BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dengan 26 Puskesmas rawat jalan dan tiga Puskesmas

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 290/MENKES/PER/III/2008 TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN

Informed Consent INFORMED CONSENT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Definisi

Pedoman Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran (Informed Consent)

PANDUAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN RUMAH SAKIT RAWAMANGUN

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CITRA INSANI SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR NO /SK-DIR/RSIA-CI/VIII/2014 TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN (INFORMED CONSENT)

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL.

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BERSALIN ASIH NOMOR : 096/SK-Dir/RSB-A/II/2016

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Nomer 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi setiap manusia dan

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Inform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L

Contoh Panduan KORPS MARINIR RUMKITAL MARINIR CILANDAK PANDUAN. RUMKITAL MARINIR CILANDAK JAKARTA 2016 DAFTAR ISI

BAB I DEFINISI. pengampunya. Ayah :

PENERAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN BEDAH DI RSI SOEMANI SEMARANG

3. Apakah landasan dari informed consent?

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

PANDUAN TENTANG PEMBERIAN INFORMASI HAK DAN TANGGUNG JAWAB PASIEN DI RSUD Dr. M. ZEINPAINAN

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjang aktifitas sehari-hari. Manusia melakukan berbagai upaya demi

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu upaya pelayanan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir (JNPK-KR, 2012).

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN DANA JAMINAN PERSALINAN PADA PUSKESMAS DI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2012

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perlindungan Hukum terhadap Pasien BPJS Kesehatan dalam Mendapatkan

PANDUAN INFORMED CONSENT

BAB IV METODE PENELITIAN. Pengumpulan data diperoleh di Puskesmas Waru, Kabupaten Pamekasan,

BAB I PENDAHULUAN. nampaknya mulai timbul gugatan terhadap dokter dan rumah sakit (selanjutnya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 9 TAHUN 2012

PANDUAN PENJELASAN HAK PASIEN DALAM PELAYANAN LOGO RS X

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK NARASUMBER

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

INFORMED CONSENT ATAS TINDAKAN KEDOKTERAN DI RUMAH SAKIT GRHASIA PAKEM YOGYAKARTA *

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

DINAS KESEHATAN UPTD PUSKESMAS TABA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

EVALUASI TERHADAP PROSEDUR PENYAMPAIAN INFORMASI

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PANDUAN PENOLAKAN PELAYANAN ATAU PENGOBATAN RSIA NUN SURABAYA 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. eklampsia, sepsis, dan komplikasi keguguran. Sebagian besar penyebab

PEDOMAN WAWANCARA. 1. Apakah pasien yang anda rawat, diberikan penjelasan tentang diagnosa. - tingkat pemahaman pasien/keluarga yang berbeda

DASAR HUKUM PENYELENGGARAAN REKAM MEDIS

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 505 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBAGIAN JASA PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

tindakan pendidikan serta kondisi dan situasi pasien.

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

Pedoman Penyusunan Lembar Penjelasan kepada Calon Subyek

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 9 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA

Sememi dr. Lolita Riamawati NIP

WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK [ INFORMED CONSENT ]

PERATURAN DIREKTUR UTAMA RS. xxx NOMOR : 17/PER/2013 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN MEDIS. DIREKTUR UTAMA RS. xxx

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi:

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

ASPEK HUKUM REKAM MEDIS DAN INFORMED CONSENT

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA TANGERANG SELATAN. Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang kesehatan pada. dasarnya ditujukan untuk peningkatan

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

Kata kunci : tingkat pengetahuan hak dan kewajiban pasien atas informasi medis. Kepustakaan : 17 ( )

BUPATI KARANGASEM PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PENGGUNAAN DANA JAMINAN PERSALINAN DI KABUPATEN KARANGASEM

BUPATI LAMONGAN TENTANG BUPATI LAMONGAN, bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Kabupaten

Masalah Malpraktek Dan Kelalaian Medik Dalam Pelayanan Kesehatan. Written by Siswoyo Monday, 14 June :21

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016 Website :

IMPLEMENTAS I PERAWAT PRAKTEK MANDIRI. Ns. SIM SAYUTI, S.Kep NIRA : Beprofessional nurse Knowledge, skill, & attitude

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu. Nama saya Ester Selfia Napitupulu, saat ini saya sedang menjalani

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.693,2012

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pemberian pelayanan kepada pasien di rumah sakit. Dalam

BUPATI MAGELANG PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

Lampiran III Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 900/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal : 25 Juli 2002

BAB I PENDAHULUAN. prinsip dasar etik kedokteran yaitu primum non necere (yang terpenting adalah

AP (ASESMEN PASIEN) AP.1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA BENGKULU TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN.

