KEDUDUKAN PERUSAHAAN ANJAK PIUTANG DALAM HAL PIHAK NASABAH WANPRESTASI

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN YURIDIS PENGALIHAN PIUTANG DARI KREDITUR KEPADA PERUSAHAAN FACTORING DALAM PERUSAHAAN PEMBIAYAAN ANJAK PIUTANG

PENGATURAN PENGALIHAN PIUTANG DARI KLIEN KEPADA PERUSAHAAN FACTOR DALAM KEGIATAN ANJAK PIUTANG

A. Latar Belakang Masalah

ASPEK HUKUM PENGALIHAN PIUTANG ATAS NAMA (CESSIE) KARENA WANPRESTASI PT. BANK SRI PARTHA KEPADA PT. SRI PARTHA PUSAKA DENPASAR

EKSISTENSI ANJAK PIUTANG (FACTORING) DARI SISI YURIDIS DAN EKONOMIS

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (BNI) KANTOR CABANG UNIT (KCU) SINGARAJA

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

ASPEK HUKUM PERJANJIAN SEWA BELI. Oleh A.A Putu Krisna Putra I Ketut Mertha Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

SUBROGASI SEBAGAI UPAYA HUKUM TERHADAP PENYELAMATAN BENDA JAMINAN MILIK PIHAK KETIGA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

PERBEDAAN WANPRESTASI DENGAN PENIPUAN DALAM PERJANJIAN HUTANG PIUTANG

KEDUDUKAN RISALAH LELANG SEBAGAI UPAYA HUKUM PENEGAKAN HAK-HAK KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

Journal Of Judicial Review

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM HAL BENDA JAMINAN BERALIH

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP BENDA JAMINAN FIDUSIA YANG MUSNAH DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : KONTRAK PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN STATUS MATA KULIAH : KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKIBAT HUKUM JAMINAN FIDUSIA YANG BELUM DI DAFTARKAN TERHADAP PEMINJAMAN KREDIT PADA BANK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP LESSEE DALAM HAL OBJEK LEASING MENGANDUNG CACAT TERSEMBUNYI

KEDUDUKAN FIDUSIA SEBAGAI LEMBAGA JAMINAN DALAM SISTEM PEREKONOMIAN

STATUS HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING

KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

ABSTRAK. Kata kunci : OJK, klasula baku, perjanjian kredit, perlindungan konsumen.

AKIBAT HUKUM TERHADAP DEBITUR ATAS TERJADINYA FORCE MAJEURE (KEADAAN MEMAKSA)

PERAN ANJAK PIUTANG DALAM EKONOMI

Penyelesaian Kredit Macet bagi Debitur Di Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Desa Pakraman Kaba Kaba Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA OBJEK JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT. Oleh : Ida Bagus Gde Surya Pradnyana I Nengah Suharta

TANGGUNG JAWAB KREDITOR ATAS HILANGNYA BARANG GADAI

POLA PENYELESAIAN CESSIE DALAM KEGIATAN PERBANKAN PADA BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) CABANG UBUD

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN PIUTANG ATAS NAMA (CESSIE) MELALUI MEDIA INTERNET

PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT KEPADA ANGGOTA MASYARAKAT PADA LEMBAGA PERKREDITAN DESA DI KOTA DENPASAR

PENYELESAIAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN KONSUMEN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI PADA SUZUKI FINANCE CABANG DENPASAR

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA AKIBAT DEBITUR WANPRESTASI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan Nasional, peran

KEDUDUKAN BANK DALAM PEMBERIAN BANK GARANSI

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG-PIUTANG YANG DIBUAT OLEH NOTARIS DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDTI TANPA AGUNAN PADA KOPERASI SERBA USAHA SURYA MAKMUR DI DENPASAR

PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH PEMEGANG KARTU KREDIT TERHADAP ADANYA PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH DEBT COLLECTOR

PERAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PELAKSANAAN PERALIHAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DARI KREDITUR LAMAA KEPADA KREDITUR BARU PADA PERBANKAN KOTA PADANG

AKIBAT HUKUM PERJANJIAN KERJASAMA KOPERASI DENGAN BANK DI DENPASAR DALAM PEMBERIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR)

Bab IV Lembaga Pembiayaan Dalam Kegiatan Bisnis Hukum Bisnis Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya

