BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan,

dokumen-dokumen yang mirip
Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

Sistem Respirasi Manusia L/O/G/O

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18

Sistem Pernafasan Manusia

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB VII SISTEM PERNAPASAN

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

Bab. Peta Konsep. Gambar 4.1 Orang sedang melakukan pernapasan. Pernapasan dada. terdiri dari. - Inspirasi - Ekspirasi. Mekanisme pernapasan

TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2. Sistem Respirasi Manusia

MODUL MATA PELAJARAN IPA

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( )

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

Yani Mulyani, M.Si, Apt STFB

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea

Sistem pernapasan adalah sistem tubuh manusia yang menghasilkan energi yang diperlukan untuk proses kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. A.Mekanisma ini terbahagi kepada tarikan nafas dan hembusan nafas. B.Ia melibatkan perubahan kepada :

SISTEM PERNAPASAN MANUSIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Dari latar belakang diatas dapat diperoleh beberapa rumusan masalahnya yaitu antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan tantangan yang harus ditanggulangi karena diartikan

mendeskripsikan sistem pernapasan pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan

BAB II KAJIAN TEORITIS

I. PENDAHULUAN. dan menghadapi hal-hal darurat tak terduga (McGowan, 2001). Lutan. tahan dan fleksibilitas, berbagai unsur kebugaran jasmani saling

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALatihan Soal 5.1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010).

O 2 + Zat Makanan CO 2 + H 2 O + Energi

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan.

Peta Konsep. Kata Kunci. respirasi udara pernapasan pernapasan dada udara cadangan pernapasan perut udara residu. 68 IPA SMP/MTs Kelas VIII.

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap),

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut

Kamu dapat mendeskripsikan sistem pernapasan pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan. Sistem Pernapasan. artinya

ALAT ALAT INDERA, ALAT PERNAPASAN MANUSIA, DAN JARINGAN TUMBUHAN

TUGAS BIOLOGI (SISTEM PERNAPASAN MANUSIA)

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran serta polusi. Pada tahun 2013 industri tekstil di Indonesia menduduki

BAB I PENDAHULUAN. maupun di luar rumah, baik secara biologis, fisik, maupun kimia. Partikel

EFEK PENUAAN TERHADAP FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA. Laporan. Disusun untuk memenuhi tugas. Mata kuliah Anatomi Fisiologi Manusia.

Sistem Pernapasan - 2

I. PENDAHULUAN. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun. nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok

SISTEM PERNAFASAN PADA MANUSIA. Drs. Refli., MSc

menjelaskan struktur dan fungsi organ manusia dan hewan tertentu, kelainan/penyakit yang mungkin terjadi serta implikasinya pada salingtemas.

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

I. PENDAHULUAN. membentuk suatu asam yang harus dibuang dari tubuh (Corwin, 2001). duktus alveolaris dan alveoli (Plopper, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALatihan Soal 5.2 TBC. Bronkitis. Asfiksi. Pneumonia

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB 8 SISTEMA RESPIRATORIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 12. RANGKA DAN SISTEM ORGAN PADA MANUSIALatian soal 12.3

BAB VI SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan pekerja dan akhirnya menurunkan produktivitas. tempat kerja harus dikendalikan sehingga memenuhi batas standard aman,

- - SISTEM PERNAFASAN MANUSIA

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perubahan yang sangat cepat, baik dalam bidang ekonomi, dan motorisasi (Dharmawan, 2004).

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.4

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010).

SISTEM PEREDARAN DARAH DAN KARDIOVASKULAS

SISTEM CARDIOVASCULAR

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP DAYA TAHAN JANTUNG PARU

BAB I PENDAHULUAN. mengimpor dari luar negeri. Hal ini berujung pada upaya-upaya peningkatan

REFERAT WSD. Oleh : Ayu Witia Ningrum Pembimbing : Dr. Fachry, Sp.P

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kerjanya. Resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya

BAB I PENDAHULUAN. Laennec di tahun 1819, kemudian diperinci oleh Sir William Osler pada

Anatomi & Fisiologi Sistem Respirasi II Pertemuan 7 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

Sistem Pernapasan Manusia. Nama : Kelas : Agustina Putri Puspitasari, , 4a

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Suma mur (1998) debu adalah partikel-partikel zat padat yang

CREATIVE THINKING. MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN Panca Indra

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

Task Reading: ASBES TOSIS

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA. OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

BAB I PENDAHULUAN. lagi dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang berarti semua produkproduk

Pengertian Rokok dan Bahaya Merokok bagi Kesehatan Manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Sistem Respirasi Pada Hewan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM. Putri Rahayu H. Umar. Nim ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Paru. Paru adalah satu-satunya organ tubuh yang berhubungan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan dasar pembuatan batik adalah lilin batik. Lilin batik ini akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

