PENGEMBANGAN METODE BANGKITAN DAN TARIKAN PERJALANAN BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

dokumen-dokumen yang mirip
Fauzan Putra ( ) Mahasiswa. Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota. Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan. Universitas Bung Hatta

Citra Satelit IKONOS

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN Karakteristik Zona

KAJIAN CITRA RESOLUSI TINGGI WORLDVIEW-2

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

Analisa Ketelitian Geometric Citra Pleiades Sebagai Penunjang Peta Dasar RDTR (Studi Kasus: Wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ISSN Jalan Udayana, Singaraja-Bali address: Jl. Prof Dr Soemantri Brodjonogoro 1-Bandar Lampung

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Dosen Pembimbing : Ir. Chatarina Nurdjati Supadiningsih,MT Hepi Hapsari Handayani ST, MSc. Oleh : Pandu Sandy Utomo

Analisis Ketelitian Objek pada Peta Citra Quickbird RS 0,68 m dan Ikonos RS 1,0 m

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

SIDANG TUGAS AKHIR RG

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA

Evaluasi Ketelitian Luas Bidang Tanah Dalam Pengembangan Sistem Informasi Pertanahan

KAJIAN KETELITIAN KOREKSI GEOMETRIK DATA SPOT-4 NADIR LEVEL 2 A STUDI KASUS: NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

PEMANFAATAN CITRA SATELIT ALOS HASIL METODE PAN SHARPENING UNTUK PEMETAAN RUANG TERBUKA HIJAU WILAYAH PERKOTAAN PATI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Gambar 1. Satelit Landsat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STUDI PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN INTERPRETASI CITRA QUICKBIRD

Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING

13. Purwadhi Sri Hardiyanti ( 1994 ), Penelitian lingkungan geografis dalam inventarisasi penggunaan lahan dengan teknik penginderaan jauh di

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :

III. BAHAN DAN METODE

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisis Ketelitian Geometric Citra Pleiades 1B untuk Pembuatan Peta Desa (Studi Kasus: Kelurahan Wonorejo, Surabaya)

EVALUASI PERKEMBANGAN DAN PERSEBARAN PEMBANGUNAN APARTEMEN SESUAI DENGAN RTRW SURABAYA TAHUN 2013 (Studi Kasus : Wilayah Barat Kota Surabaya)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Apr, 2013) ISSN:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemetaan Sawah Baku 2.2. Parameter Sawah Baku

Prediksi Spasial Perkembangan Lahan Terbangun Melalui Pemanfaatan Citra Landsat Multitemporal di Kota Bogor

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4 Subset citra QuickBird (uint16).

Bangunan Berdasarkan Citra Landsat 5 TM dan Sentinel 2A MSI (Kasus: Kota Salatiga) Anggito Venuary S

Latar Belakang. Penggunaan penginderaan jauh dapat mencakup suatu areal yang luas dalam waktu bersamaan.

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

Analisis Ketelitian Geometric Citra Pleiades 1A untuk Pembuatan Peta Dasar Lahan Pertanian (Studi Kasus: Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE

EVALUASI TUTUPAN LAHAN DARI CITRA RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE KLASIFIKASI DIGITAL BERORIENTASI OBJEK (Studi Kasus: Kota Banda Aceh, NAD)

BAB I PENDAHULUAN. Aktifitas manusia di atas permukaan bumi antara lain permukiman,

PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ZONASI KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN KASUS DI KOTA BANDUNG BAGIAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMODELAN BANGKITAN PERJALANAN PELAJAR DI KOTA YOGYAKARTA

Analisis Pengaruh Sebaran Ground Control Point terhadap Ketelitian Objek pada Peta Citra Hasil Ortorektifikasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: ( Print) 1 II. METODOLOGI PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

Studi Banding antara Metode Minimum Distance dan Gaussian Maximum Likelihood Sebagai Pengklasifikasi Citra Multispektral

APLIKASI CITRA LANDSAT UNTUK PEMODELAN PREDIKSI SPASIAL PERKEMBANGAN LAHAN TERBANGUN ( STUDI KASUS : KOTA MUNTILAN)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EVALUASI PEMANFAATAN RUANG DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal

