BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Air tawar bersih yang layak minum kian langka di perkotaan. Sungai-sungai

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah bidang industri. Hal ini didukung dengan tumbuhnya sektor

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. baru dari rokok yang disebut rokok elektrik atau nama lainnya adalah vapor yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 59 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lex et Societatis, Vol. III/No. 7/Ags/2015

BAB II BEBERAPA ASPEK HUKUM TERKAIT DENGAN UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. 1. Pengertian Dasar Dalam Hukum Perlindungan Konsumen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Pesatnya pembangunan Indonesia di bidang ekonomi telah memicu

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. modern di satu pihak membawa dampak positif, di antaranya tersedianya

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen

PERANAN LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENJUALAN OBAT-OBATAN MELALUI INTERNET

Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terusmenerus. terpadu, terarah, dan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan suatu

Hukum Perlindungan Konsumen yang Berfungsi sebagai Penyeimbang Kedudukan Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Melindungi Kepentingan Bersama

A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen. Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

BAB III KERANGKA TEORITIS. orang yang memiliki hubungan langsung antara pelaku usaha dan konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

BAB I PENDAHULUAN. serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. 1

AKIBAT HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN KADALUWARSA

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA

BAB III PENUTUP. telah penulis lakukan pada bab-bab terdahulu, berikut ini disajikan kesimpulan

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian-uraian pada bagian pembahasan, maka dapat

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN MELALUI KONTEN LABEL PRODUK ROKOK MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NO. 109 TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. Penampilan menarik dan cantik selalu diidam-idamkan oleh semua kalangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan salah satu kebutuhan vital bagi makhluk hidup di

Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. keadilan, untuk mencapai tujuan tersebut Indonesia dihadapkan pada

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur, yaitu (1) unsur tindakan melindungi; (2) unsur pihak-pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. dan/atau jasa, baik itu transaksi barang dan/atau jasa yang berasal dari dalam. menuntut keduanya untuk saling memberikan prestasi.

PERLINDUNGAN KONSUMEN. Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya

BAB I PENDAHULUAN. wajah, membersihkan plek-plek pada wajah, membersihkan jamur,

yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya, khususnya makanan basah dibutuhkan oleh manusia. Namun, ketika isu formalin dan bahan-bahan kimia

KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang terjadi dalam masyarakat, sebagai akibat dari berkembangnya

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya barang dan jasa yang melintasi batas-batas wilayah suatu negara

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERKAIT DENGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN SERVICE CHARGE DI RESTORAN

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Peran Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Yogyakarta

BAB III PENUTUP. pada bab-bab terdahulu, berikut disajikan kesimpulan yang merupakan

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bervariasi, baik produk dalam negeri maupun produk luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. beli makanan dan minuman yang melintasi batas-batas wilayah suatu Negara,

ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PROMOSI BARANG DALAM PERDAGANGAN 1 Oleh: Steven Kanter Posumah 2

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB IV PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 8

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ATAS INFORMASI SUATU PRODUK MELALUI IKLAN YANG MENGELABUI KONSUMEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HAK-HAK KONSUMEN DALAM PEREDARAN PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN DALAM RANGKA PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) TERKAIT KASUS ALBOTHYL MENURUT UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. minuman memberikan asupan gizi yang berguna untuk kelangsungan hidup. bidang produksi pengolahan bahan makanan dan minuman bagi

BAB II PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu

I. PENDAHULUAN. dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELABELAN PRODUK PANGAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PIHAK KONSUMEN DARI TAMPILAN IKLAN SUATU PRODUK YANG MENYESATKAN DAN MENGELABUI. Oleh: Rizky Novyan Putra

I. PENDAHULUAN. Saat ini, plastik banyak digunakan sebagai kemasan makanan dan minuman.

Menimbang : Mengingat :

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Retail Terhadap Kerugian Konsumen

Strategi Perlindungan Konsumen Teekomunikaasi

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi.