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

UKP (UPAYA KESEHATAN PERORANGAN)

disebut dengan Persetujuan Tindakan Medik. Secara harfiah, Informed Consent terdiri

Bismillaahirrahmaanirrahiim PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PROF. DR. TABRANI NOMOR : 092/RSTAB/PER-DIR/III/2015

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

ANALISIS KELENGKAPAN PENGISIAN DOKUMEN INFORMED CONSENT PERSFEKTIF HUKUM DI RS PROVINSI LAMPUNG Samino 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

Transkripsi:

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. GAMBARAN UMUM Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang memiliki 29 unit Puskesmas dengan 26 Puskesmas rawat jalan dan tiga Puskesmas PONED. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas PONED, yaitu Puskesmas Borobudur, Puskesmas Salaman I dan Puskesmas Grabag I. 1. Puskesmas Borobudur Puskesmas Borobudur merupakan Puskesmas rawat inap dengan program unggulan PONED. Jumlah desa wilayah kerja Puskesmas Borobudur adalah 20 desa yang terdiri dari 90 dusun. Ruang pelayanan yang tersedia, yaitu ruang rawat inap, BP Umum, BP Gigi, Ruang KIA-KB, Ruang Laboratorium, Ruang Pelayanan Obat dan gedung obat. Sumber Daya Tenaga yang tersedia di Puskesmas Borobudur sebanyak 55 orang. Status dari Sumber Daya Tenaga yang tersedia merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 52 orang dan bukan PNS sebanyak tiga orang. Pelayanan yang tersedia di Puskesmas Borobudur adalah pelayanan UGD dan Rawat Inap setiap hari (24 jam) dan Rawat Jalan setiap hari sesuai jam kerja, kecuali pelayanan KIA sudah dijadwalkan untuk setiap minggunya. Tarif Retribusi Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Borobudur diberlakukan sesuai Perda Kabupaten Magelang No. 3 Tahun 2012 32

tentang Retribusi Jasa Umum. Puskesmas Borobudur yang berbentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) juga bermitra dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). 2. Puskesmas Salaman I Puskesmas Salaman I berlokasi di jalur utama penghubung Kota Magelang dengan Kabupaten Purworejo. Puskesmas Salaman I merupakan Puskesmas PONED yang terbaru dibandingkan Puskemas lainnya di Kabupaten Magelang, sehingga Sumber Daya Manusia masih terbatas. Ruang rawat inap berkapasitas 50 tempat tidur dan PONED 24 jam berkapasitas tujuh tempat tidur. Sumber Daya Tenaga yang tersedia sebanyak 51 orang. Pelayanan Kebidanan terdiri dari satu dokter spesialis, dua dokter umum dan 12 bidan. Pelayanan kebidanan PONED merupakan pelayanan yang berbeda dengan pelayanan kebidanan umum. Pelayanan PONED dapat diselenggarakan jika Sumber Daya Tenaganya sudah mengikuti pelatihan PONED. Jumlah bidan yang sudah mengikuti pelayanan PONED sebanyak dua orang. Pelayanan di Puskesmas Salaman I untuk pelayanan UGD adalah setiap hari atau 24 jam. Pelayanan rawat jalan diselenggarakan tiap hari sesuai jam kerja kecuali pelayanan KIA yang sudah terjadwalkan tiap minggunya. Tarif Retribusi Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Borobudur diberlakukan sesuai Perda Kabupaten Magelang No. 3 Tahun 2012 33

tentang Retribusi Jasa Umum. Puskesmas Borobudur yang berbentuk BLUD juga bermitra dengan BPJS. 3. Puskesmas Grabag I Puskesmas Grabag I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Magelang dengan fasilitas rawat inap yang terletak di Kecamatan Grabag. Wilayah kerja terdiri dari 18 desa. Puskesmas Grabag terletak di daerah pegunungan. Sumber Daya Tenaga yang tersedia sebanyak 60 orang. Pelayanan Kebidanan terdiri dari satu dokter spesialis, dua dokter umum dan 18 bidan. Pelayanan kebidanan PONED merupakan pelayanan yang berbeda dengan pelayanan kebidanan umum. Pelayanan PONED dapat diselenggarakan jika Sumber Daya Tenaganya sudah mengikuti pelatihan PONED. Jumlah bidan yang sudah mengikuti pelayanan PONED sebanyak dua orang. Pelayanan di Puskesmas Grabag I menyelenggarakan pelayanan UGD dengan jadwal setiap hari atau 24 jam. Pelayanan rawat jalan diselenggarakan tiap hari sesuai jam kerja kecuali pelayanan KIA yang sudah terjadwalkan tiap minggunya. Pelayanan PONED diselenggarakan setiap hari atau 24 jam. Tarif Retribusi Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Borobudur diberlakukan sesuai Perda Kabupaten Magelang No. 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Umum. Puskesmas Borobudur yang berbentuk BLUD juga bermitra dengan BPJS. 34

B. Pembahasan 1. Pelaksanaan Pemberian Informasi oleh Bidan Sebelum Dilakukan Tindakan Invasif Pelaksanaan pemberian informasi sesuai dengan Permenkes 1464 Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Bidan memberikan informasi sebelum melakukan tindakan sesuai dengan kewenangan bidan. Pemberian penjelasan tidak hanya diberikan oleh bidan yang melakukan tindakan, tetapi dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang ikut memberikan pelayanan kesehatan secara langsung kepada pasien. Dari hasil observasi, wawancara mendalam dan studi dokumen terhadap nara sumber maupun responden penelitian sehubungan dengan pelaksanaan pemberian informasi kepada pasien sebelum dilakukan tindakan invasif oleh bidan pada pelayanan kebidanan di tiga Puskesmas pada dasarnya sama. Dalam penelitian ini, terdapat dua subyek hukum dan satu obyek hukum. Pemberi dan penerima informasi merupakan subyek hukum, sedangkan isi informasi merupakan obyek hukum. a. Pemberi informasi dalam informed consent Berdasarkan hasil penelitian, informasi sebelum tindakan invansif diberikan oleh bidan dengan pendidikan terakhir Diploma Tiga (D-3) dan Diploma Empat (D-4) serta sudah mengikuti pelatihan PONED. 35

