BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang dirasakan semakin kuat mencengkram memasuki abad dua puluh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi tidaklah dilihat sebagai barang antik yang harus diawetkan, yang

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. sosial (social communication), proses komunikasi yang terjadi dalam komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. satu budaya penting bagi masyarakat Islam Jawa, baik yang masih berdomisili di

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jaenudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Suku Bone, Suku Atingola, dan Suku Mongondow. menyebut Gorontalo berasal dari kata hulontalo, yang juga berasal dari kata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB V PENUTUP. Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan

BAB I PENDAHULUAN. dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan, kepercayaan kepada leluhur

Paham Nasionalisme atau Paham Kebangsaan

BAB V PENUTUP. Terjadinya perkawinan yang dilakukan oleh para pendatang Flores

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yuvenalis Anggi Aditya, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kebudayaan yang berbeda-beda antara satu sama lain. Hal ini dapat kita

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. peran orang tua sebagai generasi penerus kehidupan. Mereka adalah calon

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. dari banyaknya etnis yang mendiami wilayah Indonesia. ciri khas itu adalah tingkat perubahan. Setidaknya dua komponen yang tidak

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau merupakan salah satu dari antara kelompok etnis utama bangsa

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam tradisi mereka. Budaya dan sumber-sumber sejarah tersebut dari generasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013

barakah sesuai dengan sosio-kultural yang membentuknya dan mendominasi cara

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran

BAB V PENUTUP. maupun negatif kepada umat manusia. Dampak tersebut berakibat kepada perubahanperubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan hidup manusia. Disamping kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki perjalanan sejarah tersendiri, seperti halnya yang dimiliki bangsa lain

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik. Padahal, kehidupan masyarakat di Desa Munggu tampak tergolong

kebudayaan lain yaitu, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran

2015 PENGAKUAN KEESAAN TUHAN DALAM MANTRA SAHADAT SUNDA DI KECAMATAN CIKARANG TIMUR KABUPATEN BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataannya pada saat ini, perkembangan praktik-praktik pengobatan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. cara hidup sehari-hari masyarakat. Kesenian tradisional biasanya bersumber pada

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai perkembangan seni

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kelurahan Sindangkasih adalah kearifan lokal budaya yang masih tersisa di

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan

BAB VII PENUTUP. Dari kajian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut; Pertama, Realitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ageng Sine Yogi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang Masalah. Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya sebab kebudayaan ada

BAB I PENDAHULUAN. nasional di Indonesia, harus didahului dengan pengetahuan tentang latar

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Setiap kelompok etnik tersebut memiliki

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi sudah melewati proses sejarah yang sangat panjang, suatu fenomena yang dirasakan semakin kuat mencengkram memasuki abad dua puluh satu ini. Umat manusia menghadapi sebuah lompatan kuantum ke depan, menghadapi pergolakan sosial terdalam dan restrukturisasi kreatif sepanjang masa (Toffler dan Heidi, 2002: 1-2). Globalisasi telah menjadi ideologi baru dengan ciri-ciri seakan-akan dunia tanpa batas, ruang, dan waktu. Globalisasi menjadi suatu pertanda bahwa zaman baru telah datang dan tidak bisa dibendung ataupun ditolak. Globalisasi adalah penyebaran praktik, relasi, kesadaran, dan organisasi di seluruh penjuru dunia. Hampir setiap bangsa dan jutaan orang di seluruh dunia mengalami transformasi, sering dramatis, yang disebabkan globalisasi (Ritzer, 2012: 976). Hal ini memberikan dampak dalam berbagai aspek kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Terjadinya perubahan secara langsung maupun tidak langsung akan menggeser tata nilai yang lama dengan tata nilai yang baru di masyarakat. Walaupun demikian, bukan berarti globalisasi begitu saja dapat menyebabkan perubahan budaya suatu masyarakat tanpa reaksi masyarakat yang bersangkutan, karena sebagaimana dikemukakan Naisbitt dan Aburdene (dalam Ardika, 2007: viii) bahwa kecendrungan lain yang muncul di era globalisasi 1