MEKANISME PENGALIHAN PIUTANG DALAM PERJANJIAN FACTORING LOAN DIVERGENCE MECHANISM IN FACTORING AGREEMENT. Oleh: Indra Kesuma Hadi *)

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

KEDUDUKAN HAK RETENSI BENDA GADAI OLEH PT. PEGADAIAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA KSU.TUMBUH KEMBANG, PEMOGAN, DENPASAR SELATAN Oleh: Gde Dianta Yudi Pratama I Ketut Westra Ni Putu Purwanti

TANGGUNG JAWAB SEKUTU TERHADAP COMMANDITAIRE VENNOOTSCHAP ( CV ) YANG MENGALAMI PAILIT

Oleh : I Made Hengki Permadi Dewa Gde Rudy I Wayan Novy Purwanto. Program Kekhususan Hukum Perdata, Universitas Udayana

PENGATURAN PENGALIHAN JAMINAN FIDUSIA DI INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENOLAKAN WARIS BERDASARKAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA

Oleh: Putu Ayu Yulia Handari S. Suatra Putrawan Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pembiayaan (financing institution) merupakan badan usaha yang

AKIBAT HUKUM KREDIT TANPA JAMINAN BAGI PIHAK DEBITUR

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN MODAL VENTURA (VENTURE CAPITAL COMPANY) DALAM HAL PERUSAHAAN PASANGAN USAHA MENGALAMI PAILIT

TINJAUAN TENTANG KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN APABILA ADA PERLAWANAN DARI DEBITUR WANPRESTASI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tujuan makalah ini dibuat adalah untuk: ANJAK PIUTANG

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

HAK KREDITUR ATAS PENJUALAN BARANG GADAI

KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ASURANSI TERHADAP ASURANSI PEKERJA YANG MENDERITA SAKIT KARENA ADANYA KESENGAJAAN

DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN PADA KREDIT DI BANK MANDIRI CABANG SANUR

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PEMBIAYAAN PERUSAHAAN DENGAN SISTEM ANJAK PIUTANG

vii Universitas Kristen Maranatha

Aspek Hukum Perjanjian Sewa Beli

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

EKSEKUSI KREDIT MACET TERHADAP HAK TANGGUNGAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PEMBELI YANG MELAKUKAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI SEPEDA MOTOR

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP WANPRESTASI YANG DILAKUKAN DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN SEPEDA MOTOR ARTIKEL. Diajukan Oleh : DODY PEBRI CAHYONO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam perkembangan dunia perbankan hingga beberapa tahun

22/10/2016. Syarat-syarat dalam factoring. Hubungan hukum para pihak dalam factoring PENGERTIAN FACTORING HUKUM PERBANKAN DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN

Oleh I Wayan Gede Pradnyana Widiantara I Nengah Suantra Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

PENYERTAAN MODAL DAN BANTUAN MANAJEMEN OLEH PERUSAHAAN MODAL VENTURA DALAM RANGKA MENGEMBANGKAN PERUSAHAAN PASANGAN USAHA

PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT ULATIDANA RAHAYU DI KABUPATEN GIANYAR

SUATU TINJAUAN HUKUM TERHADAP RETUR PENJUALAN DALAM ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam

AKIBAT KEPAILITAN TERHADAP ADANYA PERJANJIAN HIBAH

JASA DAN LAYANAN PERBANKAN DALAM LALU LINTAS KEUANGAN. Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK. Oleh: Ni Made Trisna Dewi ABSTRACT

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK. Oleh: DwiAryaDominika. I WayanWiryawan. BagianHukumPerdataFakultasUniversitasUdayana ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh suatu perusahaan, maka

PELAKSANAAN PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN JUAL-BELI SMARTPHONE MELALUI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN PT ADIRA QUANTUM CABANG DENPASAR

SYARAT SUBJEKTIF SAHNYA PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (KUH PERDATA) DIKAITKAN DENGAN PERJANJIAN E-COMMERCE

KREDIT SINDIKASI SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN KREDIT DALAM SKALA BESAR

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KETIGA (NATUURLIJKE PERSOON) DALAM HUKUM KEPAILITAN TERKAIT ADANYA ACTIO PAULIANA

HAK DAN KEWAJIBAN MAKELAR DALAM PERJANJIAN DAGANG

TANGGUNG JAWAB LESSEE TERHADAP MUSNAHNYA BARANG MODAL KARENA KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) DALAM PERJANJIAN LEASING

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL ANTARA PEKERJA DAN PENGUSAHA

WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN GANTI RUGI. (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Denpasar No.522/Pdt.G/2013/PN.Dps )

AKIBAT HUKUM PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BARANG OLEH PENGANGKUT DALAM KEADAAN MEMAKSA (OVERMACHT)

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan, UU Nomor 10 Tahun 1998, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790, Psl. 1 angka 11.

