangan menyebabkan spesies tersebut sangat reaktif (Fessenden dan

BAB I PENDAHULUAN. Musaceae yang berasal dari Asia Tenggara. Di Indonesia, pisang merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. antioksidan. Hal ini terjadi karena sebagian besar penyakit terjadi karena adanya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal terpenting dalam kehidupan manusia, karena

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan

BAB I PENDAHULUAN. Secara alamiah, setiap makhluk hidup atau organisme akan sampai pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

I. PENDAHULUAN. Tanaman obat telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAI\I. (1) senyawa-senyawa yang bersifat lafuogogue (dapat menstimulir produksi

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Efek pangan dapat berdampak terhadap kesehatan, karena

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas ialah atom atau gugus yang memiliki satu atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. elektron tidak berpasangan dan bersifat sangat reaktif (Fessenden dan Fessenden,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul bermuatan yang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyerang produk biji-bijian salah satunya adalah ulat biji Tenebrio molitor.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dihambat (Suhartono, 2002). Berdasarkan sumber. perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan

Namun, peningkatan radikal bebas yang terbentuk akibat faktor stress radiasi, asap rokok, sinar ultraviolet, kekurangan gizi, dan peradangan

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Ketidakstabilan ini disebabkan karena atom tersebut memiliki satu atau lebih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri keberadaannya. Dewasa ini, banyak penyebab penyebab yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai tanaman obat. Masyarakat

Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. sehingga memberikan kesegaran bagi konsumen. Warna yang beraneka macam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Reactive Oxygen Species (ROS) adalah hasil dari metabolisme aerobik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. operasi pedagang makanan disekolah-sekolah. Operasi tersebut salah satunya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, dunia kedokteran dan kesehatan banyak membahas tentang

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Variasi produk dan harga rokok di Indonesia telah menyebabkan Indonesia

Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

BAB I PENDAHULUAN. Minyak kelapa sawit adalah jenis minyak goreng yang paling mendominasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan di perairan tropis diketahui memiliki

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya sehari-hari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB I PENDAHULUAN. Monosodium glutamat (MSG) banyak digunakan oleh ibu rumah. tangga dan industri makanan sebagai penyedap rasa seperti halnya garam,

BAB I PENDAHULUAN. Antioksidan adalah senyawa kimia baik alami maupun sintetik yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan bahan alam sebagai obat tradisional akhir-akhir ini sangat

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB I PENDAHULUAN. lewat reaksi redoks yang terjadi dalam proses metabolisme dan molekul yang

BAB I PENDAHULUAN. Minuman isotonik atau dikenal juga sebagai sport drink kini banyak dijual

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... PRAKATA...

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Zat Ekstraktif Sjostrom (1998) mendefinisikan zat ekstraktif sebagai beraneka ragam senyawa kimia kayu, meskipun biasanya merupakan bagian kecil yang larut dalam pelarut-pelarut organik netral atau air. Zat ekstraktif dapat dibagi menjadi tiga subgrup yaitu komponen alifatik (lemak dan lilin), terpen, terpenoid, dan komponen fenolik. Ekstraktif meliputi sejumlah besar senyawa yang berbeda dan dapat diekstraksi dari kayu dengan menggunakan pelarut polar dan nonpolar. Secara kuantitatif, kandungan zat ekstraktif dalam kayu paling kecil bila dibandingkan dengan kandungan selulosa dan lignin, tetapi secara kualitatif mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat kayu dan sifat pengolahannya. Menurut Syafii dan Siregar (2006), zat ekstraktif mempengaruhi proses pulping, dimana semakin tinggi kandungan zat ekstraktif maka akan semakin tinggi pula konsumsi bahan kimia yang diperlukan dalam proses pulping serta dapat menyebabkan terjadinya masalah pitch, yaitu terjadinya bintik-bintik pada lembaran pulp yang dihasilkan. Hal yang mempengaruhi kandungan zat ekstraktif dalam kayu di antaranya adalah umur, tempat tumbuh, genetik, posisi dalam pohon, kecepatan pertumbuhan, dan jenis pelarut yang digunakan. Penelitian terhadap 480 sampel Pinus echinata yang hidup pada kondisi dan umur berbeda menunjukkan bahwa umur mempunyai pengaruh yang sangat dominan dalam jumlah zat ekstraktif (Hillis 1987). Adanya variasi kandungan zat ekstraktif tidak hanya terdapat di antara spesies, umur atau tempat tumbuh, tetapi juga dalam pohon yang sama, terutama di antara kayu gubal dan kayu teras (Tsoumis 1991). Umumnya bagian-bagian yang berbeda dari pohon yang sama memiliki jumlah maupun komposisi zat ekstraktif yang berbeda (Sjostrom 1998). Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang mempunyai aktivitas biologis terhadap organisme lain atau pada organisme yang menghasilkan senyawa tersebut. Senyawa bioaktif ini juga banyak terkandung pada zat ekstraktif. Hutan

