BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daerah penelitian ini secara fisiografi menurut van Bemmelen (1949)

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan geologi Papua diawali sejak evolusi tektonik Kenozoikum

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB V SEJARAH GEOLOGI

Struktur Geologi Daerah Jonggol Dan Jatiluhur Jawa Barat

Zonasi Tingkatan Kerentanan Lahan Berdasarkan Analisis Kemiringan Lereng dan Analisis Kelurusan Sungai di Daerah Salopa, Kabupaten Tasikmalaya

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

ANALISA BENTANG ALAM

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

GEOLOGI DAERAH KLABANG

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB V SINTESIS GEOLOGI

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Karakteristik morfometri DAS Bulano dan DAS Paleleh yang meliputi. sungai; kerapatan pengaliran; dan pola pengaliran.

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KONDISI GEOLOGI DAERAH HAMBALANG DAN SEKITARNYA KECAMATAN CITEUREUP DAN CILEUNGSI KABUPATEN BOGOR, PROPINSI JAWA BARAT

Konsentrasi Sistem Informasi Geografis,Teknik Informatika, Fakultas Teknik Komputer Universitas Cokroaminoto Palopo

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

PENUNTUN PRAKTIKUM PENGENALAN ASPEK-ASPEK MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

ASPEK GEOMORFOLOGI SEBAGAI DATA AWAL PENGEMBANGAN WILAYAH DAERAH CINIRU DAN SEKITARNYA, KABUPATEN KUNINGAN, JAWA BARAT

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Karakteristik Geologi dan Analisis Resiko di Kelurahan Babakan Jawa Kecamatan Majalengka dan Sekitarnya Sebagai Upaya Mitigasi Bencana Longsor

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB VI SEJARAH GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH CIPEUNDEUY KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT. Oleh : Muhammad Abdurachman Ibrahim

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN

DAFTAR ISI. Halaman. viii

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI FRANS HIDAYAT

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

2.3.7 Analisis Data Penginderaan Jauh

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Daerah Penelitian Daerah penelitian ini secara fisiografi menurut van Bemmelen (1949) merupakan sebagian dari Zona Bogor bagian Timur (Gambar 2.1). Zona Bogor merupakan suatu pola struktur antiklinorium yang cembung kearah Utara dengan arah sumbu lipatan Barat Timur. Inti antiklinorium ini terdiri atas lapisanlapisan batuan yang berumur Miosen dan sayapnya ditempati batuan yang lebih muda yaitu berumur Pliosen Pleistosen. Lokasi penelitian Gambar 2.1 Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949) 5

6 Stratigrafi regional daerah Cibuluh dan sekitarnya, dari batuan tertua sampai batuan termuda adalah Formasi Subang, Formasi Kaliwangu, Formasi Citalang, Formasi Breksi Terlipat, Hasil Gunungapi Muda, dan Aluvium (Tabel 2.1, Djuri, 1973). Tabel 2.1 Stratigrafi daerah regional Cibuluh dan sekitarnya (Djuri, 1973) Daerah penelitian terbagi menjadi enam satuan batuan, dengan urutan dari tua ke muda, yaitu: Satuan Batulempung, Satuan Batupasir, Satuan Batupasir Konglomerat, Satuan Breksi, Satuan Tuf dan yang paling muda yaitu Aluvium (Aulia, 2012).

7 Berdasarkan struktur geologi menurut van Bemmelen (1949), Jawa Barat telah mengalami 2 periode tektonik, yaitu: 1. Periode Tektonik Intra Miosen. Pada periode ini, berlangsung pembentukan geantiklin Jawa di bagian selatan yang menyebabkan timbulnya gaya-gaya ke arah utara sehingga terbentuk struktur lipatan dan sesar yang berumur Miosen Tengah dan terutama di bagian tengah dan utara pulau Jawa. Sejalan dengan itu berlangsung pula terobosan intrusi dasit dan andesit hornblende. 2. Periode Tektonik Plio-Plistosen. Pada perode ini, terjadi proses perlipatan dan pensesaran yang diakibatkan oleh gaya-gaya yang mengarah ke utara dikarenakan oleh turunnya bagian utara Zona Bandung, sehingga menekan Zona Bogor dengan kuat. Tekanan ini menimbulkan struktur perlipatan dan sesar naik di bagian utara Zona Bogor yang merupakan suatu zona memanjang antara Subang dan Gunung Ciremai, zona sesar naik ini dikenal dengan Anjak Baribis.

