II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. akibat beban berulang ini disebut patah lelah (fatigue failures) karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komponen mesin yang terbuat dari baja ini contohnnya poros, roda gigi dan

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. untuk diperkirakan kapan terjadinya, dan tidak dapat dilihat secara kasat mata

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

I. PENDAHULUAN. Logam merupakan material kebutuhan manusia yang banyak penggunaannya

JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013

Volume 2 Nomor 1, Oktober 2016 DEWAN REDAKSI. Pelindung : Dr.Eng. Fritz Akhmad Nuzir, ST, MA (Dekan Fakultas Teknik Universitas Bandar Lampung)

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TUGAS AKHIR TM091486

I. PENDAHULUAN. Baja karbon AISI 1045 adalah jenis baja yang tergolong dalam baja paduan

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. beberapa unsur, dengan unsur utama yaitu Besi / Ferous( Fe) dan unsur. mengenai pengaruh unsur paduan pada baja karbon:

I. PENDAHULUAN. rotating bending. Dalam penggunaannya pengaruh suhu terhadap material

II. TINJAUAN PUSTAKA. Baja adalah logam paduan, dimana logam besi adalah unsur dasarnya yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. korosi yang baik, hantaran listrik yang baik dan sifat - sifat lainnya. Umumnya

I. PENDAHULUAN. mengalami pembebanan yang terus berulang. Akibatnya suatu poros sering

BAB I PENDAHULUAN. baja HQ705 (High Quality) untuk komponen konstruksi permesinan. Baja HQ705

ANALISA KUAT LELAH KUNINGAN YELLOW BRASS C85700 PADA MESIN UJI ROTARY BENDING

DESIGN UNTUK KEKUATAN LELAH

Analisis Kegagalan pada Shaft Gearbox Mesin Palletizer di PT Holcim Tbk Tuban

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro

PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING

I. PENDAHULUAN. Baja adalah sebuah senyawa antara besi (Fe) dan karbon (C), dimana sering

RISK ASSESSMENT OF SUBSEA GAS PIPELINE PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA Tbk.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Lampung. Sedangkan estimasi waktu penelitian dikisarkan

PERENCANAAN ELEMEN MESIN RESUME JURNAL BERKAITAN DENGAN POROS

Bab II STUDI PUSTAKA

Karakterisasi Baja Karbon Rendah Setelah Perlakuan Bending

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda

PENGARUH PROSES LAKU PANAS QUENCHING AND PARTITIONING TERHADAP UMUR LELAH BAJA PEGAS DAUN JIS SUP 9A DENGAN METODE REVERSED BENDING

Kategori Sifat Material

Sifat Sifat Material

PENGARUH PEREGANGAN TERHADAP PENURUNAN LAJU PERAMBATAN RETAK MATERIAL AL T3 Susilo Adi Widyanto

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Motor

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik

III. METODOLOGI PENELITIAN. waktu pada bulan Oktober hingga bulan Maret Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

Materi #2 TIN107 Material Teknik 2013 SIFAT MATERIAL

Waktu Tempering BHN HRC. 1 jam. Tanpa perlakuan ,7. 3 jam ,7. 5 jam

Perpatahan Rapuh Keramik (1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Biomaterial adalah substansi atau kombinasi beberapa subtansi, sintetis atau

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai

PENGARUH PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 1029 DENGAN METODA QUENCHING DAN MEDIA PENDINGIN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN MAKRO STRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI POROS DAN PASAK

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada rentang

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK LELAH BAJA POROS DIN 42CrMo4 BERTAKIK U DAN V AKIBAT BEBAN AMPLITUDO KONSTAN DAN BEBAN TIBA-TIBA

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: ISSN

KEKUATAN MATERIAL. Hal kedua Penyebab Kegagalan Elemen Mesin adalah KEKUATAN MATERIAL

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

PENGARUH PRESTRAIN BERTINGKAT TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN TARIK BAJA KARBON SEDANG

BAB 5 POROS (SHAFT) Pembagian Poros. 1. Berdasarkan Pembebanannya

KEKUATAN LELAH BAJA HQ 705 DAN BAJA THYRODUR 1730 DI LINGKUNGAN KELEMBABAN TINGGI

ANALISA PERPATAHAN RODA GIGI TERHADAP MISSLIGNMENT GEAR BOX KILN INDARUNG V PT. SEMEN PADANG

MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS) #2

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom)