O Pembingbing. 1. Ida Bagus Putra Atmadja 2. Ida Ayu Sukihana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana. Abstract

PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA WANITA YANG BEKERJA PADA MALAM HARI

WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PADA BANK RAKYAT INDONESIA (PT PERSERO)Tbk CABANG DENPASAR

DAFTAR REFERENSI. Budiono, Herlien. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang Kenotariatan. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001.

TANGGUNG JAWAB KETUA DALAM PENYELENGGARAAN ARISAN DITINJAU DARI HUKUM PERJANJIAN

PENGGUNAAN PENJAMINAN BUY BACK GUARANTIE OLEH DEVELOPER TERHADAP KREDIT PEMILIKAN RUMAH (STUDI KASUS DI BANK BUKOPIN CABANG MEDAN)

Transkripsi:

KEDUDUKAN PERUSAHAAN ANJAK PIUTANG DALAM HAL PIHAK NASABAH WANPRESTASI Oleh: Ketut Hari Purnayasa Tanaya Dewa Gede Rudy A.A Sri Indrawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The position of factoring company in customer breach of contracts. Factoring is a finance activity which buying the short term receivable of a company including charges of it. Transfer of receivables in a factoring agreement consist of several party, there are the client, the client of factoring company and costumers party. Receivables that arise from a transaction trade between the client and costumers party, because it needs capital to the company, the client can sell their receivable to the companies factor. The Research that have done with this writing is an normative legal study. This journal will explain about the position of factoring company during on transfer of receivables in an agreement of factoring. On the other hand this journal also explains about the legal consequences that will occur if the debtor breach of contracts in agreement of factoring. The purpose of this research is to know and understand the positions of factoring company party at transfer of receivable in agreement of factoring, and to know and understand about the consequence if debtor breach of contract in agreement of factoring. The position of factoring company party in transfer of receivable in transfer of receivable in factoring agreement as new creditor base on article 1400 of civil law book. The consequence that will occur in debtor breach of contract in factoring agreement, depends on type of factoring agreement that choose by every party, if every party choose kind of resource factoring it will cause debtor breach of contract will responsible for customer party because of its inefficient, if every party chose kind of factoring agreement without recourse factoring it will makes only the factoring company takes the responsible for the inability of debtor party. Key Words : Factoring, Receivables, Transfer, Company ABSTRAK Kedudukan perusahaan anjak piutang dalam hal pihak nasabah wanprestasi. Anjak piutang adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Peralihan piutang dagang dalam perjanjian anjak piutang terdiri beberapa pihak yaitu pihak klien, pihak perusahaan anjak piutang, dan pihak nasabah. Piutang dagang yang timbul dari transaksi perdagangan antara pihak klien dengan pihak nasabah, karena memerlukan modal untuk perusahaannya, pihak klien boleh menjual piutang dagangnya kepada pihak perusahaan anjak piutang. Penelitian yang dilakukan dalam kaitannya dengan penulisan ini adalah penelitian hukum normatif. Oleh karena itu tulisan ini akan menjelaskan tentang kedudukan perusahaan anjak piutang pada pengalihan piutang dalam perjanjian anjak piutang, disamping itu tulisan ini akan menjelaskan akibat hukum apa yang akan timbul apabila debitur wanprestasi dalam perjanjian anjak piutang. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui dan memahami kedudukan pihak perusahaan anjak piutang pada pengalihan piutang dalam perjanjian anjak piutang, serta untuk mengetahuan dan memahami tentang akibat hukum apabila debitur 1

