BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Masalah yang

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah gizi masyarakat merupakan salah satu. masalah yang sering dialami oleh negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia saat ini masih menghadapi beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN. GAKY merupakan masalah kesehatan yang telah mendunia. Organisasi. Kesehatan Sedunia (2007), menyatakan GAKY merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. masih didominasi oleh kekurangan zat gizi yang disebabkan banyak faktor, di

BAB I PENDAHULUAN. berpotensi menurunkan tingkat kecerdasan atau biasa disebut Intelligence Quotient

BAB 1 PENDAHULUAN. Tetrajodotyronin (T4) yang terakhir disebut juga tiroksin (Sediaoetama,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. Pertumbuhan dan

DAFTAR GAMBAR. Gambar 1. Kerangka konsep penelitian pemeriksaan kadar iodium pada garam. 18

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari dataran tinggi atau pegunungan. Gangguan Akibat. jangka waktu cukup lama (Hetzel, 2005).

PERKEMBANGANN SITUASI GAKI DAN GARAM BERIODIUM DI KABUPATEN TRENGGALEK SAMPAI DENGAN TAHUN 2014

Apa yang dimaksud dengan Yodium?

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGHENTIAN SUPLEMENTASI KAPSUL IODIUM DI KABUPATEN MAGELANG. Styawan Heriyanto

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Program Keluarga Berencana adalah perawatan. kesehatan utama yang sesuai untuk kaum ibu dalam masa

BAB I PENDAHULUAN. proses metabolisme di dalam tubuh. Gangguan akibat kekurangan yodium

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) masih merupakan. masalah kesehatan yang membutuhkan perhatian dan penanganan yang serius.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB 1 : PENDAHULUAN. kurang vitamin A, Gangguan Akibat kurang Iodium (GAKI) dan kurang besi

Gangguan Akibat kekurangan Yodium (GAKY)

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi.

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kecerdasan terutama pada anak-anak (Arisman, 2004). Gangguan

LYDIA NURVITA RACHMAWANTI J

BAB I PENDAHULUAN. namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis

BAB I PENDAHULUAN. ancaman global untuk kesehatan dan perkembangan di seluruh dunia, karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULAUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masuk dalam daftar Global Burden of Disease 2004 oleh World

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia adalah upaya peningkatan status gizi. Gangguan Akibat

KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan Sebagai Salah Satu SyaratUntuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III (tiga) Kesehatan Bidang Gizi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan setiap manusia atau masyarakat pada

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat.

IV. METODA PENELITIAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGELOLAAN GARAM DI DESA JONO KECAMATAN TAWANGHARJO KABUPATEN GROBOGAN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kelenjar tiroid fetus berasal dari endodermal foregut. Perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Masalah gizi di Indonesia dan di Negara berkembang pada

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari tiga masalah gizi utama di Indonesia. GAKY merupakan masalah. kelenjar gondok, kekurangan yodium dapat mempengaruhi kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) wanita dengan usia tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kandungan, pada keadaan ini Free thyroxine (FT4) yang merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang memiliki dampak yang sangat besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat Indonesia dan perlu mendapatkan perhatian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi. permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. inklusi penelitian. Subyek penelitian ini terdiri dari kelompok kasus dan

LIT. Magelang LAPORAN IR PENELITIAN. PENGARUH SUPLEMENTASI IODIUM DAN ZAT!JESI (Fe) TERHADAP FUNGSI TIROID DAN STATUS Fe. Penyusun: Hadi Ashar

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

membutuhkan zat-zat gizi lebih besar jumlahnya (Tolentino & Friedman 2007). Remaja putri pada usia tahun, secara normal akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. negara maju maupun negara berkembang adalah anemia defisiensi besi.