2 sekarang ini adalah semacam penolakan ( counter trend) terhadap homogenitas budaya, sehingga timbul hasrat untuk menegaskan keunikan kultural dan bahasa. Terkait dengan penolakan tersebut, berbagai strategi dan kebijakan telah diupayakan oleh berbagai kelompok-kelompok masyarakat untuk tetap mempertahankan kebudayaannya. Strategi kebudayaan itu terkait dengan kondisi alam lingkungannya dan tradisi yang telah turun-temurun dari generasi ke generasi. Malinowski (19 39) menyatakan segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan oleh adanya kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu. Dengan demikian, kebudayaan merupakan penyeimbang ( equilibrium) yang memuat totalitas ideologi dan konsepsi-konsepsi tata kehidupan mereka. Tradisi dalam kebudayaan masyarakat menurut Piliang (2005: 5) merupakan repitisi dan reproduksi atau keberlanjutan masa lalu ke masa kini. Tradisi dengan demikian adalah suatu yang tidak pernah berubah dan dilanjutkan dari satu generasi ke generasi berikutnya sebagai sebuah pengetahuan (knowledge), kebenaran ( truth), yang tidak perlu dipertanyakan atau diinterpretasikan kembali (reinterpretation). Tradisi akan kehilangan sifat tradisi apabila ia diubah. Perubahan dianggap sebagai musuh tradisi, yang mengancam keaslian, otensitas, dan keberlanjutannya. Pudentia (1998: vii ) menyatakan dalam konteks pewarisannya, tradisi kadangkala diwariskan secara lisan (oral) dari satu generasi ke generasi berikutnya atau dikenal dengan istilah tradisi lisan. Etnis Dayak Lawangan hanya mengenal budaya lisan. Keberlanjutan tradisi secara turun-temurun dilangsungkan secara lisan. Demikian pula balian bawo, selalu diwartakan secara lisan. Menurut Giddens (2003: 47-48) tradisi

3 adalah medium identitas. Identitas adalah penciptaan konstansi dalam perjalanan waktu, yang menghubungkan masa lalu dengan masa depan. Di dalam tradisi budaya masyarakat, selalu ada nilai-nilai dan kepercayaan yang disakralkan atau disucikan yang berfungsi sebagai pedoman yang memberi orientasi kepada kehidupan masyarakatnya. Lebih lanjut Haviland (1988 : 207) menyatakan bahwa di antara berbagai unsur dalam suatu kebudayaan ada yang disebut inti (culture core) yang berupa unsur-unsur kebudayaan yang menentukan berbagai bentuk kehidupan suatu masyarakat yang telah terintegrasi ke dalam cara-cara hidupnya (the ways of social life) atau segala aspek kehidupannya (all aspects of social life). Jadi, terdapat korelasi timbal balik yang padu (integrated correlation) antara keseimbangan batin manusia dan keseimbangan holistik alam raya dalam mewadahi dan menghidupi manusia. Ritual balian hingga kini masih menjadi salah satu ritual utama yang ada dalam kehidupan masyarakat Dayak di pulau Kalimantan. Dalam praktiknya, ritual balian ini memiliki berbagai variasi di tiap wilayah atau etnis yang berbeda. Dalam komunitas Dayak Meratus di pengunungan Meratus Kalimantan Selatan, pengobatan balian dilakukan bersamaan dengan upacara selamatan atau baaruh. Di Kalimantan Timur, Kabupaten Kutai Barat dalam komunitas Dayak Benuaq di rumah panjang Papas Eheng Barong Tongkok, ritual balian digelar hingga 20 hari dengan upacara besar-besaran yang diakhiri dengan menyembelih beberapa ekor sapi (Ranan, 2011: 2). Sementara di Kalimantan Tengah, pelaksanaan ritual balian bawo mempunyai keunikan tersendiri dibandingkan daerah Kalimantan lainnya, yang salah satunya bisa dilihat dalam ritual balian

4 bawo komunitas Dayak Lawangan di daerah Dusun Tengah. Sampai saat ini, pelaksanaan ritual balian bawo di Dusun Tengah ini tidak bisa dilepaskan dari ritus siklus kehidupan orang Dayak Lawangan. Ritual balian bawo dan balian bawo merupakan inti kebudayaan yang penting, tidak sekadar sebagai stimulate of emotion, tetapi menjaga keselarasan antarmanusia dengan manusia dan manusia dengan kosmos. Dalam menjaga keselarasan manusia diingatkan akan hakikat kemanusiaannya bahwa ada kekuatan-kekuatan lain di luar kemampuan jangkauan pikiran manusia. Van Gennep (dalam Koentjaraningrat, 1985: 32) menyatakan bahwa siklus hidup dalam tahap-tahap pertumbuhan sebagai individu, yaitu sejak ia lahir, kemudian masa kanak-kanaknya, melalui proses menjadi dewasa dan menikah, menjadi orang tua, dan hingga saatnya ia meninggal. Manusia mengalami perubahan biologi serta perubahan dalam lingkungan sosial budaya yang dapat memengaruhi jiwanya dan menimbulkan krisis mental. Van Gennep (dalam Koentjaraningrat, 1985: 33) menganggap rangkaian ritus dan upacara sepanjang tahap-tahap pertumbuhan, atau lingkaran hidup (life cycle rites), sebagai rangkaian ritus dan upacara yang paling penting, mungkin paling tua dalam masyarakat, dan kebudayaan manusia. Dalam komunitas etnis Dayak Lawangan di Dusun Tengah, siklus kehidupannya dimulai dari fase kelahiran sampai dengan kematian. Setiap fase dalam siklus kehidupannya (life cycle rites) diikuti juga dengan pelaksanan ritual balian, seperti ritual balian palas bidan (ritual setelah kelahiran), balian nyapu ipar (ritual setelah upacara kematian), memohon rejeki, balian burung juei (pesta

