BAB I PENDAHULUAN. Pada era desentralisasi saat ini, pemberian wewenang dari pemerintah pusat kepada

dokumen-dokumen yang mirip
DAMPAK SOSIAL PERTAMBANGAN RAKYAT (DI DESA TANOYAN SELATAN KECAMATAN LOLAYAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW)

BAB I PENDAHULUAN. Cipta. hlm Salim HS Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan di Indonesia. Bandung: Pustaka Reka

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

LAPORAN TENTANG PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

Kewenangan Pengelolaan FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

BAB I PENDAHULUAN. Penebangan liar, penggundulan hutan, pengerukan tambang, lahan kritis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat cepat mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. (PAD) yang dapat membantu meningkatakan kualitas daerah tersebut. Maka

PEMBAGIAN URUSAN PENGELOLAAN MINERAL DAN BATUBARA PASCA UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 DAN PERUBAHANNYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Konflik yang terjadi di kawasan hutan sering kali terjadi akibat adanya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dengan berbagai cara. Bidang industri dan pertambangan dipercaya cukup efektif

BAB I PENDAHULUAN. demokratisasi. Tujuan Otonomi Daerah adalah untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan Indonesia, telah menjadi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional oleh Universitas Padjajaran di Bandung pada tanggal 15-

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN LINGKUNGAN SEKITAR KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN SOLOKAN JERUK KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA.

RINGKASAN. vii. Ringkasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Masyarakat di Pulau Bangka pada dasarnya menggantungkan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.01/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tiga asas yaitu asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. 1

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem pemerintahan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Potensi Sumber Daya Alam di Indonesia yang sangat melimpah

TINJAUAN PUSTAKA. serta pendorong dan penarik tumbuhnya sektor sektor ekonomi, dapat. dan pengangguran serta dapat mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian nasional. Jumlah wisatawan terus bertambah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TAMBANG DI KAWASAN HUTAN LINDUNG

Pembangunan di pedesaan adalah bagian dari proses pembangunan. nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian

LAPORAN TENTANG PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS

BAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan kebutuhan penduduk terhadap lahan baik itu untuk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

I. PENDAHULUAN. Kebijakan Otonomi Daerah yang saat ini sangat santer dibicarakan dimana-mana

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MEMUTUSKAN: Menetapkan :

BAB IV PENUTUP. Landasan konstitusional konsepsi keadilan sosial dalam. pengelolaan pertambangan adalah Pasal 33 UUD Secara

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah IMAM NAWAWI, 2014

BAB I PENDAHULUAN. pertiga dari wilayah Indonesia merupakan laut dan memiliki potensi sumber daya

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II PENGATURAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DI INDONESIA. pemanfaatan sumber daya alam tambang (bahan galian) yang terdapat dalam bumi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

RINGKASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

MENUJU POLA PENGUASAAN TANAH YANG MERATA DAN ADIL

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi pilar-pilar pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengatasi permasalahan itu yakni dengan mengatur pengambilan air dalam

BUPATI KAUR PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era desentralisasi saat ini, pemberian wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya alam memberikan dampak yang sangat berbeda dibandingkan di era sentralisasi. Pemerintah daerah yang memiliki kekuasaan untuk memanfaatkan segala potensi sumberdaya alam di daerahnya, dapat mengalihkan haknya dengan memberikan izin kepada pihak swasta atau industri yang bergerak di bidang pertambangan untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam mineral. Dengan adanya otonomi daerah, pemerintah daerah sejak era reformasi diberikan ruang untuk mengelola sumberdaya alam secara otonom. 1 Secara umum sektor pertambangan di Kabupaten Bolaang Mongondow khususnya Didesa Tanoyan Selatan Kecamatan Lolayan merupakan sector yang memberikan kontribusi positif bagi pembangunan. Walaupun pertambangan diwilayah tersebut dikategorikan sebagai wilayah pertambangan skala kecil, namun hal ini berpengaruh positif bagi pengurangan pengangguran dan peningkatan pendapatan bagi masyarakat setempat. Kondisi ini oleh pemerintah daerah dimanfaatkan untuk mengeluarkan kebijakan mengenai pertambangan daerah, sedangkan di tingkat kota dimanfaatkan untuk mengembangkan industri barang mineral. Pengelolaan sumberdaya mineral oleh industri pertambangan dilakukan karena dipandang dapat memberikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan perekonomian dan pembangunan Negara, serta terciptanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal maupun masyarakat di luar lokasi penambangan. Selain itu, karena pihak 1 UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