ANALISIS KESELARASAN PEMANFAATAN RUANG KECAMATAN SEWON BANTUL TAHUN 2006, 2010, 2014 TERHADAP RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN (RDTRK )

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SIG UNTUK ESTIMASI PRODUKSI PADI BERDASARKAN POLA TANAM DI KABUPATEN BANTUL

PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOTIK ISSN:

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

LAPORAN PENELITIAN. Oleh: Dyah Respati Suryo Sumunar

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

Keyword: Quickbird image data, the residential area, evaluation

Transkripsi:

PENGEMBANGAN METODE BANGKITAN DAN TARIKAN PERJALANAN BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD Qadriathi Dg Bau Program Doktor Penginderaan Jauh Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Indonesia qadriathidgbau@yahoo.co.id Hartono Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Indonesia hartonogeografi@geo.ugm.ac.id Danang Parikesit Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dparikesit@ugm.ac.id Totok Gunawan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Indonesia totokgunawan@yahoo.com Abstract As a basic model, trip generation model aims to obtain the number of movement generated by each origin and the one attracted to each destination zone. Based on the movement, trip generation model is categorized into home-based trip generation and non home-originated/destinated trip attraction. Given that the different types of activities attract trips with different characteristics, it can be concluded that land use management determines the movement and activities. Remote sensing imagery has been extensively used in various research themes including land use management or land use and detailed land utility. As one of the remote sensing imageries, Quickbird imagery is advantageous with its high spatial resolution which is 0.61 cm. Therefore, it is interesting to apply the 0.61 cm spatial resolution to the trip generation model to estimate the number of trips at the trip generation. This aims is to minimize field activities which are high cost, extensive workers, and relatively time consuming. Keywords: trip generation model, trip attraction, quickbird imagery Abstrak Sebagai model dasar, model bangkitan perjalanan bertujuan bertujuan untuk mendapatkan jumlah perjalanan yang dihasilkan oleh masing-masing zona asal dan yang tertarik oleh suatu zona tujuan. Berdasarkan perjalanan tersebut, model bangkitan perjalanan dikategorikan dalam bangkitan perjalanan berbasis rumah dan bangkitan perjalanan yang tidak berbasis rumah. Karena berbagai aktivitas akan menarik perjalanan dengan karakteristik yang berbeda-beda, dapat disimpulkan bahwa manajemen penggunaan tata guna lahan berpengaruh terhadap aktivitas dan pergerakan. Citra penginderaan jauh telah banyak digunakan dalam berbagai tema penelitian termasuk manajemen tata guna lahan, atau pemanfaatan lahan dan utilitas lahan yang bersifat detail. Sebagai salah satu citra penginderaan jauh, citra Quickbird mempunyai keunggulan karena resolusi spasial tinggi, yaitu 0,61 cm. Oleh karena itu, akan sangat menarik untuk menerapkan resolusi spasial 0,61 cm tersebut pada model bangkitan perjalanan untuk memperkirakan jumlah perjalanan yang dibangkitkan. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan kegiatan lapangan yang membutuhkan biaya tinggi, membutuhkan tenaga yang banyak, serta relatif membutuhkan waktu yang panjang. Kata-kata kunci: model bangkitan perjalanan, tarikan, citra quickbird PENDAHULUAN Secara umum perencanaan transportasi perkotaan sering menggunakan model perencanaan transportasi empat tahap yang merupakan gabungan dari beberapa submodel yang harus dilakukan secara terpisah dan berurutan. Submodel tersebut adalah: (1) model Jurnal Transportasi Vol. 13 No. 2 Agustus 2013: 105-114 105