Gambar 2.2 Peta Geologi daerah penelitian (Aulia, 2012) 8

9 Menurut Aulia (2012), daerah penelitian ini memiliki beberapa struktur geologi seperti kekar (joint),sesar (fault), lipatan (fold) berupa antiklin dan sinklin. Pada periode Pliosen-Plistosen terjadi aktivitas tektonik dengan arah tegasan utama kompresi relatif Timurlaut-Baratdaya adanya tegasan ini menyebabkan tiga satuan yang telah diendapkan yaitu, satuan Batulempung (Tmbl), satuan Batupasir (Tmbp) dan Satuan Batupasir Konglomerat (Tpbpk) terlipat membentuk antiklin dan sinklin. Antiklin yang terbentuk, terus menerus ditekan oleh gaya tektonik sehingga mengakibatkan terbentuknya patahan sesar naik dengan blok batuan bagian Selatan naik dan blok batuan bagian Utara relatif tetap. 2.2 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari roman muka bumi, gaya-gaya yang mempengaruhi dan hasil dari kerja gaya-gaya tersebut. Gaya-gaya yang bekerja pada proses geomorfologi, yaitu gaya eksogen dan gaya endogen. Gaya endogen merupakan gaya yang berasal dari dalam bumi berupa vulkanisme, plutonisme, dan tektonisme. Sedangkan gaya eksogen diantaranya akibat pengaruh iklim disebut proses fisika karena adanya perubahan temperatur, proses kimia yang menimbulkan perubahan mineral batuan akibat hujan dan temperatur, serta proses biologi sebagai akibat aktivitas vegetasi dan buatan manusia. Dalam disiplin ilmu geomorfologi, terdapat beberapa karakteristik yang saling berkaitan. Karakteristik-karakteristik tersebut adalah morfografi, morfometri, morfogenetik, jenis batuan suatu daerah dan pola pengaliran yang mengalir di daerah tersebut. Morfografi adalah karakteristik deskriptif geomorfologi suatu area seperti dataran, perbukitan, pegunungan dan plato.morfometri adalah karakteristik kuantitatif

10 geomorfologi suatu daerah seperti kecuraman lereng, ketinggian dan kekasaran terrain. Unsur-unsur morfometri antara lain berupa kemiringan lereng (ukuran kemiringan lereng serta panjang lereng), ketinggian absolut, relief, dan perbedaan ketinggian serta kerapatan pengaliran. Morfogenetik merupakan bentuk bentang alam yang diklasifikasikan berdasarkan atas genetika atau mulajadi dan perkembangan bentuk lahan serta proses yang terjadi padanya. Genetika suatu bentuk lahan dapat terjadi karena adanya gaya eksogen dan gaya endogen yang telah dijelaskan sebelumnya. Pola pengaliran merupakan pola yang dibentuk oleh anak sungai terhadap induk sungai. Daerah penelitian memiliki kenampakan geomorfologi yang bervariasi, mulai dari pedataran hingga perbukitan. Blok Cibuluh terbagi menjadi 3 (tiga)satuan geomorfologi (Gambar 2.3), yaitu: Satuan Geomorfologi Pedataran Aluvium, Satuan Pedataran Vulkanik dan Satuan Geomorflogi Perbukitan Sedimen (Aulia, 2012). 2.3 Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah Aliran Sungai (DAS)merupakan istilah geografi mengenai sungai beserta anak sungai dan wilayah yang dipengaruhinya.morfometri didefinisikan sebagai aspek kuantitatif suatu bentuk lahan (van Zuidam, 1983). Morfometri DAS dapat diartikan sebagai aspek kuantitatif DAS atau parameter karakteristik DAS yang dapat diukur dan dihitung. Variabel morfometri yang digunakan diantaranya adalah kemiringan lereng dan elevasi, dimensi DAS (luas, keliling, panjang, dan lebar), panjang segmen sungai (L s ), azimut segmen-segmen sungai, azimut kelurusan morfologi, kerapatan pengaliran (D d ), orde sungai, dan rasio cabang sungai (R b ). Beberapa variabel morfometri yang terkait dengan spasial dianalisis menggunakan metode grid sederhana untuk mempermudah proses perhitungan (Sukiyah dkk, 2007). Seluruh data yang tersedia

