METAMORFOSA HUNIAN MASYARAKAT BALI

dokumen-dokumen yang mirip
berbentuk persegi panjang yaitu memanjang dari selatan ke utara. Di desa ini

Sangamandala Oleh: I Made Pande Artadi, S. Sn., M. Sn

VERNAKULAR-TA.428-SEMESTER GENAP-2007/2008 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR-S1 FPTK-UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

IDENTIFIKASI VARIAN ARSITEKTUR LUMBUNG DI BALI

Rumah Tinggal Dengan Gaya Bali Modern Di Ubud. Oleh: I Made Cahyendra Putra Mahasiswa Desain Interior FSRD ISI Denpasar ABSTRAK

KARAKTERISTIK BANGUNAN BALE METEN, SERTA PROSES PEMBANGUNANNYA

BAB I PENDAHULUAN. Majapahit merupakan kerajaan terbesar yang pernah dimiliki Indonesia pada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. Halaman. PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii. ABSTRAK...iii. ABSTRACT... iv. PERNYATAAN... v. KATA PENGANTAR vi. DAFTAR ISI...

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

Gambar 5.1. Zoning Ruang (sumber:konsep perancangan.2012)

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2)

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

AKULTURASI BUDAYA PADA MASYARAKAT MUSLIM DESA PEGAYAMAN BULELENG BALI. L. Edhi Prasetya

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

I. PENDAHULUAN. Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

Sampit. Desain Shopping Arcade ini juga merespon akan natural setting, Dalam aktivitas urban, desain Shopping Arcade dapat menjadi

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

BAB IV ANALISA. seperti pencapaian lokasi hingga lingkungan yang memadai.

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 5 HASIL PERANCANGAN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

Identifikasi Perubahan Tatanan Spasial Karang di Desa Taro Kelod Gianyar Bali

BAB V KONSEP. V.1 Konsep Perencanaan dan Perancangan. Konsep desain untuk fungsi M al dan Apartemen ini mencoba menampung kegiatankegiatan

PERUBAHAN POLA TATA RUANG PADA KARANG 1 DESA ADAT JATILUWIH DI BALI

RANCANGAN RUMAH TUMBUH TIPE KPR BTN DI KOTA DENPASAR

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. a. Aksesibilitas d. View g. Vegetasi

Konsep Design Mikro (Bangsal)

BAB IV ANALISA TAPAK

Ciri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang -1-

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru.

PENDAHULUAN BAB I. Latar Belakang. Kota Jakarta, ibukota negara sekaligus sebagai pusat ekonomi dan pusat

ANYER BEACH RESORT BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. pemakaian energi karena sumbernya telah menipis. Krisis lingkungan sangat mempengaruhi disiplin arsitektur di setiap

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB II POTENSI DAN PERMASALAHAN KAWASAN OBYEK WISATA CEKING TERRACE

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB II IDENTIFIKASI DAN PRIORITAS MASALAH

Identifikasi Tipe Pemukiman Karang Nabuan di Banjar Tinggan Desa Plaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung

BAB VI HASIL RANCANGAN. tema Sustainable Architecture yang menerapkan tiga prinsip yaitu Environmental,

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. kendaraan dan manusia akan direncanakan seperti pada gambar dibawah ini.

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. sudah selayaknya kawasan-kawasan yang berbatasan dengan laut lebih menekankan

BAB VI HASIL PERANCANGAN. apartemen sewa untuk keluarga baru yang merupakan output dari proses analisis

BAB 6 HASIL RANCANGAN. Perubahan Konsep Tapak pada Hasil Rancangan. bab sebelumnya didasarkan pada sebuah tema arsitektur organik yang menerapkan

Minggu 5 ANALISA TAPAK CAKUPAN ISI

Dasar-Dasar Rumah Sehat KATA PENGANTAR

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler

Rumah Tinggal Dengan Gaya Arsitektur Bali Modern Di Denpasar

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB VI HASIL PERANCANGAN

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar perancangan beranjak dari hasil analisis bab sebelumnya yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

BAB VI KESIMPULAN. Rumah toko Cina Malabero Bengkulu yang dikelompokkan dalam

PERUBAHAN ARSITEKTUR TRADISIONAL HUNIAN DESA BAYUNG GEDE, BANGLI

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

Bali. Pola Tata Ruang Tradisional

Kampung Wisata -> Kampung Wisata -> Konsep utama -> akomodasi + atraksi Jenis Wisatawan ---> Domestik + Mancanegara