bangkitan perjalanan, (2) model sebaran pergerakan, (3) model pemilihan moda, dan (4) model pemilihan rute. Model bangkitan perjalanan merupakan model dasar yang bertujuan untuk mendapatkan jumlah pergerakan yang dibangkitkan oleh setiap zona asal dan jumlah pergerakan yang tertarik ke setiap zona tujuan. Berdasarkan pergerakannya, model bangkitan perjalanan dibagi menjadi bangkitan pergerakan dengan basis rumah dan tarikan perjalanan yang mempunyai asal atau tujuan bukan rumah. Perumahan umumnya berkedudukan sebagai penghasil perjalanan sedangkan aktivitas lainnya seperti aktivitas bisnis, industri, pelayanan kesehatan, penyelenggaraan pendidikan, hiburan, rekreasi, dan lain-lain merupakan penarik perjalanan. Perbedaan jenis kegiatan akan menarik perjalanan dengan karakteristik yang berbeda sehingga dapat ditarik kesimpulan jika tata guna lahan merupakan faktor penting yang mempengaruhi pergerakan dan kegiatan. Penggunaan citra penginderaan jauh, seperti foto udara, untuk berbagai penelitian telah lama dikembangkan termasuk untuk tata guna lahan atau penggunaan lahan dan lebih detil untuk pemanfaatan lahan. Menurut Sutanto (1994), beberapa alasan yang mendasari penggunaan citra penginderaan jauh di berbagai sector adalah: (a) citra penginderaan jauh dapat menggambarkan obyek, daerah, dan gejala di permukaan bumi dengan wujud dan letak obyek yang mirip wujud dan letaknya di permukaan bumi, relatif lengkap, dapat meliputi daerah luas dan bersifat permanen, (b) dari jenis citra tertentu atau foto udara dapat ditimbulkan gambaran tiga dimensional apabila pengamatannya dilakukan dengan alat stereoskop, (c) karakteristik obyek yang tak tampak dapat diwujudkan dalam bentuk citra sehingga dimungkinkan pengenalan obyeknya, (d) citra dapat dibuat secara cepat meskipun untuk daerah yang sulit dijelajahi secara terestrial, (e) merupakan satu-satunya cara untuk pemetaan daerah bencana, dan (f) citra sering dibuat dengan periode ulang yang pendek. Pada saat ini berbagai jenis citra penginderaan jauh memiliki kemampuan berbeda berdasarkan resolusi yang dimiliki. Resolusi adalah kemampuan suatu sistem optikelektronik untuk membedakan informasi yang secara spasial berdekatan dan secara spektral mempunyai kemiripan. Terdapat empat konsep resolusi yang sangat penting dalam bidang penginderaan jauh, yaitu resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiometrik dan resolusi temporal (Danoedoro, 1996, F. Sri, 2001, Xiong, 2004, Lillesand et al., 2004, Gopalan, 2006). Seiring peningkatan resolusi, khususnya resolusi spasial pada citra satelit sumberdaya alam, foto udara dan citra satelit sumberdaya telah diaplikasikan dalam bidang transportasi. Menurut Ekern (2001) terdapat beberapa alasan yang mendasari penggunaan data penginderaan jauh dalam transportasi, yaitu: (1) pengumpulan data informasi penginderaan jauh tidak mengganggu, (2) kemampuan untuk menjangkau tempat yang tidak mungkin atau membutuhkan dana yang besar untuk menjangkaunya, dan (3) biaya dalam hal ketelitian memperbaiki (spasial dan spektral) juga bisa dikurangi jika dibandingkan dengan metode tradisional dalam hal pengumpulan data. Oleh karena itu, penelitian yang mengembangkan data penginderaan jauh untuk permodelan transportasi akan memberikan sumbangan yang berarti untuk pengumpulan 106 Jurnal Transportasi Vol. 13 No. 2 Agustus 2013: 105-114