11 dibuat dalam format digital melalui proses digitasi menggunakan perangkat lunak SIG. Kerapatan pengaliran (D d ) diperoleh dengan formula sbb. (van Zuidam, 1983): D d = ΣLs/A... (1) Dengan ΣLs (Jumlah panjang sungai dalam km) dan A (luas DAS dalam km 2 ). Gambar 2.3 Peta Geomorfologi daerah penelitian (Aulia, 2012) Rasio cabang sungai (R b ) merupakan perbandingan jumlah sungai berorde n dibagi dengan jumlah sungai berorde n+1 pada suatu DAS. Bila R b <3 atau R b >5 maka DAS tersebut telah mengalami deformasi.

12 Konsep dasar morfometri DAS adalah bahwa suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan sistem terbuka yang cenderung melakukan aktivitas secara terus menerus atau memiliki dinamikanya sendiri. Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu wilayah daratan yang dibatasi oleh pemisah topografis berupa punggung bukit yang menerima air hujan dan mengalirkannya ke hilir dan bermuara ke laut. DAS dapat terdiri dari beberapa sub- DAS yang merupakan anak-anak jaringan sungai yang bermuara ke sungai utama DAS tersebut. DAS dan sub-das ini sering juga disebut sebagai Daerah Tangkapan Air atau Catchment Area (Gambar 2.4). Gambar 2.4 Ilustrasi Daerah Aliran Sungai (Asdak,1999) Batas basin merupakan batas masuknya air hujan dalam basin. Air hujan bergerak meninggalkan basin melalui mulut basin dengan membawa serta materialmaterial yang terdapat didalamnya. Dalam kasus tersebut energi potensial berubah

13 menjadi energi kinetik yang mengakibatkan erosi dan gerakan material yang berlangsung lama, berevolusi membentuk suatu kesan topografi tertentu. Jika sistem dalam DAS terganggu akibat perubahan iklim atau geologi maka akan terjadi penyesuaian dengan cepat geometri basin sehingga terbentuk sistem keseimbangan baru (Horton, 1932; dalam Horton, 1945). Dalam sistem terbuka akan terjadi suatu proses pemasukan dan pengeluaran materi dan energi sesuai dengan kemampuan sistem tersebut. Sistem pada DAS akan mentransfer energi untuk menjaga agar proses yang terjadi terus berlangsung dengan seimbang (Strahler, 1984). Menurut Strahler (1952) suatu DAS atau sub-das memiliki 3 karakteristik morfometri, yaitu : 1. Linear Morfometri 2. Areal Morfometri, dan 3. Relief Morfometri 2.3.1 Linear Morfometri Linear morfometri adalah karakteristik morfometri yang dilihat berdasarkan pada unsur-unsur linear DAS seperti: - Jumlah segmen sungai dalam setiap orde - Jumlah total segmen sungai dalam suatu cekungan - Panjang rata-rata segmen sungai - Panjang total sungai - Nilai nisbah percabangan (R b ) - Nilai nisbah panjang (R L ) - Panjang dari aliran permukaan.

14 Untuk dapat mengetahui keseluruh aspek di atas, hal pertama yang harus diketahui adalah orde sungai dari setiap DAS. Orde sungai adalah tingkatan suatu segmen sungai dalam suatu DAS. Banyak ahli telah menentukan cara pemberian nilai orde suatu sungai seperti Horton (1945), Strahler (1952), dan Shreve (1967) (Gambar 2.5). Gambar 2.5 Sistematika pembagian orde sungai (Horton, 1945) Menurut Horton (1945), segmen yang tidak memiliki percabangan merupakan orde pertama. Namun tidak semua segmen diberi keterangan orde, hanya salah satu di antara percabangan. Ketika dua segmen satu bergabung, maka akan menjadi orde dua. Dua orde dua bergabung akan menjadi orde tiga. Metode Strahler merupakan modifikasi dari metode Horton. Menurut Strahler (1952), segmen yang tidak memiliki percabangan merupakan orde pertama. Ketika dua segmen orde-pertama bergabung, maka akan terbentuk orde kedua. Dua segmen orde dua akan membentuk orde tiga. Dua orde tiga akan membentuk orde empat, dan seterusnya. Setiap segmen dapat ditempel oleh orde dengan nilai yang lebih kecil namun tidak akan merubah atau meningkatkan nilai ordenya.

