Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016 ABSTRAK MENGATASI KESULITAN MEMAHAMI KONSEP SISTEM REGULASI MELALUI STRATEGI METAKOGNITIF PADA SISWA KELAS XI IPA SMA PGRI 6 BANJARMASIN Oleh: Sisca Pratiwi Andriani 1, St. Wahidah Arsyad 2, Hj. Noor Ichsan Hayani 3 Program Studi Pendidikan Biologi PMIPA FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin 1,2,3 Berdasarkan informasi guru Biologi SMA PGRI 6 Banjarmasin materi Konsep Sistem Regulasi sulit dipahami oleh siswa. Kriteria ketuntasan minimal (KKM) pelajaran biologi pada konsep sistem regulasi yaitu 75 pada tahun ajaran 2012/2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi kesulitan siswa, mengetahui peningkatan hasil belajar siswa, dan mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran melalui strategi metakognitif dengan menggunakan peta konsep dan matriks ingatan pada konsep sistem regulasi khususnya pada materi sistem saraf dan sistem endokrin. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus, tiap siklus terdiri dari 2 pertemuan. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA SMA PGRI 6 Banjarmasin tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 33 orang. Hasil penelitian menghasilkan kesulitan belajar siswa dapat diatasi dengan membaca bahan ajar, membuat peta konsep, membuat matriks ingatan dan berdiskusi. Hasil belajar siswa yang diukur melalui tes hasil belajar berupa peningkatan pretes ke postes pada siklus I pertemuan 1 (60,60%), siklus I pertemuan 2 (60,60%), siklus II pertemuan 1 (77,41%) dan siklus II pertemuan 2 (96,87%). Proses pembelajaran melalui LKS secara umum menunjukkan kategori baik dengan nilai 187-402. Pembelajaran melalui strategi metakognitif dengan menggunakaan peta konsep dan matriks ingatan mendapatkan respon positif dari siswa dengan 53,12% siswa setuju dan 46,87% siswa sangat setuju. Kata kunci: kesulitan, memahami konsep sistem regulasi, metakognitif, peta konsep, matriks ingatan 1 1
PENDAHULUAN Secara umum pendidikan merupakan satuan tindakan yang memungkinkan terjadinya belajar. Dengan adanya belajar terjadilah perkembangan jasmani dan mental siswa. Pendidikan merupakan faktor ekstern bagi terjadinya belajar. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya di alami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar (Dimyati & Mudjiono, 2009). Biologi sebagai salah satu bidang IPA menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains. Keterampilan proses ini meliputi keterampilan mengamati, mengajukan hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara baik dan benar dengan selalu mempertimbangkan keamanan dan keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan, menggolongkan dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil temuan secara lisan atau tertulis, menggali dan memilah informasi faktual yang relevan untuk menguji gagasan-gagasan atau memecahkan masalah sehari-hari (BSNP, 2006). Sistem Regulasi merupakan materi SMA kelas XI semester genap, dimana siswa dituntut untuk menjelaskan struktur dan fungsi sistem saraf, proses kerja sistem saraf, keterkaitan fungsi sistem saraf dan endokrin, struktur dan fungsi sistem endokrin, mengenali berbagai gangguan/penyakit/kelainan dan penyebabnya yang berkaitan dengan susunan sistem saraf dan endokrin, menjelaskan cara mencegah/menghindari gangguan/penyakit yang terjadi pada sistem saraf dan endokrin serta menjelaskan dampak pengaruh narkoba terhadap susunan saraf. 2
Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru biologi materi Sistem Regulasi memang merupakan salah satu materi yang sulit untuk dibelajarkan, terbukti dari hasil belajar yang belum memenuhi standar ketuntasan sekolah yaitu 75. Hal ini disebabkan karena materi yang banyak menggunakan kata-kata yang sulit dipahami oleh siswa. Selain itu, siswa juga sulit membayangkan letak dan bentuk dari saraf dan kelenjar serta hormon yang dihasilkannya karena bukan merupakan sesuatu yang secara riil bisa dilihat langsung. Sehingga membuat siswa sulit menentukan konsep utama yang harus dipelajari dan sulit memfokuskan perhatian pada materi yang sedang dipelajari. Hal ini mempengaruhi hasil belajar siswa yang belum mencapai KKM sekolah pada tahun 2011/2012. Masalah dalam penelitian ini dirumuskan seagai berikut: 1) Bagaimana mengatasi kesulitan siswa kelas XI IPA SMA PGRI 6 Banjarmasin pada konsep sistem regulasi melalui strategi metakognitif dengan menggunakan peta konsep dan matriks ingatan, 2) Apakah terjadi peningkatan hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA PGRI 6 Banjarmasin pada konsep sistem regulasi melalui strategi metakognitif dengan menggunakan peta konsep dan matriks ingatan, 3) Bagaimana respon siswa kelas XI IPA SMA PGRI 6 Banjarmasin terhadap kegiatan belajar mengajar melalui strategi metakognitif dengan menggunakan peta konsep dan matriks ingatan. Peneleitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Cara mengatasi kesulitan siswa dalam memahami konsep sistem regulasi khususnya pada materi sistem saraf dan sistem endokrin melalui strategi metakognitif dengan menggunakan peta konsep dan matriks ingatan, 2) Peningkatan hasil belajar siswa melalui strategi metakognitif dengan menggunakan peta konsep dan matriks ingatan pada konsep sistem regulasi khususnya pada materi sistem saraf dan sistem endokrin, 3) Respon siswa kelas XI IPA SMA PGRI 6 Banjarmasin dalam pembelajaran pada konsep sistem regulasi melalui strategi metakognitif. 3
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan 2 siklus dengan masing-masing siklus sebanyak 2 kali pertemuan. Siklus II dilaksanakan berdasarkan hasil refleksi dari siklus I. Pada setiap siklus terdiri atas beberapa tahap yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi tindakan serta refleksi tindakan. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA SMA PGRI 6 Banjarmasin tahun ajaran 2012/2013. Jumlah siswa pada kelas tersebut adalah 33 orang yang terdiri dari 11 orang siswa laki-laki dan 22 orang siswa perempuan, dengan 8 kelompok yang terdiri dari 4-5 orang anggota kelompok. Teknik pengumpulan data kuantitatif yaitu data hasil belajar yang diambil dari pretes, postes dan LKS (nilai LKS diperoleh dari peta konsep dan matriks ingatan) serta data kualitatif yang diambil dari hasil penilaian kinerja proses, kinerja psikomotor, perilaku berkarakter (meliputi kerjasama dan menghargai pendapat teman), keterampilan sosial (meliputi bertanya dan menyumbang ide/pendapat) serta respon siswa yang diberikan di akhir pembelajaran. Analisis data dibedakan sebagai berikut: 1. Analisis data hasil penelitian yang tergolong data kuantitatif (pretes, postes dan LKS) dilakukan dengan cara menghitung ketuntasan individual dan ketuntasan klasikal dengan rumus sebagai berikut: Jumlah skor Ketuntasan Individual = x 100% Jumlah skor maksimal Jumlah siswa yang tuntas belajar Ketuntasan Klasikal = Jumlah seluruh siswa x 100% 4
