BAB II TINJAUAN UMUM MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT. Syari ah, pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hidup, dan sebagainya. Bakat dan kesempatan yang dimiliki manusia akan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut

BAB IV. Analisis Pinjaman Modal Koperasi Syari ah Madani Agung Sejahtera Masjid. Agung Semarang (KOSAMAS) dan Pengaruhnya dalam Pemberdayaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang.

BAB I BAB V PENUTUP PENDAHULUAN. Bab ini merupakan bab penutup yang berisi. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. fatwa MUI yang mengharamkan bunga bank. 1. nilai-nilai syariah berusaha menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi.

BAB IV ANALISIS PEMBIAYAAN BERMASALAH DAN PENANGANANNYA DI KOSPIN JASA LAYANAN SYARIAH PEMALANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

BAB II Kajian Pustaka. mampu diserap dari masyarakat dan disalurkan kembali kepada masyarakat yang

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah

BAB II Landasan Teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 5 KEGIATAN MENGALOKASIKAN DANA

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. atau account dimana artinya sama. Dengan memiliki simpanan atau

No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Dimana perkembangan

BAB II LANDASAN TEORI TEORI PEMBIAYAAN MURABAHAH DAN PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN MACET PADA AKAD MURABAHAH DI BMT NU SEJAHTERA MANGKANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Sinungan (1991 : 46), tentang kredit sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut dikarenakan dari hasil penyaluran pembiayaan bank dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul maal wat tamwil

BAB I PENDAHULUAN. 1 Ismail, Perbankan Syariah, Prenadamedia Group, Jakarta, 2011, hlm 29-30

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SYSTEM PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. dengan mengambil judul Analisis Kelayakan Pembiayaan Mikro pada Bank

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu agama yang mengajarkan prinsip at ta awun yakni saling

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

ISTILAH-ISTILAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

BAB I PENDAHULUAN Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), Yogyakarta: UII. Press, 2005, h. 1.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian, Fungsi,Jenis dan Sumber Dana Bank. rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. keberadaan bank sebagai lembaga keuangan telah bertansformasi menjadi dua

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Bank percaya kepada

BAB III PELAKSANAAN SANKSI ATAS NASABAH MAMPU YANG MENUNDA PEMBAYARAN DI BMT FAJAR MULIA UNGARAN. 1. Sejarah Berdiri BMT Fajar Mulia Ungaran

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembiayaan murabahan..., Claudia, FH UI, 2010.

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. tidak menawarkan sesuatu yang merugikan hanya demi sebuah keuntungan sepihak.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2011 mengalami tumbuh sebesar

BAB I PENDAHULUAN. pinggiran, atau biasa dikenal dengan rural banking. Di Indonesia, rural banking

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal (clerical),

BAB II LANDASAN TEORI. pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, ada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syari ah, Depok : Rajagrafindo Persada, 2014, h. 24

memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No.20 Tahun 2008.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kredit

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk pembiayaan didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh pemilik

BAB II LANDASAN TEORI. waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. 1 Berdasarkan pengertian

2017, No khusus terhadap kredit atau pembiayaan bank bagi daerah tertentu di Indonesia yang terkena bencana alam; e. bahwa berdasarkan pertimba

WAKA<LAH PADA KJKS MBS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Subagyo, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta, 2002, hlm. 127.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Baitul Maal wa Tamwil (BMT) selalu berupaya untuk. sehingga tercipta pemerataan ekonomi untuk semua kalangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Sebagai lembaga keuangan,

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu Perbankan Syariah. operasional bisnisnya dengan sistem bagi hasil.

BAB I PENDAHULUAN. sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. bank secara keseluruhan. Kredit berperan sebagai faktor pendorong dan

BAB IV ANALISIS AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH WAL IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK DI BMI CABANG PEKALONGAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang

BAB III KAJIAN TEORI. beserta bunganya sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak 1.

STRATEGI PENETAPAN MARGIN PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BMT AT- TAQWA MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT. LELI SUWITA Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat

BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH

BAB I PENDAHULUAN. M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalah), PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Dasar-Dasar Pembiayaan Bank Syariah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan banknote dengan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat mengetahui produk apa yang akan mereka butuhkan.

PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT),

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kabupaten kota. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1993 Pasal 1

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. beberapa orang dalam suatu departemen. Prosedur ini dibuat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, UPP-AMP YKM, Yogyakarta, 2002, hlm.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syari ah

Pengalokasian Dana Bank (Kredit dan Pembiayaan)

Transkripsi:

1 BAB II TINJAUAN UMUM MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT A. Pembiayaan 1. Pengertian Pembiayaan Berdasarkan Undang-Undang no. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syari ah, pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mud{a<rabah dan musya<rakah, b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ija<rah atau sewa beli dalam bentuk ija<rah muntahiya bittamli<k, c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang mura<bahah, salam, dan istisna< d. Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang qard{, dan e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ija<rah untuk transaksi multijasa. Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syari ah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau

2 diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. 1 Menurut Muhamad, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dijalankan oleh orang lain. 2 Menurut Kasmir, pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. 3 Berdasarkan Undang-Undang perbankan Nomor 10 Tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Yang menjadi perbedaan antara kredit yang diberikan oleh bank berdasarkan konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip syari ah adalah terletak pada keuntungan yang diharapkan. Bagi bank berdasarkan prinsip konvensional keuntungan yang diperoleh melalui bunga. Sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip 1 Undang-Undang No. 21Tahun 2008 tentang Perbankan Syari ah 2 Muhamad, Manajemen Bank Syari ah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002, h. 260 3 Kasmir, Manajemen Perbankan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007, h. 73

3 syari ah berupa imbalan atau bagi hasil. Perbedaan lainnya terletak dari analisis pemberian kredit beserta persyaratannya. 4 2. Akad-akad Pembiayaan a. Pola bagi hasil 1) Mud{a<rabah Yang dimaksud dengan akad mud{a<rabah dalam pembiayaan adalah akad kerja sama suatu usaha antara pihak pertama (ma<lik, s{a<hibul ma<l, atau Bank Syari ah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua ( a<mil, mud{a<rib atau nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh Bank Syari ah kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian. 2) Musya<rakah Yang dimaksud dengan akad musya<rakah adalah akad kerja sama di antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing. 4 Ibid, h. 73

4 b. Pola jual beli 1) Mura<bahah Yang dimaksud dengan akad mura<bahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati. 5 a) Rukun akad mura<bahah Pelaku akad, yaitu ba<i (penjual) adalah pihak yang memiliki barang untuk dijual, dan musytari (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli barang. Objek akad, yaitu mabi< (barang dagangan) dan s{ama<n (harga), dan Si<g{ah, yaitu ija<b dan qabu<l. 6 b) Akad ba<i al-inah Ba<i al-inah adalah akad jual beli ketika penjual menjual asetnya kepada pembeli dengan janji untuk dibeli kembali (sale and buy back) dengan pihak yang sama. Ba<i al-inah adalah penjualan tunai (cash sale) dilanjutkan dengan pembelian kembali dengan tangguh (deffered payment sale/bba). 7 5 Undang-Undang No. 21Tahun 2008 tentang Perbankan Syari ah 6 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syari ah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, h. 82 7 Ibid, h. 189

5 c) Akad bai< bis}aman a<jil Bai< bis}aman a<jil atau BBA adalah akad jual beli mura<bahah (cost + margin) ketika pembayaran dilakukan secara tangguh dan dicicil dalam jangka waktu panjang, sehingga disebut juga credit mura<bahah jangka panjang. 8 Jual beli BBA adalah jual beli tangguh bukan jual beli spot (bai< = jual beli, s}aman = harga, a<jil = penangguhan) sehingga BBA termasuk dalam kategori perdagangan dan perniagaan yang dibolehkan syari ah. Proses bai< bis}aman a<jil sebagai berikut: a) Nasabah mengidentifikasi aset, misalkan aset X yang ingin dimiliki atau dibeli b) Bank membelikan aset yang diinginkan nasabah dari pemilik aset X, misalnya dengan harga Rp 100.000.000 c) Bank menjual aset X tersebut kepada nasabah dengan harga jual sama dengan harga perolehan ditambah marjin keuntungan yang diinginkan bank, misalnya Rp 120.000.000 d) Nasabah membayar harga aset X yang Rp 120.000.000 dengan cicilan sesuai kesepakatan. 8 Ibid, h. 192