BAB IV : KONSEP. 4.1 Konsep Dasar. Permasalahan & Kebutuhan. Laporan Perancangan Arsitektur Akhir

BAB V KONSEP PERANCANGAN


BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per

BAB IV KONSEP. 4.1 Ide Awal

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU

BAB VI DATA DAN ANALISIS

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI

BAB V KONSEP PERENCANAAN

ANALISIS SITE LAHAN/TAPAK RELATIF DATAR

LAPORAN PENELITIAN KAJIAN FUNGSI DAN EFISIENSI KONSTRUKSI BANGUNAN JINENG DALAM DINAMIKA KEHIDUPAN MODERN

BAB V KONSEP PERANCANGAN PASAR. event FESTIVAL. dll. seni pertunjukan

BAB IV ANALISA. Berdasarkan referensi dari studi banding: susun untuk menambah efisiensi kerja. pembukaan kios di pagi hari.

BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN. dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang pendidikan yang semakin

Lingkungan Alam dan Buatan di Sekitar Rumah dan Sekolah. Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas Mars

KAMPUNG NAGA MASYARAKAT ADAT YANG MENJAGA PELESTARIAN LINGKUNGAN oleh : redaksi butaru *

BAB V K O N S E P P E R A N C A N G A N

FORM INSPEKSI. f. Issue Lingkungan : Air/ Udara/ Bunyi/ Keterangan : g. Analisis Resiko : Banjir/ Kebakaran/ Longsor/ Keamanan/

BAB I PENDAHULUAN. dirinya dapat menetap dalam jangka waktu lama. Setiap lingkungan tempat tinggal

BAB VI HASIL PERANCANGAN. Konsep tersebut berawal dari tema utama yaitu Analogy pergerakan air laut, dimana tema

Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.

BAB II PEMBAHASAN. 2.1 Kondisi Rumah Tradisional Masa Kini Di Provinsi Bali

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar Arsitektur Bioklimatik.

BAB III TINJAUAN KHUSUS

SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS. Disusun Oleh: Ignatius Christianto S

BAB II TINJAUAN DATA

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KONSEP. marmer adalah Prinsip Sustainable Architecture menurut SABD yang terangkum

Transkripsi:

METAMORFOSA HUNIAN MASYARAKAT BALI Cara hidup manusia pada awalnya adalah berkelana dari satu tempat ke tempat yang lain. Aktivitas sehari-harinyapun hanya mencari makan untuk bertahan hidup seperti berburu atau mencari ikan di sungai dengan menggunakan peralatan yang sangat sederhana. Aktivitas ini berhenti bila matahari terbenam. Jadi pada malam hari total dipergunakan untuk beristirahat. Tempat beristirahatnyapun sangat sederhana dan dimana saja asal memungkinkan seperti di gua-gua atau di atas dahan pohon yang kuat. Selain sebagai tempat istirahat juga dimanfaatkan sebagai tempat berlindung dari serangan binatang buas dan serangan alam seperti hujan, angin ribut, panas terik matahari, dan lain-lain. Lambat laun manusia mulai belajar bertani. Lahan pertanian dibuat dengan menebang hutan. Bila kesuburan tanah sudah dirasa berkurang, mereka pindah ke tempat lain dan menebang hutan lagi untuk dijadikan lahan pertanian yang baru. Manusia pada era ini sudah mulai menetap di suatu tempat tapi dalam jangka waktu yang tidak begitu lama. Manusia mulai membuat hunian yang bersifat semi permanen seperti gubuk, rumah panggung, dan lain-lain. Bahan-bahan diambil dari lingkungan sekitarnya. Seperti rangka dan dan dinding dibuat dari kayu dan bambu, balai-balai untuk tempat tidur dibuat dari bambu, dan atap dipakai daundaunan seperti daun alang-alang, ijuk, daun kelapa, dan lain-lain. Setelah manusia mahir dalam bertani dan mulai mengenal sistem pertanian, manusia mulai menyadari dirinya sebagai mahkluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Mulailah manusia menjalin interaksi dengan sesamanya. Interaksi ini mengubah cara hidup manusia dari individu menjadi mahkluk yang hidup secara berkelompok. Perubahan cara hidup ini membawa perubahan pula pada hunian mereka. Manusia mulai menetap di suatu tempat dalam jangka waktu lama. Maka dibuatlah hunian yang sifatnya jangka panjang walaupun masih dengan bahan-bahan yang didapat dari lingkungan sekitarnya. Hunian yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan sekaligus tempat bersosialisasi yang disebut rumah. Rumah-rumah tersebut membentuk suatu pola perumahan yang menempati suatu wilayah yang disebut pemukiman. Masing-masing pemukiman mempunyai konsep yang berbeda-beda mulai dari aturan tentang kehidupan,

