PENGUJIAN MESIN PENGERING KAKAO ENERGI SURYA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Performansi Kolektor Surya Tubular Terkonsentrasi Dengan Pipa Penyerap Dibentuk Anulus Dengan Variasi Posisi Pipa Penyerap

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Oktober 2012

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

KARAKTERISTIK PENGERINGAN COKLAT DENGAN MESIN PENGERING ENERGI SURYA METODE PENGERINGAN THIN LAYER

Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Bergelombang untuk Pengering Bunga Kamboja

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-575

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

Jurnal Flywheel, Volume 2, Nomor 1, Juni 2009 ISSN :

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca

PEMBUATAN ALAT PENGERING SURYA UNTUK HASIL PERTANIAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR BERPENUTUP PRISMA SEGITIGA

TEKNOLOGI ALAT PENGERING SURYA UNTUK HASIL PERTANIAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR BERPENUTUP MIRING

RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

SISTEM DISTILASI AIR LAUT TENAGA SURYA MENGGUNAKAN KOLEKTOR PLAT DATAR DENGAN TIPE KACA PENUTUP MIRING

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2015

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB

Performansi Kolektor Surya Pemanas Air dengan Penambahan External Helical Fins pada Pipa dengan Variasi Sudut Kemiringan Kolektor

Jurnal e-dinamis, Volume II, No.2 September 2012 ISSN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas

PENGARUH KECEPATAN ANGIN DAN WARNA PELAT KOLEKTOR SURYA BERLUBANG TERHADAP EFISIENSI DI DALAM SEBUAH WIND TUNNEL

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbandingan Distribusi Temperatur Pada Drum Brakes Standar dan Modifikasi

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

PENGUJIAN PERFORMANSI MESIN PENGERING TENAGA SURYA DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR BERSIRIP DAN PRODUK YANG DIKERINGKAN CABAI MERAH

Analisis Performa Kolektor Surya Pelat Bersirip Dengan Variasi Luasan Permukaan Sirip

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

KARAKTERISTIK KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR DENGAN VARIASI JARAK PENUTUP DAN SUDUT KEMIRINGAN KOLEKTOR

STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE-V

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

ANALISIS THERMAL KOLEKTOR SURYA PEMANAS AIR JENIS PLAT DATAR DENGAN PIPA SEJAJAR

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

SUDUT PASANG SOLAR WATER HEATER DALAM OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI DI DAERAH CILEGON

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print)

Preparasi pengukuran suhu kolektor surya dan fluida kerja dengan Datapaq Easytrack2 System

TUGAS AKHIR. Perbandingan Temperatur Pada PTC Dengan Kamera Infrared antara Fluida Air dan Minyak Kelapa Sawit

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

PERANCANGAN TANGKI PEMANAS AIR TENAGA SURYA KAPASITAS 60 LITER DAN INSULASI TERMALNYA

BAB IV PERHITUNGAN SOLAR COLLECTOR TYPE PARABOLIC TROUGH

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks

Analisis performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk silinder

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI

Rancang Bangun Oven Untuk Proses Pengeringan Kulit Ikan

Pengaruh Tebal Plat Dan Jarak Antar Pipa Terhadap Performansi Kolektor Surya Plat Datar

PENGUJIAN KOMPOR SURYA TIPE KOTAK DILENGKAPI ABSORBER MIRING

PENGARUH BAHAN INSULASI TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA TANGKI PENYIMPANAN AIR UNTUK SISTEM PEMANAS AIR BERBASIS SURYA

STUDI POTENSI ENERGI MATAHARI DALAM PERANCANGAN PERALATAN PELAYUAN DAN PENGERINGAN PUCUK DAUN GAHARU

KAJIAN EXPERIMENTAL KOLEKTOR SURYA PRISMATIK DENGAN VARIASI JARAK KACA TERHADAP PLAT ABSORBER MENGGUNAKAN SISTEM TERTUTUP UNTUK PEMANAS AIR