4 tropika Indonesia memiliki sumber senyawa-senyawa metabolit sekunder (zat ekstraktif) yang tak ternilai. Senyawa-senyawa ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat untuk mengatasi berbagai penyakit. Obat-obatan modern yang beredar di pasaran merupakan hasil eksplorasi zat ekstraktif tumbuhan yang terdapat di hutan tropis. Senyawa bioaktif ini hampir selalu toksik pada dosis tinggi. Setiap zat kimia termasuk senyawa aktif dari tumbuhan pada dasarnya bersifat racun, bergantung kepada penggunaan, takaran, pembuatan, cara pemakaian, dan waktu yang tepat untuk mengkonsumsi. Beberapa tanaman dikenal menghasilkan senyawa bioaktif yang umumnya berupa senyawa-senyawa flavonoid, glikosida, steroid, alkaloid, dan terpenoid (Meilani 2006). Ekstrak daun sicerek (Clausena excavate Burm.) yang terbukti berperan sebagai antioksidan dengan cara menghambat peroksida lipid mengandung senyawa alkaloid, steroid, terpenoid, dan flavonoid (Irawan 2006). 2. 2. Ekstraksi Harborne (1987) menyatakan bahwa ekstraksi adalah proses pengambilan zat terlarut dari suatu campuran dengan bantuan pelarut secara selektif. Metode ekstraksi yang digunakan tergantung pada beberapa faktor, yaitu tujuan yang ingin dicapai dari ekstraksi, skala ekstraksi, sifat-sifat (polaritas) komponen yang akan diekstrak, dan sifat-sifat pelarut yang digunakan. Houghton dan Raman (1998) menjelaskan bahwa ada beberapa metode umum ekstraksi yang dapat dilakukan, yaitu ekstraksi dengan pelarut, distilasi, supercritical fluid extraction (SFE), pengepresan mekanik, dan sublimasi. Di antara metode-metode yang telah diaplikasikan, metode yang banyak digunakan adalah distilasi dan ekstraksi menggunakan pelarut. Sarker et al. (2006) menyatakan bahwa beberapa tujuan dari ekstraksi adalah mengetahui senyawa bioaktif, mengetahui keberadaan senyawa dalam organisme, hubungan struktur senyawa dalam organisme, dan identifikasi seluruh senyawa bioaktif yang ada pada organisme. Ekstraksi berbagai bagian pohon mindi pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi maserasi. Maserasi merupakan salah satu teknik ekstraksi yang bertujuan menarik suatu komponen tertentu dengan merendam sampel dalam pelarut organik pada suhu kamar, dan dalam prosesnya tidak