Pertemuan Siswa Hadir Keterangan: Ketuntasan individual: jika siswa mencapai ketuntasan 75%. Ketuntasan klasikal: Jika 85% dari seluruh siswa yang mencapai ketuntasan 75% (KKM KD Konsep Sistem Regulasi). 2. Analisis data hasil penelitian yang tergolong data kualitatif dilakukan dengan teknik persentase dan dianalisis secara deskriptif tentang penilaian kinerja proses, kinerja psikomotor, perilaku berkarakter dan keterampilan sosial serta respon siswa. HASIL PENELITIAN 1. Data Kuantitatif 1.1 Hasil belajar berupa peningkatan pretes ke postes pada siklus I dan siklus II Siklus I II Hasil belajar siswa diperoleh dari nilai peningkatan pretes ke postes. Hasil belajar siswa dari siklus I dan siklus II menunjukkan peningkatan yang dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Ringkasan Data Ketuntasan Individual dan Ketuntasan Klasikal pada Siklus I dan Siklus II Tes Hasil Belajar Tuntas (org) Tidak Tuntas (org) % Ketunta san Klasikal Pretes 0 33 33 0% Postes 1 20 13 33 60,60% Pretes 1 32 33 3,03% Postes 2 21 12 33 63,63% Pretes 0 31 31 0% Postes 1 24 7 31 77,41% Pretes 0 32 32 0% Postes 2 31 1 32 96,87% % Peningkatan Pretes ke Postes 60,60% 60,60% 77,41% 96,87% % Rata-rata Peningkatan per Pertemuan 0% 19,46% Keterangan : Ketuntasan individual: Jika siswa mencapai nilai 75 Ketuntasan klasikal: Jika 85% dari seluruh siswa mencapai ketuntasan individual 75 % Peningkatan per Siklus 19,46% 5
Berdasarkan Tabel 1 diperoleh data ketuntasan klasikal pada nilai pretes ke postes. Nilai pretes siklus I pada pertemuan 1 yaitu 0% dan pada postes meningkat menjadi 60,60%. Kemudian pada siklus I pertemuan 2 untuk nilai pretes yaitu 3,03 % dan pada postes meningkat menjadi 63,63%. Rata-rata ketuntasan klasikal untuk pretes dan postes pada siklus I mengalami peningkatan, namun hasil tersebut masih belum mencapai indikator keberhasilan pembelajaran, sehingga dapat dikatakan hasil belajar pada siklus I belum tuntas. 120 100 96,87 80 60 60,6 63,63 77,41 pretes p1 postes p1 40 20 0 0 3,03 0 0 siklus 1 siklus 2 pretes p2 postes p2 Gambar 1. Peningkatan Ketuntasan Belajar Siswa pada Siklus I dan Siklus II Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa rata-rata ketuntasan klasikal untuk siklus II juga mengalami peningkatan. Nilai pretes siklus II pertemuan 1 dari 0 % menjadi 77,41 % pada postes. Sementara nilai pada siklus II pertemuan 2 meningkat dari 0% pada pretes menjadi 96,87% pada postes, hasil belajar pada siklus II ini dapat dikatakan sudah tuntas. 6
1.2 Hasil LKS pada siklus I dan siklus II Hasil selama proses pembelajaran diperoleh dari nilai LKS berupa nilai peta konsep dan matriks ingatan yang dikerjakan secara berkelompok serta ringkasannya dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 2. Tabel 2. Ringkasan Data Hasil LKS pada Siklus I dan Siklus II Kelompok Siklus I Siklus II Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 1 Pertemuan 2 Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori 1 250 Memuaskan 148 Sedang 527 Memuaskan 409 Baik 2 214 Baik 145 Sedang 496 Baik 437 Baik 3 146 Sedang 169 Baik 552 Memuaskan 416 Baik 4 171 Sedang 71 Cukup 482 Baik 555 Memuaskan 5 234 Memuaskan 62 Cukup 391 Baik 277 Sedang 6 140 Sedang 74 Cukup 443 Baik 393 Baik 7 166 Sedang 41 Buruk 327 Sedang 262 Sedang 8 176 Baik 113 Sedang 522 Memuakan 468 Memuaskan Rata-rata 187 Baik 103 Cukup 467, Baik 402 Baik Rata-rata nilai dari siklus I siklus II Selisih nilai peta konsep dan matriks ingatan peneliti dengan kelompok tertinggi 5 289,87 Baik 99 168 228 124 Keterangan: Untuk perhitungan kategori nilai peta konsep dan matriks ingatan dimodifikasi berdasarkan Arikunto, 2010 7