wanprestasi dalam perjanjian anjak piutang. Kedudukan pihak perusahaan anjak piutang pada pengalihan.piutang dalam perjanjian anjak piytang adalah sebagai kreditur baru, berdasarkan pasal 1400 KUH Perdata. Akibat hukum yang akan timbul dalam hal debitur wanprestasi dalam perjanjian anjak piutang tergantung jenis anjak piutang yang dipilih para pihak dalam perjanjian anjak piutang, apabila para pihak memilih jenis anjak piutang recourse factoring maka akibat hukum apabila pihak debitur wanprestasi pihak klien akan bertanggung jawab atas ketidakmampuan pihak nasabah, apabila para pihak memilih jenis anjak piutang without recourse factoring maka pihak perusahaan anjak piutang saja akan bertanggung jawab atas ketidakmampuan pihak debitur. Kata Kunci : Anjak Piutang, Piutang, Pengalihan, Perusahaan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuntuan dari persaingan bisnis dan kondisi pasar pembeli (buyers market) member peluang kepada pembeli untuk selalu mendapatkan kelonggaran jangka waktu pelaksaaan pembayaran. Pendanaan peruahaan tidak hanya bisa didapatkan dari bank saja, tetapi bisa didapatkan dari lembaga bukan bank, sepeti melalui lembaga pembiayaan. Lembaga pembiayaan menjadi pilihan lain selain lembaga perbankan, bagi perusahaan dalam pendanaan usahannya. Menurut pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2009, lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. Pasal 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Lembaga pembiayaan dibagi menjadi 3, meliputi perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura, dan perusahaan pembiayaan infrastruktur. Berdasarkan pasal 1 angka 2 Perpres no 9/2009 tentang lembaga pembiayaan, perusahaan pembiayaan terdiri dari sewa guna usaha, anjak piutang, pembiayaan konsumen, dan usaha kartu kredit. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan mengatur juga tentang anjak piutang. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/ 2006 tentang perusahaan pembiayaan, hanya mengatur tentang pengertian, kegiatan usaha, tata cara pendirian, kepemilikan dan kepengurusan, merger, akuisisi, konosiladasi perusahaan pembiayaan, dan ketentuan yang bersifat administratif. Permasalahan hukum yang akan timbul, ketika piutang dagang yang sudah dialihkan oleh pihak klien ke pihak perusahaan anjak piutang, dikemudian hari pada saat piutang tersebut sudah patut untuk di tagih oleh pihak perusahaan anjak piutang, 2

pihak nasabah tidak mampu melunasi piutang tersebut sehingga pihak nasabah wanprestasi. Sehingga akan timbul berbagai permasalahan-permasalahan hukum seperti siapa yang akan bertanggung jawab akan ketidakmampuan pihak nasabah untuk melunasi piutang yang sudah dialihkan tersebut, bagaimana akibat hukum apabila pihak nasabah wanprestasi dalam perjanjian anjak piutang. 1.2 Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan memahami kedudukan pihak perusahaan anjak piutang pada pengalihan piutang dalam perjanjian anjak piutang. 2. Untuk mengetahui dan memahami tentang akibat hukum apabila debitur wanprestasi dalam perjanjian anjak piutang. II. ISI MAKALAH 2.1 Metode Penelitian Penilitian yang dilakukan dalam kaitannya dengan penulisan karya tulis skripsi ini adalah merupakan jenis penelitian hukum normatif, yaitu suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatif. 1 Menurut Bambang Sunggono, bahwa penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang didasarkan atau hanya menelaah data sekunder (data kepustakaan) 2. 2.2 Hasil Dan Pembahasan 2.2.1 Kedudukan Perusahaan Anjak Piutang Pada Pengalihan Piutang Dalam Perjanjian Anjak Piutang Menurut Pasal 1 angka 6 Peraturan Presiden Republik Indonesia anjak piutang adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Dalam perjanjian anjak piutang adanya suatu transaksi jual beli piutang dagang antara pihak klien dengan pihak perusahaan anjak piutang, bahwa anjak piutang itu 1 Jhony Ibrahim, 2006, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Baya Publishing, Malang, h. 99. 2 Bambang Sunggono, 1997, Metodologi Penelitian Hukum, Radja Grapindo Persada, Jakarta, h. 83-102 3