Tabel 3. 1. Tingkat Pendidikan Pemberi Informasi dalam informed consent P u s k e s m a s Jumlah Bidan Tingkat Pendidikan N % D - 3 D - 4 B o r o b u d u r Salaman I Grabag I 3 2 2 2 T o t a l 7 1 0 0 Sumber: Data Primer, 2016 3 2 Dari Tabel 3. 1 dapat diketahui bahwa semua responden pemberi informasi adalah bidan, 71 % (5 orang) berpendidikan D-3 dan 29 % (2 orang) berpendidikan D-4. Sesuai tabel dapat diketahui bahwa semua responden adalah seorang bidan, sesuai dengan Permenkes No. 1464 Tahun 2010 tentang Ijin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan bahwa syarat untuk menjadi seorang bidan harus berpendidikan minimal Diploma Tiga (D-3). Bidan sebagai tenaga kesehatan yang memberikan informasi disebut subyek hukum. Bidan memberikan pelayanan secara langsung kepada pasien. Bidan yang memberikan informasi merupakan bidan yang kompeten dalam memberikan informasi. 1) Puskesmas Borobudur Puskesmas Borobudur dengan tiga responden, dari hasil observasi dapat diketahui bahwa pemberi informasi sebelum dilakukan tindakan invasif adalah bidan dengan pendidikan terakhir Diploma Tiga (D-3) Kebidanan. Bidan sudah mendapatkan pelatihan PONED. Bidan memberikan informasi dan mengklarifikasi dengan memberikan kesempatan kepada pasien untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas 3 2 2 4 2 29 29 36

tentang informasi yang disampaikan. Setelah memberikan informasi dan pasien sudah jelas, maka persetujuan tindakan baru diberikan oleh pasien atau penerima informasi yang mewakilinya. Semua responden mengutarakan tentang standar prosedur yang belum ada. Panduan yang dipergunakan oleh bidan dalam memberikan informasi adalah lembar persetujuan tindakan. Puskesmas Borobudur mempunyai dua lembar persetujuan, untuk tindakan dan perkiraan biaya. Hasil dari observasi menunjukkan bahwa item informasi sudah tersampaikan, meskipun belum ada standar prosedur yang tertulis. Hal ini sesuai yang disampaikan oleh bidan koordinator sebagai berikut: Sementara ini memang belum ada standar prosedurnya,tetapi untuk persiapan akreditasi kami baru mulai membuatnya. Kemarin sudah pelatihan tentang pembuatan standar prosedurnya dan point apa saja yang harus dicantumkan di lembar persetujuan. 23 2) Puskesmas Salaman I Hasil penelitian dapat diketahui bahwa untuk responden pemberi informasi sebelum dilakukan tindakan invasif adalah bidan dengan pendidikan terakhir Diploma Tiga (D-3) Kebidanan. Pemberi informasi sudah mengikuti pelatihan PONED. Dengan mendapatkan sertifikat pelatihan PONED, bidan mempunyai kewenangan yang berbeda dengan Bidan Desa. Sesuai yang disampaikan oleh bidan Dwi S: Bidan PONED lebih besar wewenangnya dibandingkan dengan bidan desa. Kendala dalam konsultasi adalah dokter PONED tidak ada di tempat, jadi untuk konsul biasanya ke dokter umum. Konsul harusnya langsung ke SpOG. Tetapi karena dokter umumnya belum pelatihan 23 Wawancara dengan bidan koordinator Puskesmas Salaman I, tanggal 5 Maret 2016. 37

PONED maka menjadikan dilema. Apalagi jika pasiennya membutuh tindakan yang segera. 3) Puskesmas Grabag I Responden dari Puskesmas Grabag I sejumlah dua orang, dengan pendidikan terakhir Diploma Empat (D-4) Kebidanan. Masa kerja kedua responden tersebut, sudah lebih dari lima tahun,sehingga untuk komunikasi yang efektif dengan pasien sudah tidak diragukan. Hasil observasi menunjukkan bahwa kedua bidan sudah memberikan informasi sebelum dilakukan tindakan. Pada kasus kegawatdaruratan yang mengharuskan penanganan segera, informasi akan diberikan setelahnya. Kendala dalam proses ini karena belum adanya Standar Prosedur Operasional dalam pelaksanaannya. b. Penerima informasi Menurut Pasal 7 Permenkes No. 290/Menkes/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, yang berhak menerima informasi adalah pasien atau keluarga terdekat, baik diminta maupun tidak diminta. Pasien yang tidak kompeten dapat diwakili oleh keluarga terdekat, yaitu suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung atau saudara-saudara kandung. Hubungan kekeluargaan yang lain seperti paman, bibi, kakek, mertua, ipar, menantu tidak dianggap sebagai keluarga terdekat. Pasien atau yang mewakili sebagai penerima informasi merupakan subyek hukum. Pada kasus tertentu yang berakibat hukum, penerima informasi sebagai subyek hukum berkedudukan sebagai suami istri maka diberikan informasi kepada keduanya. 38

