BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menyelenggarakan pemerintahan, negara berkewajiban mendahulukan dan menjaga kepentingan rakyat, baik dari segi kesejahteraan, keamanan, dan pertahanan. Salah satu kepentingan rakyat dapat ditinjau dari segi kesejahteraan dimana rakyat menginginkan dapat hidup lebih baik dan makmur dimana semua kebutuhan dapat terpenuhi. Dalam mewujudkan keinginan rakyat tersebut, rakyat sangatlah bergantung kepada pemerintah. Namun, untuk memenuhi keinginan rakyat tersebut, pemerintah memerlukan biaya yang tidak sedikit. Sehingga, diperlukan pengkajian mengenai sumber pendapatan pemerintah agar bisa mendapatkan informasi yang akurat yang nantinya bisa diinformasikan kepada pemerintah sebagai bahan masukan yang bersifat membangun sehingga pemerintah dapat mewujudkan keinginan rakyat. Salah satu sumber pendapatan negara adalah dana yang dihimpun dari rakyat sendiri melalui pemungutan dana kepada rakyat atas objek yang dimilikinya yang dikenal dengan pajak. Pajak merupakan pendapatan terbesar negara, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1. Jika dilihat pada Tabel 1.1, pendapatan terbesar negara bersumber dari penerimaan perpajakan yang terdiri dari Pajak Dalam Negeri dan Pajak Perdagangan Internasional yaitu sebesar Rp. 1.192.994,1 miliar pada tahun 2013. Sedangkan, penerimaan negara bukan pajak pada tahun 2013 hanya sebesar Rp. 1
332.195,4 miliar. Pada tahun 2013, penerimaan perpajakan menyumbang 78% terhadap pendapatan negara jika dibandingkan dengan penerimaan negara bukan pajak yang hanya menyumbang sebesar 22% terhadap pendapatan negara. Table 1.1 Pendapatan Negara dan Hibah, 2007 2013 (miliar rupiah) Sumber: Departemen Keuangan (www.anggaran.depkeu.go.id) Tidak hanya dalam satu tahun saja penerimaan perpajakan menjadi sumber terbesar pendapatan negara melainkan disetiap tahunnya, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1 yaitu, dari tahun 2007 sampai tahun 2013 besarnya jumlah penerimaan perpajakan selalu lebih besar dari penerimaan negara bukan pajak. Sehingga, perlu dilakukannya pengkajian mendalam mengenai penerimaan perpajakan karena menjadi salah satu komponen penting terhadap sumber pendapatan negara yang nantinya dapat dijadikan informasi sebagai masukan kepada pemerintah untuk melakukan pembangunan dan mewujudkan keinginan rakyat. 2
Jika merinci penerimaan perpajakan, di dalamnya terdapat banyak sekali komponen-komponen yang mendukung penerimaan perpajakan itu sendiri. Pajak di Indonesia dibagi menjadi beberapa macam di antaranya Pajak dalam Negeri yang di dalamnya terdapat Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Atas Tanah dan Bangunan (BPHTP), Cukai dan pajak lainya. Serta, Pajak Perdagangan Internasional yang di dalamnya terdapat Bea Masuk dan Bea Keluar. Setiap jenis pajak memiliki kontribusi yang berbeda-beda terhadap penerimaan kas negara. Seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1.1, dari berbagai macam pajak baik yang dikatogerikan sebagai Pajak dalam Negeri maupun Pajak Perdagangan Internasional, Pajak Penghasilanlah yang memiliki kontribusi paling besar terhadap penerimaan perpajakan yaitu sebesar Rp. 584.890,4 juta atau sebesar 49% dari total penerimaan perpajakan pada tahun 2013. Pada tahun-tahun sebelumnya, Pajak Penghasilan juga menjadi jenis pajak yang berkontribusi paling besar terhadap penerimaan perpajakan negara. Oleh karena itu, diperlukan pengkajian mendalam mengenai penerimaan pajak penghasilan sehingga diperoleh informasi yang lebih mendalam dan akurat mengenai sumber pendapatan negara yang menjadi alat untuk pemerintah mewujudkan kesejahteraan rakyat. Selain pemerintah, pengkajian mendalam mengenai penerimaan pajak penghasilan juga dapat menjadi alat untuk masyarakat lebih memahami penerimaan pajak penghasilan dimana besar kecilnya penerimaan tersebut berdampak untuk masyarakat karena masyarakat mendapatkan manfaat dari 3