adalah suatu penjualan piutang dagang dari suatu perusahaan (klien) kepada pihak perusahaan anjak piutang dengan harga yang telah didiskon, dimana piutang dagang tersebut berasal dari transaksi bisnis miliknya si perusahaan (klien). 3 Anjak piutang berkaitan dengan subrogasi, terlihat peralihan hak kreditur (pihak klien) ke pihak ketiga (pihak perusahaan anjak piutang) yang membayar kepada kreditur. Dalam anjak piutang pihak klien mempunyai piutang dagang kepada pihak nasabah, karena memerlukan modal, dan modal yang dimiliki pihak klien kurang dan hanya punya piutang dagang yang belum jatuh tempo, maka ada solusinya untuk menjual piutang dagangnya ke pihak perusahaan anjak piutang. Sehingga sifat subrogasi masuk dalam perjanjian anjak piutang. Subrogasi diatur dalam pasal 1400 KUH Perdata, subrogasi atau perpindahan hak kreditur kepada seorang pihak ketiga yang membyar kepada kreditur, dapat terjadi karena persetujuan atau karena undang-undang Subrogasi memang harus dinyatakan dengan tegas karena subrogasi berbeda dengan pembebasan hutang. Tujuan pihak ketiga melakukan pembayaran kepada kreditur adalah untuk menggantikan kedudukan kreditur lama bukan membebaskan dibitur dari kewajiban membayar hutang kepada kreditur 4 Tujuan pihak perusahaan anjak piutang melakukan pembayaran kepada pihak klien untuk menggantikan kedudukan pihak klien sebagai kreditur terhadap piutang dagang yang timbul dari transaksi perdagangan antara pihak klien dengan pihak nasabah. Berdasarkan pasal 1400 KUH Perdata tentang subrogasi kedudukan pihak perusahaan anjak piutang dalam perjanjian anjak piutang sebagai kreditur baru menggantikan kedudukan klien sebagai kreditur. Karena dalam pasal 1400 KUH Perdata penggantian hak-hak si berpiutang dalam hal ini pihak klien oleh pihak ketiga dalam hal ini pihak perusahaan anjak piutang, yang,membayar kepada si berpiutang itu. Kedudukan pihak perusahaan anjak piutang akan menjadi pihak kreditur baru terhadap pihak nasabah dengan semua hak-hak yang melekat kepada pihak kreditur lama sudah dialihkan ke pihak kreditur baru yaitu pihak perusahaan anjak piutang. 3 Rinus Pantouw, 2006, Hak Tagih Factor Atas Piutang Dagang; Anjak Piutang (Factoring),Kencana, Jakarta h. 13 4 Suharnoko, 2008, Doktrin Subrogasi, Novasi, Dan Cessie, Kencana, Jakarta h.9 4

2.2.2 Akibat Hukum Dalam Hal Debitur Wanprestasi Dalam Perjanjian Anjak Piutang Akibat hukum apabila pihak debitur wanprestasi dalam perjanjian anjak piutang, tergantung jenis anjak piutang yang dipilih oleh pihak dalam membuat perjanjian anjak piutang, yaitu, berdasarkan resiko atau tanggung jawab klien. Jenis anjak piutang berdasarkan resiko atau tanggung jawab klien, anjak piutang dibagi menadi dua yaitu : 1. Recourse Factoring, yaitu anjak piutang dimana klien akan menanggung resiko apabila nasabah tidak memenuhi kewajibannya. Jadi, perusahaan anjak piutang akan mengembalikan tanggung jawab (recourse) pembayaran piutang kepada klien atas piutang yang tidak tertagih dari nasabah. 2. Without Recourse Factoring, yaitu anjak piutang di mana perusahaan anjak piutang yang akan menanggung resiko apabila nasabah tidak memenuhi kewajibannya. Jadi, klien tidak bertanggung jawab untuk melunasi atas piutang yang tidak tertagih dari nasabah. 5 Pasal 1536 KUH Perdata : jika ia telah berjanji untuk menanggung cukup mampunya debitur, maka janji ini harus diartikan sebagai janji mengenai kemampuannya pada waktu itu, dan bukan mengenai keadaan dikemudian hari kecuali jika dengan tegas diperjanjikan sebaliknya Jenis anjak piutang recourse factoring di Indonesia didasari oleh pasal 1536 KUH Perdata, karena dalam pasal 1536 KUH Perdata, jika ia telah berjanji untuk menanggung cukup mampunya debitur, maka janji ini harus diartikan sebagai janji mengenai kemampuannya pada waktu itu, dan bukan mengenai keadaan dikemudian hari kecuali jika dengan tegas diperjanjikan sebaliknya. Arti dari pasal 1536 KUH Perdata ini adalah bahwa pihak penjual piutang menanggung kemampuan debitur dikemudan hari artinya akan meananggung resiko apabila dikemudian hari pihak debitur tidak mampu melunasi hutangnya terhadap perusahaan anjak piutang apabila dipertegas diperjanjikan oleh para pihak, sesuai dengan jenis anjak piutang recourse factoring. Pasal 1536 KUH Perdata juga mendasari jenis anjak piutang without recourse factoring karena dalam pasal tersebut bahwa pihak klien tidak bertanggung jawab atas ketidakmampuan pihak debitur untuk melunasi hutangnya dikemudian hari. 5 Sunaryo, 2009, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Grafika, Jakarta, h.82 5