Sesuai Pasal 13 Permenkes No. 290/Menkes/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, pasien dianggap kompeten berdasarkan usianya yaitu telah berusia 21 tahun atau telah/pernah menikah. Pasien telah berusia 18 tahun, tidak termasuk anak berdasarkan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan kesadarannya, pasien dianggap kompeten apabila pasien tidak terganggu kesadaran fisiknya, sehingga mampu berkomunikasi secara wajar dan mampu membuat keputusan secara bebas. Pasien dapat kehilangan kompetensinya untuk sementara waktu apabila mengalami syok, nyeri yang sangat atau kelemahan lain akibat keadaan sakitnya. Sesuai kondisi kesehatan mentalnya, pasien dianggap kompeten apabila tidak mengalami kemunduran perkembangan (retardasi mental) dan tidak mengalami penyakit mental yang membuatnya tidak mampu membuat keputusan secara bebas. Pasien dengan gangguan jiwa dapat dianggap kompeten bila masih mampu memahami informasi, mempercayainya, mempertahankannya, untuk kemudian menggunakannya dalam membuat keputusan yang bebas. 1) Puskesmas Borobudur Responden penerima informasi di Puskesmas Borobudur sejumlah dua orang, dengan tingkat pendidikan menengah satu orang dan tingkat pendidikan tinggi satu orang. Responden penelitian di Puskesmas Borobudur dinyatakan satu kompeten karena responden masih dalam keadaan sadar, belum 39

mengalami kesakitan. Sehingga pemberian informasi dapat dilakukan secara langsung kepada yang bersangkutan. Suami atau keluarga berperan sebagai pendamping dan saksi dalam proses persetujuan tindakan. Pemberian informasi untuk satu pasien lainnya tidak diberikan secara langsung kepada pasien yang bersangkutan melainkan diwakili oleh suaminya karena pasien dalam keadaan kesakitan sehingga pasien dalam kategori tidak kompeten. Selanjutnya, informasi untuk tindakan penyuntikan imunisasi terhadap bayi diberikan kepada ibunya selaku orang tua. Pasien dalam keadaan kesakitan dinyatakan tidak kompeten sehingga dapat diwakili oleh suaminya, sedangkan pasien bayi karena belum kompeten, maka dalam pemberian informasi dapat diwakili oleh orang tuanya. Perwakilan dalam pemberian informasi dalam kasus ini dapat dibenarkan berdasarkan ketentuan Pasal 13 Permenkes No. 290/Menkes/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. 2) Puskesmas Salaman I Responden penerima informasi di Puskesmas Salaman I sejumlah dua orang, dengan tingkat pendidikan dasar satu orang dan tingkat pendidikan menengah satu orang. Responden dengan tingkat pendidikan dasar termasuk pemberian informasi dilakukan langsung ke pasien, sedangkan responden dengan tingkat pendidikan menengah diwakili oleh suaminya. Perwakilan ini dikarenakan yang bersangkutan sudah dalam persalinan, sehingga secara psikologis sudah tidak memungkinkan. Dalam 40

hal ini boleh diwakilkan, sesuai yang tertuang pada Pasal 13 Permenkes No. 290/Menkes/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, persetujuan diberikan oleh pasien yang kompeten, atau wali, atau keluarga terdekat atau pengampunya. 3) Puskesmas Grabag I Responden penerima informasi di Puskesmas Grabag I sejumlah dua orang, semuanya berpendidikan menengah. Hasil observasi menunjukkan bahwa kedua responden berkompeten dalam memberikan persetujuan tindakan invasif. Semua item disampaikan dan sebelum menandatangani persetujuan tindakan dilakukan umpan balik dari informasi yang sudah disampaikan. c. Isi informasi Berdasarkan Permenkes No. 290/Menkes/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, penjelasan tindakan kebidanan harus mencakup: a) diagnosis; b) tujuan tindakan; c) alternatif tindakan; d) risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; e) prognosis; dan f) perkiraan pembiayaan. Penjelasan tentang diagnosis dan keadaan kesehatan pasien dapat meliputi temuan klinis dari hasil pemeriksaan dan diagnosis penyakit. Terhadap diagnosis yang belum dapat ditegakkan, maka sekurangkurangnya menggunakan diagnosis kerja dan diagnosis banding. Indikasi 41

dan prognosis dapat dimasukkan apabila dilakukan tindakan atau tidak dilakukan tindakan. Penjelasan tentang tujuan meliputi tujuan tindakan dapat berupa preventif, diagnostik, terapeutik ataupun rehabilitatif. Penjelasan tentang tata cara pelaksanaan tindakan bahkan alternatif tindakan lain juga dijelaskan. Risiko dari alternatif tindakan perlu disampaikan sehingga pasien dapat mempertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan kebidanan adalah semua risiko yang dapat terjadi mengikuti tindakan yang akan dilakukan, kecuali risiko komplikasi yang menjadi pengetahuan umum, dampaknnya ringan dan yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya. Penjelasan tentang prognosis adalah prognosis tentang hidup matinya (ad vitam), prognosis tentang fungsinya (ad functionam) dan prognosis tentang kesembuhan (ad sanationam). Penjelasan yang diberikan kepada pasien harus lengkap dan disampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti. Penjelasan yang diberikan dicatat dan didokumentasikan dalam berkas rekam medis oleh tenaga kesehatan yang memberikan penjelasan dengan mencantumkan tanggal, waktu, nama, dan tanda tangan pemberi penjelasan dan penerima penjelasan. Isi informasi yang disampaikan oleh bidan dalam tindakan invansif di ketiga Puskemaspada dasarnya sudah sesuai dengan peraturan perundang- perundangan, namun ada kasus tertentu dalam pelayanan 42