penerimaan tersebut secara tidak langsung baik untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari sumber pendapatan negara, termasuk dari penerimaan pajak penghasilan yang menjadi penerimaan perpajakan terbesar. Dalam usaha untuk meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah khusunya Direktorat Jendral Pajak (DJP) salah satunya melakukan kegiatan Ekstensifikasi Pajak. Menurut SE-06/PJ.9/2001, Ekstensifikasi wajib pajak adalah kegiatan yang berkaitan dengan penambahan jumlah wajib pajak terdaftar dan perluasan objek pajak dalam administrasi Direktorat Jendral Pajak. Ekstensifikasi seharusnya sama sekali tidak membebankan wajib pajak dengan jumlah pajak yang lebih besar dari yang sebenarnya terhutang berdasarkan peraturan, melainkan upaya untuk menumbuhkan kesadaran melakukan kewajiban perpajakan bagi mereka yang sudah menerima penghasilan diatas PTKP dengan mendaftarkan diri dan memperoleh NPWP serta membayar dan melaporkan berapa besarnya pajak terhutang secara jujur. Berdasarkan keterangan dari situs www.pajak.go.id, Data World Bank menunjukkan bahwa populasi penduduk Indonesia tahun 2012 berjumlah 246 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, minimal 25%-nya, atau sekitar 61,5 juta jiwa, dikatakan telah memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak. Namun kenyataannya, jumlah Wajib Pajak Oang Pribadi yang terdaftar dan mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) hanya berjumlah 23,22 juta jiwa. Sebagai catatan jumlah 4
Wajib Pajak (WP) terdaftar pada tahun 2006 sebanyak 4.805.209 WP, kemudian meningkat pada tahun 2007 menjadi 7.137.023 WP, tahun 2008 menjadi 10.682.099 WP, tahun 2009 berjumlah 15.911.590 WP, selanjutnya tahun 2010 terdata 19.112.590 WP, lalu tahun 2011 terdapat 22.319.073 WP terdaftar di Indonesia. Jika dilihat pada Tabel 1.1, besarnya Pajak Penghasilan semakin meningkat tiap tahunnya seiring dengan peningkatan jumlah Wajib Pajak terdaftar di Indonesia. Sehingga Ekstensifikasi pajak perlu dilakukan sebagai upaya untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk melakukan kewajiban perpajakannya khusunnya untuk mereka yang sudah berpenghasilan diatas PTKP. Upaya penumbuhan kesadaran masyarakat terhadap kewajiban perpajakannya secara langsung akan menyebabkan peningkatan jumlah wajib pajak yang mendaftar. Jumlah wajib pajak terdaftar yang meningkat menyebabkan semakin banyak wajib pajak yang dapat melakukan hak dan kewajiban perpajakannya terutama menyetorkan pajak terutangnya, jumlah wajib pajak terdaftar yang meningkat menunjukkan bahwa jumlah pembayar pajak yang meningkat sehingga terjadi peningkatan jumlah penerimaan pajak penghasilan. Hal ini juga dibuktikan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriani dan Saputra (2009), yang menyatakan bahwa jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) terdaftar secara signifikan berpengaruh positif (+) terhadap penerimaan pajak penghasilan orang pribadi. Jika terdapat kenaikan jumlah WPOP akan meningkatkan jumlah penerimaan pajak orang pribadi. 5
Dengan tujuan meningkatkan jumlah penerimaan pajak negara, fiskus melakukan berbagai upaya, baik ekstensifikasi maupun intensifikasi penerimaan pajak. Ekstensifikasi merupakan upaya meningkatkan penerimaan pajak dengan meningkatkan jumlah Wajib Pajak aktif. Sedangkan intensifikasi ditempuh dengan cara meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, meningkatkan kualitas pelayanan untuk Wajib Pajak, pengawasan administratif perpajakan, pemeriksaan, penyidikan, penagihan, serta berbagai penegakan hukum (Herryanto & Tolly, 2013). Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah Self Assessment System. Menurut Waluyo (2013:17), Self Assessment System adalah pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Menurut Jam an, Wirda, Tambunan, & Pormando (2009) dalam Herryanto & Tolly (2013) menyebutkan bahwa penerapan sistem self-assessment ini bertujuan agar administrasi perpajakan menjadi lebih mudah, murah, dan efisien. Menurut Herryanto & Tolly (2013) Sistem self-assessment lebih membutuhkan kesadaran Wajib Pajak untuk dengan patuh melaksanakan kewajiban perpajakannya. Salah satu tujuan dilakukannya pemeriksaan pajak adalah untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak (WP) dalam hal pemenuhan kewajiban perpajakannya. Dengan dilakukanya pemeriksaan pajak dimungkinkan akan meningkatkan kepatuhan WP dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Berdasarkan pasal 29 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata 6
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, pengawasan atas kepatuhan wajib pajak dilakukan melalui pemeriksaan pajak. Menurut UU KUP Pasal 1 angka 25, pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengelolah data dan atau keterangan lainya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk menguji kepatuhan serta mendeteksi adanya kecurangan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dan juga mendorong mereka untuk membayar pajak dengan jujur sesuai ketentuan yang berlaku (Herryanto & Tolly, 2013). Pemeriksaan pajak berkaitan erat dengan laporan pemeriksaan pajak. Laporan Pemeriksaan Pajak merupakan laporan hasil pemeriksaan yang dilakukan dan disusun oleh pemeriksa pajak secara ringkas dan jelas yang sudah sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan. Laporan Pemeriksaan Pajak ini nantinya akan digunakan sebagai dasar penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Tagihan Pajak (STP), atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perudang-undangan perpajakan (Heryanto & Tolly, 2013). Salah satu tolak ukur jumlah pemeriksaan pajak adalah dengan melihat jumlah STP yang diterbitkan oleh DJP. STP lebih berhubungan dengan penerimaan pajak penghasilan orang pribadi dibandingkan dengan SKP yang tidak selalu berdampak pada penerimaan pajak penghasilan orang pribadi, karena SKP yang dikeluarkan tidak selalu SKP kurang bayar, SKP kurang bayar tambahan, serta SKP lebih bayar melainkan bisa dikeluarkanya SKP nihil yang 7
tidak berdampak apapun terhadap penerimaan pajak penghasilan orang pribadi, oleh karena itu dipilih STP sebagai salah satu tolak ukur pemeriksaan pajak. Semakin banyak jumlah STP yang diterbitkan oleh DJP maka semakin sering pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh DJP. Semakin sering dilakukanya pemeriksaan pajak oleh DJP, semakin meningkat kesadaran & kepatuhan WP serta semakin minim kemungkinan kecurangan dalam hal pemenuhan kewajiban perpajakan khususnya dalam hal perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terhutang yang dilakukan oleh Wajib Pajak, sehingga akan meningkatkan penerimaan pajak penghsilan. Hal ini juga dibuktikan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Herryanto dan Toly (2013), di mana hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa variabel pemeriksaan pajak secara signifikan mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan orang pribadi secara positif (+). Jika jumlah pemeriksaan pajak meningkat, maka akan meningkatkan penerimaan pajak penghasilan orang pribadi. Setelah dilakukan pemeriksaan pajak dan dikeluarkannya SKP atau STP oleh DJP sebagai Output dari kegiatan pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh DJP, Wajib Pajak wajib melakukan pembayaran sisa pajak yang terhutang menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) untuk melakukan pencairan tunggakan pajak. Menurut Resmi (2009:34), SSP adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara atau ketempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 2009, SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan 8