data dan informasi, khususnya bagi masukan permodelan bangkitan dan tarikan agar lebih efisien, lebih hemat dan lebih akurat. Citra Quickbird ialah citra digital hasil penginderaan sensor satelit Quickbird yang dikelola oleh Digital Globe. Satelit Quickbird diluncurkan pada Tanggal 18 Oktober 2001 di Pangkalan Angkatan Udara Vandenber, California, sebagai bukti perkembangan teknologi satelit yang mempunyai resolusi spasial tinggi. Satelit inimengorbit secara sunsynchronous pada ketinggian 450 km dari permukaan bumi dengan sudut inklinasi sebesar 97,2 0. Satu periode orbit sekitar 93,5 menit untuk sekali lintasan dengan kecepatan 7,1 km/detik. Pada orbit ini satelit Quickbird akan merekam daerah yang dilewatinya secara tetap, yaitu sekitar pukul 10.30 pagi melintasi equator (Digital Globe Inc, 2006). Satelit Quickbird mempunyai kemampuan 11 bit per piksel (2048 gray scale), yang berarti memberikan kualitas citra yang lebih baik karena gradasi keabuan mengalami peningkatan 8 kali dibandingkan tipe 8 bit (256 gray scale) yang dimiliki sebagian besar citra satelit yang ada saat ini. Pada citra Quickbird terdapat lima pilihan produk, yaitu hitam-putih (pankromatik), multispektral, bundel (hitam-putih dan multispektral), berwarna, dan pan-sharpened (fusi). Citra hitam-putih memungkinkan untuk dianalisis visual dengan sangat baik karena ketajamannya yang tinggi. Produk multispektral meliputi panjang gelombang tampak dan infra merah dekat sehingga sangat ideal untuk analisis multispektral. Citra warna dari Quickbird mengkombinasikan informasi visual dari tiga saluran (band) multispektral dengan informasi spasial dari saluran pankromatik. Sedangkan citra fusi mengkombinasikan informasi visual dari semua saluran (4 band) multispektral dengan informasi spasial dari saluran pankromatik. Berdasarkan tingkatan produk, citra Quickbird terbagi menjadi tiga, yaitu: basic, standard, dan orthorectified. Citra dengan tingkatan basic telah terkoreksi radiometris dari pengaruh gerakan sensor tetapi tidak terkoreksi geometris ataupun terpetakan dalam elipsoid dan proyeksi kartografis. Resolusi citra bervariasi pada sudut diluar nadir (offnadir angle) yang berbeda. Resolusi untuk citra basic hitam putih sebesar 61 cm hingga 72 cm pada sudut 25º off-nadir. Resolusi pada sudut nadir maksimum (45º) mencapai 1,14 m. Resolusi citra multispektralnya berkisar pada 2,44 m (nadir) hingga 2,88 m (25º off-nadir) dan mencapai 4,56 m pada 45º off-nadir. Citra pada tingkatan basic tidak tersedia dalam format yang telah difusikan. Citra dengan tingkatan standard telah terkoreksi radiometris, terkoreksi terhadap gerakan sensor, terkoreksi geometris, dan terpetakan dalam proyeksi kartografis. Citra pada tingkatan ini tersedia dalam format hitam putih, berwarna, dan pan-sharpened dengan resolusi 60 cm hingga 70 cm atau multispektral dengan resolusi 2,4 meter atau 2,8 meter. Selain itu citra standard memiliki Digital Elevation Model (DEM) yang secara luas teraplikasi padanya. DEM tersebut digunakan untuk menormalkan pengaruh relief topografi dengan memperhatikan elipsoid referensi. Namun karena tingkat kenormalan sebagai hasil dari proses tersebut relatif kecil, citra tersebut belum bisa dianggap terortorektifikasi. Pada tingkatan ini citra Quickbird memiliki akurasi geolokasi absolut rata-rata sebesar 23 m pada tingkat kepercayaan 90% (CE 90%), tidak termasuk pergeseran topografis dan penglihatan di luar nadir (off-nadir viewing). Lokasi pada permukaan bumi Pengembangan Metode Bangkitan dan Tarikan Perjalanan (Qadriathi Dg Bau, dkk.) 107