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada

KERANGKA ACUAN PROGRAM GIZI PUSKESMAS KAMPAR KIRI

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Menurut data World

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan mempunyai arti yang sangat penting bagi manusia, karena

BAB I PENDAHULUAN. (Oktariana, 2009). Mutalazimah (2009) menambahkan bahwa GAKI merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI TENTANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT GONDOK PADA LANSIA DI DESA ARJOSARI KECAMATAN JABUNG MALANG

BAB I PENDAHULUAN. satu masalah gizi yang ada di Indonesia. Data Riskesdas menyusui, wanita usia subur (WUS) dan anak umur 6-12 tahun.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

Masalah Gizi Utama di Indonesia dan Faktor penyebabnya. Oleh : Yonrizal Nurdin

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I. antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan. pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan manusia saat ini menjadi hal yang sangat kompleks dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Masalah yang ditimbulkan cukup serius dengan spektrum gangguan yang luas cakupan persoalannya, dan dapat mengenai semua segmen manusia mulai dari janin sampai dewasa (WHO, 2007). Spektrum gangguan yang umum terlihat adalah gondok dan kretin, akan tetapi sebenarnya terdapat gangguan yang lebih luas berupa gangguan pertumbuhan dan kelemahan fisik; kegagalan reproduksi; hipotiroid; kerusakan perkembangan sistem saraf; serta gangguan fungsi mental, yang dapat berpengaruh terhadap kehilangan IQ-point yang identik dengan kecerdasan dan produktivitas (Delange dan Hetzel, 2004). GAKI pada anak usia sekolah dapat menimbulkan terjadinya tingkat kecerdasan (IQ) yang lebih rendah. Menurut berbagai penelitian terhadap anak sekolah yang tinggal di daerah endemis menunjukkan adanya gangguan kinerja belajar serta nilai kecerdasan (IQ) lebih rendah 10 point dibanding IQ anak yang tinggal di daerah yang cukup iodium atau daerah bukan endemis (Thaha, et al., 2002). Hal ini mengakibatkan terjadinya kesulitan belajar sehingga prestasi belajar di sekolah rendah dan mempertinggi persentase anak tinggal kelas dan putus sekolah. Hasil meta-analisis dari 18 studi yang dilakukan pada tahun 1982-1

2 1991 menunjukkan bahwa GAKI mengakibatkan penurunan IQ point rata-rata 13.5 point (Delange, 2001). Prevalensi GAKI berdasarkan hasil palpasi pada anak sekolah dasar yang dinyatakan dengan Total Goiter Rate (TGR) sekitar 9.8% pada tahun 1998 (Depkes 1998) dan 11% tahun 2003 (Depkes, 2003). Sebagian besar wilayah Indonesia (57,1 % kabupaten) dikategorikan sebagai daerah endemik GAKI. Diperkirakan 18,8% penduduk hidup di daerah endemik ringan, 4,2% di daerah endemik sedang dan 4,5% di daerah endemik berat (Depkes, 2003). Upaya penanggulangan GAKI di Indonesia yang dilakukan selama ini adalah fortifikasi iodium 30 80 ppm dalam garam konsumsi rumah tangga sebagai upaya jangka panjang. Pada daerah endemik berat dan sedang dilakukan distribusi kapsul minyak beriodium dosis tinggi (200 mg) sebagai upaya jangka pendek dengan sasaran program anak sekolah dasar dan wanita usia subur termasuk ibu hamil dan menyusui (Depkes, 2000). Akan tetapi karena berbagai pertimbangan, khususnya kekhawatiran efek samping hipertiroid, program suplementasi kapsul minyak beriodium dihentikan sejak tahun 2009 (Dirbinkesmas, 2009). Sehingga, saat ini upaya penanggulangan GAKI hanya mengandalkan fortifikasi garam dengan iodium. Di daerah yang kekurangan iodium, pengaruh gizi dan lingkungan berkontribusi pada prevalensi dan tingkat keparahan GAKI, termasuk defisiensi mikronutrien lain diantaranya zat besi (Zimmerman, 2000). Keberhasilan program garam beriodium, yang merupakan strategi yang paling dianjurkan oleh WHO, mungkin dapat dipengaruhi oleh defisiensi besi. Karena defisiensi besi akan