tindakan invasif kebidanan yang tidak memerlukan informasi sesuai dengan Permenkes No. 290/Menkes/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. Pelayanan tindakan kebidanan berbeda dengan pelayanan tindakan kedokteran. Pelayanan tindakan kebidanan berorientasi pada pemberian asuhan kebidanan dengan diagnosa kebidanan sedangkan pelayanan tindakan kedokteran merupakan pelayanan medis dengan diagnosa kedokteran. Pelayanan kebidanan belum mempunyai peraturan tentang informed consent sehingga masih mengadopsi dari peraturan yang sudah ada meskipun tidak semua dapat dipergunakan dalam proses pemberian informasi yang sesuai dengan pelayanan kebidanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari ketiga Puskesmas dalam penyampaian informasi sebelum dilakukan tindakan invasif pelayanan kebidanan adalah sama. Dari hasil observasi dengan ceklis, bahwa item informasi yang sesuai dengan kewenangan bidan dalam memberikan informasi sudah disampaikan. Informasi yang disampaikan meliputi diagnosa, terapi meliputi alternatif tindakan dan prognosis, tujuan, cara kerja dan risiko, dan perkiraan biaya. 1) Diagnosa Bidan dari ketiga Puskesmas sudah menyampaikan mengenai diagnosa yang diperoleh dari hasil pemeriksaan. Isi informasi sama, tetapi dengan bahasa yang berbeda. Diagnosa kebidanan untuk semua responden adalah ibu dalam persalinan. Perbedaan diagnosa untuk tiap 43

responden adalah umur ibu, status obstetri, umur kehamilan serta keadaan ibu. Keadaan ibu dicantumkan jika ibu dengan kondisi tidak normal. Satu responden dinyatakan dalam kondisi tidak normal, dengan umur kehamilan lewat waktu. Responden di Puskesmas Salaman I dengan diagnosa Gravida Empat Para Tiga Abortus Nol Anak Hidup Tiga. 2) Tujuan tindakan Tujuan tindakan disampaikan agar pasien atau yang mewakili bisa mengerti tentang tujuan dari tindakan yang akan dilakukan. Informasi tentang terapi yang disampaikan meliputi jenis tindakan, indikasi, dan manfaat. Tindakan invasif kebidanan dalam penelitian ini adalah penyuntikan oksitocin, pemasangan infus,penjahitan luka perinium dan pemberian imunisasi HB 0. 3) Alternatif tindakan lain Informasi mengenai alternatif tindakan disampaikan, sehingga pasien dalam menentukan keputusan sudah memahami jika ada beberapa alternatif tindakan yang diinformasikan oleh bidan. Dalam penelitian ini pasien sudah mendapatkan informasi tentang alternatif tindakan sehingga pasien dapat memilih dan menentukan keputusan setelah menerima informasi dari bidan. Keputusan merupakan persetujuan dari pasien atau yang mewakilinya untuk menyatakan setuju untuk dilakukan tindakan invasif atau menolaknya. Dari data yang didapatkan, semua responden memberikan persetujuan untuk dilakukan tindakan 44

invasif meskipun jika kemungkinan ada alternatif tindakan lain. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi Informasi tentang risiko tindakan disampaikan, tetapi hanya secara garis besarnya. Informasi tidak diberikan secara detail, misalnya tentang proses terjadinya komplikasi pada penjahitan jalan lahir. Informasi yang diberikan hanya tentang komplikasi yang mungkin terjadi dengan sedikit pengertian atau definisi, yang bisa dipahami oleh penerima informasi. Informasi yang terlalu detail atau mendalam dengan bahasa yang sulit dipahami, akan menyulitkan penerima informasi dalam menerima penjelasan yang diberikan. Sesuai Pasal 9 Permenkes No. 290/Menkes/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, bahwa penjelasan diberikan dengan bahasa yang mudah dimengerti atau cara lain yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman. Risiko adalah kemungkinan kejadian yang mengikuti dari tindakan yang dilakukan. Dalam memberitahukan kepada responden risiko disampaikan sesuai dengan tindakan yang dilakukan. Komplikasi yang mungkin terjadi juga disampaikan, tetapi disesuaikan dengan tindakan yang akan dilakukan.risiko dan komplikasi merupakan dua hal yang berbeda. Risiko selalu melekat dengan tindakan sedangkan komplikasi belum tentu terjadi dalam setiap tindakan. Tindakan yang dilakukan pada responden dengan penyuntikan dapat terjadi risiko kerusakan pada jaringan dan kemungkinan komplikasinya adalah abses. Tindakan pemasangan infus, risikonya kerusakan pada jaringan, sedangkan 45