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE

Pengaruh Sudut Kemiringan Kolektor Surya Pelat Datar terhadap Efisiensi Termal dengan Penambahan Eksternal Annular Fin pada Pipa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RANCANG BANGUN PROTOTIPE ALAT PEMANAS AIR TENAGA SURYA SISTEM PIPA PANAS

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN

PENGARUH BENTUK PLAT ARBSORBER PADA SOLAR WATER HEATER TERHADAP EFISIENSI KOLEKTOR. Galuh Renggani Wilis ST.,MT. ABSTRAK

POTENSI PENGGUNAAN KOMPOR ENERGI SURYA UNTUK KEBUTUHAN RUMAH TANGGA

BAB III METODE PENELITIAN

Analisa Performa Kolektor Surya Tipe Parabolic Trough Sebagai Pengganti Sumber Pemanas Pada Generator Sistem Pendingin Difusi Absorpsi

PERFORMANSI DESTILASI AIR BENTUK DASAR, REFLEKTOR DAN PARABOLA

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

BAB III PERANCANGAN.

Helbert, Tulus Burhanuddin Sitorus Universitas Sumatera Utara

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KOPRA DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 6 kg PER-SIKLUS

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada

Pengaruh Kecepatan Angin Blower dan Jumlah Pipa Pemanas terhadap Laju Pengeringan pada Alat Pengering Padi Tipe Bed Dryer Berbahan Bakar Sekam Padi

PENERAPAN PERANGKAT LUNAK KOMPUTER UNTUK PENENTUAN KINERJA PENUKAR KALOR

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Unjuk kerja Pengering Surya Tipe Rak Pada Pengeringan Kerupuk Kulit Mentah

WAKTU PENGERINGAN ANTARA 2 ALAT PENGERING GABAH DENGAN DAN TANPA MENGGUNAKAN KOLEKTOR SEKUNDER

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

31 4. Menghitung perkiraan perpindahan panas, U f : a) Koefisien konveksi di dalam tube, hi b) Koefisien konveksi di sisi shell, ho c) Koefisien perpi

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR...

ALAT PENGERING SINGKONG TENAGA SURYA TIPE KOLEKTOR BERPENUTUP MIRING

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH KEMIRINGAN KOLEKTOR SURYA SATU LALUAN TERHADAP WAKTU PROSES PENGERINGAN

Karakteristik Pengering Energi Surya Menggunakan Absorber Porus Dengan Ketebalan 12 cm

ANALISA PERFORMA KOLEKTOR SURYA TIPE PARABOLIC TROUGH SEBAGAI PENGGANTI SUMBER PEMANAS PADA GENERATOR SISTEM PENDINGIN DIFUSI ABSORBSI

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS

Performansi thermal sistem pengering pakaian aliran paksa dan aliran alami memanfaatkan energi pembakaran LPG

Transkripsi:

PENGUJIAN MESIN PENGERING KAKAO ENERGI SURYA Tekad Sitepu Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Pengembangan mesin-mesin pengering tenaga surya dapat membantu untuk meningkatkan kualitas biji kakao mengingat letak geografis Indonesia yang berada pada garis katulistiwa dan petani kakao Indonesia yang masih didominasi oleh smallholders. Aliran udara pada mesin pengering dapat mencapai 0,0141 kg/s dengan kecepatan maksimum 1,09 m/s. Tempratur udara keluar kolektor dapat mencapai 37,28 o C dan effisiensi kolektor 19,41%. Karakteristik pengeringan kakao dibentuk dengan model persamaan empirik, penurunan kadar air, moisture ratio, terhadap waktu. Kata kunci: Kakao, mesin pengering, efisiensi kolektor, moisture ratio. 1. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris, kaya akan hasil-hasil pertanian dan perkebunan. Beberapa diantaranya menjadi komoditas ekspor seperti kakao, kopi, karet, minyak kelapa sawit dan lain-lain. Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana, atau sekitar 15% produk kakao dunia, jumlah produksi kakao nasional belum mampu memenuhi permintaan pasar baik dalam maupun luar negeri. Tingginya permintaan pasar akan produk kakao menjadikan harga kakao menjadi relative tinggi dan stabil dan menjadikan komoditi kakao menjadi peluang usaha yang baik bagi petani Indonesia. Di dalam negeri, pengolahan buah kakao dari proses pasca panen masih dilakukan dengan teknologi tradisional. Penggunaan teknologi modern menjadi tidak memungkinkan bagi pengusaha lokal karena kekurangan modal dan dana. Karenanya penggunaan teknologi tepat guna yang murah dan ramah lingkungan perlu dikembangkan sebagai alternatif bagi petani kakao. Pada proses pengeringan, petani kakao biasanya menjemur biji kakao langsung dibawah sinar matahari. Cara ini kurang efektif karena sangat bergantung pada kondisi cuaca dan perlu lahan yang cukup luas bila produk yang dikeringkan dengan kapasitas besar. Mengingat wilayah Indonesia yang dilalui garis katulistiwa, dimana sinar matahari cukup melimpah sehingga pengembangan teknologi tepat guna yang memanfaatkan sinar matahari sebagai energi alternatif sangat sesuai. Penggunaannya dalam bidang pengering berupa mesin pengering tenaga surya yang memanfaatkan sinar matahari untuk memanaskan udara pengering yang akan dialirkan pada produk. Sebagai tujuan pengujian adalah untuk mendapatkan hubungan antara pengurangan kadar air kakao terhadap waktu dan mendapatkan efisiensi kolektor mesin pengering tenaga surya. Mesin pengering tenaga surya yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin pengering yang telah ada di lantai IV gedung Laboratorium Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera 23

Utara dengan kapasitas 25 kg/siklus dan luas kolektor 2 m x 1,5 m. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sekilas Tentang Kakao Proses pengolahan biji kakao akan menentukan mutu akhir dari biji kakao tersebut, oleh karenanya perlu dipahami setiap proses dari pengolahan kakao agar diperoleh biji kakao dengan mutu yang baik. Tahap-tahap proses pengolahan kakao dapat dilihat pada diagram alir berikut ini: Kerugian dari proses pengeringan yaitu sifat asal dari bahan yang dikeringkan menjadi berubah (baik bentuk dan penampakan fisik/kimia, penurunan mutu dan lain sebagainya). Proses pengeringan kakao tidak hanya bertujuan untuk menurunkan kadar air biji kakao semata. Tetapi juga kualitas akhir biji seperti tingkat keasaman, total kandungan lemak dan kandungan asam lemak bebas. Panen Sortasi Buah Pemeraman Pemecahan Buah 2.2 Perpindahan Panas dan Perpindahan Massa Penyimpan an Sort asi Pengeringa n Fermentasi Perpindahan panas konveksi pada saluran kolektor sangat dipengaruhi oleh bilangan Reynold, apakah laminar maupun turbulent. Bilangan Reynold pada plat datar dirumuskan sebagai berikut. Gambar 1 Diagram alir pengolahan kakao (Dikutip dari Susanto, 1994) Pengeringan secara umum bertujuan untuk menurunkan kadar air biji sampai pada kondisi kadar air dalam biji tidak dapat menurunkan kualitas biji dan tidak ditumbuhi cendawan. Keuntungan dari proses pengeringan adalah: 1. Bahan menjadi lebih tahan lama disimpan 2. Volume bahan berkurang 3. Mempermudah proses transportasi 4. Menurunkan biaya produksi Gambar 2 Perpindahan panas konveksi plat datar (Sumber: Literatur 5) Bilangan Reynold dirumuskan dengan,[ 1 ] UL R e. (2.1) Dimana, Re = bilangan Reynold U = kecepatan rata-rata fluida (m/s) L = panjang kolektor ( m ) 24