5 dilakukan pemanasan. Perendaman dilakukan pada jangka waktu tertentu sehingga interaksi antara senyawa yang ingin diekstrak dan pelarutnya dapat berlangsung maksimal. Menurut Harborne (1987), kekurangan dari metode ini adalah waktu yang diperlukan relatif lama dan membutuhkan banyak pelarut. Namun bila ekstraksi menggunakan cara panas dikhawatirkan akan merusak komponen sampel yang dianalisis akibat pemanasan. Oleh karena itu, metode maserasi dianggap lebih tepat untuk mengekstrak jaringan tanaman yang belum diketahui kandungan senyawanya yang kemungkinan bersifat tidak tahan panas sehingga kerusakan komponen tersebut dapat dihindari. Selain itu, metode maserasi relatif lebih sederhana dibandingkan dengan yang lain. Ekstraksi dengan metode maserasi tidak banyak memerlukan peralatan laboratorium. Hasil ekstraksi yang diperoleh bergantung pada kandungan ekstrak yang terdapat pada contoh uji dan jenis pelarut yang digunakan. Untuk dapat melarutkan zat ekstraktif perlu ditambahkan dua atau lebih jenis pelarut. Proses ekstraksi berkesinambungan dengan menggunakan sederetan pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya merupakan prosedur klasik untuk memperoleh kandungan senyawa organik dari jaringan tumbuhan kering (Harborne 1987). Fengel dan Wegener (1995) menyatakan bahwa ekstraksi kayu meliputi sejumlah besar senyawa yang berbeda yang dapat diekstraksi dari kayu dengan menggunakan pelarut polar dan nonpolar. Polaritas sering diartikan sebagai adanya pemisahan kutub muatan positif dan negatif dari suatu molekul sebagai akibat terbentuknya konfigurasi tertentu dari atom-atom penyusunnya. Dengan demikian, molekul tersebut dapat tertarik oleh molekul yang lain yang juga mempunyai polaritas yang kurang lebih sama. Senyawa yang terbawa pada proses ekstraksi adalah senyawa yang mempunyai polaritas sesuai dengan pelarutnya. Prinsip kelarutan adalah like dissolve like, yaitu (1) pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, demikian juga sebaliknya pelarut nonpolar akan melarutkan senyawa nonpolar, (2) pelarut organik akan melarutkan senyawa organik. Harborne (1987) mengemukakan bahwa ekstraksi senyawa aktif dari suatu jaringan tanaman dengan berbagai jenis pelarut pada tingkat kepolaran yang berbeda bertujuan memperoleh hasil yang optimum, baik jumlah ekstrak maupun senyawa aktif yang terkandung dalam contoh uji.

6 Jenis dan mutu pelarut yang digunakan sangat menentukan keberhasilan proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan harus dapat melarutkan zat yang diinginkan, mempunyai titik didih yang rendah, murah, dan tidak toksik (Ketaren 1986). Sifat penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah kepolaran senyawa yang dilihat dari gugus polarnya (gugus OH, COH, dan lainlain). Derajat polaritas tergantung pada tahapan dielektrik, makin besar tahapan dielektrik semakin polar pelarut tersebut (Hafiluddin 2011). Tabel 1 menguraikan mengenai sifat fisika kimia pelarut organik yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu n-heksan, etil asetat, dan metanol. Ketiga jenis pelarut ini digunakan karena memenuhi kriteria pelarut yang baik yang memiliki kepolaran dari nonpolar, semipolar hingga polar. Tabel 1 Sifat fisika kimia beberapa pelarut Nama pelarut Indeks kepolaran Titik didih ( C) Sifat kepolaran n-heksan 0,0 69 Nonpolar Etil Asetat 4,4 77 Semipolar Metanol 5,1 65 Polar Sumber: Sarker et al. (2006). 2. 3. Mindi Melia azedarach Linn. dikenal di beberapa daerah di Indonesia dengan sebutan mindi atau gring-gring (Jawa), sedangkan di beberapa negara lain pohon ini dikenal dengan sebutan white cedar, umbrella tree atau chinaberry (English), paraiso, Pride of Indian atau Indian lilac (India) ( USDA 2012). Mindi termasuk dalam famili Meliaceae yang merupakan jenis pohon cepat tumbuh, selalu hijau di daerah tropis, menggugurkan daun selama musim dingin, menyukai cahaya, cukup tahan kekeringan, dan toleran terhadap salinitas tanah (Bramasto 2011). Gambar 1 menunjukkan profil pohon dan daun mindi. Tanaman mindi pada umur 10 tahun tingginya dapat mencapai tinggi bebas cabang 8 m dan diameter 40 cm.