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai informasi yang jelas pada kemasan produknya. Pada kemasan produk makanan import biasanya menggunakan bahasa asing yang tidak disertai bahasa Indonesia yang komunikatif, sehingga konsumen tidak mengetahui kandungan dan komposisi produk makanan tersebut. Jika dikaitkan dengan hak konsumen atas keamanan, maka setiap produk yang mengandung risiko terhadap keamanan konsumen, wajib disertai informasi berupa petunjuk pemakaian yang jelas. Seringkali informasi data yang tercantum dalam kemasan produk makanan import dimanipulasi yaitu dengan menyembunyikan penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya yang terkandung dalam makanan di antaranya formalin, borak, dan rhodamin-b yang biasanya digunakan untuk mengawetkan mayat dan sebagai pewarna makanan. Jika kemasan dalam produk memuat informasi yang tidak benar, maka perbuatan itu memenuhi kriteria kejahatan yang lazim disebut fraudulent misrepresentation. Bentuk kejahatan ini ditandai oleh pemakaian pernyataan yang salah (false statment) dan penyataan yang menyesatkan (mislead). 1 1 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Gramedia Widia Sarana Indonesia, Jakarta, 2000, hlm. 24.

2 Kenyataan-kenyataan seperti ini sudah banyak terjadi sehingga hakhak yang seharusnya diperoleh konsumen telah dilanggar. Banyak di antara konsumen yang tidak tahu harus melakukan apa ketika mereka menemui kondisi seperti ini. Sistem peradilan yang dinilai rumit, dan relatif mahal turut mengaburkan hak-hak konsumen dan kewajban pelaku usaha, sehingga masyarakat sendiri tidak mengetahui dengan jelas apa yang menjadi hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sebagai konsumen dan bagaimana tanggung jawab pelaku usaha serta dengan siapa konsumen tersebut berhubungan hukum. 2 Konsumen tidak hanya dihadapkan pada persoalan ketidak-mengertian dirinya ataupun kejelasan akan pemanfaatan, penggunaan maupun pemakaian barang dan/ atau jasa yang disediakan oleh pelaku usaha karena kurang atau terbatasnya informasi yang disediakan, selain itu dalam hubungan antara pelaku usaha dan konsumen terdapat pula perjanjian baku yang merupakan ketentuan baku yang sangat tidak informatif serta tidak dapat ditawar-tawar oleh konsumen manapun. 3 Pemerintah Indonesia telah memberlakukan secara efektif Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang terdiri dari 16 bab 65 pasal. Walaupun kelahirannya dirasakan sangat terlambat, tetapi sudah merupakan suatu langkah ke arah kemajuan dari political will pemerintah untuk mendidik masyarakat Indonesia lebih 2 Gunawan Widaja, Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, Ctk. Pertama, PT. Gramedia, Jakarta, 2000, hlm. 2. 3 ibid., hlm. 3.

3 menyadari akan segala hak dan kewajibannya sebagai konsumen dan mengerti tentang hak dan kewajiban serta tanggung jawab pelaku usaha. Selain itu Undang-undang ini juga turut memberikan andil untuk memberikan pengetahuan, kesadaran, kepedulian, dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya, serta menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggungjawab. Idealitanya pelaku usaha memberikan hak informasi konsumen makanan import yang mengandung bahan kimia berbahaya di kota Yogyakarta dengan mencantumkannya pada setiap kemasannya. Informasi ini diperlukan agar konsumen tidak sampai mempunyai gambaran yang keliru atas produk barang tersebut. Informasi dapat disampaikan dengan berbagai cara, seperti secara lisan kepada konsumen, melalui iklan di berbagai media, atau mencantumkan dalam kemasan produk (barang). Realitanya kebanyakan pelaku usaha kurang memperhatikan hak-hak konsumen demi mendapatkan keuntungan besar semata. Idealitanya BPOM melindungi konsumen makanan import yang mengandung bahan kimia berbahaya di Kota Yogyakarta. Pengetahuan masyarakat masih belum memadai untuk dapat memilih dan menggunakan produk-produk import secara tepat, benar dan aman. Iklan dan promosi yang sangat gencar telah mendorong konsumen untuk mengkonsumsi secara berlebihan dan seringkali tidak rasional. Indonesia harus memiliki Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk-produk