600 500 400 300 200 100 0 552 555 527 522 496 482 468 437 443 409 416 391 393 327 250 277 262 234 214 148 145 169 171 166 176 146 140 113 71 62 74 41 1 2 3 4 5 6 7 8 KELOMPOK Keterangan: Siklus I pertemuan 1 Siklus I pertemuan 2 Siklus II pertemuan 1 Siklus II pertemuan 2 2. Data Kualitatif 2.1 Pengamatan Kinerja Proses Gambar 2. Hasil LKS pada Siklus I dan Siklus II Berdasarkan hasil pengamatan kinerja proses, dari 2 pertemuan pada siklus I dan II, secara umum rata-rata kinerja proses mengalami peningkatan. Ringkasan hasil pengamatan kinerja proses terdapat pada Tabel 3. Tabel 3. Ringkasan Hasil Pengamatan Kinerja Proses No. Rincian Tugas Kinerja Perte muan 1 Siklus I Perte muan 2 Ratarata Kategori Siklus II Ratarata Pert em uan 1 Perte muan 2 Kategori 1. Membaca bahan ajar yang dibagikan 100 100 100 Baik 100 100 100 Baik 2. Mendiskusikan LKS 90,90 84,84 87,87 Baik 90, 32 96,87 93,59 Baik 3. Membuat peta 30,30 39,39 34,84 Cukup 41, 50 45,96 Cukup konsep 93 4. Membuat matriks 24,24 27,27 25,75 Cukup 48, 53,12 50,75 Cukup ingatan 38 5. Bertanya 63,63 84,84 74,23 Baik 90, 32 90,62 90,47 Baik 6. Menyumbang ide/pendapat 90,90 87,87 89,38 Baik 87, 10 100 93,55 Baik 8
Keterangan : Kategori: 76-100% = Baik 1-25% = Kurang baik 51-75% = Baik 0% = Tidak baik 26-50% = Cukup (Arikunto, 2010) 2.2 Pengamatan Kinerja Psikomotor Berdasarkan hasil pengamatan kinerja psikomotor, secara umum terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus II. Ringkasan hasil pengamatan kinerja psikomotor terdapat pada Tabel 4. Tabel 4. Ringkasan Hasil Pengamatan Kinerja Psikomotor No. Rincian Tugas Kinerja 1. Seluruh perhatian diarahkan pada materi diskusi 2. Mengikuti kegiatan diskusi secara aktif 3. Menghargai saran dan pendapat sesama teman peserta diskusi 4. Mempresentas ikan LKS 5. Menyimpulkan hasil diskusi Perte muan 1 Siklus I Pertem uan 2 Ratarata 100 90,90 95,45 Baik Kategori Siklus II Ratarata Pert emu an 1 18,18 60,60 39,39 Cukup 20,0 3 84,84 93,93 89,38 Baik 6,06 12,12 9,09 Kurang baik 3,03 24,24 13,63 Kurang baik Pertemu an 2 Kategori 100 81,28 90,64 Baik 65,62 47,32 Cukup 100 100 100 Baik 19,3 5 16,1 2 Keterangan : Kategori: 76-100% = Baik 1-25% = Kurang baik 51-75% = Baik 0% = Tidak baik 26-50% = Cukup (Arikunto, 2010) 28,12 23,73 Kurang baik 25 20,56 Kurang baik 9
2.3 Hasil Pengamatan Perilaku Berkarakter Berdasarkan hasil pengamatan perilaku berkarakter pada saat proses pembelajaran yang meliputi perilaku kerjasama dan menghargai pendapat teman, secara umum pada siklus I persentase rata-rata perilaku kerjasama dengan kategori baik sebesar 72,21% dan menghargai pendapat teman sebesar 95,45% dengan kategori baik. Pada siklus II perilaku kerjasama dan menghargai pendapat teman masuk dalam kategori baik dengan masing-masing nilai rata-rata sebesar 79,47% dan 96,35%. Hasil pengamatan perilaku berkarakter siklus I dan siklus II dapat dilihat pada. Ringkasan pengamatan perilaku berkarakter terdapat pada Tabel 5. Tabel 5. Ringkasan Pengamatan Perilaku Berkarakter No. Perilaku Berkarakter Perte muan 1 Siklus I Perte muan 2 Ratarata Kategori Siklus II Ratarata Perte Perte muan muan 1 2 Kategori 1. Kerjasama 62,62 81,82 72,21 Baik 86,02 72,92 79,47 Baik 2. Menghargai pendapat teman 98,99 91,92 95,45 Baik 100 92,70 96,35 Baik Keterangan : Kategori: 76-100% = Baik 1-25% = Kurang baik 51-75% = Baik 0% = Tidak baik 26-50% = Cukup (Arikunto, 2010) 10