KAJI EKSPERIMEN PENINGKATAN UMUR LELAH POROS BERALUR DENGAN PENAMBAHAN ALUR BANTU

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

Asyari D. Yunus - Struktur dan Sifat Material Universitas Darma Persada - Jakarta

1. Baja dan Paduannya 1.1 Proses Pembuatan Baja

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052

BAB 2 STUDI PUSTAKA. 2.1 Jenis-Jenis Material Baja Yang Ada di Pasaran. Jenis material baja yang ada di pasaran saat ini terdiri dari Hot Rolled Steel

Gambar 4.1 Terminologi Baut.

PENGARUH SUHU NORMALIZING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PENGELASAN BAJA PLAT KAPAL. Sutrisna*)

Tujuan Pembelajaran:

Audio/Video. Metode Evaluasi dan Penilaian. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam skor:0-100 (PAN).

BAB II LANDASAN TEORI

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGERASAN PERMUKAAN BAJA KARBON RENDAH DENGAN METODE FLAME HARDENING WAKTU TAHAN 30 MENIT 1 JAM DAN 1 ½ JAM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan pelaksanaan percobaan serta analisis sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus

PENGARUH BENTUK TAKIKAN (NOTCHED) PADA POROS BAJA KARBON ST. 60 AKIBAT BEBAN TARIK

PERANCANGAN MESIN UJI LELAH BAJA POROS DENGAN PEMBEBANAN PUNTIR DINAMIS

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur Mikronya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

MAKALAH MATERIAL TEKNIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985).

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 4

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Simposium Nasional RAPI XII FT UMS ISSN

STUDI PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA HASIL PENGELASAN BAJA ST 37 DITINJAU DARI KEKUATAN TARIK BAHAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

HUBUNGAN SIKLUS PUTARAN DAN BEBAN TERHADAP KEKUATAN BAHAN PADA UJI FATIK BENDING

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

BAB II LANDASAN TEORI. ketika itu banyak terjadi fenomena patah getas pada daerah lasan kapal kapal

BAB III LANDASAN TEORI. teknik mesin, teknik elektro, alat-alat transformasi,dan lain-lain.

Spesifikasi batang baja mutu tinggi tanpa pelapis untuk beton prategang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Fatigue Fatigue atau kelelahan adalah kerusakan material yang diakibatkan oleh adanya tegangan yang berfluktuasi yang besarnya lebih kecil dari tegangan tarik maksimum (ultimate tensile strength) ( u) maupun tegangan luluh (yield) material yang diberikan beban konstan. Terdapat tiga fase dalam perpatahan fatik yaitu : 1. Permulaan retak Mekanisme fatik umumnya dimulai dari crack initiation yang terjadi di permukaan material yang lemah atau daerah dimana terjadi konsentrasi tegangan di permukaan (seperti goresan, notch, lubang-pits dll) akibat adanya pembebanan berulang. 2. Penyebaran retak Crack initiation ini berkembang menjadi microcracks. Perambatan atau perpaduan microcracks ini kemudian membentuk macrocracks yang akan berujung pada failure.