3 mempengaruhi metabolisme tiroid (WHO, 2007; Zimmermann et al., 2000; Hess, 2002a). Bahkan menurut Zimmermann (2002) kekurangan zat besi memiliki dampak lebih besar pada GAKI dibandingkan dengan zat goitrogenik karena prevalensi yang tinggi pada kelompok rentan. Defisiensi zat besi akan mengganggu produksi triiodotironin (T 3 ) dan fungsi tiroid secara umum (WHO, 2001). Dua langkah awal sintesis hormon tiroid dikatalis oleh Tiroid Peroksidase (TPO), enzim yang mengandung heme. Penelitian Hess tentang anemia defisiensi besi pada tikus menunjukkan aktifitas TPO berkurang, sehingga terjadi penurunan kadar plasma tiroksin (T 4 ) dan triiodotironin (T 3 ) (Hess, 2002b). Defisiensi besi juga dapat mengubah kontrol saraf pusat pada sistem metabolisme tiroid, sehingga mengurangi konversi perifer T 4 menjadi T 3 (Beard, 1998), memodifikasi ikatan T 3 inti, dan meningkatkan sirkulasi tirotropin (TSH) (Garibay & Velarde, 2009). Respon terapi kapsul iodium (Zimmermann, 2000) dan garam beriodium (Hess, 2002a) pada anak dengan anemia defisiensi besi terganggu dibandingkan dengan anak status besi normal. Sebaliknya, metabolisme tiroid yang terganggu akan menyebabkan defisiensi besi karena kegagalan sintesis hemoglobin dan malabsorbsi zat besi (Marquesee & Mandel, 2005). Di negara berkembang, banyak anak-anak beresiko tinggi menderita GAKI dan anemia secara bersamaan. Hess dan Zimmermann (2004) dalam suatu studi di bagian barat dan utara Afrika menemukan 23-35% anak sekolah menderita GAKI dan anemia, sedangkan studi di Côte d Ivoire barat (Hess, et al., 2002a) menunjukkan bahwa 30-50% anak sekolah mengalami GAKI dan 37-47%

4 mengalami anemia. Pada pegunungan di bagian utara Maroko, prevalensi goiter anak sekolah adalah 53-64% dan 25-35% diantaranya menderita anemia defisiensi besi (Zimmermann, et al., 2002). Diperkirakan sekitar 40%-45% anak sekolah di negara berkembang menderita anemia, dan sekitar 50% kasus disebabkan oleh kekurangan zat besi (Zimmermann, 2006). Anemia defisiensi besi di Indonesia masih menjadi masalah karena tingginya prevalensi di setiap kelompok umur, terutama balita yaitu sebesar 40,5% sedangkan pada usia sekolah sebesar 47,2%. Penelitian pada 1000 anak sekolah yang dilakukan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) di 11 provinsi menunjukkan prevalensi anemia sebanyak 20-25% (Rosdiana et al., 2008). Saat ini sasaran langsung program penanggulangan anemia hanya ditujukan pada wanita usia subur usia 15-45 tahun (Depkes, 2003). Mengingat prevalensi anemia defisiensi besi yang tinggi pada kelompok anak, IDAI pada tahun 2009 mengeluarkan rekomendasi untuk memberikan suplementasi besi kepada anak usia 0 18 tahun dengan dosis sesuai kelompok umur selama tiga bulan berturutturut setiap tahunnya, tanpa melakukan uji tapis (IDAI, 2009). Diagnosis defisiensi besi ditegakkan dari hasil pemeriksaan klinis maupun laboratoris. Hasil pemeriksaan laboratorium lebih banyak berperan karena gejala spesifik untuk defisiensi besi tidak selalu nyata terutama pada tahap awal (iron depletion). Pemeriksaan hemoglobin belum dapat dinyatakan sebagai petunjuk yang dipercaya untuk memastikan diagnosis defisiensi besi. Karena hemoglobin kurang sensitif untuk menggambarkan cadangan besi yang sesungguhnya dan akan mempengaruhi hemoglobin apabila defisiensi besi telah sampai pada tahap