ρ = massa jenis ( kg/m 3 ) μ = viskositas dinamik (N.s/m 2 ) Dengan pembagian jenis aliran berdasarkan bilangan Reynold sebagai berikut: 0 < R e< 1.000 Laminar 1.0 Re < 10.000 Transisi Re > 10.000 Turbulen a 2 = -3,7512x10-11 a 5 =4,7955x10-21 Error maksimum 0,2% c. Konduktivitas k [W/m K] a 0 = 0,024125 a 3 = -1,6489x10-11 a 1 = 8,0525x10-5 a 4 = 1,8313x10-14 a 2 = -3,0471x10-8 a 5 = 6,2557x10-18 Sifat-sifat udara dapat dicari dengan persamaan yang dibentuk dengan teknik pencocokan kurva sebagai berikut: Untuk massa jenis udara dapat dicari dengan persamaan: 0,27177 1,6507 1,6307 173 T / 2991 173 T / 58,124. (2.2) Untuk panas jenis, viskositas, konduktivitas, dan bilangan Prandtl dapat dihitung dengan persamaan: s a (2.3) 2 3 4 5 0 at 1 at 2 at 3 at 4 a5t Dengan koefisien untuk masing-masing sifat sebagai berikut: a. Panas jenis c p [J/kg K] a 0 = 1004,3 a 3 = -9,9878x10-7 a 1 = 0,0053318 a 4 = 7,928x10-10 a 2 = 0,00067998 a 5 = -3,1285x10-12 d. Bilangan Prandtl Pr [-] a 0 = 0,71396 a 3 = -3,7995x10-10 a 1 = -0,00027438 a 4 = -1,7506x10-14 a 2 = 7,123x10-7 a 5 = -6,1671x10-17 error maksimum 0,4% Laju pindahan panas konveksi dapat dituliskan sebagai sebagai berikut:[2] Q ha T T h s... (2.4) Dimana, h = koefisien konveksi ( W / m 2. K ) A = luas permukaan kolektor surya (m 2 ) T s = temperatur dinding ( K ) T = temperatur udara lingkungan ( K ) Q = laju perpindahan panas ( Watt ) Analoh dengan perpindahan panas, perpindahan massa dapat dihitung dengan persamaan:[5] ṁ = h m A s (ρ s - ρ )... (2.5) b. Viskositas μ [N s/m 2 ] a 0 = 1,7154x10-5 a 3 = 3,5398x10-14 a 1 = 5,0304x10-8 a 4 = -2,1549x10-17 Dimana: ṁ = Laju perpindahan massa (kg/s) h m = koefisien pindahan massa (m/s) 25

A s = Luas permukaan kakao (m 2 ) Untuk menghitung koefisien pindahan massa dapat dilakukan dengan persamaan bilangan Sherwood:[5] S Dimana: h hm. L..(2.6) D L = Panjang karakteristik (m) D = difusivitas massa (m 2 /s) Persamaan kontinuitas dirumuskan:[1] Dimana:...(2.7) 1A1U 1 2 A2U 2 A 1 dan A 2 = Luas penampang pada titik 1 dan 2 (m 2 ) ρ 1 dan ρ 2 = Massa jenis fluida pada titik 1 dan 2 (kg/m 3 ) U 1 dan U 2 = kecepatan fluida pada titik 1 dan 2 (m/s) 3. METODOLOGI PENELITIAN Untuk mendapatkan data-data, peralatan pengujian di set seperti gambar 3. berikut ini: Adapun variabel input dari pengujian yang akan dianalisa dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Variabel tetap Tebal kaca tetap 10 mm (2 lapis kaca tanpa jarak antar kaca dengan ketebalan masing- masing 5 mm) Jarak antara kaca dengan pelat absorber adalah tetap, 10 mm Variabel bebas Laju aliran massa udara masuk kolektor berubah-ubah dipengaruhi kecepatan angin. Pengujian dilakukan terhadap tiga sampel kakao dengan data awal kakao seperti pada tabel 1 dibawah ini: Tabel 1 Data awal biji kakao SAMPEL Sampel 1 Disimpan Solar Drying Tak Disimpan Berat Sampel Basah (gr) 800,58 801,09 Kadar air awal 46,93 46,64 Berat Sampel Kering (gr) 424,83 427,50 Sampel 2 Berat Sampel Basah (gr) 900,90 900,10 Kadar air awal 59,30 59,20 Berat Sampel Kering (gr) 366,39 367,11 Sampel 3 Berat Sampel Basah (gr) 901,06 900,62 Kadar air awal 49,36 50,11 Berat Sampel Kering (gr) 456,31 449,32 Untuk setiap pengujian, kakao dikeringkan dengan dua perlakuan yang berbeda, yakni: Gambar 3 Skema instalasi pengujian - Sebagian disimpan dalam ruangan tertutup pada malam hari. 26