7 (A) (B) Gambar 1 Profil mindi (A) pohon dan (B) daun. Mindi memiliki penyebaran alami di India dan Burma. Pohon ini banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis, sedangkan di Indonesia mindi banyak ditanam di daerah Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan Irian Jaya. Pohon mindi tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi (0-1200 m di atas permukaan laut) dengan curah hujan rata-rata per tahun 600-2000 mm dan dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah. Mindi dapat tumbuh subur pada tanah berdrainase baik, tanah yang dalam, tanah liat berpasir, toleran terhadap tanah dangkal, tanah asin, dan basa (Bramasto 2011). Mindi merupakan tanaman serbaguna karena dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Kayu mindi dapat digunakan dalam bentuk kayu utuh misalnya sebagai komponen rumah, mebel, dan barang kerajinan. Kayu mindi merupakan salah satu jenis kayu dari hutan rakyat yang digunakan sebagai bahan baku mebel untuk ekspor dan domestik. Tanaman mindi memiliki prospek yang baik karena kayunya sudah cukup dikenal oleh masyarakat. Potensi ini menjadikan alasan mindi untuk dikembangkan menjadi tanaman hutan rakyat. Kayu mindi tergolong kelas kuat III-II, setara dengan mahoni, sungkai, meranti, dan kelas awet IV (Nasution 2009). Ekstrak daun mindi dapat digunakan pula sebagai bahan untuk mengendalikan hama termasuk belalang. Kulit mindi dipakai sebagai penghasil

8 obat untuk mengeluarkan cacing usus. Kulit, daun, dan akar mindi telah digunakan sebagai obat rematik, demam, bengkak, dan radang. Suatu glycopeptide yang disebut meliacin diisolasi dari daun dan akar mindi berperan dalam menghambat perkembangan beberapa DNA dan RNA dari beberapa virus misalnya virus polio (Nasution 2009). Beberapa penelitian aktivitas antioksidan terhadap keluarga Meliaceae sudah banyak dilakukan salah satunya tanaman mimba (Azadiracta indica), dimana daun dan kulit mimba terbukti memiliki aktivitas antioksidan yang cukup tinggi (Ghimeray et al. 2002). Penelitian mengenai aktivitas antioksidan daun (Nahak dan Sahu 2010a), kulit, dan akar (Nahak dan Sahu 2010b) dari pohon mindi dan mimba pernah dilakukan di India. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ekstrak pohon mindi bagian daun, kulit, dan akar mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih kuat dibandingkan dengan mimba. Menurut penelusuran pustaka penelitian mengenai potensi antioksidan bagian tanaman yang lain seperti cabang, kayu gubal dan kayu teras belum pernah dilakukan sebelumnya terutama di Indonesia. 2. 4. Radikal Bebas Radikal bebas adalah atom atau gugus atom yang memiliki satu atau lebih elektron tak berpasangan. Adanya elektron tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan. Radikal ini akan merebut elektron dari molekul lain yang ada di sekitarnya untuk menstabilkan diri sehingga senyawa kimia ini sering dihubungkan dengan terjadinya kerusakan sel, kerusakan jaringan, dan proses penuaan (Fessenden dan Fessenden 1986). Menurut Ketaren (1986), radikal bebas dapat bereaksi dengan molekul sel tubuh dengan cara mengikat elektron sel tersebut dan mengakibatkan reaksi berantai yang menghasilkan radikal bebas baru. Reaksi ini dapat berakhir jika ada molekul yang memberikan elektron yang dibutuhkan oleh radikal bebas tersebut atau dua buah gugus radikal bebas membentuk ikatan nonradikal. Radikal bebas dalam tubuh pada dasarnya diperlukan untuk memerangi peradangan, mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah, dan organ-organ dalam tubuh serta membunuh bakteri. Radikal bebas dapat bekerja dengan aman dan efektif dalam tubuh