7 3. Patah Perpatahan terjadi ketika material telah mengalami siklus tegangan dan regangan yang menghasilkan kerusakan yang permanen. Fatigue atau kelelahan menurut ASM (1975) didefinisikan sebagai proses perubahan struktur permanen progressive localized pada kondisi yang menghasilkan fluktuasi regangan dan tegangan dibawah kekuatan tariknya dan pada satu titik atau banyak titik yang dapat memuncak menjadi retak (crack) atau patahan (fracture) secara keseluruhan sesudah fluktuasi tertentu. Progressive mengandung pengertian proses fatigue terjadi selama jangka waktu tertentu atau selama pemakaian, sejak komponen atau struktur digunakan. Localized berarti proses fatigue beroperasi pada luasan lokal yang mempunyai tegangan dan regangan yang tinggi karena pengaruh beban luar, perubahan geometri, perbedaan temperatur, tegangan sisa dan tidak kesempurnaan diri. Crack merupakan awal terjadinya kegagalan fatigue dimana kemudian crack merambat karena adanya beban berulang. Fracture merupakan tahap akhir dari proses fatigue dimana bahan tidak dapat menahan tegangan dan regangan yang ada sehingga patah menjadi dua bagian atau lebih. Kegagalan akibat fatigue telah diteliti lebih dari 150 tahun lalu. Salah satu studi paling awal dilakukan W.A.J. Albert, dengan menguji beban siklik pada rantai pengangkat di Jerman tahun 1828. Istilah fatigue digunakan pertama tahun 1839 pada mekanika oleh J.V Poncelet dari Prancis. A. Wohler dari Jerman, mulai meneliti fatigue tahun 1850 dan menguji beberapa besi baja dan logam lain

8 dengan beban aksial, lentur dan torsi. Wohler juga menunjukan bahwa fatigue tidak hanya dipengaruhi oleh beban siklik namun juga oleh besar tegangan rerata (mean stress). Studi dilanjutkan oleh Soderberg, Geber dan Goodman untuk memprediksi pengaruh mean stress terhadap umur fatigue. Collins (1981) menyatakan bahwa ketidakteraturan dan kekasaran permukaan secara umum mengakibatkan sifat fatigue lebih rendah daripada permukaan yang halus. Pada beberapa pelapisan (chromizing) menyebabkan kekuatan fatigue menjadi lebih rendah dibanding dengan tanpa pelapisan. Hotta et al (1995) meneliti pengaruh kombinasi teknik pelapisan terhadap ketahanan fatigue baja karbon rendah. Thermocreative deposition (TRD) untuk lapisan vanadium carbida dan chromium carbida, chemical vapour deposition (CVD) untuk titanium carbida, physical vapour deposition (PVD) untuk titanium nitrida dan chromium plating. Secara alami logam berbentuk kristalin artinya atom-atom disusun berurutan. Kebanyakan struktur logam berbentuk poli kristalin yaitu terdiri atas sejumlah besar kristal-kristal yang tersusun individu. Tiap-tiap butir memiliki sifat mekanik yang khas, arah susunan dan susunan tiap arah, dimana beberapa butir diorientasikan sebagai bidang-bidang yang mudah slip atau meluncur dalam arah tegangan geser maksimum. Slip terjadi pada logam-logam liat dengan gerakan dislokasi sepanjang bidang kristalografi. Slip terjadi disebabkan oleh beban siklik monotonik.

9 Ketahanan fatigue suatu bahan tergantung dari perlakuan permukaan atau kondisi permukaan dan temperatur operasi. Perlakuan permukaan merubah kondisi permukaan dan tegangan sisa di permukaan. Perlakuaan permukaan shoot peening menghasilkan tegangan sisa tekan yang mengakibatkan ketahan lelah yang meningkat ( Collins,1981). Sedangkan perlakuan permukaan yang menghasilkan tegangan sisa tarik menurunkan ketahanan fatigue-nya (Hanshem and Aly, 1994, Hotta at al, 1995). Hal itu terjadi karena pada permukaan terjadi konsentrasi tegangan tekan atau tarik yang paling tinggi. Pada kondisi permukaan sedang menerima tegangan tarik maka tegangan sisa tekan pada permukaan akan menghasilkan resultan tegangan tekan yang semakin besar. Tegangan tekan akan menghambat terjadinya initial crack atau laju perambatan retak. Sehingga ketahanan lelah meningkat, dan akan terjadi sebaliknya apabila terjadi tegangan sisa tarik di permukaan. Pada dasarnya kegagalan fatigue dimulai dengan terjadinya retakan pada permukaan benda uji. Hal ini membuktikan bahwa sifat-sifat fatigue sangat peka terhadap kondisi permukaan, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kekasaran permukaan, perubahan sifat-sifat permukaan dan tegangan sisa permukaan (dieter,1992). Penyajian data fatigue rekayasa adalah menggunakan kurva S-N yaitu pemetaan tegangan (S) terhadap jumlah siklus sampai terjadi kegagalan (N). Kurva S-N ini lebih diutamakan menggunakan skala semi log seperti ditunjukan pada gambar 1. Untuk beberapa bahan teknis yang penting.