6 2) Salam Yang dimaksud dengan akad salam adalah akad pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu dengan syarat tertentu yang disepakati. 3) Istisna< Yang dimaksud dengan akad istisna< adalah akad pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli (mustas{ni ) dan penjual atau pembuat (s{ani< ). 9 c. Pola sewa 1) Ija<rah Yang dimaksud dengan akad ija<rah adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. 2) Ija<rah Muntahiya Bittamlik Yang dimaksud dengan akad ija<rah muntahiya bittamlik adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang. 9 Undang-Undang No. 21Tahun 2008 tentang Perbankan Syari ah

7 d. Pola pinjaman 1) Pengertian qard{ Yang dimaksud dengan akad qard{ adalah akad pinjaman dana kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati. 10 Perjanjian qard{ adalah perjanjian pinjaman. Dalam perjanjian qard{, pemberi pinjaman (kreditor) memberikan pinjaman kepada pihak lain dengan ketentuan penerima pinjaman akan mengembalikan pinjaman tersebut pada waktu yang telah diperjanjikan dengan jumlah yang sama ketika pinjaman itu diberikan. Qard{ul hasan merupakan perjanjian qard{ untuk tujuan sosial. Adalah tidak mustahil bagi suatu bank syari ah yang terpanggil untuk memberikan pinjaman-pinjaman kepada mereka yang tergolong lemah ekonominya untuk memberikan fasilitas qard{ul hasan. 11 2) Landasan Hukum Qard{!"#$%&' %/ 0 -.+)!)*+ ( 12 Artinya: Barangsiapa meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, maka Allah akan mengembalikannya berlipatganda 10 Ibid, UU No. 21Tahun 2008 11 Sjahdeini, Sutan Remi, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, Cet. Ke-3, 2007, h. 75

8 untuknya, dan baginya pahala yang mulia. ( QS. Al-Hadid (57): 11) 12 3) Teknis perbankan Qard{ adalah pinjaman uang. Aplikasi qard{ dalam perbankan biasanya dalam empat hal: a) Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatan ke haji. b) Sebagai pinjaman tunai (cash advanced) dari produk kartu kredit syari ah, dimana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM. Nasabah akan mengembalikan sesuai waktu yang ditentukan. c) Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil dimana menurut perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila diberi pembiayaan dengan skema jual beli, ija<rah atau bagi hasil. d) Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank. e) Pengurus bank akan mengembalikannya secara cicilan melalui pemotongan gajinya.{ 13 540 12 Departemen Agama RI, Al- Qur an dan Terjemahnya, Jakarta: CV. Darus Sunah, 2010, h.

9 3. Macam-macam Pembiayaan a. Menurut al-harran, pembiayaan dalam perbankan syari ah dibagi tiga, yaitu: 1) Return bearing financing, yaitu bentuk pembiayaan yang secara komersial menguntungkan, ketika pemilik modal mau menanggung risiko kerugian dan nasabah juga memberikan keuntungan. 2) Return free financing, yaitu bentuk pembiayaan yang tidak untuk mencari keuntungan yang lebih ditujukan kepada orang yang membutuhkan (poor), sehingga tidak ada keuntungan yang dapat diberikan. 3) Charity financing, yaitu bentuk pembiayaan yang memang diberikan kepada orang miskin dan membutuhkan, sehingga tidak ada klaim terhadap pokok dan keuntungan. 14 b. Menurut pemanfaatannya, pembiayaan dibagi dua, yaitu: 1) Pembiayaan investasi Pembiayaan yang digunakan untuk pemenuhan barang-barang permodalan (capital goods) serta fasilitas-fasilitas lain yang erat hubungannya dengan hal tersebut. 2) Pembiayaan modal kerja 13 Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syari ah Deskripsi dan Ilustrasi, Yogyakarta: EKONISIA, Edisi ke-1, 2003, h, 71 14 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syari ah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, h. 122