Jadi akibat hukum yang akan timbul dalam hal debitur wanprestasi dalam perjanjian anjak piutang tergantung jenis anjak piutang yang dipilih para pihak dalam perjanjian anjak piutang, yaitu apabila para pihak memilih jenis anjak piutang recourse factoring maka akibat hukum apabila pihak debitur wanprestasi adalah pihak klien akan bertanggung jawab atas ketidakmampuan pihak nasabah melunasi hutangnya, sehingga pihak klien membayar hutang pihak nasabah terhadap pihak perusahaan anjak piutang, sehingga kedudukan kreditur akan berubah, dari pihak kreditur lama yaitu pihak perusahaan anjak piutang ke pihak ketiga yaitu pihak klien sebagai kreditur baru sesuai konsep subrogasi, dan apabila para pihak memilih jenis anjak piutang without recourse factoring maka pihak perusahaan anjak piutang saja akan bertanggung jawab atas ketidakmampuan pihak debitur yaitu pihak nasabah tidak bisa melunasi hutangnya terhadap pihak perusahaan anjak piutang III. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan sebagaimana dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Kedudukan pihak perusahaan anjak piutang pada pengalihan piutang dalam perjanjian anjak piutang adalah sebagai kreditur baru, berdasarkan pasal 1400 KUH Perdata mengenai subrogasi, karena dalam perjanjian anjak piutang pihak perusahaan anjak piutang membayar piutang dagang yang dijual oleh pihak klien, sehingga perubahan kedudukan kreditur, yaitu kreditur lama yaitu pihak klien ke pihak ketiga sebagai kreditur baru yaitu pihak perusahaan anjak piutang terhadap debitur pihak nasabah. 2. Akibat hukum yang akan timbul dalam hal debitur wanprestasi dalam perjanjian anjak piutang tergantung jenis anjak piutang yang dipilih para pihak dalam perjanjian anjak piutang, yaitu apabila para pihak memilih jenis anjak piutang recourse factoring maka akibat hukum apabila pihak debitur wanprestasi adalah pihak klien akan bertanggung jawab atas ketidakmampuan pihak nasabah melunasi hutangnya, sehingga pihak klien membayar hutang pihak nasabah terhadap pihak perusahaan anjak piutang, sehingga kedudukan kreditur akan berubah, dari pihak kreditur lama yaitu pihak perusahaan anjak piutang ke pihak 6

ketiga yaitu pihak klien sebagai kreditur baru sesuai konsep subrogasi, dan apabila para pihak memilih jenis anjak piutang without recourse factoring maka pihak perusahaan anjak piutang saja akan bertanggung jawab atas ketidakmampuan pihak debitur yaitu pihak nasabah tidak bisa melunasi hutangnya terhadap pihak perusahaan anjak piutang DAFTAR PUSTAKA Ibrahim, Jhony, 2006, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Baya Publishing, Malang. Pantouw, Rinus, 2006, Hak Tagih Factor Atas Piutang Dagang; Anjak Piutang (Factoring), Cet-I, Kencana, Jakarta Suharnoko, 2008, Doktrin Subrogasi, Novasi, dan Cessie, Cet-III, Kencana, Jakarta. Sunaryo, 2009, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Grafika, Jakarta. Sunggono, Bambang, 1997, Metodologi Penelitian Hukum, Radja Grapindo Persada, Jakarta. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, 2005, Terjemahan R. Subekti dan Tjitrosudibyo, Pradnya Paramita, Jakarta 7