4 import untuk melindungi keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumen. Pengawasan terhadap produk obat dan makanan di Indonesia dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM). Realitanya tanpa partisipasi dari masyarakat baik kelompok maupun perseorangan dan Lembaga Swadaya Masyarakat, BPOM tidak dapat melakukan tugas pengawasan secara maksimal. Masyarakat dapat melakukan penelitian, pengujian, dan atau survei terhadap produk-produk import yang beredar di pasaran. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha atas hak informasi konsumen makanan import yang mengandung bahan kimia berbahaya di Kota Yogyakarta? 2. Bagaimana peranan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Yogyakarta dalam melindungi konsumen makanan import yang mengandung bahan kimia berbahaya di Kota Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

5 1. Untuk mengetahui tanggung jawab pelaku usaha atas hak informasi konsumen makanan import yang mengandung bahan kimia berbahaya di Kota Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui peranan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Yogyakarta dalam melindungi konsumen makanan import yang mengandung bahan kimia berbahaya di Kota Yogyakarta. D. Tinjauan Pustaka Membahas mengenai perlindungan konsumen sangatlah penting terlebih dahulu mengetahui pengertian dari konsumen dan pelaku usaha. Menurut kamus besar bahasa Indonesia konsumen adalah sebagai pemakai barang-barang hasil produksi seperti bahan pakaian, makanan, dsb. 4 Istilah konsumen (sebagai alih bahasa dari Consumer), secara harfiah berarti seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa atau seseorang atau sesuatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu juga sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang. 5 Pengertian konsumen menurut Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dijelaskan pada pasal 1 ayat (2): Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri-sendiri maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 4 Tim Penyusun Pusat Pembina dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pustaka, Jakarta, 1999, hlm. 255. 5 AZ. Nasution, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hlm. 69.

6 Masalah perlindungan konsumen menjadi suatu permasalahan yang menarik dan mendasar untuk dibahas karena banyak dijumpai pelanggaran dalam hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha dan selalu merugikan konsumen tanpa adanya suatu kepastian hukum tentang apa yang menjadi hak atas informasi yang benar, jujur dan bertanggungjawab. Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum. Oleh karena itu, perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) pengertian konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen (pasal 1 ayat (1) UUPK). Kalimat yang menyatakan segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan pelaku usaha terhadap konsumen. 6 Hubungan hukum konsumen tidak terlepas dari pelaku usaha karena mau tidak mau konsumen dan pelaku usaha saling berhubungan, pelaku usaha merupakan penyelenggara kegiatan usaha di mana pelaku usaha harus bertanggungjawab atas dampak negatif yang ditimbulkan oleh usahanya terhadap pihak ketiga khususnya konsumen. Pengertian Pelaku usaha juga dijelaskan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang No 8 Tahun 1999, yaitu: 6 Ahmadi Miru & Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 1-2.

7 Pelaku usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Pelaku usaha yang dimaksudkan dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen tersebut tidak hanya dibatasi pada pabrikan saja, melainkan juga para distributor (dalam jaringan), serta termasuk para importir. Selain itu, para pelaku usaha periklananpun tunduk pada ketentuan Undang-Undang ini. 7 Antara konsumen dan pelaku usaha memungkinkan terjadinya hubungan hukum, misalnya saja hubungan hukum dalam perjanjian jualbeli. Hubungan hukum yang timbul antara konsumen dan pelaku usaha seringkali menimbulkan permasalahan-permasalahan yang akan merugikan salah satu pihak dalam hal ini hubungan yang timbul adalah perikatan di mana pelaku usaha mempunyai tanggung jawab atas produk yang dihasilkannya. Bab VIII Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, sesungguhnya menegaskan bahwa Pemerintah berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penyelenggaraan kesehatan. Selanjutnya dinyatakan bahwa pembinaan dan pengawasan tersebut dilakukan dengan peraturan 7 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, Ctk. Ketiga, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003, hlm. 35.