10 Pembiayaan yang ditujukan untuk pemenuhan, peningkatan produksi, dalam arti yang luas dan menyangkut semua sektor ekonomi, perdagangan dalam arti yang luas maupun penyediaan jasa. c. Menurut sifatnya, pembiayaan dibagi dua, yaitu: 1) Pembiayaan produktif Pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti yang sangat luas seperti pemenuhan kebutuhan modal untuk meningkatkan volume penjualan dan produksi, pertanian, perkebunan maupun jasa. 2) Pembiayaan konsumtif Pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kabutuhan konsumsi, baik yang digunakan sesaat maupun dalam jangka waktu yang relatif panjang. 15 d. Dilihat dari segi jangka waktu 1) Kredit jangka pendek Kredit ini merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja. Contohnya untuk peternakan misalnya kredit peternakan ayam atau jika untuk pertanian misalnya tanaman padi atau palawija. 2) Kredit jangka menengah 15 Ridwan, Muhammad, Manajemen Baitul Maal wa Tamwil (BMT), Yogyakarta: UII Press, Cet. Ke-1, 2004, h. 166

11 Jangka waktu kreditnya berkisar antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun, biasanya untuk investasi. Sebagai contoh kredit untuk pertanian seperti jeruk, atau peternakan kambing. 3) Kredit jangka panjang Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang. Kredit jangka panjang waktu pengembaliannya diatas 3 tahun atau 5 tahun. Biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet, kelapa sawit atau manufaktur dan untuk juga kredit konsumtif seperti kredit perumahan. 16 e. Dilihat dari segi jaminan 1) Kredit dengan jaminan Merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan si calon debitur. 2) Kredit tanpa jaminan Merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha dan karakter serta loyalitas si calon debitur selama ini. 17 f. Dilihat dari segi sektor usaha 16 Kasmir, Manajemen Perbankan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007, h. 78 17 Ibid, h. 79

12 1) Kredit pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan dan pertanian rakyat. Sektor usaha pertanian dapat berupa jangka pendek atau jangka panjang. 2) Kredit peternakan, dalam hal ini untuk jangka pendek misalnya peternakan ayam dan jangka panjang kambing atau sapi. 3) Kredit industri, yaitu kredit untuk membiayai industri kecil, menengah atau besar. 4) Kredit pertambangan, jenis usaha tambang yang dibiayainya, biasanya dalam jangka panjang, seperti tambang emas, minyak, atau timah. 5) Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para mahasiswa. 6) Kredit profesi, diberikan kepada para profesional seperti dosen, dokter atau pengacara. 7) Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau pembelian perumahan. 8) Dan sektor-sektor usaha lainnya. 4. Analisis Pembiayaan a. Pendekatan Analisis Pembiayaan

13 1) Pendekatan jaminan, artinya bank dalam memberikan pembiayaan selalu memperhatikan kuantitas dan kualitas jaminan yang dimiliki oleh peminjam. 2) Pendekatan karakter, artinya bank mencermati secara sungguhsungguh terkait dengan karakter nasabah. 3) Pendekatan kemampuan pelunasan, artinya bank menganalisis kemampuan nasabah untuk melunasi jumlah pembiayaan yang telah diambil. 4) Pendekatan dengan studi kelayakan, artinya bank memperhatikan kelayakan usaha yang dijalankan oleh nasabah peminjam. 5) Pendekatan fungsi-fungsi bank, artinya bank memperhatikan fungsinya sebagai lembaga intermediary keuangan, yaitu mengatur mekanisme dana yang dikumpulkan dengan dana yang disalurkan. 18 b. Prinsip Analisis Pembiayaan 1) Character artinya sifat atau karakter nasabah pengambil pinjaman. 2) Capacity artinya kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan mengembalikan pinjaman yang diambil. 3) Capital artinya besarnya modal yang diperlukan peminjam. 4) Collateral artinya jaminan yang telah dimiliki yang diberikan peminjam kepada bank. 5) Condition artinya keadaan usaha atau nasabah prospek atau tidak. 18 Muhamad, Manajemen Bank Syari ah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002, h. 261