5 pernikahan tingkat yang paling tinggi), membangun rumah, pengobatan, menolak bala atau membersihkan alam semesta, dan syukur terhadap panen yang melimpah. Dilihat dari siklus kehidupan orang Dayak Lawangan di Dusun Tengah meliputi lima aspek, yaitu: (1) kelahiran, (2) kematian (ritual pasca kematian), (3) kesejahteraan, (4) keselamatan/kedamaian, dan (5) kesehatan. Dalam setiap aspek tersebut melibatkan peran utama seorang balian bawo sebagai pelaksana ritual. Contohnya dalam aspek kesehatan, peran seorang balian bawo akan menjadi sangat penting dalam ritual pengobatan sebagai sentral dari hubungan antara penyembuh dengan penderita yang dapat mendatangkan kekuatan supranatural menjadi energi penyembuh. Balian bawo itu berusaha menembus ruang bawah sadar pasien, memengaruhi pikiran pasien untuk membebaskannya dari rasa takut. Kekuatan pasien dirangsang dijadikan penyembuh alami. Ritual balian bawo berjalan secara turun-temurun sehingga merupakan sebuah konstruksi budaya yang berkaitan dengan keyakinan Hindu (Kaharingan) yang mereka anut. Kebudayaan mempunyai hubungan yang timbal balik yang sangat erat dengan agama atau sistem kepercayaan (believe system). Kebudayaan suatu masyarakat atau bangsa sering melahirkan suatu agama atau sistem kepercayaan tertentu. Sebaliknya suatu sistem kepercayaan tertentu yang dianut oleh mayoritas penduduk di suatu tempat merupakan manifestasi dari sistem budaya yang berlaku di situ atau paling tidak memiliki kesesuaian dengan sistem nilai yang dianut oleh penduduk yang bersangkutan (Florus, 1994: 18). Ritual balian bawo sebagai sarana komunikasi dengan ilahi, para leluhur atau nenek

6 moyang, dan sahabat. Namun, globalisasi dengan segala implikasinya telah membawa pengaruh ke dalam kehidupan komunitas Dayak Lawangan di Dusun Tengah. Salah satunya terlihat dari keberadaan balian bawo belakangan ini yang semakin langka terdegradasi oleh arus modernisasi. Menurut Giddens (2003: 67), globalisasi membawa prinsip budaya modernitas sehingga memunculkan berbagai permasalahan sosial dalam peradaban manusia. Hal ini mengancam eksistensi budaya lokal akan menjadi rusak atau bahkan mengantarkan budaya lokal menuju kepunahan (Strey dalam Alkausar, 2011: 54). Pada saat ini para penutur balian bawo tersebut semakin kurang diminati oleh generasi penerus. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan tokoh masyarakat, didapatkan informasi bahwa pada periode tahun 1980-1990 jumlah balian bawo ada duabelas orang; pada periode tahun 1991-2008 sekitar delapan orang balian bawo; tahun 2009-2010 sekitar lima orang dan pada periode tahun 2011 sampai sekarang lima orang balian bawo yang terdiri atas dua orang usia lanjut dan fisik lemah, sedangkan tiga orang masih sehat. Saat ini keadaan penutur balian bawo yang secara fisik mampu melakukan tugasnya memimpin ritual ada tiga orang. Dari tiga orang balian bawo tersebut hanya satu orang balian bawo yang mampu secara paripurna melaksanakan semua aspek ritual dalam setiap fase siklus kehidupan Dayak Lawangan di Dusun Tengah sedangkan dua orang balian bawo yang lain tidak bersedia menjalankan ritual yang terkait dengan ritual setelah kematian. Fakta tersebut juga