diturunkan dari pengolahan sifat satelit serta informasi efemeris tanpa menggunakan titik kontrol bumi atau ground control point (GCP). Citra Quickbird orthorectified merupakan tingkatan citra yang telah dikoreksi radiometris, sensor dan geometris, serta telah diproses ortorektifikasi dan terpetakan pada datum dan proyeksi kartografis. Citra pada tingkatan ini tersedia dalam format hitam putih, berwarna, dan fusi dengan resolusi 60 cm hingga 70 cm atau multispektral dengan resolusi 2,4 meter atau 2,8 meter. Citra orthorectified memerlukan DEM atau titik kontrol bumi untuk menghilangkan pengaruh pergeseran relief dan untuk menempatkan piksel pada lokasi peta yang benar. Citra orthorectified merupakan citra yang sudah siap digunakan dalam keperluan pembentukan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan banyak digunakan sebagai peta citra dasar untuk berbagai macam keperluan. Kelebihan citra Quickbird dibandingkan dengan citra satelit lainnya terletak pada beberapa pilihan produk yang disesuaikan dengan kebutuhan pemakai dan resolusi spasialnya yaitu kemampuan mendeteksi obyek dengan ukuran terkecil 0,61 cm. Obyek seperti kendaraan di jalan akan nampak terdeteksi jelas bentuk dan ukurannya dibandingkan dengan citra yang memiliki resolusi spasial 1 m. Contoh lain penggunaan lahan bisa dibedakan sampai kepada fungsi bangunan seperti permukiman pola teratur dengan kepadatan rendah, pertokoan, mall, mesjid, pasar dan sebagainya. Citra Quickbird telah dimanfaatkan untuk berbagai tema penelitian khususnya kajian yang memanfaatkan ruang seperti perencanaan kota, penentuan nilai jual obyek pajak, mendeteksi perubahan penggunaan dan penutupan lahan, perencanaan jalan baru dan lain-lain. Berdasarkan hal tersebut, maka menjadi sangat menarik untuk mengaplikasikan citra Quickbird pada bidang transportasi khususnya model bangkitan perjalanan guna mengestimasi jumlah perjalanan pada tahap bangkitan dan tarikan perjalanan di setiap zona sehingga diharapkan mampu meminimalkan kegiatan lapangan. PERMODELAN BANGKITAN DAN TARIKAN PERJALANAN Permodelan bangkitan dan tarikan pada penelitian ini mengoptimalkan kelebihan citra Quikbird sebagai sumber data primer. Metode yang ditawarkan untuk model bangkitan dan tarikan perjalanan berdasarkan citra Quickbird, sebagai berikut: 1. Melakukan koreksi geometrik citra Quickbird untuk menghilangkan pengaruh pergeseran relief dan untuk menempatkan piksel pada lokasi peta yang benar. Proses koreksi geometrik salah satunya menggunakan teknik image to image untuk memperoleh nilai RMSE sesuai yang dipersyaratkan. 2. Setelah citra Quickbird terkoreksi dengan benar maka dilanjutkan dengan proses interpretasi. Interpretasi dibagi dua, yaitu interpretasi visual dan interpretasi digital. Khusus untuk citra Quickbird untuk memperoleh peta pemanfaatan lahan, peta kepadatan bangunan, dan peta keteraturan bangunan lebih disarankan dengan teknik interpretasi visual. Pada basis data, peta biasanya juga disebut data grafis dan keterangan yang melengkapi peta, seperti luas bangunan, disebut data atribut atau tabuler. 108 Jurnal Transportasi Vol. 13 No. 2 Agustus 2013: 105-114