10 Gambar 1. Kurva S-N Kurva tersebut didapat dari pemetaan tegangan terhadp jumlah siklus sampai terjadi kegagalan pada benda uji. Pada kurva ini siklus menggunakan skala logaritma. Batas ketahan fatigue (endurance limit ) baja ditentukan pada jumlah siklus N>10 7 (Dieter,1992). Persamaan umum kurva S-N dinyatakan oleh persamaan ( dowling,1991). S = B + C ln (N f )...(1) Dengan : B dan C adalah konstanta empiris material Pengujian fatigue dilakukan dengan cara memberikan stress level tertentu sehingga spesimen patah pada siklus tertentu. Dieter (1992) menyatakan untuk mendapatkan kurva S-N dibutuhkan 8-12 spesimen. Retak fatigue biasanya dimulai pada permukaan di mana lentur dan torsi menyebabkan terjadinya tegangan-tegangan yang tinggi atau di tempat-tempat

11 yang tidak rata menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan. Oleh karena itu, batas ketahanan ( endurance limit) sangat tergantung pada kualitas penyelesaian permukaan (Van Vlack,2005). Pengujian fatigue dilakukan dengan Rotary Bending Machine. Jika benda uji diputar dan diberi beban, maka akan terjadi momen lentur pada benda uji. Momen lentur ini menyebabkan terjadinya beban lentur pada permukaan benda uji dan besarnya dihitung dengan persamaan (international for use of ONO S,-). = / / /.. (2) Dengan: σ = Tegangan lentur ( kg/cm 2 ) W = Beban lentur (kg) d = Diameter benda uji (cm) B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kekuatan Lelah Faktor-faktor yang mempengaruhi atau cenderung mengubah kondisi kelelahan atau kekuatan lelah yaitu tipe pembebanan, putaran, kelembaban lingkungan (korosi), konsentarsi tegangan, suhu, kelelahan bahan, komposisi kimia bahan, tegangan-tegangan sisa, dan tegangan kombinasi. Faktor-faktor yang cenderung mengubah kekuatan lelah pada pengujian ini adalah kelembaban lingkungan (korosi) dan tipe pembebanan sedangkan putaran, suhu, komposisi kimia dan tegangan sisa sebagai variable yang konstan selama pengujian sehingga tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap kekuatan lelah.

12 a. Faktor kelembaban lingkungan Faktor kelembaban lingkungan sangat mempengaruhi kekuatan lelah sebagaimana yang telah diteliti Haftirman (1995) bahwa pada kelembaban relatif 70 % sampai 80%. Lingkungan kelembaban tinggi membentuk pit korosi dan retak pada permukaan spesimen yang menyebabkan kegagalan lebih cepat terjadi. b. Tipe pembebanan Tipe pembebanan ini sangat mempengaruhi kekuatan lelah sebagaimana yang diteliti oleh Ogawa (1989) bahwa baja S45S yang diberikan tipe pembebanan lentur putar dan pembebanan aksial mempunyai kekuatan lelah yang sangat berbeda, baja S45S dengan pembebanan aksial mempunyai kekuatan lelah lebih rendah dari baja yang menerima pembebanan lentur putar. c. Faktor putaran Sebagaimana yang telah diteliti oleh Iwamoto (1989) dengan hasil bahwa putaran antara 750 rpm sanpai 1500 rpm mempunyai kekuatan lelah yang hampir sama tetapi apabila putaran 50 rpm menurunkan kekuatan lelah jauh lebih besar dari putaran 750 rpm dan 1500 rpm, sehingga putaran yang berada diantara 750 rpm sampai 1500 rpm tidak mempengaruhi kekuatan lelah dengan signifikan.