15 Sedangkan metode Shreve (1967), setiap segmen yang bertemu akan menambah nilai orde selanjutnya. Metode Shreve sering digunakan dalam penelitian geomorfologi untuk mencari hubungan antara hujan dan air permukaan. Karena orde pertama sungai berfungsi sebagai pengumpul utama air hujan dalam suatu cekungan. Dengan menggunakan metode Shreve, perkiraan akan aliran banjir akan lebih mudah diketahui daripada penggunaan metode Strahler. Linear morfometridigunakan untuk mengetahui nilai nisbah percabangan atau R b (Bifurcation Ratio) suatu DAS. Bifurkasi merupakan pola jaringan yang berkembang karena adanya perulangan pembagian satu saluran menjadi dua bagian. Pembentukan bifurkasi atau percabangan dapat terjadi dalam tiga proses (Gambar 2.6), yaitu: a. Suatu segmen sungai terbagi menjadi dua bagian, setiap bagian masing-masing berkembang menjadi dua bagian. b. Suatu sungai dengan dua cabang, salah satu cabangnya menjadi dominan dibandingkan dengan cabang lainnya. c. Sudut segmen sungai mengecil, dan dua cabang bergabung menjadi satu. Umumnya terjadi pada kemiringan yang curam. Nilai R b pada beberapa DAS dengan kondisi geologi yang homogen akan memiliki rentang antara 3,0 5,0. Nilai R L berfungsi seperti R b,merupakan perbandingan antara rata-ata panjang sungai suatu orde terhadap orde berikutnya yang lebih tinggi. R L dapat digunakan untuk menentukan panjang rata-rata pada orde yang tidak dihitung (L o ) dan nilai dari panjang total masing-masing orde. Nilai R L berkaitan dengan hidrologi suatu cekungan DAS dan kemungkinan banjir daerah cekungan.

16 Banjir akan mungkin terjadi pada cekungan DAS dengan panjang sungai utama yang lebih pendek. Gambar 2.6 Pembentukan Percabangan Sungai (Ritter et al, 1978) 2.3.2 Areal Morfometri Aspek pada areal morfometri merupakan aspek yang dapat mencerminkan geomorfologi dua dimensi suatu DAS. Aspek yang dilihat pada karakteristik ini adalah: Daerah aliran di setiap orde Panjang area Bentuk cekungan Kerapatan aliran (D d ) Frekuensi aliran Konstanta setiap saluran Bentuk cekungan terbagi menjadi dua, yaitu melingkar dan memanjang. Bentuk tersebut didasarkan pada keliling dan luas bentuk DAS. Dengan mengetahui bentuk cekungan, dapat diketahui perkiraan kecepatan air yang masuk dan keluar dalam suatu cekungan. Hal tersebut akan berhubungan dengan kemungkinan banjir suatu daerah. Bentuk DAS yang melingkar menggambarkan setiap segmen sungai memiliki panjang yang sama, kecepatan aliran air yang sama dan waktu air masuk dan keluar yang sama. Pada bentuk ini, kemungkinan banjir akan lebih besar karena air masuk dan keluar pada