KISI KISI SOAL PRETEST DAN POST TEST. Ranah Kognitif Deskripsi Soal Jawaban

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Debu 2.1.1. Definisi Debu Debu adalah partikel-partikel zat padat, yang disebabkan oleh kekuatankekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan bahan-bahan baik organik maupun anorganik misalnya batu, kayu, bijih logam, arang batu, butir-butir zat-zat dan sebagainya (Suma mur, 1996). Menurut Bohadana, dkk (2000) debu adalah partikel zat padat yang mempunyai ukuran diameter 0,1-50 µm atau lebih. Partikel-partikel debu yang dapat dilihat oleh mata adalah yang berukuran lebih besar dari 10 µm, sedangkan yang berukuran kurang dari 5 µm, hanya dapat dideteksi oleh mata bila terdapat pantulan cahaya yang kuat dari partikel debu tersebut. Untuk dapat melihat partikel debu yang berukuran kurang dari 10 µm (respirable dust), maka harus menggunakan mikroskop. Menurut Departemen Kesehatan RI (2003) debu ialah partikel-partikel kecil yang dihasilkan oleh proses mekanis. Jadi pada dasarnya, pengertian debu adalah partikel yang berukuran kecil sebagai hasil dari proses alami maupun mekanis. Debu merupakan salah satu polutan yang dapat menganggu kenikmatan kerja. Debu juga dapat mengakibatkan gangguan pernafasan bagi pekerja pada industriindustri yang berhubungan dengan debu pada proses produksinya. Polutan merupakan

bahan-bahan yang ada di udara yang dapat membahayakan kehidupan manusia (Amin, 1996). 2.1.2. Sifat-sifat Debu Menurut Bohadana, dkk (2000), sifat-sifat debu terdiri dari: a. Sifat pengendapan Adalah sifat debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi bumi. Namun karena kecilnya ukuran debu, kadang-kadang debu ini relatif tetap berada di udara. b. Sifat permukaan basah Sifat permukaan debu akan cenderung selalu basah, dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini penting dalam pengendalian debu dalam tempat kerja. c. Sifat penggumpalan Oleh karena permukaan debu selalu basah, sehingga dapat menempel satu sama lain dan dapat menggumpal. Turbulensi udara meningkatkan pembentukan penggumpalan debu. Kelembaban di bawah saturasi, kecil pengaruhnya terhadap penggumpalan debu. Kelembaban yang melebihi tingkat huminitas di atas titik saturasi mempermudah penggumpalan debu. Oleh karena itu, partikel debu bisa merupakan inti daripada air yang berkonsentrasi sehingga partikel menjadi besar. d. Sifat listrik statis Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang berlawanan. Dengan demikian, partikel dalam larutan debu mempercepat terjadinya proses penggumpalan.

e. Sifat optis Debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang dapat terlihat dalam kamar gelap. 2.1.3. Klasifikasi Debu Secara garis besar, ada tiga macam debu, yaitu: 1. Debu organik seperti debu kapas, debu daun-daunan tembakau dan sebagainya 2. Debu mineral yang merupakan senyawa kompleks seperti silikon dioksida, silikon trioksida dan sebagainya 3. Debu metal, seperti timah hitam, mercuri, Cadmiun, aseton dan lain-lain (Depkes RI, 2003). Menurut Suma mur, (1996), debu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan tergantung dari: a. Solubility Jika bahan-bahan kimia penyusun debu mudah larut dalam air, maka bahan-bahan itu akan larut dan langsung masuk pembuluh darah kapiler alveoli. Apabila bahanbahan tersebut tidak mudah larut, tetapi ukurannya kecil, maka partikel-partikel itu dapat memasuki dinding alveoli, lalu ke saluran limpa atau ke ruang perobronchial, atau ditelan oleh sel phagocyt, kemudian masuk ke dalam kapiler darah atau saluran kelenjar limpa, atau melalui dinding alveoli ke ruang peribronchial, keluar ke bronchioli oleh rambut-rambut getar dikembalikan ke atas.

b. Komposisi kimia debu Inert dust Golongan debu ini tidak menyebabkan kerusakan atau reaksi fibrosis pada paru. Efeknya sangat sedikit atau tidak ada sama sekali pada penghirupan normal. Poliferatif dust Golongan debu ini di dalam paru akan membentuk jaringan parut atau fibrosis. Fibrosis ini akan membuat pengerasan pada jaringan alveoli sehingga mengganggu fungsi paru. Debu dari golongan ini menyebabkan fibrocytic pneumoconiosis. Contohnya: debu silika, asbestosis, kapas, berilium, dan sebagainya. Tidak termasuk inert dust dan poliferatif dust Kelompok debu ini merupakan kelompok debu yang tidak tahan di dalam paru, namun dapat menimbulkan efek iritasi yaitu debu yang bersifat asam atau asam kuat. c. Konsentrasi debu Semakin tinggi konsentrasi debu di ruangan kerja, maka semakin besar kemungkinan keracunannya. d. Ukuran partikel debu Ukuran partikel besar akan ditangkap oleh saluran napas bagian atas