14 Prinsip 5C tersebut terkadang ditambahkan dengan 1C, yaitu constraint artinya hambatan-hambatan yang mungkin mengganggu proses usaha. 19 c. Tujuan Analisis Pembiayaan Analisis pembiayaan memiliki dua tujuan, yaitu: tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum analisis pembiayaan adalah pemenuhan jasa pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat dalam rangka mendorong dan melancarkan perdagangan, produksi, jasa-jasa, bahkan konsumsi yang kesemuanya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sedangkan tujuan khusus analisis pembiayaan adalah: 1) Untuk menilai kelayakan usaha calon peminjam. 2) Menekan resiko akibat tidak terbayarnya pembiayaan. 3) Untuk menghitung kebutuhan pembiayaan yang layak. 5. Pemantauan dan pengawasan pembiayaan a. Tujuan pemantauan dan pengawasan pembiayaan 1) Kekayaan bank syari ah akan selalu terpantau dan menghindari adanya penyelewengan-penyelewengan baik oknum dari luar maupun dari dalam bank syari ah. 2) Untuk memastikan ketelitian dan kebenaran data administrasi di bidang pembiayaan. 19 Ibid, h. 261

15 3) Untuk memajukan efisiensi di dalam pengelolaan tata laksana usaha di bidang peminjaman dan sasaran pencapaian yang ditetapkan. 4) Kebijakan manajemen bank syari ah akan dapat lebih rapi dan mekanisme dan prosedur pembiayaan akan lebih dipatuhi. 20 b. Media pemantauan 1) Informasi di luar bank syari ah. Diupayakan data dari laporan periodic usaha dibiayai baik itu berupa laporan stok, realisasi kerja dan laporan keuangan. Laporan harus juga dikontrol melalui realisasi kerjanya jangan hanya berdasarkan formulir laporan keuangan. 2) Informasi di dalam bank syari ah. Penelitian mutasi keuangan anggota dalam rekening sehingga diperoleh gambaran mutasi yang sesungguhnya dan tidak terjadi mutasi. 3) Meneliti perputaran yang terjadi atas debit dan kredit pada beberapa bulan berjalan. 4) Memberikan tanda pada laporan sehingga dapat diantisipasi jika ada kekeliruan yang besar. 5) Periksalah adakah tanggal-tanggal jatuh tempo yang dijanjikan terealisasi. 6) Meneliti buku-buku pembantu/tambahan dan map-map yang berkaitan dengan peminjaman. 21 20 Ibid, h. 266 21 Ibid, h. 266

16 6. Penanganan pembiayaan bermasalah a. Analisa sebab kemacetan 1) Aspek internal Peminjam kurang cakap dalam usaha tersebut. Manajemen tidak baik atau kurang rapi. Laporan keuangan tidak lengkap. Penggunaan dana yang tidak sesuai dengan perencanaan. Perencanaan yang kurang matang. Dana yang diberikan tidak cukup untuk menjalankan usaha tersebut. 2) Aspek eksternal Aspek pasar kurang mendukung. Kemampuan daya beli masyarakat kurang. Kebijakan pemerintah. Pengaruh lain di luar usaha. b. Menggali potensi peminjam. c. Melakukan perbaikan akad (remedial). d. Memberikan pinjaman ulang, mungkin dalam bentuk pembiayaan al- Qard{ Hasan, mura<bahah atau mud{a<rabah. e. Penundaan pembayaran.

17 f. Memperkecil angsuran dengan memperpanjang waktu atau akad dan margin baru (rescheduling). g. Memperkecil margin keuntungan bagi hasil. 22 7. Penyitaan barang jaminan Jaminan yang dijaminkan nasabah kepada bank syari ah dapat dilakukan pinalty atau penyitaan. Masalah penyitaan atau eksekusi jaminan di bank syari ah sangat tergantung pada kebijakan manajemen. Ada yang melakukan eksekusi, namun ada pula yang tidak melakukan eksekusi jaminan nasabah yang mengalami kemacetan pembiayaan. Kebanyakan bank syari ah lebih memberlakukan upaya rescheduling, reconditioning, dan pembiayaan ulang dalam bentuk al-qard{ Hasan dan jaminan harus tetap ada sebagai persyaratan jaminannya. 23 B. Pemberdayaan 1. Pengertian Pemberdayaan 22 Ibid, h. 268 23 Ibid, h. 269