2.4 Hasil Pengamatan Keterampilan Sosial Dari hasil pengamatan keterampilan sosial pada saat proses pembelajaran berlangsung yaitu bertanya dan menyumbang ide/pendapat. Pada siklus I keterampilan bertanya berada pada kategori baik dengan persentase sebesar 67,17% dan keterampilan menyumbang ide/pendapat berada pada kategori baik dengan persentase sebesar 76,26%. Pada siklus II untuk keterampilan bertanya dan keterampilan menyumbang ide/pendapat berada pada kategori baik dengan masing-masing persentase sebesar 85,48% dan 76,56%. Hasil pengamatan keterampilan sosial siklus I dan siklus II dapat dilihat pada. Ringkasan pengamatan keterampilan sosial terdapat pada Tabel 6. Tabel. 6. Ringkasan Pengamatan Perilaku Keterampilan Sosial N o. Perilaku Sosial Pertem uan 1 Siklus I Pertem uan 2 Kategor i Pertem uan 1 Siklus II Pertem uan 2 Ratarata Ratarata Kategor i 1. Bertanya 61,61 72,73 67,17 Baik 84,95 86,02 85,48 Baik 2 Menyumban g ide/pendapat 73,74 78,79 76,26 Baik 65,63 87,50 76,56 Baik Keterangan : Kategori: 76-100% = Baik 1-25% = Kurang baik 51-75% = Baik 0% = Tidak baik 26-50% = Cukup (Arikunto, 2010) 2.5 Respon Siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran Pembelajaran dengan menggunakan strategi metakognitif (peta konsep dan matriks ingatan) mendapatkan respon positif dari siswa, respon tersebut diperoleh setelah proses pembelajaran berakhir, yaitu pada predikat setuju dengan persentase 53,12 % dan sangat setuju 46,87 %. Hasil ini juga didukung dari hasil belajar berupa nilai postes yang semakin meningkat pada setiap siklus. Sedangkan ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju 11
sebesar 0 %. Ringkasan respon siswa terhadap pembelajaran terdapat pada Tabel 7 dan Gambar 3. Tabel 7. Ringkasan Respon Siswa terhadap Pembelajaran Nilai Predikat Frekuensi Persentasi (%) 61-75 Sangat setuju 15 46,87 46-60 Setuju 17 53,12 31-45 Ragu-ragu 0 0 16-30 Tidak setuju 0 0 1-15 Sangat tidak setuju 0 0 Respon Siswa (%) 60 50 40 30 20 10 0 46,87 Sangat setuju 53,12 0 0 0 Setuju Ragu-ragu Tidak setuju Sangat tidak setuju Respon Siswa (%) Gambar 3. Respon Siswa terhadap Pembelajaran Pembahasan 1. Mengatasi Kesulitan Memahami Konsep Sistem Regulasi Menurut Ahmadi & Widodo (2008) aktivitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Keadaan dimana anak didik/siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar. Berdasarkan wawancara terhadap guru Biologi SMA PGRI 6 Banjarmasin kesulitan belajar yang dirasakan oleh siswa bermacam-macam 12
yaitu seperti; sulit menentukan konsep utama yang harus dipelajari dan sulit memfokuskan perhatian pada materi yang sedang dipelajari. Berdasarkan data dari siklus I siklus II terjadi peningkatan dari pretes ke postes. Peningkatan terjadi karena diduga siswa sudah mengoptimalkan keterampilannya dalam membuat peta konsep dan matriks ingatan pada kemampuan berpikirnya, sehingga mereka menjadi lebih mudah mengingat dan menghafal. Peningkatan yang terjadi menunjukkan bahwa siswa sudah mampu mengatasi kesulitan belajar. Hal ini dilihat berdasarkan