kemungkinan komplikasinya bengkak, emboli, dan cairan masuk ke dalam jaringan. Tindakan penjahitan jalan lahir, risiko yang mungkin terjadi adalah jaringan pulih seperti semula atau tidak, sedangkan komplikasi yang mungkin terjadi adalah fistula, abses, dan timbulnya jaringan parut. 4) Prognosis Informasi tentang prognosis disampaikan ke pasien, tetapi disesuaikan dengan tindakan kebidanan oleh bidan.prognosis pada tindakan kebidanan merupakan prognosis keberhasilan dari tindakan itu. Contoh pemberian informasi mengenai prognosis adalah keberhasilan dari tujuan tindakan pemasangan infus. 5) Perkiraan pembiayaan Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa bidan sudah memberikan informasi tentang pembiayaan. Responden dalam penelitian ini menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan. Responden dijelaskan pembiayaan berdasarkan kelas sesuai iuran yang dibayarkan tiap bulannya. Responden dengan fasilitas BPJS Kesehatan Non PBI secara langsung akan mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan di kelas tiga. Berdasarkan deskripsi di atas, pelaksanaan pemberian informasi oleh bidan sebelum dilakukan tindakan invasif oleh bidan dalam pelayanan kebidanan di Puskesmas Kabupaten Magelang, berdasarkan tiga aspek dalam pemberian informasi, yaitu aspek pemberi informasi, penerima informasi dan isi informasi adalah sebagai berikut. 46

Dari aspek pemberi informasi, hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberi informasi sudah sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.tingkat pendidikan minimal Diploma Tiga (D-3) dan dua responden dengan Diploma Empat (D-4) Kebidanan. Sesuai standar praktik bidan, dasar pendidikan minimal seorang bidan adalah Diploma Tiga (D-3) Kebidanan. Sesuai dengan Pasal 2 Permenkes No. 1464 Tahun 2010 tentang Ijin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan,bidan yang menjalankan praktik harus berpendidikan terakhir minimal Diploma Tiga (D-3) Kebidanan. Bidan sebagai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan secara langsung kepada pasien sudah memberikan penjelasan sesuai dengan kewenangannya. Hal ini sesuai dengan Pasal 10 Permenkes No. 290/Menkes/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. Pemberi informasi dari ketiga Puskesmas sudah pernah mengikuti pelatihan PONED. Dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa lama masa kerja dari bidan semuanya lebih dari lima tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberi informasi sudah menyampaikan semua item informasi kepada pasien atau yang mewakilinya meskipun dengan bahasa yang berbeda. Dari hasil penelitian juga dapat diketahui bahwa pemberi informasi dengan tingkat pendidikan lebih tinggi ternyata lebih detail dalam memberikan penjelasan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan sangat mempengaruhi seseorang dalam memberikan informasi. 47

Selanjutnya dari aspek penerima informasi, hasil penelitian menunjukkan bahwa penerima informasi memiliki latar belakang yang berbeda. Dari tingkat pendidikan ada yang berpendidikan dasar, menengah maupun tinggi. Dari hasil observasi dapat diketahui bahwa proses pemberian informasi pada pasien dengan tingkat pendidikan rendah lebih cepat selesai dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang diatasnya. Proses lebih cepat dikarenakan pasien atau yang mewakili sebagai penerima informasi tidak begitu mempermasalahkan tentang informasi yang diberikan. Hasil wawancara menunjukkan bahwa pasien lebih pasrah, yang penting diberikan pertolongan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Siti Ariyani: Informasi yang banyak tidak penting, selaku pasien manut saja, yang penting sembuh. Menandatangani persetujuan tidak perlu lama, bagi pasien pertolongan yang cepat lebih diharapkan. Kami tidak memikirkan biaya karena sudah dibayarkan oleh Pemerintah. 24 Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa pasien dengan pendidikan dasar tidak mempermasalahkan haknya tentang informasi. Informasi dianggap tidak penting. Pasien lebih menerima apapun yang diberikan tanpa komplain tetapi dilakukan tindakan. Pasien tidak memerlukan pertimbangan masalah pembiayaan dikarenakan sudah dibayarkan oleh pemerintah melalui BPJS. Hasil penelitian diketahui bahwa penerima informasi yang kompeten mendapatkan informasi langsung dari bidan, meskipun didampingi oleh suaminya. Pasien yang kehilangan kompetensinya untuk 24 Wawancara dengan Siti Ariyani, pasien Puskesmas Salaman I, Tanggal 5 Maret 2016. 48