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Menurut Cahya (2013), pengertian pencairan tunggakan pajak memiliki dua arti, pencairan langsung secara lunas atau pencairan karena sudah tidak dapat dilakukan penagihan lagi dengan kata lain dihapuskan. Pencairan langsung secara lunas memiliki dua arti lagi yakni dengan cara dibayar lunas, baik menggunakan uang tunai maupun melalui pembukuan atau dengan penjualan sita lelang barangbarang yang dimiliki oleh penanggung pajak. Untuk piutang pajak yang diusulkan untuk dihapuskan apabila penanggung pajak tidak memiliki kemampuan lagi untuk membayar piutang pajak dan tidak ada lagi objek sitaannya. Berdasarkan situs www.pajak.go.id, sejak tahun 2011 dan 2012, Subdit Penagihan pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan sudah memberikan sumbangan 1-2% penerimaan negara dari sektor perpajakan. Pada tahun 2011, Subdit Penagihan sudah bisa mencairkan piutang pajak sekitar 67%. Kemudian pada tahun 2012 menjadi 81% pencairan piutang pajak. Jadi ada peningkatan sekitar 14% dari tahun semula. Pada tahun 2010, Subdit Penagihan pernah mencairkan piutang pajak sebesar Rp 22 triliun. Jumlah itu cukup banyak dan menjadi prestasi membanggakan bagi Subdit Penagihan, Sementara dari jumlah juru sita sekitar 670-680. Jumlah itu sudah ada sejak 2008 sampai sekarang. jika dirata-rata, tiap Juru Sita dengan jumlahnya tersebut bisa mencairkan tiap tahun sekitar maksimal Rp 20 miliar per orang. Itu dari berbagai surat paksa pemblokiran rekening, pelelangan aset, pencekalan dan penyanderaan. Sumbangan pencairan piutang pajak dari juru sita ini lumayan bisa meningkatkan 9
penerimaan pajak dan mengamankan target penerimaan pajak. Perbedaan Juru Sita dengan Subdit Penagihan dilihat dari cara pelaksanaan penagihannya. Juru Sita akan melaksanakan penagihan dengan langsung bertemu dengan Wajib Pajak sedangkan Subdit Penagihan yang notabene adalah staf hanya melaksanakan penagihan dari kantor tanpa bertemu langsung dengan Wajib Pajaknya. Semakin banyak jumlah SSP yang diterima oleh DJP, maka semakin besar pencairan tunggakan pajak yang diperoleh DJP baik dalam bentuk uang tunai secara lunas, harta sitaan penanggung pajak, atau penghapusan piutang. Semakin besar pencairan tunggakan pajak, semakin besar pula rasio pencairan tunggakan pajak. Sehingga penerimaan pajak pun akan semakin besar. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriani dan Saputra (2009), yang menyatakan bahwa secara signifikan pencairan tunggakan pajak berpengaruh secara positif (+) terhadap penerimaan pajak penghasilan orang pribadi. Jika pencairan tunggakan pajak meningkat maka akan meningkatkan penerimaan pajak penghasilan orang pribadi. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, dilakukan penelitian kembali terhadap penelitian yang telah dilakukan oleh Fitriani dan Saputra (2009). Perbedaan penelitian ini dari penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Independent Variable Menambahkan 1 variabel independent yaitu Pemeriksaan Pajak yang mengacu pada penelitian Heryanto & Tolly pada tahun 2013. 10
2. Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Kosambi yang terletak di kota Tangerang. Sedangkan, objek penelitian yang digunakan pada penelitian sebelumnya adalah Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Batu. 3. Tahun Penelitian Menggunakan periode tahun 2011-2013 sebagai periode tahun penelitian. Sedangkan, pada penelitian sebelumnya digunakan periode tahun 2002-2005 sebagai periode tahun penelitian. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, penelitian ini berjudul PENGARUH JUMLAH WPOP TERDAFTAR, PEMERIKSAAN PAJAK, DAN RASIO PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI. 1.2 Batasan Masalah Dalam penelitian ini hanya difokuskan pada 3 variabel independent, yaitu jumlah WPOP terdaftar, pemeriksaan pajak, dan rasio pencairan tunggakan pajak. Lingkup wilayah penelitian ini hanya terbatas di wilayah kerja KPP Pratama Kosambi. Periode pengumpulan data penelitian ini diambil dari bulan januari 2011 sampai dengan bulan desember 2013. Penelitian ini menggunakan data sekunder dalam pengumpulan datanya. Pengukuran variabel Wajib Pajak hanya Wajib Pajak Orang Pribadi. Pengukuran Variabel Pemeriksaan pajak hanya berdasarkan jumlah STP yang dikeluarkan DJP untuk wilayah kerja KPP Pratama Kosambi. 11