7 mengungkapkan di Dusun Tengah terjadi krisis pelaku balian bawo Dayak Lawangan. Malinowski (1939: 938, 1960: 34--37) menyatakan aksioma bahwa setiap unsur kebudayaan itu berfungsi bagi kehidupan, manakala tidak berfungsi lagi, maka kebudayaan tersebut akan hilang atau punah. Dilihat dari pandangan Malinowski di atas, realitas keberadaan balian bawo yang terjadi di Dusun Tengah agak berbeda. Balian bawo mengarah kepada kelangkaan padahal eksistensi balian bawo dalam berbagai segi kehidupan komunitas Dayak Lawangan masih berfungsi. Dengan demikian, keberadaan balian bawo menjadi unsur pranata budaya yang masih memiliki arti bagi komunitas Dayak Lawangan. Kaplan dan Manner ( dalam Wirata, 2010: 196) menyatakan bahwa sistem budaya sangat memungkinkan untuk dipertahankan eksistensinya selama memiliki syarat-syarat fungsional bagi masyarakatnya. Di sisi lain terjadi pula kontradiktif di kalangan generasi muda Dayak Lawangan di Dusun Tengah, di tengah kelangkaan balian bawo tersebut justru banyak dari kalangan generasi mudanya bersikap permisif terhadap warisan leluhur dan kurang tertarik menjadi balian bawo. Bahkan, beberapa dari kalangan generasi muda yang telah ditunjuk sebagai penerus balian bawo cendrung tidak menjalankan profesi sebagai balian bawo. Hal ini akan berpengaruh pada proses pewarisan balian bawo selanjutnya. Balian bawo merupakan pranata sosial budaya yang tak terpisahkan dari struktur sosial budaya komunitas etnis Dayak Lawangan yang mengandung nilai religius. Pelaksanaan ritual balian bawo banyak

8 mengandung kearifan lokal, simbol, nilai, dan dampak bagi kehidupan masyarakat pendukungnya. Dari semua uraian realitas di atas, maka kajian penelitian mengenai eksistensi balian bawo di Dusun Tengah, Barito Timur, Kalimantan Tengah ini dinilai sangat penting untuk segera dilakukan, mengingat keberadaan balian bawo berkaitan erat dengan siklus hidup maupun praktik kehidupan sehari-hari Dayak Lawangan. Tradisi lisan sebagai titik tolak penelitian ini merupakan suatu bentuk upaya agar tradisi lisan tersebut dapat dimanfaatkan, dikembangkan, direvitalisasi, dan dilestarikan. Balian bawo sebagai suatu bentuk kebudayaan yang perlu dijaga dari ancaman kepunahannya demi keberlanjutan tradisi komunitas etnis Dayak Lawangan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka bisa ditarik beberapa rumusan permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimana praktik balian bawo dan relasinya dengan pranata kehidupan komunitas Dayak Lawangan di Dusun Tengah, Barito Timur, Kalimantan Tengah? 2. Mengapa terjadi kelangkaan balian bawo Dayak Lawangan di Dusun Tengah, Barito Timur, Kalimantan Tengah? 3. Bagaimana implikasi kelangkaan balian bawo bagi komunitas Dayak Lawangan di Dusun Tengah, Barito Timur, Kalimantan Tengah?

9 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan mengkaji, mendeskripsikan, dan memahami tentang praktik balian bawo dan relasinya dengan pranata kehidupan komunitas Dayak Lawangan, penyebab utama yang memengaruhi terjadinya kelangkaan balian bawo dan implikasinya bagi komunitas Dayak Lawangan di Dusun Tengah, Barito Timur, Kalimantan Tengah. 1.3.2 Tujuan khusus Secara khusus penelitian ini dilakukan untuk menemukan jawaban atas masalah yang dirumuskan sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui praktik balian bawo dan relasinya dengan pranata kehidupan komunitas Dayak Lawangan di Dusun Tengah, Barito Timur, Kalimantan Tengah. 2. Untuk mengetahui penyebab yang memengaruhi terjadinya kelangkaan balian bawo Dayak Lawangan di Dusun Tengah, Barito Timur, Kalimantan Tengah 3. Untuk memahami implikasi kelangkaan balian bawo Dayak Lawangan bagi komunitas Dayak Lawangan di Dusun Tengah, Barito Timur, Kalimantan Tengah.

10 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoretis Manfaat penelitian ini secara teoretis diharapkan sebagai berikut. 1. Menghasilkan temuan yang bisa memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya pengembangan kajian tradisi lisan di Nusantara. 2. Memberi kontribusi secara keilmuan bagi akademisi dan peneliti lain yang berminat mengkaji budaya lokal sebagai kajian untuk pengembangan pengetahuan lebih lanjut. 1.4.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk: 1. memberikan pengetahuan, wawasan, dan penyadaraan pelestarian budaya lokal balian bawo bagi masyarakat; 2. memberikan kontribusi kepada pembuat kebijakan pembangunan khususnya pemerintah daerah dan pihak terkait dalam menetapkan kebijakan yang tepat untuk pelestarian budaya lokal.