Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1 1. Kota didefinisikan sebagai pemerintah daerah dalam berbagai ukuran: daerah, pengelompokan perkotaan, metropolis, kotamadya dan otoritas daerah lainnya yang dikelola secara bebas sesuai dengan Agenda Piagam Global tentang HAM di Kota. 64
1. Kami, lebih dari 100 peserta dari Forum Dunia tentang HAM di Kota 2011 yang mencakup walikota, perwakilan kota, dan pakar HAM PBB serta LSM hak-hak masyarakat dan hak asasi manusia baik dari Korea maupun luar negeri yang berkumpul di Gwangju, Korea Selatan pada tanggal 16-17 Mei 2011 atas undangan Kota Metropolitan Gwangju dan May 18 Memorial Foundation, berbagi dan mendiskusikan pengalaman dalam membangun hak asasi manusia di kota dalam konteks yang berbeda terutama dari perspektif partisipasi masyarakat dan pendidikan tentang hak asasi manusia. 2. Tema Globalisasi HAM dari bawah - Tantangan HAM di Kota pada Abad ke-21 menyoroti peran penting bahwa kota mampu berperan dalam menghadapi berbagai tantangan sosial-ekonomi dan politik melalui kerangka hak asasi manusia dan pendekatan berbasis hak asasi manusia. 3. HAM di kota didefinisikan sebagai masyarakat lokal dan proses sosialpolitik dalam konteks lokal dimana hak asasi manusia memainkan peran kunci sebagai nilai-nilai fundamental dan prinsip-prinsip yang mengarahkan. 4. HAM di kota dipahami sebagai tata laksana hak asasi manusia dalam konteks lokal dimana pemerintah daerah, DPRD, masyarakat sipil, organisasi sektor swasta dan pemangku kepentingan lainnya bekerja sama untuk meningkatkan kualitas hidup bagi semua penduduk dalam semangat kemitraan berdasarkan standar dan norma-norma hak asasi manusia. 5. HAM di kota juga berarti, dalam istilah praktisnya, bahwa semua penduduk, tanpa memandang ras, jenis kelamin, warna kulit, kebangsaan, latar belakang etnis dan status sosial, khususnya kaum minoritas dan kelompok rentan lainnya yang secara sosial rentan dan terpinggirkan, dapat berpartisipasi secara penuh dalam pengambilan keputusan dan proses implementasi kebijakan yang mempengaruhi kehidupan mereka sesuai dengan prinsipprinsip hak asasi manusia seperti non-diskriminasi, supremasi hukum, partisipasi, pemberdayaan, transparansi dan akuntabilitas. Partisipasi Masyarakat 6. Partisipasi masyarakat sangat penting dalam membangun HAM di kota karena memberikan masyarakat kesempatan untuk mengekspresikan pandangan mereka tentang masalah-masalah yang perlu ditangani. Hal ini juga memberikan kepada masyarakat rasa kepemilikan terhadap proses identifikasi tentang permasalahan hak asasi manusia, yang membuat mereka lebih mungkin untuk terlibat dalam kolaborasi yang konstruktif dengan para pemangku kepentingan lainnya, yaitu pemerintah, dunia usaha, dan LSM. Agenda Piagam Global Tentang Hak Asasi Manusia di Kota 65
Kondisi ini memastikan tanggung jawab bersama untuk penerapan standar hak asasi manusia dan norma-norma. 7. Semua kota memiliki aset dan proses sejarah yang membawa pada perubahan politik. Namun, prinsip dasar partisipasi dalam membangun HAM di kota adalah bahwa pendekatan dari bawah ke atas yang melibatkan partisipasi murni dan bermakna dari semua penduduk lebih baik daripada pendekatan dari atas ke bawah yang dilakukan oleh pejabat kota. 8. Jika negara atau kota memiliki sistem politik yang represif, kurang aturan perundangan, atau menghadapi praktek korupsi yang merajalela, orang takut untuk berpartisipasi. Kebutuhan yang ada adalah untuk membangun jaringan dukungan, baik di tingkat daerah/pusat maupun lintas batas bagi korban dan pembela atas pelanggaran hak asasi manusia. Jaringan solidaritas HAM dalam kota harus mengutamakan upaya partisipasi masyarakat dalam sistem politik yang represif. Pendidikan dan Pembelajaran Hak Asasi Manusia 9. Sampai semua penduduk mengetahui dan sudah memiliki hak-hak asasi manusia mereka, tidak akan pernah ada sebuah kota yang ramah HAM. Dengan pemahaman seperti itu, kami meyakini bersama bahwa pembelajaran dan pendidikan tentang hak asasi manusia sangat penting bagi pengembangan HAM di kota. Pendidikan informal dan permainan adalah cara yang tepat untuk mengintegrasikan kerangka hak asasi manusia dan mengenalkannya pada generasi muda. Teknik terapan yang terus berlangsung dan pembelajaran yang berkelanjutan sangat penting untuk memastikan bahwa, dalam tiap waktu, setiap orang mengetahui, memiliki dan mampu bertindak atas hak asasi manusia mereka. 10. Pertukaran dan saling berbagi praktek terbaik di kalangan sekolah, kota, dan lembaga adalah cara utama untuk meningkatkan proses pembelajaran dan pendidikan tentang HAM yang baru dan mapan di kota. Karena tidak ada pendekatan yang definitif untuk melakukan pembelajaran dan mengintegrasikan hak asasi manusia, masing-masing kota harus, berdasarkan pada pengalamannya sendiri dan praktek-praktek terbaik yang diterima dari pihak lain, mengembangkan segudang strategi yang dapat diterapkan di komunitasnya sendiri. Tantangan atas Hak Asasi Manusia di Kota 11. Menetapkan dasar hukum harus menjadi langkah pertama bagi setiap inisiatif HAM di kota. Tata cara, instrumen hukum, seperti Piagam Hak Asasi 66