- Sebagian lagi tetap berada dalam mesin pengering pada malam hari 4. HASIL DAN ANALISA 4.1 Analisa Radiasi Matahari 1 Jul 2011 Radiasi total pada tanggal 1 Juli 2011 dapat dilihat pada tabel 2 Tabel 2 Data radiasi teoritis pada tanggal 1 Juli 2011 cos θz cos θ Gb Gbt Gd Gtotal 8:00 0.31 0.41 147.50 195.68 75.59 271.28 9:00 0.53 0.61 361.60 414.85 97.57 512.42 Gambar 4 Radiasi teoritis dan radiasi pengukuran tanggal 1 Juli 2011 Kurva radiasi pengukuran berada dibawah garis kurva radiasi perhitungan secara teoritis. Hal ini disebabkan oleh kondisi pengukuran yang berawan dan hujan. 10:00 0.72 0.78 561.40 607.79 109.4 717.22 11:00 0.86 0.90 712.96 750.86 116.3 867.21 12:00 0.93 0.97 799.28 831.55 119.8 951.38 13:00 0.94 0.98 812.08 843.47 120.3 963.79 14:00 0.89 0.93 750.18 785.71 117.8 903.59 15:00 0.77 0.83 619.38 662.76 112.2 774.99 16:00 0.60 0.67 433.34 484.90 102.3 587.23 Untuk pengukuran radiasi diperoleh dari alat ukur station data logger HOBO Micro Station, dengan interval pencatatan data 60 detik. Perbandingan data radiasi teoritis dan data radiasi pengukuran dapat dilihat pada gambar 4 dibawah ini. 4.2 Karakteristik Pengeringan Kakao Karakteristik pengeringan kakao di tampilkan dalam bentuk kurva penurunan kandungan air (moisture ratio = MR) kakao terhadap waktu pengeringan. Kandungan air (MR) diperoleh dengan membandingkan selisih massa specimen awal dengan batas kering. MR m m m m i e (4.1) o Dengan : e MR = Kandungan Air (Moisture Ratio) m i = massa spesimen pada saat pengeringan m e = massa akhir spesimen pada batas pengeringan m o = massa awal spesimen 27

MR kakao dalam hal ini dihitung dengan persamaan 4.1, dimana pengeringan dilakukan dengan sinar matahari dari jam 9.00 WIB sampai jam 18.00 WIB. Kurva penurunan MR terhadap waktu seperti pada gambar berikut ini, dan juga ditampilkan sebagai perbandingan dengan kurva dalam jurnal international (Hii 2009). Gambar 5 MR kakao Sampel 1 Gambar 6 MR kakao Sampel 2 28

Gambar 7 MR kakao Sampel 3 Dari ketiga grafik MR kakao diatas terlihat bahwa penurunan kadar air biji kakao mirip dengan grafik MR dari jurnal Hii (2009). 4.3 Analisa Massa dan Temperatur Udara Pengering Gambar skematis kolektor pengering ditunjukkan pada gambar 8 berikut ini. Gambar 8 Gambar skematis kolektor (a) kolektor plat datar, (b) penampang kolektor, (c) tampak samping. Grafik laju aliran massa udara pada kolektor dapat dilihat pada gambar 9 di berikut ini. Gambar 9 Laju aliran massa udara pengering Dari gambar 9 laju aliran massa udara maksimum yang mengalir melalui kolektor mencapai 0,0141 kg/s dengan kecepatan aliran 1,09 m/s. 29