aturan tata ruang, sistem kepercayaan, dan lain-lain yang kesemuanya ini mereka yakini dan diwarisi secara turun-temurun sehingga menjadi suatu tradisi. Bertitik tolak dari tradisi tersebut muncullah sistem hunian yang disebut rumah atau pemukiman tradisional. Secara umum konsep kehidupan yang menjunjung tradisi atau bersifat tradisional adalah keterbukaan, kekerabatan dan kepercayaan yang bersifat religius. Mulai dari lingkungan terkecil yaitu keluarga, antar keluarga (tetangga), dan kumpulan keluarga (warga). Keterbukaan diwujudkan dalam sedikitnya bahkan tidak adanya batas-batas antar rumah. Bila ada, temboknya sangat rendah. Ini untuk memudahkan mereka berinteraksi dengan rumah di sebelahnya. Kekerabatan diwujudkan dengan adanya ruang-ruang bersama seperti dalam lingkup keluarga ada ruang keluarga, atau dalam lingkup yang lebih luas lagi yaitu adanya tempat pertemuan antar warga, pemandian umum, pasar, dan lain-lain. Kepercayaan yang bersifat religius diwujudkan dengan adanya aturan-aturan tata ruang dan tempat suci bersama. * Rumah dan Pemukiman Tradisional Rumah dan pemukiman tradisional biasanya terdapat di daerah pedalaman. Daerah pedalaman tersebut ada yang di dataran tinggi atau pegunungan dan ada yang di dataran rendah. Dari segi fisik rumah tradisional yang ada di pegunungan pada umumnya sangat sederhana. Segala aktivitas sehari-hari dilakukan dalam satu ruang mengingat cuaca di pegunungan sangat dingin. Perapian dibuat satu ruang dengan ruang tidur. Selain untuk memasak juga untuk menghangatkan badan dan ruangan. Di atas perapian dibuat tempat untuk menyimpan kayu bakar. Di atas tempat tidur dibuat kolong sebagai ruang untuk menyimpan barangbarang. Teras dibuat secukupnya hanya sebagai ruang penghubung antara ruang luar dengan ruang dalam. Antar rumah tidak terdapat tembok pembatas. Jalan lingkungan berfungsi ganda yaitu sebagai jalur lalu lintas sekaligus sebagai ruang interaksi antar warga.

Perapian, di atasnya dibuat tempat menyimpan kayu bakar Balai-balai untuk tempat tidur yang di atasnya terdapat kolong tempat menyimpan barang Lemari Salah satu contoh denah rumah tradisional pegunungan Pola pemukiman tradisional di daerah pegunungan memakai acuan letak gunung dan laut. Gunung yang letaknya lebih tinggi merupakan zone utama dan laut merupakan zone nista karena letaknya lebih rendah. Antara gunung dan laut merupakan zone madia yang diperuntukan untuk pemukiman. Tempat suci diletakkan di zone utama. Fasilitas umum yang derajatnya rendah seperti pemakaman dan pemandian umum diletakkan di zone nista. Fasilitas umum yang lain seperti tempat pertemuan warga dan unit-unit pelayanan lainnya diletakkan pada perempatan pemukiman warga. Perletakan rumah-rumah warga menyesuaikan dengan topografi setempat dengan membuat terasering dan antara terasering dihubungkan dengan tangga. Zone Utama Gunung Zone Madia Zone Nista Pemukiman & fasilitas pelayanan Pemakaman & pemandian umum Laut Pola pemukiman tradisional di daerah pegunungan Rumah tradisional yang berada di daerah dataran rendah pada umumnya adalah terdiri dari beberapa massa bangunan dalam satu area pekarangan. Masingmasing bangunan mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Bentuk massa adalah segi empat dengan atap seperti pelana. Bangunan-bangunan tersebut diantaranya adalah Sanggah atau Merajan yang fungsinya sebagai tempat pemujaan, Meten fungsinya sebagai ruang tidur, Bale Dangin untuk tempat mengadakan upacara,