3. Kerja lapangan merupakan tahap berikutnya yang bertujuan untuk mencocokkan hasil interpretasi citra Quickbird dengan kondisi lapangan sehingga hasil interpretasi dianggap 100% benar. Teknik uji akurasi yang digunakan adalah uji akurasi keseluruhan dan koefisien Kappa. 4. Interpretasi ulang dilakukan terhadap peta pemanfaatan lahan, peta kepadatan bangunan, dan peta keteraturan bangunan. Selanjutnya peta pemanfaatan lahan, peta kepadatan, dan peta keteraturan bangunan dikelompokkan menjadi dua, yaitu peta zona bangkitan dan peta zona tarikan. Peta zona bangkitan terdiri dari permukiman, kepadatan bangunan, dan keteraturan bangunan, sedangkan peta zona tarikan terdiri dari pemanfaatan lahan selain permukiman, seperti pertokoan, sekolah, perguruan tinggi, hotel, rumah sakit, dan mall. 5. Setelah diperoleh peta zona bangkitan dan tarikan perjalanan selanjutnya dilakukan pengambilan sampel di lapangan, untuk pengumpulan data besar dan arah perjalanan, dengan teknik wawancara asal tujuan di setiap zona bangkitan dan zona tarikan perjalanan. 6. Selanjutnya pembangunan model bangkitan dan tarikan perjalanan dengan metode analisis regresi, dengan luas bangunan setiap zona berdasarkan citra Quickbird sebagai variabel terikat dan jumlah perjalanan hasil wawancara sebagai variabel bebas. 7. Langkah terakhir pembentukan model bangkitan dan model tarikan perjalanan berdasarkan citra Quickbird. PEMBAHASAN Penelitian ini mengambil lokasi enam kecamatan di Kota Makassar sebagai studi empiris dengan pertimbangan Kota Makassar merupakan kota metropolitan berdasarkan jumlah penduduknya dan kota terbesar keempat di Indonesia dan terbesar di Indonesia Timur. Pertimbangan lainnya adalah ketersediaan citra Quickbird tahun 2009. Hasil yang diperoleh, berdasarkan metode yang digunakan dari citra Quickbird dengan bantuan sistem informasi geografis, diuraikan secara bertahap dilengkapi dengan uji akurasi di setiap tahapan. Gambar 1 Penyebaran Titik Kontrol Medan Pengembangan Metode Bangkitan dan Tarikan Perjalanan (Qadriathi Dg Bau, dkk.) 109

Tahap koreksi geometrik menggunakan 15 titik ikat yang menyebar di daerah penelitian. Berdasarkan hasil perhitungan, julat kesalahan koreksi geometrik citra Quickbird tahun 2009 RMSE totalnya sebesar 0,12861. Tingkat kesalahan tersebut dapat diterima karena peta tematik bangkitan dan tarikan perjalanan yang dihasilkan penelitian ini mempunyai skala1:50.000. Tingkat kesalahan yang dihasilkan relatif kecil karena daerah penelitian masuk pada kategori topografi datar di daerah perkotaan. Penyebaran titik ikat dapat dilihat pada Gambar 1 dan hasil koreksi geometrik pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil Koreksi Geometrik No X Lapangan Y Lapangan X Peta Y Peta Selisih 1 766758,697348 9432858,637111 766768,117520 9432865,743556 0,00000 2 766907,842863 9432823,805170 766917,263034 9432831,682857 0,00001 3 766286,832215 9432150,993200 766296,296396 9432157,918328 0,00001 4 767433,039151 9434013,269977 767443,006601 9434019,931539 0,00000 5 766890,473296 9429231,556512 773672,884465 9429238,574413 0,00001 6 773715,756415 9429912,172375 766901,244611 9429919,893986 0,00000 7 773623,278009 9430753,272143 773722,603827 9430759,423883 0,00000 8 773689,485305 9434280,225024 773633,287830 9434286,337152 0,00000 9 770686,473998 9434074,141057 773699,091899 9434080,136933 0,00000 10 770371,589148 9433858,592800 770695,380607 8433861,053634 0,00001 11 766585,468335 9433790,502425 770740,041317 9433796,785783 0,00001 12 767520,461267 9428830,166139 766596,422221 9428837,834108 0,00001 13 767520,461267 9428995,514202 767530,584821 9429002,857271 0,00001 14 770377,008958 9428810,758698 770387,459612 9428817,526152 0,00000 15 768429,518579 9430670,661957 768438,186097 9430678,654670 0,00001 Total RMS Error 0,12861 Gambar 2 Peta Pemanfaatan Lahan Kecamatan Panakkukang 110 Jurnal Transportasi Vol. 13 No. 2 Agustus 2013: 105-114