2.1.4. Sumber-sumber Debu Partikel debu akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan. Selain dapat membahayakan terhadap kesehatan juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan dapat mengadakan berbagai reaksi kimia sehingga komposisi debu di udara menjadi partikel yang sangat rumit karena merupakan campuran dari berbagai bahan dengan ukuran dan bentuk yang relatif berbeda-beda (Pujiastuti, 2000). Polutan dapat dibagi 3 kelompok, yaitu: a. Molekul yang terkandung di dalam udara murni yang kadarnya di atas normal, misalnya O 2, N 2, CO 2 dan lain-lain. b. Molekul-molekul (gas-gas) selain yang terkandung di alam udara murni tanpa memperhitungkan kadarnya, misalnya ozone, HF, ikatan hidrokarbon dan lainlain. c. Partikel-partikel yang respirabel adalah yang berdiameter kurang dari 10 µm Sumber-sumber debu dapat berasal dari udara, tanah, aktivitas mesin maupun akibat aktivitas manusia yang tertiup angin. 2.1.5. Mekanisme Masuknya Debu pada Saluran Pernafasan Brown (1976) dalam Sintorini (1998) menemukan bahwa 55% debu yang terhisap melalui udara pernafasan mempunyai ukuran antara 0,25-6 µm, dan 15-95% dari debu yang terhisap tersebut dapat mengalami retensi. Proporsi retensi mempunyai hubungan langsung dengan sifat-sifat fisik debu. Didasarkan atas sifatsifat fisik suspensi debu yang terdapat dalam udara dan anatomi sistem pernafasan

maka dapat dikatakan bahwa partikel debu yang mempunyai ukuran lebih besar dari 10 µm dapat dikeluarkan secara komplit melalui saluran pernafasan bagian atas (hidung). Partikel debu yang berukuran 5-10 µm tertahan terutama pada saluran nafas bagian atas. Debu akan ikut jatuh sejalan dengan percepatan gravitasi dan bila terhirup melalui pernafasan akan jatuh pada alat pernafasan bagian atas dan menimbulkan banyak penyakit berupa iritasi sehingga menimbulkan penyakit pharyngitis. Partikel debu yang berukuran 3-5 µm akan ditahan oleh saluran nafas bagian tengah. Partikel debu tersebut jatuhnya lebih kedalam yaitu pada saluran pernafasan (broncus/bronchiolus) yang dapat menimbulkan bronchitis, allergis atau asma. Partikel debu yang berukuran 1-3 µm dapat mencapai bagian yang lebih dalam dan mengendap pada alveoli karena adanya gravitasi dan difusi. Partikel debu bergerak sejalan dengan kecepatan konstan untuk jenis-jenis debu tertentu. Debudebu tersebut dapat menghambat fungsi alveoli sebagai media pertukaran gas asam arang sehingga dengan melekatnya proses pertukaran gas yang lebih kecil ukurannya dan lebih perlahan jatuhnya. Partikel debu yang berukuran 0,1-1 µm melayang-layang di permukaan alveoli. Debu ukuran ini tidak menempel pada permukaan alveoli tetapi mengikuti gerak Brown dan berada dalam bentuk suspensi. Partikel debu berukuran 0,5 µm akan berdifusi keluar masuk alveoli. Bila membentur alveoli, debu akan tertimbun disitu. Dalam dosis besar, semua debu

bersifat merangsang dan dapat menimbulkan reaksi walaupun ringan. Reaksi tersebut berupa produksi lendir berlebihan. Debu yang masuk ke saluran nafas menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme pertahanan tubuh berupa batuk dan bersin. Otot polos di sekitar jalan nafas dapat terangsang sehingga menimbulkan penyempitan (Moerad, 2003). 2.1.6. Nilai Ambang Batas Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 261/MENKES/SK/II/1998 tanggal 27 Februari 1998, Lampiran II Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri, kandungan debu total maksimal dalam udara ruangan dalam pengukuran rata-rata 8 jam adalah 10 mg/m 3. 2.2. Anatomi Pernafasan Manusia Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO 2 sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Dalam paru-paru terjadi pertukaran zat oksigen ditarik dari udara masuk kedalam darah dan CO 2 akan dikeluarkan melalui traktus respiratorius dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler vena pulmonalis kemudian masuk ke serambi kiri jantung (atrium sinitra) dilanjutkan ke aorta kemudian ke seluruh tubuh (jaringan dan sel) disini terjadi oksidasi (pembakaran) sebagai ampas dari pembakaran adalah CO 2 dan zat ini dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung diteruskan kebilik kanan dan dari sini