18 Pemberdayaan yaitu upaya untuk memberi kemampuan atau keberdayaan kepada mereka yang lemah. 24 Kata pemberdayaan dan memberdayakan yang merupakan terjemahan dari kata empower. Pemberdayaan adalah upaya membuat sesuatu berkemampuan atau berkekuatan. Dalam Oxford English Dictionary kata empower mengandung dua arti. Pertama, to give power or authority to (memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan, atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain). Kedua, to give ability to or enable (upaya memberikan kemampuan atau keberdayaan). 25 Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu yang mengalami kemiskinan. Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk kepada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara fisik, ekonomi, maupun sosial. 26 Menurut M. Dawam Rahardjo, pemberdayaan ekonomi umat mengandung tiga misi. Pertama, misi pembangunan ekonomi dan bisnis yang 24 Harahap, Syahrin, Islam Konsep dan Implementasi Pemberdayaan, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, Cet ke-1, 1999, h. 110 25 Muhamad, Bank Syariah Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, Cet. Ke-1, 2005, h. 111 26 Rosdiana, et all. Pemberdayaan Masyarakat Untuk Pembangunan Perdamaian, Jakarta: Center of the Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah, 2009, h. 120

19 berpedoman pada ukuran-ukuran ekonomi dan bisnis yang lazim dan bersifat universal, misalnya besaran-besaran produksi, lapangan kerja, tabungan, investasi, ekspor dan impor dan kelangsungan usaha. Kedua, pelaksanaan etika dan ketentuan hukum syari ah yang harus menjadi ciri kegiatan ekonomi Islam. Dan ketiga, membangun kekuatan ekonomi umat Islam sehingga menjadi sumber dana pendukung dakwah Islam yang dapat ditarik melalui zakat, infaq, sedekah, wakaf serta menjadi bagian dari pilar perekonomian Indonesia. 27 2. Konsep Pemberdayaan Konsep pemberdayaan berkaitan dengan beberapa hal. Pertama, kesadaran tentang ketergantungan dari yang lemah dan tertindas kepada yang kuat dan yang menindas dalam masyarakat. Kedua, kesan dari analisis tentang lemahnya posisi tawar menawar (bargaining position) masyarakat terhadap negara dan tekno struktur dunia bisnis. Dan ketiga, paham tentang strategi untuk lebih baik memberikan kail daripada ikan dalam membantu yang lemah, dengan perkataan lain mementingkan pembinaan keswadayaan dan kemandirian. Kesemuanya itu dilakukan dengan memfokuskan upaya-upaya pengembangan dan pembangunan kepada peningkatan mutu sumber daya manusia. 27 Rahardjo, M. Dawam, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF), Cet ke-1, 1999, h. 389

20 3. Upaya Pemberdayaan Pemberdayaan pada dasarnya menyangkut lapisan bawah atau lapisan masyarakat yang miskin yang dinilai tertindas oleh sistem dan dalam struktur sosial. Upaya pemberdayaan ini menyangkut beberapa segi. Pertama, penyadaran dan peningkatan kemampuan untuk menemukenali (identifikasi) persoalan dan permasalahan yang menimbulkan kesulitan hidup dan penderitaan yang dialami oleh golongan itu. Kedua, penyadaran tentang kelemahan maupun potensi yang dimiliki, sehingga menimbulkan dan meningkatkan kepercayaan kepada diri sendiri untuk keluar dari persoalan dan guna memecahkan permasalahan serta mengembangkan diri. Ketiga, meningkatkan kemampuan manajemen sumber daya yang telah ditemukenali. Secara eksternal, pemberdayaan memerlukan upaya-upaya advokasi kebijaksanaan ekonomi politik yang pada pokoknya bertujuan untuk membuka akses golongan bawah, lemah dan tertindas tersebut terhadap sumber daya yang dikuasai oleh golongan kuat atau terkungkung oleh peraturan-peraturan pemerintah dan pranata sosial yang bias terhadap kepentingan golongan kuat. 28 4. Prinsip-Prinsip Pemberdayaan a. Kesetaraan 28 Ibid, h. 355