8 pemerintah. Ini berarti dibuka kesempatan untuk membentuk suatu badan pengawasan yang mempunyai kewenangan melindungi kepentingan konsumen. Pengawasan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kesehatan juga meliputi bidang obat dan makanan. Pengawasan terhadap produk obat dan makanan di Indonesia dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM). Sebelum dikeluarkannya Keppres No 166 Tahun 2000 Tentang Kedudukan, Tugas, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah diganti melalui Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001. Kedudukan Badan POM berada dalam naungan Departemen Kesehatan. Namun setelah dikeluarkan Keppres Badan POM menjadi lembaga yang independent dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga telah mengatur mengenai keberadaan lembaga konsumen di Indonesia, baik Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) maupun Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Masing-masing lembaga tersebut melakukan berbagai upaya perlindungan konsumen dan penyelesaiannya. Keberadaan lembaga-lembaga konsumen dikategorikan sebagai Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) membawa keuntungan bagi perlindungan konsumen di Indonesia. Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha yang beritikad tidak baik. Hal tersebut diatur dalam Pasal 45 ayat (1) yaitu:

9 Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang berfungsi menyelesaikan sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Cara penyelesaian yang dilakukan masing-masing lembaga konsumen tersebut di atas berbeda-beda. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat mempunyai tugas sebagaimana tersebut pada Pasal 44 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, antara lain: 1. Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. 2. Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya. 3. Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen. 4. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen. 5. Melakukan pengawasan bersama pemerintahan dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen. Penyelesaian sengketa konsumen tersebut dapat ditempuh melalui jalur pengadilan atau dapat di luar pengadilan. Pasal 47 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan:

10 Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan Pasal 45. E. Metode Penelitian 1. Objek Penelitian Perlindungan hukum atas hak informasi konsumen makanan import yang mengandung bahan kimia berbahaya di Kota Yogyakarta. 2. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah : a. Pelaku usaha makanan import. b. Konsumen. c. Ketua Badan Pengawas Obat dan Makanan (Ketua BPOM). 3. Sumber data Sumber data dalam penelitian ini adalah : a. Sumber data primer Sumber data primer yaitu data yang langsung diperoleh di lapangan berupa hasil wawancara. b. Sumber data sekunder Sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang terdiri atas: 1) Bahan hukum primer berupa : a) Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

11 b) Kitab Undang-undang Hukum Pidana. c) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan d) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. e) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen. f) Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait dengan penelitian. 2) Bahan hukum sekunder berupa: sumber data yang diperoleh dengan mempelajari berbagai literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 4. Teknik pengumpulan data Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini digunakan cara: 1) Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan Tanya jawab langsung dengan subjek penelitian. Jenis wawancara yang dilakukan adalah dengan cara wawancara secara terpimpin dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman. 2) Studi kepustakaan, yaitu data yang diperoleh dengan cara mempelajari buku-buku, mengkaji berbagai peraturan perundangundangan atau literatur yang berhubungan dengan penulisan skripsi. 5. Metode pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang (statute approach) metode ini dilakukan

12 dengan menelaah undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang diteliti. 6. Analisis data Analisis data dilakukan dengan deskriptif kualitatif yaitu data yang diperoleh diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan penelitian kemudian diuraikan dengan cara menganalisa data yang diperoleh dari hasil penelitianyang kemudian disusun secara sistematis sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan lengkap sehingga dihasilkan suatu kesimpulan yang dapat menjawab permasalahan yang ada F. Sistematika Penulisan BAB I. PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, dan metode penelitian. BAB II.TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK INFORMASI KONSUMEN, BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN IMPORT Menjelaskan pengertian hukum perlindungan konsumen, asas dan tujuan perlindungan konsumen, prinsip-prinsip perlindungan konsumen, bentuk-bentuk perlindungan hukum, hak dan kewajiban konsumen, hak dan kewajiban pelaku usaha, tanggung jawab pelaku usaha terhadap hasil produk, sanksi hukum atas pelanggaran tanggung jawab dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen,

13 dan penyelesaian sengketa konsumen. Serta membahas mengenai tugas dan fungsi Badan Pengawasan Obat dan Makanan, kewenangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan dalam memberikan perlindungan hukum kepada konsumen. BAB III. PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK INFORMASI KONSUMEN MAKANAN IMPORT YANG MENGANDUNG BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI KOTA YOGYAKARTA Membahas tanggung jawab pelaku usaha makanan import atas hak informasi makanan import yang mengandung bahan kimia berbahaya di Kota Yogyakarta, serta membahas peranan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Yogyakarta dalam memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen makanan import di Kota Yogyakarta. BAB IV. PENUTUP Bab terakhir ini akan menyimpulkan pembahasan yang tercantum di dalam Bab keempat, dan juga berisikan saran-saran kepada pihak yang berkepentingan.