17 saat yang bersamaan. Bentuk cekungan DAS yang memanjang memiliki panjang segmen sungai yang lebih panjang dari bentuk DAS melingkar serta panjang tiap segmen sungai berbeda. Pada bentuk ini akan terjadi pergantian air yang masuk dan keluar, sehingga kemungkinan banjir akan lebih kecil. Kerapatan aliran (D d ) menggambarkan kerapatan setiap segmen sungai dalam suatu DAS. Dd merupakan bagian pokok dari karakteristik suatu DAS. Nilai D d tidak hanya mencerminkan keadaan geologi saja, tapi juga menggambarkan parameter iklim geomorfologi, vegetasi dan kekuatan batuan serta tanah terhadap erosi yang bekerja pada daerah tersebut. Dalam kondisi iklim yang sama, batuan yang kedap air akan menghasilkan nilai D d yang lebih besar dari nilai D d pada batuan yang menyerap air. Pada lingkungan semi-arid yang jarang terdapat tumbuhan dan aliran permukaan air yang cepat akan menghasilkan nilai D d yang lebih besar daripada lingkungan arid dan humid. 2.3.3 Relief Morfometri Aspek ini merupakan aspek geomorfologi ruang suatu cekungan. Bagian-bagian yang dinilai pada aspek ini adalah: Rasio Relief Relief relatif Tinggi relatif cekungan Area relatif cekungan Nilai kekasaran

18 2.4 Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) didefinisikan sebagai pengolah data yang diikat oleh posisi geografi dan memanfaatkan komputer sebagai sarana penyimpanan dan pengolahannya (Burrough, 1986). Konsep dasar SIG adalah data dikelola dan dihimpun dalam suatu layer. Setiap layer berisikan data sejenis baik berupa informasi tematik atau obyek poligon, garis, dan titik, diikat oleh sistem koordinat yang sama. Masing-masing obyek dalam setiap layer dapat dikaitkan dengan data atribut yang disimpan dan dikelola menggunakan DBMS (DataBase Management System). Informasi berupa data pokok ataupun data teknis operasional dapat dengan mudah dibangun melalui suatu DBMS. Pengait antara data grafis dengan atribut inilah yang membentuk sebuah Sistem Informasi Geografis (Gambar 2.7). Layer data 1 Layer data 2 Layer data 3 Layer data 4 Layer data hasil overlay Gambar 2.7 Konsep overlay data dalam SIG (Sukiyah, 2002)

19 Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sebuah SIG merupakan sebuah sistem di mana dapat menyimpan data grafis dengan pengaturan tata ruang sesuai kehendak pemakai. Suatu hal yang sangat menguntungkan bahwa data tersimpan sudah dalam bentuk digital dan disusun menurut kaidah serta mekanisme teknis untuk mempermudah dalam pemanggilan kembali, update atau penyusunan layout kembali guna menghasilkan output yang diinginkan. Kemudahan ini membuka peluang untuk menggunakan data tersebut dalam berbagai aplikasi, baik sebagai bahan informasi atau untuk kajian-kajian teknis. 2.5 Mapinfo 10.0 Mapinfo merupakan salah satu software yang bisa digunakan dalam membantu pengolahan data SIG. Dalam penelitian ini menggunakan Mapinfo 10.0. Mapinfo for Windows merupakan pengembangan lebih lanjut dari MapInfo for DOS. Pengembangan dalam lingkungan Microsoft Windows menuntut beberapa penyesuaian antara lain format dan kelengkapan file datanya. File-file data yang digunakan dalam Mapinfo for Windows dapat dikelompokkan dalam file data mapinfo dan file data bukan mapinfo. File Data MapInfo for Windows terdiri atas beberapa file yang lebih spesifik memiliki ekstension WOR, TAB, DAT, ID, IDX, MAP, MIF, MID, MB, MBX. 2.6 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu, teknologi, dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Secara umum penginderaan jauh menunjukkan aktivitas perekaman, pengamatan dan

20 penangkapan fenomena obyek atau peristiwa dari jarak tertentu. Penginderaan jauh dapat diketahui dengan menggunakan media foto udara, google earth dan citra landsat. Foto udara merupakan foto gambaran rupa bumi dalam dua dimensi yang diambil dari pesawat. Umumnya foto udara berwarna hitam dan putih. Dalam penggunaannya kita memerlukan stereoskop agar gambar dalam foto udara terlihat tiga dimensi. Citra satelit dan google earth adalah gambaran rupa bumi dua dimensi yang diambil dari satelit. Tampilan dalam citra satelit merupakan gabungan dari beberapa sinar yang dikelompokan dalam data algoritma dan band-band tertentu. Band tersebut memberikan warna tersendiri yang disebut rona. Dengan menggunakan ER Mapper kita dapat merubah tampilan citra satelit berdasarkan kebutuhan.