keluar melalui arteri pulponaris kejaringan paru-paru akhirnya akan dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli (Cleimens dan Soetjipto, 1995). Menurut Syaifudin (1997) anatomi pernapasan terdiri dari: a. Nares Anterior Merupakan saluran-saluran di dalam lubang hidung. Saluran-saluran bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum (rongga) hidung. Vestibulum ini dilapisi dengan epitelium bergaris yang bersambung dengan kulit. Lapisan nares anterior memuat sejumlah kelenjar sebaseus yang ditutupi oleh bulu kasar. Kelenjar-kelenjar itu bermuara ke rongga hidung. b. Rongga Hidung Hidung merupakan saluran pernapasan udara yang pertama, mempunyai 2 (dua) lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. c. Faring atau Tekak Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan. Faring dibagi ke dalam tiga bagian, nasofaring yang terletak

dibelakang hidung, orofaring yang terletak dibelakang mulut, dan laringofaring yang terletak di belakang laring. d. Laring Laring atau tenggorok merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara yang terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglottis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring. e. Batang Tenggorok (trakea) Batang tenggorok atau trakea merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai dengan 20 cincin terdiri dari tulang rawan yang berbentuk seperti kaki kuda (huruf C). Sebelah dalam trakea diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos. Sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersamasama dengan udara pernapasan. f. Cabang Tenggorok (bronkus) Cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 (dua) buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis ke-4 dan ke-5. Bronkus mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3

cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang yang lebih kecil disebut bronchiolus (bronchioli). Pada bronchioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronchioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa (alveoli). g. Paru Paru-paru mengisi rongga dada, terletak di sebelah kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak di dalam mediastinum Paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembunggelembung ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara. Hilus paru-paru dibentuk oleh beberapa struktur yaitu arteri pulmonalis yang mengembalikan darah tanpa oksigen ke dalam paru-paru untuk diisi oksigen. Vena pulmonalis yang mengembalikan darah berisi oksigen dari paru-paru ke jantung. Bronkus yang bercabang dan beranting membentuk pohon bronchial merupakan jalan utama. Arteri bronkhiali keluar dari aorta dan mengantarkan darah ke arteri ke jaringan paru-paru. Vena bronchialis mengembalikan sebagaian darah dari paru-paru ke vena kava superior, dan pembuluh limfe. Fungsi utama paru-paru adalah untuk pertukaran udara dari atmosfir ke dalam tubuh manusia dan sebaliknya, untuk pertukaran udara dalam paru-paru ini harus melalui alveoli. Dalam alveoli ini terjadi pertukaran gas oksigen dari atmosfer dengan CO 2 dibawa ke seluruh tubuh. Karena terjadinya fibrosis dapat

menurunkan kapasitas vital paru, akibatnya oksigen yang ditangkap akan berkurang sehingga bagian yang memerlukan oksigen akan terganggu hal ini berakibat tidak sehatnya sel-sel tubuh. Akibatnya, terjadi penurunan daya kerja yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja (Alsagaff dkk, 1989). 2.2.1. Fisiologi Saluran Pernapasan Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Pernapasan terdiri atas dua bagian, inspirasi dan ekspirasi. selama pernapasan normal dan tenang, hampir semua kontraksi otot pernapasan hanya terjadi selama inspirasi, sedangkan ekspirasi adalah proses yang hampir seluruhnya pasif akibat elastisitas paru dan struktur rangka dada (Guyton, 1997). Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan paru-paru yaitu; (1) Ventilasi pulmoner atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar, (2) Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke seluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru, (3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlah tepat dari setiap dapat mencapai semua bagian tubuh, (4) Difusi gas yang menembus membran pemisah alveoli dan kapiler CO 2 lebih mudah berdifusi daripada oksigen (Evelyn, 2000). Mekanisme pernapasan dibagi menjadi kerja inspirasi dan kerja ekspirasi. Kerja inspirasi dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu (1) Sesuatu yang dibutuhkan untuk pengembangan paru dalam melawan daya elastisitas paru dan dada, yaitu kerja compliance atau kerja elastis, (2) Sesuatu yang dibutuhkan untuk mengatasi viskositas jaringan paru dan struktur dinding dada, disebut kerja resistensi jaringan,

(3) Sesuatu yang dibutuhkan untuk mengatasi resistensi jalan napas selama udara masuk ke dalam paru, disebut kerja resistensi jalan napas (Cleimens dan Soetjipto, 1995). Kerja ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium, yaitu (1) Ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru, (2) Transportasi, yang terdiri dari beberapa aspek yaitu difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru dan antara daerah sistemik da sel-sel jaringan, distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus dan reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan darah. (3) Respirasi sel, yaitu saat dimana metabolit dioksida untuk mendapatkan energi, dan karbondioksida terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru (Cleimens dan Soetjipto, 1995). Pada saat pernapasan tenang dan normal, sebagian besar kerja yang dilakukan oleh otot-otot pernapasan digunakan untuk mengembangkan paru. Normalnya hanya sebagian kecil dari kerja total yang digunakan untuk mengatasi resistensi jaringan (viskositas jaringan), yang lain lebih banyak digunakan untuk mengatasi resistensi jalan napas. Pada saat pernapasan kuat, udara harus mengalir melalui saluran napas dengan kecepatan tinggi, lebih banyak lagi kerja yang digunakan untuk mengatasi resistensi jalan napas. Pada penyakit paru, ketiga tipe diatas seringkali meningkat sangat cepat. Kerja compliance dan resistensi jaringan terutama meningkat pada penyakit fibrosis paru, dan kerja resistensi jalan napas terutama meningkat pada penyakit obstruksi jalan napas (Guyton, 1997).