5 lanjut (iron deficiency anemia) (Hoffman et al, 1998). Pemeriksaan kadar serum feritin merupakan indikator sensitif dan reliabel untuk mengetahui status besi karena dapat mencerminkan cadangan besi pada tubuh (Ludlam, 2001) Prevalensi tinggi kekurangan zat besi pada anak di daerah gondok endemik dapat memodifikasi respon terhadap profilaksis iodium sehingga mengurangi efektivitas program garam beriodium (Hess, 2002a) dan minyak iodium (Zimmermann, 2000). Anak-anak juga sangat rentan terhadap GAKI dan merupakan salah satu kelompok sasaran utama program garam beriodium. Hal ini menjadikan dasar keinginan untuk melakukan penelitian tentang pengaruh suplementasi besi terhadap program garam beriodium sebagai upaya penanggulangan GAKI. Hasil dari penelitian ini nantinya diharapkan dapat menjadi masukan dalam membuat program oleh pemegang kebijakan di Kementerian Kesehatan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan permasalahan yang menjadi dasar penelitian adalah sebagai berikut. 1. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah kesehatan yang serius karena dampak yang ditimbulkannya dan luasnya masalah yang dihadapi. Dampak anak usia sekolah yang defisiensi iodium dan tinggal di daerah endemik GAKI adalah kesulitan belajar dan prestasi belajar di sekolah rendah sehingga mempertinggi persentase anak tinggal kelas dan putus sekolah. Upaya penanggulangan GAKI di Indonesia saat ini hanya

6 mengandalkan fortifikasi garam dengan iodium 30 80 ppm karena program suplementasi minyak beriodium dihentikan dengan berbagai pertimbangan. 2. Masalah GAKI sering diperburuk bersamaan dengan defisiensi zat gizi mikro lainnya seperti zat besi. Di negara berkembang, diperkirakan bahwa 40% - 45% dari anak usia sekolah menderita anemia dan sekitar 50% kasus disebabkan oleh kekurangan zat besi (Zimmermann, 2006). Prevalensi tinggi kekurangan zat besi pada anak di daerah gondok endemik dapat mengurangi efektivitas program garam beryodium. C. Pertanyaan Penelitian Apakah suplementasi besi berpengaruh terhadap efikasi program garam beriodium sebagai upaya penanggulangan GAKI? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini untuk mempelajari pengaruh suplementasi besi dosis 60 mg/ minggu terhadap efikasi program garam beriodium sebagai upaya penanggulangan GAKI. 2. Tujuan khusus a. Membandingkan perubahan kadar ferritin serum pada kelompok yang diberi suplementasi zat besi berupa ferrous sulfat dosis 60 mg/ minggu dengan kelompok plasebo pada anak sekolah dasar (9-12 tahun) selama 12 minggu di daerah endemik GAKI. b. Membandingkan perubahan kadar hemoglobin pada kelompok yang diberi suplementasi zat besi berupa ferrous sulfat dosis 60 mg/ minggu dengan

7 kelompok plasebo pada anak sekolah dasar (9-12 tahun) selama 12 minggu di daerah endemik GAKI. c. Membandingkan perubahan kadar serum TSH pada kelompok yang diberi suplementasi zat besi berupa ferrous sulfat dosis 60 mg/ minggu dengan kelompok plasebo pada anak sekolah dasar (9-12 tahun) selama 12 minggu di daerah endemik GAKI. d. Membandingkan perubahan kadar serum T 3 pada kelompok yang diberi suplementasi zat besi berupa ferrous sulfat dosis 60 mg/ minggu dengan kelompok plasebo pada anak sekolah dasar (9-12 tahun) selama 12 minggu di daerah endemik GAKI. e. Membandingkan perubahan kadar serum ft 4 pada kelompok yang diberi suplementasi zat besi berupa ferrous sulfat dosis 60 mg/ minggu dengan kelompok plasebo pada anak sekolah dasar (9-12 tahun) selama 12 minggu di daerah endemik GAKI. E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan bukti ilmiah pengaruh pemberian suplementasi zat besi berupa ferrous sulfat dosis 60 mg/ minggu pada anak sekolah selama 12 minggu terhadap efikasi garam beriodium. 2. Manfaat bagi institusi kesehatan adalah sebagai bahan pertimbangan penyusunan kebijakan program penanggulangan GAKI dan anemia gizi besi. 3. Manfaat bagi subyek penelitian adalah mendapat suplementasi zat besi untuk memperbaiki status besi (Fe) dan atau fungsi tiroid.