Setelah citra Quickbird terkoreksi dengan tepat langkah, selanjutnya interpretasi visual untuk membangun sistem basis data terdiri dari data grafis berupa peta pemanfaatan lahan, peta kepadatan bangunan, peta keteraturan bangunan dilengkapi data atributnya yaitu luasan setiap pemanfaatan lahan. Selanjutnya dilakukan kerja lapangan untuk menguji keakuratan interpretasi. Berdasarkan hasil uji akurasi dengan teknik overall accuracy diperoleh 92,36 % tingkat ketepatan akurasi interpretasi sedangkan berdasarkan koefisien Kappa sebesar 0,88. Contoh peta pemanfaatan lahan, peta kepadatan bangunan dan peta keteraturan bangunan yang sudah diintrepretasi ulang menyesuaikan kondisi lapangan disajikan pada Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4. Pada Gambar 2 pemanfaatan lahan dibagi menjadi 13 kategori, yaitu gedung olahraga, kelembagaan, mesjid, nonkelembagaan, pabrik, permukiman, pertokoan, pusat perbelanjaan, kawasan rekreasi, lahan kosong, pasar, dan semak belukar. Gambar 3 menunjukkan tingkatan kepadatan bangunan yang dibagi menjadi lima kategori yaitu sangat jarang, jarang, sedang, padat, dan sangat padat.pada Gambar 4 keteraturan bangunan dibagi menjadi tidak teratur, semi teratur, dan teratur. Kepadatan bangunan dan keteraturan bangunan dihubungkan dengan permukiman yang selanjutnya menjadi zona bangkitan perjalanan sedangkan zona tarikan terdiri atas individual obyek. Gambar 3 Peta Kepadatan Bangunan Kecamatan Panakkukang Peta zona bangkitan pada Gambar 5 menunjukkan kriteria zona bangkitan yang terdiri dari permukiman pola semi teratur sangat jarang, permukiman pola semi teratur jarang, permukiman semi teratur sedang, permukiman semi teratur padat, permukiman semi teratur sangat padat, permukiman teratur sangat jarang, permukiman teratur jarang, permukiman teratur sedang, permukiman teratur padat, permukiman teratur sangat padat, permukiman tidak teratur sedang, permukiman tidak teratur padat, dan permukiman tidak teratur sangat padat. Setiap kategori mempunyai luasan masing-masing sebagai data atribut. Pengembangan Metode Bangkitan dan Tarikan Perjalanan (Qadriathi Dg Bau, dkk.) 111

Gambar 4 Peta Keteraturan Bangunan Kecamatan Panakkukang Gambar 5 Peta Zona Bangkitan Kecamatan Panakkukang Zona tarikan perjalanan pada Gambar 6 dibagi menjadi 12 kategori, yaitu gedung olahraga, hotel, mall, mesjid, pabrik, pasar, perguruan tinggi, perkantoran, pertokoan, rumah sakit, sekolah, dan tempat rekreasi. Bentuk poligon masing-masing kategori menunjukkan bahwa setiap pemanfaatan lahan mempunyai luasan masing-masing dalam data atribut. Pengembangan model bangkitan dan tarikan perjalanan selanjutnya menggunakan model analisis regresi sederhana untuk mengkorelasikan variabel bebas dengan variabel terikat dengan bantuan software SPSS ver 20. Variabel yang dijadikan sebagai variabel bebas pada pengolahan citra Quickbird adalah luas bangunan (X) dan jumlah perjalanan (Y) sebagai variabel terikat. Untuk memenuhi syarat regresi dilakukan uji linearitas yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan linier yang signifikan antara variabel bebas dan variabel terikat. Hasil uji linearitas untuk koefisien model bangkitan perjalanan dapat dilihat pada Tabel 2 dan koefisien model tarikan perjalananpada Tabel 3. 112 Jurnal Transportasi Vol. 13 No. 2 Agustus 2013: 105-114