9 manusia bila jumlahnya tidak berlebihan. Bila jumlahnya berlebihan akan menyerang jaringan tubuh dan menghasilkan efek sitotoksik yang sangat berbahaya. Radikal bebas selanjutnya merusak sel dan jaringan dalam tubuh sehingga menimbulkan berbagai penyakit degeneratif. Menurut Hussain et al. (2003), radikal bebas bersifat sangat reaktif dan mampu bereaksi dengan protein, lipid, karbohidrat, atau asam deoksiribonukleat (DNA) sehingga terjadi perubahan pada struktur dan fungsi sel. Radikal bebas juga diyakini berperan dalam kerusakan DNA sel yang menyebabkan mutasi sel sehingga sel-sel tubuh tak terkendali, kemudian menjadi kanker. Stres oksidatif adalah kerusakan sel yang disebabkan reaksi kimia antara radikal bebas dan molekul dalam tubuh. Kerusakan sel yang disebabkan oleh stress oksidatif dipercaya menjadi penyebab penyakit kanker. Dalam kehidupan organisme radikal bebas dapat terbentuk melalui berbagai cara misalnya dari hasil metabolisme sel, hasil samping proses oksidasi atau pembakaran yang berlangsung pada waktu bernapas, olahraga yang berlebihan, dan faktor eksternal, seperti asap kendaraan bermotor, asap rokok, bahan pencemar, zat kimiawi dalam makanan, pestisida, dan radiasi matahari atau radiasi kosmis (Ahmed et al. 2008). 2. 5. Antioksidan Antioksidan merupakan senyawa kimia yang penggunaannya sudah banyak dikenal oleh masyarakat. Hal ini berkaitan dengan kemampuan antioksidan untuk menghambat reaksi oksidatif oleh radikal bebas yang menjadi salah satu penyebab penyakit-penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, alzhaimer, kanker, dan gejala penuaan dini (Ahmed et al.2008; Stevanovic et al. 2009). Antioksidan dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam. Tubuh manusia pada dasarnya menghasilkan senyawa antioksidan, tetapi jumlahnya sering kali tidak cukup untuk menetralkan radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh. Sebagai contoh, tubuh manusia dapat menghasilkan glutathione, salah satu antioksidan yang sangat kuat, hanya saja tubuh memerlukan asupan vitamin C sebesar 1.000 mg untuk memicu tubuh menghasilkan glutathione ini (Kuncahyo dan Sunardi 2007).