sementara waktu dikarenakan kesakitan diwakilkan kepada suaminya. Hal ini sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Isi informasi yang disampaikan di ketiga Puskesmas, berdasarkan hasil penelitian sudah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Isi informasi sesuai Permenkes No. 290/Menkes/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, tetapi tidak semua item informasi sesuai dengan kewenangan bidan dalam melaksanakan asuhan kebidanan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan dalam standar keilmuan antara kedokteran dengan kebidanan. Hasil studi dokumen dapat diketahui bahwa untuk item informasi yang harus disampaikan sebelum dilakukan tindakan invasif, berdasarkan kompetensi bidan sudah terpenuhi. Merujuk permenkes tentang persetujuan tindakan kedokteran dapat diketahui bahwa ada beberapa item yang belum masuk bahkan tidak dapat dimasukkan dalam item informasi yang sesuai dengan kompetensi bidan. Sehingga kedepannya perlu dikaji ulang mengenai item informasi yang harus disampaikan sebelum dilakukan tindakan invasif kebidanan. Berdasarkan Pasal 9 Permenkes No. 290/Menkes/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, penjelasan yang diberikan dicatat dan didokumentasikan dalam Rekam Medis dengan mencantumkan tanggal, waktu, nama, dan tanda tangan pemberi penjelasan dan penerima penjelasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut belum dilakukan. Penandatanganan hanya dilakukan 49

pada lembar persetujuan tindakan, sedangkan dalam Rekam Medis yang bersangkutan tidak ditemukan catatan mengenai informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang bersangkutan maupun penandatangannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendokumentasian pemberiaan informasi oleh bidan dalam tindakan invansif pada ketiga Puskemas yang diteliti belum sesuai dengan peraturan yang berlaku. 2. Pemenuhan Hak Pasien atas Informasi Sebelum Dilakukan Tindakan Invasif oleh Bidan Hak dan kewajiban adalah hubungan timbal balik dalam suatu hubungan hukum pelayanan kesehatan. Pasien memiliki hak terhadap bidan atas pelayanan kesehatan, sedangkan bidan mempunyai kewajiban (keharusan) untuk memberikan pelayanan kesehatan pasien. Jadi hak adalah sesuatu yang diterima oleh pasien, sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang diberikan oleh bidan, begitu juga sebaliknya. Pemenuhan hak atas informasi sebelum dilakukan tindakan invasif dalam pelayanan kebidanan dalam penelitian ini sesuai dengan kewenangan bidan. Dalam pemenuhan hak pasien atas informasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap dan kondisi psikologis. Tingkat pendidikan baik pemberi maupun penerima informasi sangat berpengaruh terhadap proses penerimaan informasi. Tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap dan kondisi psikologis penerima informasi sangat berpengaruh terhadap proses penerimaan informasi. Hasil penelitian dari ketiga Puskesmas diketahui bahwa 50

penerima informasi mempunyai perbedaan tingkat pengetahuan, sikap dan kondisi psikologisnya. Tabel 3. 2. Tingkat Pendidikan Penerima Informasi dalam informed consent Tingkat Pendidikan T i n g k a t P e n d i d i k a n N % Borobudur Salaman I G r a b a g I D a s a r Menengah Tinggi 1 1 2 4 1 16.6 66.8 16.6 1 1 T o t a l 6 100 Sumber:Data Primer, 2016 Dari Tabel 3. 2 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan responden penerima informasi dari ketiga Puskesmas, sebanyak 66.8 % (4 orang) berpendidikan terakhir menengah, 16.6 % ( 1 orang) berpendidikan dasar dan 16.6 % (1 orang) berpendidikan tinggi. Hak pasien atas informasi terpenuhi jika bidan sudah menyampaikan informasi, bidan menyampaikan informasi tetapi pasien menolak diberikan informasi, pasien atau penerima informasi yang kompeten, dilakukan sebelum tindakan, dan ada persetujuan dalam catatan rekam medis. Hak pasien atas informasi tidak terpenuhi jika bidan menyampaikan informasi hanya sebagian, pasien tidak memahami, bidan tidak menyampaikan informasi tetapi pasien memberikan persetujuan tindakan. Hasil penelitian diketahui bahwa responden pemberi informasi adalah bidan, dengan kriteria sudah mengikuti pelatihan PONED. Sesuai dengan Pasal 10 Permenkes No. 290/Menkes/PER/III/2008 tentang 51

Persetujuan Tindakan Kedokteran bahwa tenaga kesehatan tertentu dapat membantu memberikan penjelasan sesuai dengan kewenangannya serta memberikan pelayanan kesehatan secara langsung kepada pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberi informasi sudah melakukan tindakan sesuai dengan peraturan. Hasil observasi menunjukkan bahwa proses pemberian informasi kepada pasien dengan tingkat pendidikan rendah lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan yang berpendidikan menengah. Dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa pasien diam tanpa pertanyaan dengan proses pemberian informasi cepat, pada responden tingkat pendidikan rendah, ternyata pasien mengganggap tidak penting mengenai isi informasi yang disampaikan. Responden dengan tingkat pendidikan menengah, meskipun proses pemberian informasi lama dan banyak pertanyaan, dari hasil wawancara ternyata lebih memahami isi informasi. Pendidikan sangat berpengaruh pada pengetahuan seseorang. Seseorang yang berpendidikan tinggi mempunyai pengetahuan yang yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang berpendidikan menengah dan rendah. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka makin mudah orang tersebut menerima informasi. 25 Sesuai hasil penelitian, responden penerima informasi dengan tingkat pendidikan rendah, dalam proses pemberian informasi sebelum dilakukan tindakan invasif dalam pelayanan kebidanan lebih cepat selesai. 25 Soekidjo Notoatmodjo, 2003, Ilmu Kesehatan Mayarakat. Jakarta: Rineka Cipta. 52