2.2.2. Kapasitas Paru dan Kapasitas Vital Paru Kapasitas paru merupakan kesanggupan atau kemampuan paru dalam menampung udara di dalamnya (Syaifuddin, 1997). Kapasitas paru adalah suatu kombinasi peristiwa-peristiwa sirkulasi paru atau menyatakan dua atau lebih volume paru yaitu volume alun nafas, volume cadangan ekspirasi dan volume residu (Guyton, 1997). Kapasitas vital yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal. Pada keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung udara sebanyak ± 5 liter (Syaifuddin, 1997). Kapasitas total adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum yang dapat dikeluarkan dan kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya. Kapasitas vital paru sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah volume alun nafas dan volume cadangan ekspirasi (Guyton, 1997). Kapasitas vital paru pada laki-laki normal 4-5 liter dan pada seorang perempuan 3-4 liter (Everlyn, 1993). Menurut Corwin (2001), kapasitas vital paru adalah jumlah udara maksimum pada seseorang yang berpindah pada satu tarikan nafas. Kapasitas ini mencangkup volume cadangan inspirasi, volume tidal dan cadangan ekspirasi. Nilainya diukur dengan menyuruh individu melakukan inspirasi maksimum, kemudian menghembuskan sebanyak mungkin udara di dalam parunya ke alat pengukur, dan terdiri dari:

a. Kapasitas inspirasi yaitu jumlah udara yang dapat dihirup oleh seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi normal dan pengembangan paru sampai jumlah maksimum (kira-kira 350 ml) b. Kapasistas residu fungsional, yaitu jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal (kira-kira 2300 ml) c. Kapasitas paru total adalah volume maksimum dimana paru dapat dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi paksa (kira-kira 5800 ml) d. Kapasitas vital paru yaitu kapasitas vital paru sama dengan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan dikeluarkan sebanyak-banyaknya (kira-kira 4600 ml) Menurut Al Sagaff dkk (2000), VC merupakan refleksi dari kemampuan elastisitas jaringan paru, atau kekakuan pergerakan dinding toraks. VC yang menurun dapat diartikan adanya kekakuan jaringan paru atau dinding toraks, dengan kata lain VC mempunyai korelasi yang baik dengan complience paru atau dinding toraks. 2.2.3. Nilai Normal Faal Paru Nilai normal faal paru antara wanita dan pria berbeda, hal ini dapat dilihat pada tabel mengenai kapasitas pernafasan yang bisa dilakukan.

Tabel 2.1. Kekuatan Pernafasan pada Wanita dan Laki-laki No Keterangan Kapasitas Inspirasi : jumlah udara sejak ekspirasi normal 1 lalu inspirasi maksimal. Kapasitas Residu Fungsional : jumlah udara yang 2 tertinggi dalam paru pada akhir ekspirasi normal. Kapasitas Vital : jumlah udara maksimal yang dapat 3 dikeluarkan dari paru setelah paru dipenuhi secara maksimal. Kapasital paru total : volume maksimal yang dapat 4 dicapai paru dengan kekuatan terbesar. Sumber : Milos (1991) Wanita (liter) Pria (liter) 2,4 3,8 1,8 2,2 3,1 4,8 4,2 6,0 Pada uji fungsi paru yang perlu diperhatikan atau yang mempengaruhi pemeriksaan adalah umur, tinggi badan, dan terutama kebiasaan merokok (Al Sagaff dkk, 2000). Standar kapasitas dan kriteria gangguan fungsi paru menurut American Thoracic Society (ATS) adalah sebagai berikut : Tabel 2.2. Standar Kapasitas dan Kriteria Gangguan Fungsi Paru menurut ATS (American Thoracic Society). Kategori KVP (% pred.) (kapasitas vital paksa) VEP1 (% pred) VEP1/KVP (%) DLCO (% pred.) VO2 Max (ml/kg/ml) Normal 80 80 75 80 25 Ringan 60 79 60 79 60 74 60 79 16 24 Sedang 51 59 41 59 41 59 41 59 16 24 Berat 50 40 40 40 15 Sumber : Milos( 2001)