hasil peta konsep yang dibuat siswa secara berkelompok. Sementara untuk matriks ingatan, mereka sudah mampu membuat tabel-tabel ringkasan untuk memudahkan mereka mengingat dan menghafal suatu pokok bahasan. Ini sesuai dengan pendapat Zaini dkk (2008) yang mengemukakan bahwa matriks ingatan adalah strategi pembelajaaran yang bersandar kepada proses dan hasil belajar. Proses belajar diarahkan untuk meningkatkan kemampuan mengingat atau menghafal, sedangkan sisi hasil diarahkan untuk mengkonstruksi pengetahuan atau penguasaan materi untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hal tersebut di atas penggunaan strategi metakognitif dengan menggunakan peta konsep dan matriks ingatan dapat mengatasi kesulitan belajar. Pada proses pembelajaran dengan menggunakan strategi metakognitif selama penelitian dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:1) membaca bahan ajar, 2) membuat peta konsep, 3) membuat matriks ingatan, 4) mendiskusikan hasil peta konsep dan matriks ingatan. 2. Hasil Belajar Hasil belajar siswa untuk pretes pada siklus I dan II semua kelompok tidak ada yang mencapai ketuntasan, kecuali satu orang pada pertemuan 2 siklus I (Tabel 1) dan sudah mencapai KKM. Satu orang ini diduga sudah mempelajari materi proses kerja sistem saraf dan keterkaitan fungsi saraf dan 13
endokrin sebelumnnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sanjaya (2006) yang menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Walaupun untuk pretes belum ada yang mencapai ketuntasan, namun postes pada siklus I ke siklus II telah terjadi peningkatan. Pada postes pertemuan 1 siklus I, secara pribadi kelompok tidak mencapai ketuntasan. Menurut Trianto (2009) pembelajaran kelompok dikatakan berhasil bila mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru. Sementara itu, walaupun kelompok 2, 5, 6 dan 7 sudah mencapai KKM. Menurut Trianto (2009) suatu kelompok dikatakan belum berhasil bila ada anggota kelompoknya yang belum mencapai ketuntasan belajar. Sementara nilai LKS untuk kelompok 1, 2, 5 dan 8 sudah masuk dalam kategori baik. Diduga faktor inilah yang menyebabkan masih bervariasinya hasil postes yang diperoleh. Hal ini disesuaikan dengan kinerja proses dan psikomotor yang dilakukan kelompok tersebut. Menurut Sanjaya (2006) belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan, namun sebuah proses mental yang terjadi dalam diri seorang sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Pada pertemuan 2 siklus I, kelompok-kelompok tadi yang nilai postesnya rendah ternyata sudah ada dua kelompok yang mencapai nilai diatas KKM. Hal ini terlihat dari KKM individu yang sudah tuntas. Hal tersebut diduga karena meningkatnya aktivitas kelompok tersebut, yang terlihat dari peningkatan kinerja proses dan psikomotornya. Namun, untuk LKS dua kelompok tadi menurun kategorinya menjadi cukup. Hal ini diduga karena materi tentang proses kerja sistem saraf dan keterkaitan fungsi saraf dan endokrin masih sulit dipahami siswa, terlihat dari peta konsep yang dibuat siswa serta waktu pengerjaan di kelas yang sempit. 14