13 d. Faktor suhu Faktor suhu sangat mempengaruhi kekuatan lelah karena suhu menaikan konduktifitas elektrolit lingkungan sehingga dapat mempercepat proses oksidasi. Untuk mengkondisikan pengujian standar terhadap suhu, pengujian dilakukan pada temperatur kamar. Menurut Haftirman (1995) bahwa pada pengujian di suhu 40 o C retakan pada spesimen memanjang dari pada pengujian di suhu 20 o C dengan retakan yang halus, karena suhu yang tinggi menyebabkan molekul air yang terbentuk mengecil di permukaan baja sehingga mempercepat terjadinya reaksi oksidasi dan membuat jumlah pit korosi jauh lebih banyak, akibatnya pit korosi cepat bergabung membentuk retakan yang memanjang. Dieter (1986) mengemukakan secara umum kekuatan lelah baja akan turun dengan bertambahnya suhu di atas suhu kamar kecuali baja lunak dan kekuatan lelah akan bertambah besar apabila suhu turun. e. Faktor tegangan sisa Faktor tegangan sisa yang mungkin timbul pada saat pembuatan spesimen direduksi dengan cara melakukan pemakanan pahat sehalus mungkin terhadap spesimen sehingga pemakanan pahat tidak menimbulkan tegangan sisa maupun tegangan lentur pada spesimen. f. Faktor komposisi kimia Pengaruh faktor komposisi kimia terhadap kekuatan lelah diharapkan sama untuk seluruh spesimen uji dengan pemilihan bahan yang diproduksi dalam

14 satu kali proses pembuatan, sehingga didapat kondisi pengujian yang standar untuk seluruh spesimen uji. Fatigue life dapat ditingkatkan dengan : 1. Mengontrol tegangan a. Peningkatan tegangan menurunkan umur fatik. b. Pemicunya dapat secara mekanis ( fillet atau alur pasak) maupun metalurgi (porositas atau inklusi). c. Kegagalan fatik selalu dimulai pada peningkatan tegangan. 2. Mengontrol struktur mikro a. Meningkatnya ukuran benda uji, umur fatik kadang-kadang menurun. b. Kegagalan fatik biasanya dimulai pada permukaan. c. Penambahan luas permukaan dari benda uji besar meningkatkan kemungkinan dimana terdapat suatu aliran, yang akan memulai kegagalan dan menurunkan waktu untuk memulai retak. 3. Mengontrol penyelesaian permukaan a. Dalam banyak pengujian dan aplikasi pemakaian, tegangan maksimum terjadi pada permukaan. b. Umur fatik sensitif terhadap kondisi permukaan. c. Faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah tegangan sisa permukaan (http://luvlyly4.wordpress.com, 2009).

15 Sejak tahun 1830 telah diketahui bahwa logam yang dikenai tegangan berulang akan rusak pada tegangan yang jauh lebih rendah dibanding yang dibutuhkan untuk menimbulkan perpatahan pada beban tungggal. Kegagalan yang terjadi pada keadaan beban dinamik dinamakan kegagalan lelah ( fatigue failures), barangkali karena pada umumnya kegagalan tersebut hanya terjadi setelah periode pemakaian yang cukup lama. Kegagalan fatik semakin menonjol sejalan dengan pengembangan teknologi seperti; pesawat, mobil, kompresor, pompa, dan lainlainnya. Kesemuanya mengalami beban berulang dan getaran. Hingga kini sering dinyatakan bahwa kelelahan meliputi paling tidak 90% dari seluruh kegagalan yang disebabkan oleh hal-hal yang bersifat mekanis. Terdapat tiga faktor dasar yang diperlukan agar terjadi kegagalan lelah. Ketiga faktor tersebut adalah: 1. Tegangan tarik maksimum yang cukup tinggi. 2. Variasi atau flutuasi tegangan yang cukup besar. 3. Siklus penerapan tegangan yang cukup besar. Selain tiga faktor diatas terdapat sejumlah variable lain, yakni; konsentrasi tegangan, korosi, suhu, kelebihan bahan, struktur metalurgis, tegangan sisa, dan tegangan kombinasi yang cendrung untuk mengubah kondisi kelelahan (http://aguskreatif.blogspot.com, 2009).