21 Prinsip utama yang harus dipegang dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah adanya kesetaraan atau kesejajaran kedudukan antara masyarakat dengan lembaga yang melakukan program-program pemberdayaan masyarakat maupun antara laki-laki dan perempuan. Tidak ada dominasi kedudukan di antara pihak-pihak tersebut. Dinamika yang dibangun adalah hubungan kesetaraan dengan mengembangkan mekanisme berbagi pengetahuan, pengalaman, serta keahlian satu sama lain. 29 b. Partisipatif Program pemberdayaan yang dapat menstimulasi kemandirian masyarakat adalah program yang sifatnya parstisipatif, direncanakan, dilaksanakan, diawasi, dan dievaluasi oleh masyarakat. 30 c. Keswadayaan Prinsip keswadayaan adalah menghargai dan mengedepankan kemampuan masyarakat daripada bantuan pihak lain. Konsep ini tidak memandang orang miskin sebagai obyek yang tidak berkemampuan (the have not), melainkan sebagai subyek yang memiliki kemampuan serba sedikit (the have little). Mereka memiliki kemampuan untuk menabung, pengetahuan yang mendalam tentang kendala-kendala usahanya, mengetahui kondisi lingkungannya, memiliki tenaga kerja dan kemauan, serta memiliki normanorma bermasyarakat yang sudah lama dipatuhinya. Semua itu harus digali 29 Najiyati, et all, Pemberdayaan Masyarakat di Lahan Gambut, Bogor: Wetlands International, 2005, h. 54 30 Ibid h. 58

22 dan dijadikan modal dasar bagi proses pemberdayaan. Bantuan dari orang lain yang bersifat materiil harus dipandang sebagai penunjang, sehingga pemberian bantuan tidak justru melemahkan tingkat keswadayaannya. Prinsip mulailah dari apa yang mereka punya, menjadi panduan untuk mengembangkan keberdayaan masyarakat. Sementara bantuan teknis harus secara terencana mengarah pada peningkatan kapasitas, sehingga pada akhirnya pengelolaannya dapat dialihkan kepada masyarakat sendiri yang telah mampu mengorganisir diri untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. 31 d. Berkelanjutan Program pemberdayaan perlu dirancang untuk berkelanjutan, sekalipun pada awalnya peran pendamping lebih dominan dibanding masyarakat sendiri. Tapi secara perlahan dan pasti, peran pendamping akan makin berkurang, bahkan akhirnya dihapus, karena masyarakat sudah mampu mengelola kegiatannya sendiri. 32 5. Strategi Pemberdayaan a. Mulailah dari apa yang masyarakat miliki 31 Ibid, h. 59 32 Ibid, h. 60

23 Memulai dari apa yang masyarakat miliki berarti menghargai apa yang mereka miliki. Hal ini bisa dibuktikan dengan menerima pandangan, pendapat, pengalaman, pengetahuan, atau memanfaatkan sumber daya yang mereka miliki. Mereka mungkin tidak memiliki uang, tapi mereka memiliki pengetahuan, pengalaman, atau sumber daya lain. 33 b. Berlatih dalam kelompok Pemberdayaan masyarakat dapat dilaksanakan melalui pendekatan individu dan/atau melalui pendekatan kelompok. Pendekatan individu dilakukan karena masalahnya sangat individual atau tidak dialami banyak orang, atau untuk tujuan lebih fokus. Sementara pendekatan kelompok dilakukan berdasarkan persoalan yang dialami dan dirasakan banyak orang, atau karena pendekatan ini dipandang lebih efektif. Dalam pendekatan kelompok untuk pelaku usaha, anggota diperlakukan sebagai individu, namun memperoleh fasilitas pendampingan dan permodalan melalui kelompok. Dalam kelompok pula mereka akan berproses dan dengan sendirinya terjadi proses pembelajaran untuk pengembangan usahanya. 34 c. Pembelajaran dengan metode pendampingan kelompok Dalam model pendampingan kelompok, pelatihan lebih dipahami sebagai sarana peningkatan kapasitas, kompetensi, motivasi, dan penyadaran. Didalamnya tercakup berbagai kegiatan yang saling berkaitan sesuai 33 Ibid, h. 61 34 Ibid, h. 62