Selanjutnya pada pertemuan 1 siklus II kelompok-kelompok yang postesnya sudah diatas KKM meningkat menjadi empat kelompok, yaitu kelompok 1, 3, 4 dan 7 ini juga dilihat dari KKM individu yang sudah tuntas. Sementara nilai LKSnya pun sudah tergolong dalam kategori baik. Hal ini juga didukung dari kinerja proses dan psikomotor yang dilakukan kelompok tersebut. Berdasarkan pengalaman pada pertemuan 2 siklus I, untuk memaksimalkan peta konsep yang dibuat oleh siswa, maka dapat menyempurnakan peta konsep dirumah. Hal ini dilakukan untuk mengatasi keterbatasan waktu yang tersedia di sekolah. Pada siklus II pertemuan 2 kelompok-kelompok yang sudah mencapai KKM dan ketuntasan individual meningkat menjadi 6 kelompok, yaitu kelompok 1,2,3,4,5 dan 7. Kelompok tersebut juga memperoleh nilai LKS yang baik. Hal ini diduga karena materi tentang mengenali gangguan, penyakit, penyebab dan cara mencegah kelainan pada saraf dan endokrin serta dampak pengaruh narkoba terhadap susunan saraf pada pertemuan terakhir ini tergolong mudah. Hal tersebut di atas sesuai dengan pendapat Hamdani (2011) yang menyatakan bahwa belajar dapat terealisasi dalam pembelajaran bila memenuhi prinsip-prinsip kesiapan belajar, perhatian, motivasi, keaktifan siswa, mengalami sendiri, pengulangan, materi pelajaran yang menantang, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual. Namun ada kelompok yang dari pertemuan 1 siklus 1 sampai pertemuan 2 siklus II belum mencapai ketuntasan kelompok yaitu kelompok 6 dan 8. Setelah dicermati ternyata ada anggota kelompok yang dari awal pembelajaran tidak pernah tuntas pada nilai postesnya, namun nilai LKSnya baik. Setelah diperhatikan aktivitas anggota pada kelompok tersebut tidak fokus pada materi yang sedang didiskusikan. 15
Secara keseluruhan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II sudah memenuhi indikator keberhasilan penelitian yaitu jika siswa mencapai kriteria ketuntasan individual yang sudah ditentukan oleh sekolah 75 dan ketuntasan klasikal 85 %. Secara keseluruhan terjadi peningkatan terhadap nilai rata-rata dari peta konsep dan matriks ingatan yang dibuat oleh siswa. Ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir siswa sudah mulai berkembang dari setiap pertemuan. 3. Perilaku Berkarakter dan Keterampilan Sosial selama Proses Pembelajaran Perilaku berkarakter dan keterampilan sosial siswa secara umum menunjukkan peningkatan dari siklus I ke siklus II. Ini menunjukkan bahwa karakter kerjasama, menghargai pendapat teman dan keterampilan bertanya, menyumbang ide/pendapat siswa sudah masuk dalam kategori baik. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rusman (2011) yang menyatakan bahwa disamping aktivitas dan kreativitas yang diharapkan dalam sebuah proses pembelajaran dituntut interaksi yang seimbang, interaksi yang dimaksudkan adalah adanya interaksi atau komunikasi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru. Dalam proses belajar diharapkan adanya komunikasi banyak arah yang memungkinkan terjadinya aktivitas dan kreativitas yang diharapkan. 4. Respon Siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa respon siswa setelah proses pembelajaran dengan menggunakan strategi metakognitif secara keseluruhan tergolong positif. Hal tersebut terlihat dari persentase siswa yang setuju (53,12%). Ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan 16