16 C. Kekuatan Tarik Kekuatan tarik, atau kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength), adalah beban maksimum dibagi luas penampang lintang awal benda uji. Dimana : σ = (3) σu P maks A o : Ultimate tensile strength : Beban maksimum : Luas penampang awal Tegangan tarik adalah nilai yang paling sering dilakukan sebagai hasil uji tarik, tapi pada kenyataanya nilai tersebut kurang bersifat mendasar dalam kaitannya dengan kekuatan bahan. Untuk logam-logam yang liat kekuatan tariknya harus dikaitkan dengan beban maksimum, dimana logam dapat menahan beban sesumbu untuk keadaan yang sangat terbatas. Untuk beberapa lama, telah menjadi kebiasaan mendasarkan kekuatan struktur pada kekuatan tarik, dikurangi dengan faktor keamanan yang sesuai. Kecendrungan yang banyak ditemui adalah menggunakan pendekatan yang lebih rasional yakni mendasarkan rancangan statis logam yang liat pada kekuatan luluhnya. Akan tetapi, karena jauh lebih praktis menggunakan kekuatan tarik untuk menentukan kekuatan bahan, maka metode ini lebih banyak dikenal, dan merupakan metode identifikasi bahan yang sangat berguna, mirip dengan kegunaan komposisi kimia, untuk mengenali logam atau bahan. Selanjutnya, karena kekuatan tarik mudah ditentukan dan merupakan sifat yang mudah

17 dihasilkan kembali ( reproducible). Kekuatan tarik tersebut berguna untuk keperluan spesifikasi dan kontrol kualitas bahan. Korelasi empiris yang diperluas antara kekuatan tarik dan sifat-sifat bahan misalnya kekerasan dan kekuatan fatigue, sering dipergunakan. Untuk bahan-bahan yang getas, kekuatan tarik merupakan kriteria yang tepat untuk keperluan perancang. D. Klasifikasi Baja Karbon Bahan logam pada jenis besi adalah material yang sering digunakan dalam membuat paduan logam lain untuk mendapatkan sifat bahan yang diinginkan. Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi,karbon dan unsur lainnya seperti Mn, P, Cu, S dan Si. Adapun pengaruh unsur paduan pada bahan baja karbon adalah : Carbon (C) Karbon pada baja dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasan tetapi jika berlebihan akan menurunkan ketangguhan (toughness). Mangan (Mn) Mangan dapat mencegah terjadinya hot shortness (kegetasan pada suhu tinggi) terutama pada saat pengerolan panas. Phospor (P) Unsur ini membuat baja mengalami retak dingin (cold shortness) atau getas pada suhu rendah, sehingga tidak baik untuk baja yang diberi beban benturan pada suhu rendah. Tetapi efek baiknya adalah dapat menaikkan fluiditas yang

18 membuat baja mudah dirol panas. Kadar phospor dalam baja biasanya kurang dari 0,05 %. Sulfur (S) Sulfur dapat menjadikan baja getas pada suhu tinggi, karena itu dapat merugikan baja yang dipakai pada suhu tinggi, disamping menyulitkan pengerjaan seperti dalam pengerolan panas atau proses lainnya. Kadar sulfur harus dibuat serendah-rendahnya yaitu lebih rendah dari 0,05 %. Tabel 1. klasifikasi baja karbon jenis kelas Kadar karbon (%) Kekuatan luluh (kg/mm) Kekuatan tarik (kg/mm) Perpanj angan (%) Kekerasa n brinel -Baja lunak khusus 0,08 18-28 32-36 40-30 95-100 Baja karbon rendah -Baja sangat lunak -Baja lunak 0,08-0,12 0,12-0,20 20-29 22-30 36-42 38-48 40-30 36-24 80-120 100-130 -Baja setenga 0,20-0,30 24-36 44-55 32-22 112-145 lunak Baja karbon sedang Baja setengah keras 0,30-0,40 30-40 50-60 30-17 140-170 Baja karbon tinggi -Baja keras -Baja sangat keras 0,04-0,05 0,50-0,80 34-46 36-100 58-70 65-100 26-14 20-11 160-200 180-235