1.3 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah jumlah WPOP terdaftar berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan orang pribadi? 2. Apakah pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan orang pribadi? 3. Apakah rasio pencairan tunggakan pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan orang pribadi? 4. Apakah jumlah WPOP terdaftar, pemeriksaan pajak, dan rasio pencairan tunggakan pajak secara simultan berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan orang pribadi? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh jumlah WPOP terdaftar terhadap penerimaan pajak penghasilan orang pribadi 2. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan orang pribadi 3. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh rasio pencairan tunggakan pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan orang pribadi 4. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh jumlah WPOP terdaftar, pemeriksaan pajak, dan rasio pencairan tunggakan pajak secara simultan terhadap penerimaan pajak penghasilan orang pribadi 12
1.5 Manfaat Penelitian Diharapkan melalui penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada: 1. Direktoran Jenderal Pajak Sebagai bahan informasi pelengkap atau masukan sekaligus pertimbangan bagi pihak-pihak yang berwenang untuk menetapkan suatu kebijakan dan pelaksanaan peraturan perpajakan yang berkaitan dengan penelitian ini agar dapat mengoptimalkan penerimaan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi. 2. Peneliti Selanjutnya Sebagai tambahan dan masukan serta pemberian gambaran yang jelas kepada para peneliti yang ingin melakukan penelitian yang berkaitan dengan penelitian yang telah penulis lakukan. 3. Masyarakat Sebagai tambahan wawasan bagi masyarakat tentang pentingnya pajak penghasilan (PPh), sehingga diharapkan mampu bekerja sama dan memberikan kontribusi kepada negara untuk meningkatkan penerimaan PPh sebagai salah satu sumber terbesar pendapatan negara. 4. Penulis Untuk bisa menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah dan mempraktekannya sesuai dengan kondisi yang ada sekarang. Penelitian ini juga memberikan manfaat kepada penulis untuk lebih bisa memahami dan menganalisis suatu masalah serta menambah wawasan penulis mengenai 13
penerimaan pajak peghasilan wajib pajak orang pribadi setelah mempelajarinya di bangku kuliah. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari Latar Belakang Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II : TELAAH LITERATUR Bab ini membahas tinjauan pustaka yang memuat teori-teori yang relevan dan mendukung analisis serta pemecahan masalah yang terdapat dalam penelitian ini. Bab ini juga berisi uraian hipotesishipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini, serta model penelitian yang akan diuji. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini terdiri dari Gambaran Umum Objek Penelitian, Metode Penelitian, Variabel Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Pengambilan Sampel, dan Teknik Analisis Data. BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini terdiri dari deskripsi penelitian berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan, pengujian dan analisis hipotesis, serta permbahasan hasil penelitian. 14
BAB V : SIMPULAN DAN SARAN Bab ini terdiri dari simpulan, keterbatasan penelitian dan saran terhadap penelitian yang dilakukan. 15