industri sebagai pihak yang memiliki modal berupa teknologi yang tinggi diharapkan mampu mengelola sumberdaya mineral secara baik dan efisien. Namun pada pelaksanaannya, pengelolaan sumberdaya mineral oleh industri tidak selamanya berjalan seperti apa yang diharapkan. Hal ini dikarenakan aktivitas pertambangan tersebut merupakan aktivitas pengerukan terhadap sumberdaya alam yang terkandung di tempat terbuka maupun bawah tanah, sedangkan pemanfaatan dengan penggunaan teknologinya seringkali berlebihan dalam mengeruk sumberdaya mineral yang ada sehingga pengelolaan sumberdaya alam tambang oleh industri pertambangan memberikan dampak terhadap perubahan ekosistem lokal. Perubahan pada ekosistem lokal meliputi perubahan pada tataran sosial-ekonomi maupun lingkungan. Perubahan yang terjadi pada tataran sosial ekonomi diantaranya terjadinya perubahan sistem mata pencaharian masyarakat lokal yang awalnya bergerak di sektor pertanian sebagai sektor utama masyarakat, berubah menjadi masyarakat non pertanian seperti buruh pabrik, pedagang maupun kegiatan non pertanian lainnya. Hal ini disebabkan menurunnya produktivitas lahan akibat rusaknya lahan pertanian yang ada dan berdampak terhadap penurunan pendapatan masyarakat. Sementara itu pada tataran lingkungan, terjadinya kerusakan ekologi seperti pencemaran air dan udara akibat limbah industri, serta kekeringan air yang kemudian berimplikasi pada penurunan produktivitas lahan pertanian. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka exploitasi sumberdaya mineral di Indonesia diatur dengan Undang-undang nomor 4 Tahun 2009, pasal 20 yakni bahwa pertambangan rakyat bertujuan memberikan kesempatan kepada rakyat setempat dalam mengusahakan bahan galian untuk turut serta membangun negara di bidang pertambangan dengan bimbingan pemerintah dan dilakukan oleh rakyat setempat yang memegang IPR (Izin Pertambangan Rakyat). Selanjutnya izin pertambangan rakyat diatur dalam pasal 21, WPR sebagaimana dalam pasal 20 ditetapkan

oleh bupati/walikota setelah konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota. Dalam pasal 26 ketentuan mengenai kriteria dan mekanisme diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota. Adanya perkembangan teknologi dalam bidang pertambangan, perubahan kewenangan di sektor pertambangan, peningkatan sektor ekonomi, isu lingkungan dan kondisi sosial yang berkembang di masyarakat, diharapkan dapat lebih meningkatkan kegiatan pertambangan. 2 Dengan Adanya undang-undang tersebut diharapkan pengelolaan tambang emas mampu memberikan kontribusi positif terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini keberadaan tambang emas merupakan objek pencaharian sebagian masyarakat, karena penghasilannya cukup menjanjikan kesejahteraan masyarakat. Namun disisi lain, keberadaan tambang tersebut sangat berpengaruh terhadap kelestarian lingkungan sekitar. Berdasarkan kondisi empirik yang diamati oleh peneliti dilapangan, bahwa tambang emas yang berada di desa Tanoyan Selatan Kecamatan Lolayan Kabupaten Bolaaang Mongondow sudah berlangsung sejak lama. Data Tahun 2011 menjelaskan bahwa Tambang ini dibuka tahun 1986 dan lokasi penambangan ini masuk dalam kawasan hutan produksi. Karena sudah memiliki izin pertambangan rakyat (IPR) yang oleh pemerintah setempat, maka tambang emas didesa Tanoyan Selatan disebut sebagai wilayah pertambangan rakyat (WPR). Desa Tanoyan Selatan Kecamatan Lolayan Kabupaten Bolaang Mongondow, merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi sumberdaya alam yang diantaranya adalah Tambang Emas. Adapun luas pertambangan desa Tanoyan Selatan adalah 1.000.000 m 2 / 100 Ha. 3 Adanya aktivitas pertambangan di daerah tersebut mengakibatkan perubahan struktur sosial yang pada awalnya bergerak di sektor pertanian menjadi non pertanian. Perubahan tersebut 2 Pasal 26, UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batu Bara 3 Kantor Desa Tanoyan Selatan 2013 (Profil Desa)