Gambar 6 Peta Zona Tarikan Kecamatan Panakkukang Tabel 2 Koefisien Model untuk Bangkitan Perjalanan Model Linear Quadratic Cubic R 0,933 0,899 0.867 R Square 0,904 0,804 0,813 Adjusted R Square 0.904 0,705 0,789 Std Error of The Estimate 1,465 1,433 0,184 Dari ketiga model berdasarkan Tabel 2, angka koefisien determinasi (R 2 ) terbesar adalah pada model linier, sehingga model persamaan regresi untuk bangkitan perjalanan adalah: (1) Berdasarkan uji F (F-Stat = 210,71 dan F tabel= 3,846 atau F-Stat > F tabel) dan uji t (t Stat = 145,161 dan t tabel= 1,961 atau t Stat > t tabel), secara statistika model linier dapat diterima untuk model bangkitan perjalanan berdasarkan citra Quickbird. Tabel 3 Koefisien Model untuk Tarikan Perjalanan Model Linear Quadratic Cubic R 0,973 0,799 0.862 R Square 0,948 0,638 0,743 Adjusted R Square 0.948 0,637 0,743 Std Error of The Estimate 108,514 288,665 0,602 Model tarikan perjalanan juga menggunakan luas bangunan berdasarkan citra Quickbird sebagai variabel bebas (X) dan jumlah perjalanan (Y) sebagai variabel terikat. Perbandingan ketiga model pada Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai R 2 model linier lebih besar dibandingkan dua model lainnya. Berdasarkan persamaan tersebut selanjutnya dilakukan uji F (F-Stat = 9,587 > F tabel= 3,861 atau F-Stat > F tabel) dan uji t (t Stat = Pengembangan Metode Bangkitan dan Tarikan Perjalanan (Qadriathi Dg Bau, dkk.) 113

96,313 > t tabel= 1,648 atau t Stat > t tabel) dan secara signifikan model dapat diterima, sehingga persamaan model tarikan perjalanan adalah: (2) KESIMPULAN DAN SARAN Pengembangan metode permodelan bangkitan dan tarikan perjalananberdasarkan citra Quickbird diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam hal batas zona yang selama ini menggunakan batas administrasi. Selain itu luas bangunan yang diperoleh dari interpretasi citra Quickbird dengan bantuan sistem informasi geografis dapat dijadikan input variabel bebas. Dengan demikian metode ini dapat lebih efektif dan lebih efisien untuk meminimalkan biaya, mengurangi personil, dan menyingkat waktu. UCAPAN TERIMAKASIH Penelitian ini merupakan bagian dari disertasi penulis, sehingga penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada berbagai pihak, khususnya tim promotor Prof. Dr. Hartono, DEA., DES, atas bimbingannya,prof. Dr-Tech. Ir. Danang Parikesit, M.Sc,atas arahan dan bantuan pengadaan citra Quickbird, dan Prof. Dr. Totok Gunawan, MS, atas masukannya. DAFTAR PUSTAKA Danoedoro, P. 1996. Pengolahan Citra Digital: Teori dan Aplikasinya dalam Bidang Penginderaan Jauh. Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Digital Globe. 2006. Quickbird Imagery. (Online), (http://www.digitalglobe.com, diakses 17 Oktober 2006). Ekern, S and David. 2001. Introduction to The Proceedings, Remote Sensing for Transportation Product and Results: Foundation for Future, TRB Conference Proceedings 29, Washington, DC. Gopalan. 2006. High Resolution Imagery for Developmental Planning with Special Reference to Developing Economies. (Online), (http://jurnal%20transportasi/ Transport 3.Htm, diakses 23 Oktober 2007). Lillesand, T.M, Kiefer R.W. and Chipman J.W. 2004. Remote Sensing and Image Interpretation, New York, NY: John Wiley and Sons. Sutanto. 1994. Penginderaan Jauh Jilid II. Cetakan Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Xiong, Demin, Lee, R., J. Bo Saulsbury, Lanzer, E. L and Perez, A. 2004. Guidance on Using Remote Sensing Application for Environmental Analysis in Transportation Planning. Research Report W A-RD 593-2. Oak Ridge, TN: Oak Ridge National Laboratory. 114 Jurnal Transportasi Vol. 13 No. 2 Agustus 2013: 105-114