10 Antioksidan terbagi menjadi antioksidan enzim dan vitamin. Antioksidan enzim meliputi superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase (GSH.Prx). Antioksidan vitamin lebih populer sebagai antioksidan dibandingkan enzim. Antioksidan vitamin mencakup α-tokoferol (vitamin E), β-karoten, dan asam askorbat (vitamin C) (Kuncahyo dan Sunardi 2007). Menurut sumber perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik). Antioksidan sintetik yang biasa digunakan adalah Vitamin C sintetik, butylated hydroxytoluene (BHT) dan butylated hydroxyanisole (BHA). Antioksidan sintetis memiliki efektivitas yang tinggi namun kurang aman bagi kesehatan. Adanya kekhawatiran akan kemungkinan efek samping yang belum diketahui dari antioksidan sintetik menyebabkan antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan (Romansyah 2011). Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan spesies oksigen reaktif, mampu menghambat terjadinya penyakit degeneratif, dan mampu menghambat peroksida lipid pada makanan. Minat untuk mendapatkan antioksidan alami cenderung meningkat beberapa tahun terakhir ini. Antioksidan alami umumnya mempunyai gugus hidroksil dalam struktur molekulnya (Kuncahyo dan Sunardi 2007). Antioksidan menghambat pembentukan radikal bebas dengan bertindak sebagai donor H terhadap radikal bebas sehingga radikal bebas berubah menjadi bentuk yang lebih stabil (Aini 2007). Contoh antioksidan alami diantaranya asam askorbat, α-tokoferol, β- karoten, glutasi, asam urat, sistein, vitamin K, serum albumin, bilirubin, dan logam seperti seng, dan selenium. Antioksidan alami banyak dihasilkan oleh hewan dan tumbuhan sebagai hasil dari metabolit sekunder. Salah satunya adalah flavonoid yang tergolong dalam senyawa fenolik. Antioksidan diharapkan memiliki ciri-ciri di antaranya aman dalam penggunaan, tidak memberi flavor, odor dan warna pada produk, efektif pada konsentrasi rendah, tahan terhadap proses pengolahan produk berkemampuan antioksidan yang baik, dan tersedia dengan harga yang murah. Selain berperan dalam menghambat reaksi oksidatif, antioksidan juga berperan dalam menghambat terjadinya proses oksidasi dari lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses kerusakan dalam makanan, memperpanjang masa

11 pemakaian dalam industri makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan serta mencegah hilangnya kualitas sensori dan nutrisi. Antioksidan tidak hanya digunakan dalam industri farmasi, tetapi juga digunakan secara luas dalam industri makanan, industri petroleum, industri karet dan sebagainya (Kuncahyo dan Sunardi 2007). 2. 6. Metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) Metode yang umum digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan suatu bahan adalah metode DPPH. Metode ini merupakan metode penentuan antioksidan berdasarkan penangkapan radikal bebas. DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang larut dalam pelarut polar seperti metanol dan etanol. Penangkapan radikal bebas pada metode ini diukur berdasarkan nilai absorbansi pada panjang gelombang 515-520 nm. Awalnya larutan DPPH berwarna ungu gelap, ketika ditambahkan senyawa antioksidan maka warna larutan akan berubah menjadi kuning cerah. Penurunan absorbansi akan menunjukkan adanya aktivitas penghambatan dengan berkurangnya warna ungu (Molyneux 2004). DPPH merupakan radikal yang stabil yang dapat diukur intensitasnya pada panjang gelombang 515 nm (Rohman dan Sugeng 2005). Senyawa antioksidan akan bereaksi dengan radikal DPPH melalui mekanisme donasi atom hidrogen (Blois 1958 dalam Hanani 2005). Metode DPPH dipilih karena metode ini adalah metode sederhana untuk evaluasi aktivitas antioksidan. Selain itu, juga cepat dan peka serta hanya memerlukan sedikit sampel. Radikal DPPH telah digunakan secara luas untuk menyelidiki aktivitas dari beberapa senyawa alami, seperti fenolik, antosianin, dan ekstrak kasar dari tumbuhan (Huang et al. 2005). Parameter untuk menginterpretasikan hasil pengujian dengan metode DPPH adalah IC50 (inhibition concentration). IC50 merupakan besarnya konsentrasi larutan uji yang mampu menurunkan 50% absorbansi DPPH dibandingkan dengan larutan blanko. Persamaan kurva standar dari persen inhibisi sebagai sumbu y dan konsentrasi fraksi antioksidan sebagai sumbu x diperlukan untuk menentukan IC50. IC50 dihitung dengan cara memasukkan nilai 50% ke dalam persamaan kurva standar sebagai sumbu y kemudian dihitung nilai x sebagai

12 konsentrasi IC50. Dalam hal ini diharapkan radikal bebas dapat ditangkap oleh senyawa antioksidan hanya dengan konsentrasi yang kecil (Pratiwi 2009).