Manusia, dan organisasi hukum, seperti Komisi HAM atau Biro/Kantor HAM, dapat berperan sebagai dasar hukum yang efektif. Hal ini harus diadopsi berdasarkan prinsip tanpa diskriminasi dan tidak memilah-milah agar memberikan dasar hukum yang berkelanjutan bagi formulasi kebijakan dan penerapan penuh. 12. Implementasi, bagaimanapun juga, adalah lebih penting daripada pengambilan kebijakan. Kepemimpinan yang kuat diperlukan sebagai prioritas. Kepemimpinan harus didasarkan pada prinsip-prinsip kompetensi, transparansi dan akuntabilitas. Oleh karena itu, pendidikan tentang hak asasi manusia bagi pejabat pemerintah diperlukan. Dukungan dari pemerintah pusat dapat menjadi bagian yang sangat penting. Semua perundangundangan dan proses implementasi harus dikomunikasikan kepada semua warga dan penduduk. 13. Demokrasi partisipatif dan konsultasi di kalangan seluruh pemangku kepentingan (termasuk sektor swasta) adalah kunci bagi HAM di kota. Mekanisme kelembagaan untuk memfasilitasi dialog dan kerjasama antara kelompok masyarakat sipil dan pemerintah harus ditetapkan. Kelompok yang kurang beruntung secara sosial dan ekonomi, seperti perempuan, imigran, dan penyandang cacat, harus dipertimbangkan secara spesifik. Pendidikan tentang hak asasi manusia bagi semua penghuninya diperlukan untuk mendukung proses ini. 14. Mekanisme akuntabilitas yang efektif perlu dikembangkan untuk membuat pemerintah kota bertanggung jawab terhadap janji dan komitmennya. Mekanisme pemantauan, termasuk indikator hak asasi manusia bagi penilaian dampak HAM, harus ditetapkan. 15. Jaringan antara kota di tingkat nasional dan internasional harus dimulai atau diperkuat untuk mendukung dan mendorong jaringan, kemitraan, dan pertukaran global atas pengalaman dan praktek. 16. Dalam hal ini, kami mendesak Dewan HAM PBB agar meminta Komite Penasihat untuk mengambil permasalahan hak asasi manusia di kota sebagai topik untuk penelitian. Selanjutnya, kami mendesak Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR, Office of the High-Commissioner for Human Rights) agar memberikan bantuan yang diperlukan bagi kota-kota yang tertarik menjadi kota yang ramah HAM ; Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 67
Kami juga mendesak PBB dan Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD, Organization for Economic Co-operation and Development) untuk menggabungkan kerangka HAM di kota ke dalam kerjasama pembangunan internasional. Lima Komitmen terhadap HAM di Kota 1. Kami berkomitmen untuk membuat visi HAM di kota menjadi sebuah kenyataan di lapangan dengan menerapkan norma dan standar hak asasi manusia internasional serta dengan mendorong hak atas kota; 2. Kami berkomitmen untuk mengembangkan mekanisme yang efektif untuk melindungi dan membela hak-hak asasi manusia semua warga dan penduduk; mekanisme tersebut dapat mencakup komite warga, komisi kota tentang hak asasi manusia, indikator hak asasi manusia dan penilaian dampak hak asasi manusia; 3. Kami berkomitmen untuk mengembangkan dan menerapkan program pendidikan dan pembelajaran HAM yang kongkrit bagi semua pihak yang terlibat dalam membangun hak asasi manusia di kota sejalan dengan program UNESCO Pendidikan untuk Semua (PUS) Kerangka Dakar untuk Aksi (2000), dengan Program Dunia tentang Pendidikan HAM, dengan Deklarasi PBB tentang Pendidikan dan Pelatihan2 HAM, dan dengan standar maupun program terkait lainnya; 4. Kami berkomitmen untuk memperkuat jaringan nasional dan internasional serta membangun aliansi di kalangan masyarakat yang berkomitmen terhadap visi HAM di kota dengan menggabungkan Koalisi Kota tingkat Internasional yang dipimpin oleh UNESCO untuk melawan rasisme (ICCAR, International Coalition of Cities against Racism), UN Global Compact dan Asosiasi Internasional untuk Mendidik Kota; 5. Setelah mengadopsi Agenda Piagam Global tentang HAM di Kota dari Asosiasi Kota dan Pemerintah Daerah (UCLG, United Cities and Local Government), kami berkomitmen untuk memastikan bahwa kota akan meratifikasi dan melaksanakan sepenuhnya Piagam tersebut. Sebagai kesimpulan, kami memutuskan untuk merekomendasikan bahwa Kota Metropolitan Gwangju agar terus mengatur penyelenggaraan Forum Dunia HAM di Kota sebagai platform bagi upaya global untuk mendorong gerakan HAM di kota. 68