Untuk menghitung temperatur udara meninggalkan kolektor, temperatur plat absorber diasumsikan seragam. Hasil perhitungan temperatur udara kolektor (To) dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini. Tabel 3 Temperatur kolektor To Waktu Ti ( o C) Ts ( o C) U (m/s) H (W/m.K) Q (W) To ( o C) 08-09 27.14 42.00 0,72 2,76 123,13 30,26 09-10 29,34 51,67 0,52 2,35 157,10 34,00 10-11 28,60 53,33 0,77 2,86 211,80 33,75 11-12 29,65 55,33 1,09 3,35 262,02 34,98 12-13 31,78 54,67 0,86 3,01 206,45 36,53 13-14 32,14 54,00 0,98 3,20 210,58 36,68 14-15 32,25 53,00 0,91 3,11 193,34 36,58 15-16 33,45 51,33 0,70 2,70 144,36 37,28 Grafik hasil perhitungan temperatur udara keluar kolektor dari hari pertama sampai hari ke-3 ditampilkan pada gambar 10 berikut ini. Dengan: Q u (4.2) I. A Q u = Energi panas yang diserap udara (W) A = Luas kolektor, besranya = 3 m 2 I = Intensitas matahari Hasil perhitungan efisiensi kolektor ditunjukkan dalam tabel 4 di bawah ini. Tabel 4 Effisiensi Kolektor Waktu (Jam) I I.A (W) Q u (W) η (%) 08-09 282,162 846,486 94,539 11,16 09-10 338,880 1016,640 91,099 8,96 10-11 234,290 702,870 136,476 19,41 11-12 440,080 1320,240 124,871 9,45 12-13 746,852 2240,556 97,388 4,34 13-14 475,103 1425,309 104,318 7,31 14-15 403,002 1209,006 96,588 7,98 15-16 580,980 1742,940 85,266 4,89 Gambar 10 Temperatur udara keluar kolektor Pada Gambar 10, temperatur maksimum udara keluar dari kolektor hanya mencapai 37,28 o C. Perhitungan temperatur udara keluar dari kolektor ini dilakukan dengan interval waktu 1 jam. 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Efisiensi Kolektor Qu (W) η (%) 9 10 11 12 13 14 15 16 Waktu Gambar 11 Efisiensi kolektor 4.4 Efisiensi Kolektor Efisiensi kolektor dalam setiap jam mesin pengering dapat dihitung dengan persamaan (Duffie, 1991): Pada gambar 11 diatas terlihat effisiensi maksimum terjadi pada jam 11.00 30

5. KESIMPULAN Pengeringan kakao menggunakan mesin pengering kakao energy surya berangsung selama 3 hari dengan kadar air akhir kakao adalah 5,75% dan 6,15 % untuk sampel yang disimpan dan tidak disimpan. Kurva MR yang terbentuk dari hasil penelitian berbeda untuk setiap hari pengujian yang disebabkan oleh kondisi udara pengeringan yang berubahubah. Dari kurva MR kakao tampak bahwa sampel yang disimpan dalam ruangan pada malam hari lebih cepat kering daripada sampel yang dibiarkan dalam mesin pengering. Hal ini disebabkan karena kelembaban udara pada malam hari sangat tinggi. Laju aliran massa udara maksimal mencapai 0,0141 kg/s. Efisiensi kolektor maksimum mesin pengering 19,41%. DAFTAR PUSTAKA 1. Frank M.White. 1997. Fluid Mechanics. Fourth Edition. USA: Mc.Grow-Hill.Inc. 2. Holman, J.P, 1991, Perpindahan Kalor, Edisi Keenam, Jakarta, Erlangga 3. Henderson, S.M. 1976. Agricultural Process Engineering. New York: The Avi. 4. Hii, C.L., C.L. Law, M. Cloke, S. Suzannah. 2009. Thin Layer Drying Kinetics of Cocoa and Dried Product Quality. Biosystem Engineering, 102: 153-161. 5. Incropera, F.P., DeWitt, Bergman, Lavine. (2006). Fundamentals of Heat and Mass Transfer, 6th Edition. 6. Jansen, J. Ted. 1995. Teknologi Rekayasa Surya. Alih bahasa, Arismunandar, Wiranto, Prof. Cetakan Pertama. Jakarta: Pradnya Paramita. 7. Susanto, F.X. 1994. Tanaman Kakao: Budidaya dan Pengolahan Hasil. Cetakan Pertama, Yogyakarta: Kanisius 31