Jineng sebagai tempat menyimpan padi, Paon sebagai tempat memasak. Bangunan-bangunan ini diatur dalam suatu pola dalam satu area pekarangan dengan jarak dan besaran tertentu sesuai dengan fungsi dan status sosial pemiliknya. Satu area pekarangan dibatasi oleh tembok pembatas yang disebut tembok penyengker. Pencerminan konsep tradisional yang bersifat keterbukaan diwujudkan dalam bentuk bangunan yang dominan terbuka dan selalu memiliki teras yang luas. Kekerabatan diwujudkan dengan orientasi masing-masing bangunan yang berorientasi ke dalam (ke halaman) yang membentuk suatu ruang luar yang disebut natah. Tembok pembatas antar rumah dibuat rendah (± 1m) untuk memudahkan berinteraksi dengan tetangga. Kepercayaan yang bersifat religius diwujudkan dalam pembagian zone dalam satu area pekarangan menjadi zone utama, zone madia, dan zone nista. Masing-masing zone dibagi lagi menjadi dibagi lagi menjadi 3 zone. Jadi dalam satu pekarangan terdapat 9 zone dengan acuan penzoningan adalah arah utara dan selatan. UN MN UM MM UU MU B U T NN NM NU S Keterangan : UU Utama ning utama adalah zone yang paling utama/suci yang diperuntukkan untuk bangunan pemujaan (Sanggah/Merajan) UM Utama ning madia adalah zone utama kedua yang diperuntukkan untuk Bale Meten yang yang berfungsi untuk ruang tidur. UN Utama ning nista adalah zone utama ketiga yang diperuntukkan untuk bangunan pemujaan berupa tugu yang ditujukan kepada yang menjaga area pekarangan (Penunggun Karang). MU Madia ning utama adalah zone madia yang utama yang diperuntukkan untuk Bale Dangin adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat mengadakan upacara.

MM Madia ning madia adalah zone yang merupakan ruang kosong (halaman) yang menjadi orientasi masing-masing bangunan. MN Madia ning nista adalah zone madia yang ketiga yang diperuntukkan untuk Bale Dauh yang merupakan bangunan yang berfungsi untuk menerima tamu. NU Nista ning utama adalah zone Nista yang utama yang diperuntukkan untuk Jineng yaitu bangunan yang berfungsi untuk menyimpan padi. NM Nista ning madia adalah zone nista kedua yang diperuntukkan untuk Bale untuk ruang keluarga dan juga diperuntukkan untuk Paon yaitu bangunan yang berfungsi untuk dapur. NN Nista ning nista adalah zone yang paling rendah yang diperuntukkan untuk kandang babi. 2 1 5 4 7 8 12 3 11 6 10 9 Contoh denah rumah tradisional di daerah dataran rendah Dimana bangunan-bangunan didalamnya yaitu : (1) Merajan, (2) Bale Meten, (3) Penunggun Karang, (4) Bale Dangin, (5) Halaman, (6) Bale dauh, (7) Bale Delod, (8) Jineng, (9) Paon, (10) Angkul-angkul, (11) Tembok Penyengker, (12) Kandang Babi

Sebagai pintu masuk (entrance) untuk menuju ke area pekarangan dibangun suatu massa yang disebut angkul-angkul yang dibuat menyatu dengan dengan tembok pembatas pekarangan. Antara tembok pekarangan dengan tepi jalan terdapat ruang luar yang disebut telajakan. Telajakan juga merupakan pencerminan keterbukaan dan kekerabatan suatu pemukiman tradisional. Karena telajakan ini difungsikan selain ditanami tanaman peneduh yang rituil juga bisa untuk duduk-duduk di sore hari sehabis bekerja seharian dan berbincang-bincang dengan warga lainnya. Jalan lingkungan terbentuk oleh ruang antara temboktembok pekarangan. Pola pemukiman tradisional di daerah dataran rendah pada umumnya adalah persilangan antara dua jalur utama desa yaitu jalur utara-selatan dan timurbarat yang membentuk perempatan yang disebut Pempatan Agung. Dari persilangan tersebut menghasilkan empat zone. Zone di Timur Laut atau Kaja Kangin adalah zone utama yang diperuntukkan untuk lokasi pura atau puri. Zone di Barat Laut atau kaja Kauh adalah zone madia yang diperuntukkan untuk ruang bersama atau untuk fasilitas pelayanan. Zone di Tenggara atau Kelod Kangin dan di Barat Daya atau Kelod Kauh merupakan zone nista yang masing-masing diperuntukkan untuk fasilitas umum yaitu lapangan dan pasar. Pemukiman dibangun di luar zone-zone tersebut. Di ujung persilangan / Pempatan Agung disediakan ruang buat khusus untuk bangunan bersama. Pemukiman U Telajakan Jalan utama Bale Banjar a Pasar a Pura / Puri a Lapangan B S T Pola Pempatan Agung Di ujung-ujung persilangan terdapat massa-massa diantaranya : di persil Pura/Puri terdapat Bale Bengong, di persil Bale Banjar terdapat Bale Kulkul, di persil pasar terdapat Pura Melanting dan di persil lapangan terdapat Pohon Beringin