Penerima informasi tidak mengajukan pertanyaan meskipun sudah dilakukan umpan balik. Dari hasil wawancara dengan responden didapatkan hasil bahwa pasien tidak mengajukan pertanyaan karena menganggap kurang penting. Pasien berharap diberikan tindakan yang terbaik dan cepat sembuh, daripada diberikan informasi yang banyak. Setelah dilakukan pemberian informasi dilanjutkan penandatanganan persetujuan pada lembar informed consent. Penerima informasi dinyatakan kompeten. Berdasarkan wawancara dengan pasien, bahwa dari enam responden mengatakan sudah diberikan informasi sebelum tindakan dilakukan. Satu responden dengan tingkat pendidikan dasar, di Puskesmas Salaman I, melakukan persetujuan tindakan meskipun sudah diberikan informasi tetapi kurang memahami. Pasien mengatakan tidak masalah yang penting selamat semua. Responden dengan kondisi psikologis karena kesakitan dalam persalinan dikatakan tidak kompeten, sehingga untuk menerima informasi digantikan pihak keluarga, terutama suami. Setelah diberikan informasi maka dapat memberikan persetujuan sebelum dilakukan tindakan invasif dalam pelayanan kebidanan. Persetujuan tindakan harus didokumentasikan. Dalam hal ini hak pasien dikategorikan terpenuhi. Hasil wawancara dari tiga Puskesmas, dapat diketahui bahwa responden sudah memahami informasi yang disampaikan. Beberapa informasi sudah disampaikan saat kunjungan K4, sehingga responden 53

sudah memahaminya. Bidan memberikan informasi sudah menggunakan media, berupa buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak). Informed consent ditujukan untuk memberikan perlindungan hukum bagi bidan dari gugatan/tuntutan pasien yang tidak wajar sebagai akibat dari tindakan medis yang bersifat negatif dan tidak terduga sepanjang hal itu terjadi dalam batas-batas tertentu, seperti risk of treatment yang tidak mungkin dapat dihindari meskipun bidan telah bertindak secara cermat dan hati-hati serta sesuai dengan standar profesi medik. Kesemuanya itu tidak dapat dipersalahkan, kecuali jika melakukan kesalahan besar karena kelalaian (negligence) ataupun karena ketidaktahuan (ignorancy) yang seharusnya tidak dilakukan. Sesuai Pasal 52 UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, pasal 52 juga diatur mengenai hak-hak pasien,diantaranya mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis, mendapatkan pelayanan sesuai kebutuan medis, menolak tindakan medis, dan mendapatkan isi rekam medis. Bidan sebagai pelaksana tindakan dapat dipersalahkan dan digugat telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata jika tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana tindakan medis tidak terlebih dulu meminta persetujuan dari pihak pasien sebagai pengguna jasa tindakan medis dimana pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu memberikan persetujuan. Ini karena pasien mempunyai hak atas tubuhnya sehingga bidan harus menghormatinya. 54

Jika hak pasien tidak terpenuhi, dan bidan sudah melakukan tindakan invasif sedangkan tindakannya ternyata menimbulkan risiko pada diri pasien maka pasien dapat meminta ganti rugi. Hasil observasi dan hasil studi dokumen pada lembar persetujuan tindakan menunjukkan bahwa hak pasien sudah terpenuhi. Dari hasil wawancara didapatkan hasil bahwa responden bidan sebagai pemberi informasi sudah menyampaikan informasi sesuai dengan kebutuhan pasien. Pemberian informasi dalam pelayanan kebidanan merupakan jalur dua arah. Hubungan antara petugas dengan pasien tidak dapat lepas dari hak dan kewajiban. Sebelum memberikan informasi, bidan harus mendapatkan informasi dari pasien sehingga dapat dipergunakan sebagai dasar menentukan diagnosa. Hal ini sangat berpengaruh dalam pemenuhan hak pasien atas informasi. Dalam penelitian ini, informasi diberikan sebelum dilakukan tindakan invasif dalam pelayanan kebidanan. Informasi memiliki peran yang sangat penting. Informasi yang diberikan dipergunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Pasien berhak menyetujui atau menolak suatu tindakan invasif yang akan dilakukan setelah mendapatkan informasi. Pasien juga berhak melepaskan hak atas informasi (hak waiver), agar tidak diberitahukan hasil pemeriksaan atau penyakit yang dideritanya. Hak-hak pasien merupakan hal yang bisa dituntut dari tenaga kesehatan, dalam hal ini bidan yang memberikan pelayanan kesehatan 55

kepada pasien yang bersangkutan. Kewajiban pasien merupakan hal-hal yang harus diberikan pasien kepada petugas kesehatan. Dalam penelitian ini secara substansi hak pasien terpenuhi karena yang memberikan informasi adalah bidan, penerimanya adalah pasien yang berkompeten sedangkan penerima yang tertunda kompetensinya sudah diwakilkan kepada suaminya, isi informasi yang disampaikan lengkap, dilakukan sebelum tindakan dan ada catatan dalam rekam medik yang ditandatangani oleh penerima informasi. Secara prosedural hasil penelitian dapat diketahui bahwa hak pasien atas informasi sebelum dilakukan tindakan invasif di ketiga Puskemas sudah terpenuhi. 56