19 1. Baja Karbon Rendah ( low carbon steel ) Baja dengan kandungan karbon < 0,3 %, memiliki kekuatan sedang dengan keuletan yang baik dan sesuai tujuan fabrikasi digunakan dalam kondisi anil atau nomalisasi untuk tujuan konstruksi atau struktural seperti ; jembatan, bangunan gedung, kendaraan bermotor dan kapal laut. Biasanya dibuat dengan pengerjaan akhir rol dingin dan kondisi dianil. Klasifikasi baja ini termasuk dalam AISI (American Iron and Steel Institute) 1016, 1018, 1019, 1020. Dalam perdagangan contoh produknya dibuat dalam bentuk plat, profil, batangan untuk keperluan tempa, pekerjaan mesin. Sifat-sifat baja karbon rendah : 1. Mampu tempa 2. Mampu mesin tinggi 3. Mampu bentuk tinggi 4. Kekuatan tarik dan batas regang rendah serta tidak dapat dikeraskan Penggunaan baja karbon rendah : 1. Sebagai plat pada kendaraan 2. Profil, batangan untuk keperluan tempa 3. Pekerjaan mesin dan kontruksi bangunan

20 2. Baja Karbon Sedang ( medium carbon steel ) Baja ini mengandung karbon antara 0,30 s/d 0,60 %. Baja karbon sedang dalam perdagangan biasanya digunakan sebagai alat-alat perkakas, baut, poros engkol, roda gigi, ragum, pegas, dan lain-lain. 3. Baja karbon tinggi( high carbon steel ) Baja yang mengandung karbon antara 0,70 s/d 1,5 %. Baja karbon ini banyak digunakan untuk keperluan pembuatan alat-alat konstruksi yang berhubungan dengan panas yang tinggi atau dalam penggunaannya akan menerima dan mengalami panas, misalnya landasan, palu, gergaji, pahat, kikir, mata bor, bantalan peluru, dan sebagainya. E. Klasifikasi dan Standarisasi Baja Ada bermacarn-macam klasifikasi dari baja paduan, diantaranya adalah DIN (Deutsche Industrie Norm) Jerman, BS ( British Standard) Inggris, ASTM (American Society for Testing and Materials) Amerika, SAE ( Society of Automotive Engineers) Amerika, AISI ( American Iron and Steel Institute) Amerika dan JIS (Japan Industrial Standard).

21 F. Klasifikasi Mesin Uji Fatik 1. Axial (Direct-Stress) Mesin uji fatik ini memberikan tegangan ataupun regangan yang uniform ke penampangnya. Untuk penampang yang sama mesin penguji ini harus dapat memberikan beban yang lebih besar dibandingkan mesin lentur statik dengan maksud untuk mendapatkan tegangan yang sama. 2. Bending Fatique Machines Cantilever Beam Machines dimana spesimen memiliki bagian yang mengecil baik pada lebar, tebal maupun diameternya, yang mengakibatkan bagian daerah yang diuji memiliki tegangan seragam hanya dengan pembebanan yang rendah dibandingkan lenturan fatik yang seragam dengan ukuran bagian yang sama. Gambar 2. Moore-Type Machines Moore-Type Machines dapat beroperasi sampai 10.000 rpm. Dalam seluruh pengujian, tipe lenturan hanya material yang didekat permukaan yang

22 mendapat tegangan maksimum. Karena itu, pada spesimen yang berdiameter kecil volume material yang diuji. 3. Torsional Fatik Testing Machines Sama dengan mesin tipe Axial hanya saja menggunakan penjepit yang sesuai jika puntiran maksimum. Gambar dibawah ini adalah Mesin Uji Fatik akibat Torsi yang dirancang khusus. Gambar 3. Torsional Fatik Testing Machines 4. Special Purpose Fatique Testing Machines Dirancang khusus untuk tujuan tertentu. Kadang-kadang merupakan modifikasi dari mesin penguji fatik yang suda ada. Penguji kawat adalah modifikasi dari Rotating Beam Machines.

23 5. Multiaxial Fatique Testing Machines Dirancang untuk pembebanan atau lebih dengan maksud untuk menentukan sifat logam dibawah tegangan biaxial/triaxial.