2.3. Gangguan Faal paru Gangguan fungsi paru adalah gangguan atau penyakit yang dialami oleh paruparu yang disebabkan oleh berbagai sebab, misalnya virus, bakteri, debu maupun partikel lainnya. Penyakit-penyakit pernapasan yang diklasifikasikan karena uji spirometri ada 2 macam, yaitu penyakit-penyakit yang menyebabkan gangguan ventilasi obstruktif dan penyakit-penyakit yang menyebabkan ventilasi restriktif (Guyton, 1995). 2.3.1. Penyakit Paru-paru Obstruktif Menahun Penyakit Paru-paru Obstruktif Menahun (PPOM) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara (Suyono, 1995). Menurut Guyton (1995), penyakit-penyakit yang terrmasuk PPOM yaitu: a. Bronkitis kronik Bronkitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mukus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun. Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara yang terdapat pada daerah industri. b. Emfisema Emfisema adalah penyakit obstruktif kronik akibat berkurangnya elastisitas paru dan luas permukaan Alveolus. Resiko primer untuk emfisema adalah merokok. Pajanan berulang ke asap rokok (perokok pasif) juga dapat menyebabkan

emfisema. Selain itu terdapat suatu suatu bentuk emfisema familial yang timbul pada orang-orang yang tidak terpajan asap rokok. c. Asma Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitifitas cabangcabang takeobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran napas secara periodik dan reversibel akibat bronkospasme. d. Bronkiektasis Bromkiektasis adalah peradangan nekrosis kronis yang menyebabkan atau mengikuti dilatasi abnormal dari bronki. Secara klinik, ditandai dengan batuk, demam, dan dahak yang purulen, banyak sekali dan berbau 2.3.2. Penyakit Pernapasan Restriktif Proses dimulai sebagai peradangan interstisial yang terutama mengenai septasepta (alveolitis interstisial), ditandai dengan kekacauan paru-paru, atau keduanya akibat menurunnya compliance (daya kembang) dan semua volume paru-paru termasuk kapasitas vital (Stanley L, 1995). Menurut Suyono (1995), ada beberapa macam penyakit pernapasan restriktif, yaitu: a. sarkoidosis Penyakit ini relatif sering ditemukan yang ditandai dengan grunuloma nonkaseosa pada jaringan manapun. Paru adalah tempat yang biasa terkena, secara karakteristik granuloma tersebar difus (menunjukkan gambaran retikuloduner

pada foto sinar X) dan tidak terlihat secara makroskopik kecuali fokus granuloma yang berpadu. Lesi paru condong untuk penyembuh sehingga mungkin terlihat sebagai parut secara mikroskopik. b. fibrosis paru idiopatik Kelainan yang ditandai oleh fibrosis interstinum paru progresif yang menyebabkan hipoksia. Penyakit ini progresif pada kebanyakan kasus, berakibat insufisiensi paru, kor pulmonaler dan payah jantung. c. pnemokoniosis Pnemokoniosis adalah sekelompok penyakit yang disebabkan karena inhalasi debu organik dan anorganik tertentu. Penyakit ini sering dikaitkan dengan penyakit akibat kerja. Bahan-bahan lain yang dapat menyebabkan pnemokoniosis antara lain silika, batu bara, besi, asbes. Pnemokoniosis hanya timbul setelah terpajan bertahun-tahun. d. pnemonitis hipersensitivitas Kelainan karena faktor imunologik ini disebabkan oleh debu atau antigen terinhalasi, misalnya spora pada jerami, protein bulu dan bakteri termofilik. e. eosinofilia paru Bermacam-macam kondisi klinikopatologik yang ditandai oleh sebutan (infiltrasi) eosinofil dalam interstinum paru dan/atau ruang alveolus, meliputie eosinofilia paru sederhana, eosinofilia tropikal, eosinofilia paru kronik sekunder, pnemonia eosinofilia kronik idiopatik.

f. bronkiolitis obliterans-pnemonia terorganisasi Respons yang terjadi terhadap infeksi atau jejas radang pada paru, secara klinis terkait dengan batuk, sesak napas, dan sering dengan infeksi paru yang baru, hubungan etiologi lain adalah toksin terinhalasi, obat, dan penyakit vaskulerkolagen. g. hemoragi paru difus Komplikasi yang serius pada beberapa penyakit paru interstisial, terutama yang disebut sindrom paru hemoragik, termasuk dalam penyakit ini adalah sindrom goodpasture, hemosiderosis pulmonal idiopatik dan pendarahan yang berkaiatan dengan vaskulitis. h. proteinosis alveolar paru Penyakit ini dapat terjadi setelah pemaparan debu dan bahan kimia yang menyebabkan iritasi dan pada penderita yang tertekan kemampuan imunologiknya. Bersifat progresif pada kebanyakan penderita, tetapi beberapa penderita dapat mengalami perjalanan-perjalanan penyakit yang ringan dan akhirnya terjadi resolosilesi 2.4. Karakteristik Pekerja Fungsi paru yang ditampilkan dalam kapasitas vital paru dan daya fisik berubah-ubah akibat sejumlah faktor karakteristik pekerja yaitu usia, jenis kelamin, ukuran paru, lama bekerja, kelompok etnik, tinggi badan, kebiasaan merokok, toleransi latihan, kekeliruan pengamat, kekeliruan alat, dan suhu lingkungan sekitar