strategi metakognitif dapat menarik minat belajar siswa. Hal ini terlihat berdasarkan peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II. Hal tersebut didukung pendapat Nur (2011) yang menyatakan bahwa pengetahuan tentang kognisi terdiri dari informasi dan pemahaman yang dimiliki seorang pebelajar tentang proses berpikirnya sendiri disamping pengetahuan tentang berbagai strategi belajar untuk digunakan dalam suatu situasi pembelajaran tertentu. Pemonitoran kognitif adalah kemampuan pebelajar untuk memilih menggunakan dan memonitor strategi-strategi belajar yang cocok dengan gaya belajar mereka sendiri maupun dengan situasi yang sedang dihadapi. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka 1) Kesulitan siswa kelas XI IPA SMA PGRI 6 Banjarmasin pada konsep sistem regulasi dapat diatasi melalui strategi metakognitif dengan menggunakan peta konsep dan matriks ingatan dengan cara: membaca bahan ajar, membuat peta konsep, membuat matriks ingatan, mendiskusikan hasil peta konsep dan matriks ingatan, 2) Hasil belajar siswa pada konsep sistem regulasi melalui strategi metakognitif dengan menggunakan peta konsep dan matriks ingatan dari siklus I - siklus II pada nilai pretes ke postes mengalami peningkatan, yaitu; siklus I pertemuan 1 (60,60%), siklus I pertemuan 2 (60,60%), siklus II pertemuan 1 (77,41%) dan siklus II pertemuan 2 (98,87%). Sementara untuk nilai LKS mengalami peningkatan hasil dari siklus I ke siklus II menjadi kategori baik dengan nilai (187-402), 3) Respon siswa terhadap kegiatan belajar mengajar melalui strategi metakognitif dengan menggunakan peta konsep dan matriks ingatan adalah positif. Respon positif tersebut ditunjukkan dengan kategori setuju (53,12%) dan sangat setuju (46,87%). 17
Beberapa saran yang dapat diberikan yaitu: 1) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang strategi metakognitif pada konsep sistem regulasi karena peningkatan hasil belajar berupa postes masih rendah, 2) Sebaiknya untuk menemukan kesulitan belajar siswa perlu dilakukan pengambilan data melalui angket tertutup terhadap siswa dan guru, 3) Untuk menghindarkan siswa dari keletihan sebaiknya pembelajaran eksakta jangan didahului dengan pembelajaran olahraga, 4) Agar siswa termotivasi belajar materi yang dianggap mudah bisa diajarkan terlebih dahulu di awal, walaupun materi tersebut seharusnya diajarkan di akhir, 5) Dalam pembuatan peta konsep siswa boleh membuat dalam bentuk yang lebih bervariasi (segitiga, bulat, lonjong dan sebagainya) agar siswa tidak bosan, 6) Penggunaan pembelajaran dengan strategi metakognitif hendaknya bisa mengkolaborasikan model pembelajaran kooperatif dengan tipe pembelajaran yang lebih beragam, seperti peta konsep dan elaborasi, mind mapping dan matriks ingatan serta tipe pembelajaran lainnya. 18
DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. 2008. Psikologi Belajar Edisi Revisi. Rineka Cipta. Solo Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus dan Contoh/Model Silabus SMA/MA. Depdiknas. Jakarta. Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. PT Rineka Cipta. Jakarta. Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. CV. Pustaka Setia. Bandung Nur, Mohamad. 2011. Strategi-Strategi Belajar. Kementrian Pendidikan Nasional Universitas Negeri Surabaya Pusat Sains dan Matematika Sekolah. Surabaya Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Rajawali Pers. Jakarta. Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana. Bandung Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana Prenada Media Group. Jakarta Zaini, H, Bermawy Munthe dan S. A Aryani. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif CTSD (Center for Teaching Staff Development). Institut Islam Kalijaga. Yogyakarta 19