diantaranya adalah pemanfaatan lahan pertanian untuk lokasi penambangan yang menyebabkan berkurangnya luas garapan bagi petani. Selanjutnya tenaga kerja di sektor pertanian lebih memilih melakukan pekerjaan di luar sektor pertanian, termasuk sebagai tenaga kerja pada usaha tambang. Perpindahan tenaga kerja disektor pertanian ke non-pertanian diperkirakan akan menghadapi sejumlah persoalan, baik jangka pendek maupun dalam jangka waktu panjang. Dalam jangka pendek, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki petani sering kurang dan bahkan tidak relevan dengan jenis pekerjaan diluar sektor pertanian. Oleh sebab itu, tingkat produktivitasnya sebagai tenaga kerja cenderung rendah sehingga gaji/upah yang diterima relative kecil. Petani sering hanya menjadi tenaga kerja/buruh untuk berbagai jenis pekerjaan, dan mempunyai kedudukan sangat rapuh terhadap pekerjaannya. Perkembangan usaha tambang juga menyebabkan kedatangan tenaga kerja migrant dari berbagai daerah di Indonesia. Tenaga kerja/pekerja tambang yang seluruhnya adalah laki-laki, jumlahnya ratusan orang membawa berbagai kebiasaan dan budaya yang berbeda dari kebiasaan dan budaya masyarakat. Dalam kesehariannya interaksi antara pekerja migrant dengan masyarakat setempat memungkinkan terjadinya pergeseran-pergeseran prilaku dari masyarakat setempat. 1.2 Fokus Penelitian Dengan mencermati berbagai permasalahan yang telah dipaparkan tersebut diatas, maka peneliti memfokuskan penelitian ini pada dampak sosial yang ditimbulkan oleh adanya aktivitas pertambangan rakyat di Desa Tanoyan Selatan Kecamatan Lolayan Kabupaten Bolaang Mongondow. Untuk mengukur sejauhmana dampak Sosial Pertambangan Emas maka perlu ditinjau beberapa unsur berukut ini: 1. Kesempatan Kerja 2. Pendapatan Masyarakat

3. Kepemilikan Lahan 4. Hubungan Antar Warga Berdasarkan beberapa uraian latar belakang dan fokus penelitian diatas, maka peneliti merumuskan Judul penelitian sebagai berikut : Dampak Sosial Pertambangan Rakyat Di Desa Tanoyan Selatan Kecamatan Lolayan Kabupaten Bolaang Mongondow. 1.3 Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: bagaimana Dampak Sosial Pertambangan Rakyat Di Desa Tanoyan Selatan Kecamatan Lolayan? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dampak sosial pertambangan rakyat di Desa Tanoyan Selatan Kecamatan Lolayan 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut 1.5.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu Sosial pada umumnya dan proses belajar khususnya bidang ilmu Sosiologi. 1.5.2 Manfaat Praktis

a) Secara praktis, hasil penelitian ini kiranya dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi para pengambil kebijakan khususnya Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow dalam hal pengelolaan Tambang Rakyat dengan memperhatikan aspek sosial masyarakat setempat. b) Manfaat praktis lain bagi penulis, pelaksanaan penelitian ini merupakan ajang latihan untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang sudah diperoleh selama studi.