(Harrington, 2005). Berikut dijabarkan faktor konsentrasi debu yang mempengaruhi nilai kapasitas vital paru. 2.4.1. Usia Proses biologik yang sifatnya menua normal akan mempunyai dampak atau berakibat kemunduran atau disfungsi pada sistem dan sub sistem organ tubuh manusia. Kuantitas dan kualitas disfungsi tiap organ akan saling berpengaruh pada sistem faal dan struktur lain. Akibat peningkatan usia, membuat perubahan struktur muskulo skeletal dada yang ada hubungannya dengan paru-paru. Secara faali pada orang usia lanjut terjadi peningkatan volume udara residual di dalam saluran udara paling perifer akibat dari disfungsi serabut elastik alveolus dan bronchiplus terminal, karena kapasitas paru total sifatnya konstan, maka meningkat volume udara residual akan berakibat menurunnya udara melalui respirasi maksimal, sehingga mengakibatkan kapasitas vital tidak optimal (Sanusi, 1996). Kekuatan otot maksimal pada usia 20-40 tahun dan akan berkurang sebanyak 20 % setelah usia 40 tahun. Kebutuhan zat tenaga terus meningkat sampai akhirnya menurun setelah usia 40 tahun. Berkurangnya kebutuhan tenaga tersebut dikarenakan telah menurunnya kekuatan fisik (Sanusi, 2003). 2.4.2. Jenis Kelamin Jenis kelamin akan mempengaruhi kapasitas parunya, karena secara anatomi sudah berbeda. Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25 persen lebih kecil dibandingkan pria (Guyton, 1997).

2.4.3. Masa Kerja Masa kerja merupakan kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja di suatu tempat (Tulus, 1992). Menurut Suma mur (1994) semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. 2.4.4. Lama Kerja Menurut Horrington (2005), lama bekerja adalah durasi waktu untuk melakukan suatu kegiatan/pekerjaan setiap harinya yang dinyatakan dalam satuan jam. Budiono (2003) menyatakan lama kerja sebagai durasi waktu pekerja terpapar risiko faktor fisika atau faktor kimia dalam melakukan pekerjaannya (time exposure). 2.4.5. Kebiasaan Merokok Inhalasi asap tembakau baik primer maupun sekunder, jelas dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan. Konsumsi tembakau dan paparan terhadap asap tembakau berdampak serius pada kesehatan, antara lain penyakit saluran pernapasan kronik yang dapat menurunkan kapasitas kemampuan paru-paru (Guyton, 1997). Kebiasaan merokok akan mempercepat penurunan faal paru. Penurunan volume ekspirasi paksa detik 1 (FEV1) pertahun adalah 28,7 ml, 38,4 ml, dan 41,7 ml masing-masing untuk non perokok, bekas perokok, dan perokok aktif. Pengaruh asap rokok dapat lebih besar dari pada pengaruh debu hanya sekitar sepertiga dari pengaruh buruk rokok (Suryani dkk, 2005).

2.5. Alat Pelindung Pernafasan 2.5.1. Definisi Alat Pelindung Pernafasan Alat pelindung diri adalah seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan. Alat ini digunakan seseorang dalam melakukan pekerjaannya, yang dimaksud untuk melindungi dirinya dari sumber bahaya tertentu baik yang berasal dari pekerjaan maupun dari lingkungan kerja. Alat pelindung diri ini tidaklah secara sempurna dapat melindungi tubuhnya tetapi akan dapat mengurangi tingkat keparahan yang mungkin terjadi (Budiono, 2003) Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan tempat, peralatan dan lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan. Namun kadangkadang, keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga di gunakan alat-alat pelindung diri. Alat Pelindung haruslah enak di pakai, tidak mengggangu kerja dan memberikan perlindungan yang efektif (Suma mur, 1996). Alat pelindung pernafasan adalah bagian dari alat pelindung diri yang digunakan untuk melindungi pernafasan terhadap gas, uap, debu, atau udara yang terkontaminasi di tempat kerja yang dapat bersifat racun ataupun korasi. Pelindung pernafasan adalah alat yang penting, mengingat 90% kasus keracunan sebagai akibat masuknya bahan-bahan kimia beracun atau korosi lewat saluran pernafasan (Milos, 1991).

2.5.2 Jenis Alat Pelindung Pernafasan a. Masker Masker berguna untuk melindungi debu atau partikel-partikel yang lebih besar yang masuk dalam pernafasan, dapat terbuat dari kain dengan ukuran pori-pori tertentu. Macam-macam masker di bedakan atas: (1) Masker penyaring debu yang berguna untuk melindungi pernafasan dari sebuk logam penggerindaan, penggergajian atau serbuk kasar lainya; (2) Masker berhidung berguna untuk menyaring debu atau benda sampai ukuran 0,5 mikron; dan (3) Masker bertabung yang mempunyai filter yang lebih baik dari pada masker berhidung dan sangat tepat di gunakan untuk melindungi pernafasan dari gas tertentu (Horrington, 2005). b. Respirator Respirator berguna untuk melindungi pernafasan dari debu, kabut, uap, logam, asap dan gas. Alat ini dapat di bedakan atas : (1) Respirator pemurni udara yang berfungsi untuk membersikan udara dengan cara menyaring atau menyerap kontaminan dengan toksinitas rendah sebelum memasuki sistem pernafasan; (2) Respirator penyalur udara yang berfungsi untuk membersikan aliran udara yang tidak terkontaminasi secara terus menerus dan digunakan di tempat kerja yang terdapat gas beracun atau kekurangan oksigen (Horrington, 2005).