* Rumah dan Pemukiman Modern Perkembangan ke arah masyarakat industri menyebabkan terjadinya proses modernisasi. Dimana pada masa ini manusia memiliki intelektual yang tinggi, produktif, efisien, selalu berpacu dengan waktu, hubungan antar manusia sangat lugas, selalu ingin lebih maju dan individualisme. Semua ini berdampak pada gaya hidup dan sikap mental manusia. Dan ini juga merubah filosofi manusia dalam membangun rumah tinggalnya. Manusia pada masa ini memerlukan rumah tinggal yang bisa memberi ketenangan untuk menikmati hidup, dan bebas dari gangguan para tamu yang tidak diundang. Rumah juga merupakan sarana pendeklarasian diri yang sukses dalam mengikuti trend modernisasi. Secara arsitektural dicerminkan dalam bentuk rumah tinggal yang cenderung tertutup seakan-akan menolak yang ingin berkunjung, tamu yang tak diharapkan kehadirannya tak mungkin leluasa masuk karena rumah sudah dikelilingi dengan pagar yang tinggi, dan material rumah yang dipergunakan yang serba mewah dan lux. Pemukiman yang dikategorikan modern adalah pemukiman yang terdapat aksesibilitas yang lengkap dimana terdapat sarana transportasi yang memadai, aman, nyaman, lancar, sehingga kehidupan keluarga menjadi efisien, akses komunikasi yang mudah bagi seluruh keluarga, pemukiman terletak dekat dengan fasilitas umum seperti bandara, terminal, daerah perkantoran, pusat perbelanjaan, atau sarana-sarana istimewa lainnya. Kondisi lingkungan juga menjadi perhatian bagi pemukiman modern. Seperti jauh dari polusi seperti polusi udara, pabrik dan kendaraan, penataan lingkungan yang asri dan alami, cukup ruang terbuka seperti taman untuk rekreasi keluarga. Prasarana dan sarana yang memadai juga tersedia seperti jalan lingkungan yang berkualitas baik, tempat ibadah, tempat olahraga, pertokoan, sekolah dan lain-lain. Terbatasnya lahan menjadikan hunian dibuat ke arah vertikal. Seperti banyak dibangun apartemen-apartemen mewah yang lengkap fasilitas-fasilitasnya yang memenuhi kebutuhan manusia akan kenyamanan hidup. Kemajuan peradaban manusia merupakan jembatan yang dapat merubah falsafah, pandangan dan gaya hidup manusia dan industrialisasi adalah salah satu

proses ke masyarakat modern. Indikasi inilah yang menyebabkan hunian masyarakat Bali mengalami metamorfosa. Segala sesuatu selalu dituju dan diperuntukkan agar menghasilkan uang. Konsep dan falsafah hunian yang sudah mentradisi secara turun-temurun sudah tidak diterapkan lagi. Fenomena ini lebih cenderung dialami oleh hunian masyarakat Bali yang ada di daerah dataran rendah. Karena jalur pariwisata mendorong masyarakat Bali mengkomersiilkan huniannya. Rumah berfungsi ganda sebagai art shop. Telajakan berubah fungsi menjadi tempat parkir kendaraan dan ada yang dibangun kios-kios kecil tempat menjual cendera mata. Bahkan telajakan sudah tidak ada sama sekali. Sampai-sampai angku-angkul sebagai entrance rumah sudah tidak terlihat dihalangi oleh bangunan-bangunan untuk tujuan komersiil. Kemajuan zaman memang bisa merubah segalanya. Tapi perlu diingat bahwa leluhur kita mewarisi tradisi konsep suatu hunian tentu sudah dengan petimbangan yang sangat matang yang sudah mereka analisa kegunaannya berabad-abad lamanya. Bila hanya mengkambinghitamkan kebutuhan ekonomi, sungguh tidak bijak rasanya dengan mengabaikan tradisi leluhur. Kalau sudah menerima karmanya barulah kita menyadari betapa bermanfaatnya tradisi leluhur kita.