24 kebutuhan riil masyarakat. Training need assessment dilakukan secara terusmenerus sesuai dengan perkembangan kemampuan dan aspirasi masyarakat. Pelatihan merupakan proses pembelajaran yang terus-menerus dan berkelanjutan, dilakukan di lokasi, dalam kelompok, dan tidak formal. Pelatihan ini dipandu oleh pendamping yang tinggal di lokasi bersama masyarakat. Sumber informasi dalam pelatihan adalah berbagai pihak yang relevan dan kompeten, antara lain pendamping, instansi teknis di lingkungan pemerintah, lembaga-lembaga pengembang keswadayaan masyarakat, mitra usaha, dan masyarakat itu sendiri. 35 d. Pelatihan khusus Pelatihan dapat dilakukan langsung oleh lembaga pemberdayaan dengan merekrut masyarakat yang berpotensi dan berminat. 36 e. Mengangkat kearifan budaya lokal Di dalam kearifan lokal juga terdapat ikatan-ikatan atau kelompok tradisional di masyarakat yang telah diakui sebagai instrumen untuk mengatasi berbagai permasalahan sosial. Contohnya dewan masyarakat adat atau sesepuh desa. Norma-norma yang merupakan kearifan budaya lokal ini perlu dipertahankan. Jika memungkinkan budaya semacam ini dapat dimanfaatkan sebagai media atau pintu masuk bagi program-program pemberdayaan masyarakat. 35 Ibid, h. 64 36 Ibid, h. 66

25 f. Bantuan sarana Untuk memperkuat kemampuan masyarakat dalam meningkatkan keberdayaannya, seringkali diperlukan pemberian bantuan berupa sarana seperti modal stimulan. Diperlukan strategi khusus agar pemberian bantuan dalam bentuk sarana semacam ini betul-betul sesuai dengan kebutuhan dan mampu mendorong proses pemberdayaan. 37 1) Bantuan modal stimulan Dalam konsep pemberdayaan, orang miskin dipandang sebagai subyek yang memiliki kemampuan meskipun serba sedikit. Mereka bukanlah the have not, melainkan the have little. Apabila pemberdayaan dalam bidang ekonomi hanya mengandalkan kemampuan mereka yang serba sedikit, maka program akan berjalan lambat. Bisa saja mereka diorganisir dalam kelompok untuk melakukan pemupukan modal dengan cara menabung, yang selanjutnya dijadikan modal usaha dan dipinjamkan dengan model dana bergulir (revolving fund). Namun, prosesnya akan lambat. Untuk mempercepat proses pengembangan modal, maka diberikanlah modal stimulan dengan harapan percepatan pengembangan usaha. 2) Bantuan konservasi lahan Pemberian bantuan sarana konservasi lahan seringkali gagal apabila proses perencanaan dan pelaksanaannya kurang melibatkan masyarakat. Keterlibatan penuh masyarakat diperlukan dari sejak proses perencanaan 37 Ibid, h. 67

26 hingga pelaksanaan dan evaluasinya. Kontribusi masyarakat dalam bentuk pemikiran, tenaga kerja, dan biaya akan membuat masyarakat merasa memiliki, membutuhkan, dan akhirnya akan memanfaatkan dan memelihara sarana tersebut meskipun kegiatan pemberdayaan sudah berakhir. g. Dilaksanakan secara bertahap Para perencana pembangunan sering beranggapan bahwa untuk memperoleh hasil yang cepat, perlu dilakukan perubahan norma-norma secara drastis agar masyarakat mampu berkembang secara cepat. Anggapan ini keliru. Siapapun yang merasa terpanggil dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat harus bisa belajar menyesuaikan dengan irama atau dinamika kehidupan masyarakat. 38 38 Ibid, h. 69