2.6. Landasan Teori Diantara banyaknya polutan udara di lingkungan kerja, debu merupakan salah satu agent kimia yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Dalam kondisi tertentu, debu merupakan bahaya yang dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru, bahkan dapat menimbulkan keracunan umum. Debu juga dapat menyebabkan kerusakan paru dan fibrosis bila terinhalasi selama bekerja dan terus menerus. Bila alveoli mengeras akibatnya mengurangi elastisitas dalam menampung volume udara sehingga kemampuan mengikat oksigen menurun (Depkes RI, 2003). Gangguan fungsi paru adalah gangguan atau penyakit yang dialami oleh paruparu yang disebabkan oleh berbagai sebab, misalnya virus, bakteri, debu maupun partikel lainnya. Penyakit-penyakit pernapasan yang diklasifikasikan karena uji spirometri ada 2 macam, yaitu penyakit-penyakit yang menyebabkan gangguan ventilasi obstruktif dan penyakit-penyakit yang menyebabkan ventilasi restriktif (Guyton, 1995). Penyakit Paru-paru Obstruktif Menahun (PPOM) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara (Suyono, 1995). Hasil penelitian Hendrawati dkk (2006) menunjukkan bahwa; (1) masa kerja yang mempunyai kecenderungan sebagai faktor risiko terjadinya obstruksi pada pekerja di industri yang berdebu lebih dari 10 tahun, (2) Responden yang menggunakan APD mengalami gangguan fungsi paru 19,0% dan 81,0% tidak mengalami gangguan

fungsi paru, (3) responden yang status gizinya kurang baik mengalami gangguan fungsi paru 25,0% dan 75,0% tidak mengalami gangguan fungsi paru, (4) Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko untuk terjadinya gangguan fungsi paru. Penyakit pernapasan restriktif dimulai sebagai peradangan interstisial yang terutama mengenai septa-septa (alveolitis interstisial), ditandai dengan kekacauankekacauan paru-paru, atau keduanya akibat menurunnya compliance (daya kembang) dan semua volume paru-paru termasuk kapasitas vital (Stanley L, 1995). Penelitian Mawardi (2009), menunjukan bahwa; (1) Berdasarkan hasil uji korelasi pearson menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara kadar debu ambien dengan retriksi saluran nafas, (2) Hasil uji Chi-square menunjukkan hubungan signifikan antara prilaku merokok dan penggunaan APD terhadap gangguan fungsi paru pada pekerja pabrik kopi. Faktor-faktor non pekerjaan yang mempengaruhi kapasitas fungsi paru seseorang adalah usia, jenis kelamin, masa kerja, lama bekerja, riwayat pekerjaan, riwayat penyakit, status gizi, kebiasaan merokok, kebiasaan olah raga (Harrington, 2005). Penelitian Asep Irfan (2003) menunjukan bahwa; (1) Kadar debu kayu yang melebihi NAB berhubungan dan berpengaruh terhadap kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja, (2) Responden dengan masa kerja 5 tahun mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 34,2% dan 65,8% tidak mengalami gangguan fungsi paru. Tenaga kerja yang masa kerja < 5 tahun mengalami gangguan fungsi paru 6,3% dan 93,8% tidak mengalami gangguan fungsi paru. Uji statistik dengan Chi square test

menunjukkan ada hubungan yang bermakna masa kerja dengan gangguan fungsi paru (x2 = 6,491 ; p = 0,011) Kapasitas fungsi paru merupakan kesanggupan atau kemampuan paru untuk atau dalam menampung udara di dalamnya (Syaifuddin, 1997). Kapasitas paru adalah suatu kombinasi peristiwa-peristiwa sirkulasi paru atau menyatakan dua atau lebih volume paru yaitu volume alun nafas, volume cadangan ekspirasi dan volume residu (Guyton, 1997). Kondisi faal paru mempengaruhi lamanya keluhan subjektif saluran pernapasan seperti batuk berdahak kental, sesak napas dan demam (Soegito, 2004). 2.7. Kerangka Konsep Penelitian Variabel Bebas 2 3 4 Karakteristik Pekerja - Masa Kerja - Lama Kerja - Kebiasaan merokok - Penggunaan APD Variabel Terikat Gangguan Faal Paru Konsentrasi Debu Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Karakteristik pekerja dan konsentrasi debu di lingkungan kerja akan berpengaruh terhadap gangguan faal paru pada pekerja di industri pakan ternak.