8 F. Keaslian Penelitian N o Penelitian Karakteristik sampel Kriteria Inklusi Jenis intervensi Desain dan lamanya intervensi Hasil 1. Hess et al., 2002 Anak sekolah umur 5 14 tahun yang menderita gondok dan menderita defisiensi besi di Côte d Ivoire Pembesaran gondok diperiksa dengan USG, pemeriksaan TSH dan T 4. Status besi ditentukan dengan kadar Hb, ZnPP, SF dan TFR Sampel dibagi menjadi 2 kelompok : 1. garam beriodium (10-30 ppm) & placebo 2. Garam beriodium (10-30 ppm) & 60 mg kapsul besi 4x/ minggu RCT, 16 minggu. Pengambilan data sebelum dan sesudah suplementasi yaitu volume tiroid, Hb, SF, TFR, TSH, T 3, ft 4 Hb dan status besi meningkat signifikan, besar kelenjar tiroid mengalami penyusutan signifikan dibanding kelompok placebo. 2. Eftekhari et al., 2006 Remaja putri umur 15,7±1,4 tahun yang mengalami defisiensi besi tanpa anemia di Iran Defisiensi besi ditentukan dengan kadar feritin <12 dan TFR<16%, bebas malnutrisi ditentukan dengan kadar albumin normal, BMI normal. Sampel dibagi menjadi 4 kelompok : 1. Placebo & placebo 2. Placebo & 190 mg iodium dosis tunggal 3. Placebo & 60 mg kapsul besi 4x/mingu 4. 60 mg kapsul besi 4x/ minggu & 190 mg iodium dosis tunggal RCT, 12 minggu. Pengambilan data sebelum dan sesudah suplementasi, yaitu Hb, SF, TFR, ft 4, T 3, TSH, TT 3, TT 4, T 3 RU, RT 3 Indikator status besi meningkat signifikan pada kelompok suplemen besi, sedangkan kadar EIU meningkat 2x lipat pada kelompok iodium. Walaupun tidak ada beda kadar ft 4, T 3 dan TSH antar kelompok, tetapi kadar TT 3, TT 4 dan T 3 RU meningkat signifikan setelah suplementasi dan kadar RT 3 menurun signifikan setelah suplementasi pada kelompok yang mendapat suplemen besi. 3. Zimmermann et al, 2000 Anak sekolah umur 6-15 tahun kekurangan iodium dan besi Pembesaran gondok diperiksa dengan USG, pemeriksaan TSH dan T 4. Status besi ditentukan dengan kadar Hb, ZnPP, SF dan TFR Sampel mendapat 200 mg kapsul iodium dosis tunggal, dibagi menjadi 2 kelompok : 1.Kel. kekurangan iodium 2.Kelompok kekurangan iodium dan besi. Experimental, 12 mg. Diukur volume tiroid, EIU& T 4 pada minggu ke 1, 5, 10, 15, 30. Pengambilan data sebelumsesudah suplementasi yaitu volume tiroid, Hb, SF, TFR, TSH, T 3, ft 4 Sampel yang menderita defisiensi besi mempunyai rerata TSH lebih tinggi di awal penelitian. Setelah intervensi, volume tiroid menurun signifikan dan kadar TSH, T 4 meningkat signifikan pada kelompok non anemia.

9 Persamaan penelitian adalah kajian permasalahannya memiliki kemiripan, yaitu meneliti dampak suplementasi besi terhadap fungsi tiroid. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan adalah dalam hal pemilihan subyek penelitian. Skrining yang dilakukan berdasarkan skrining populasi untuk mendapatkan daerah dengan prevalensi gangguan tiroid dan atau anemi pada populasi. Diharapkan pada saat pemilihan subyek secara random dapat diperoleh subyek dengan berbagai tingkat kekurangan. Dengan demikian intervensi yang diuji cobakan sesuai dengan kondisi nyata masalah GAKI dan atau anemia di populasi.