KEKUATAN LELAH BAJA HQ 705 DAN BAJA THYRODUR 1730 DI LINGKUNGAN KELEMBABAN TINGGI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEKUATAN LELAH BAJA HQ 705 DAN BAJA THYRODUR 1730 DI LINGKUNGAN KELEMBABAN TINGGI"

Transkripsi

1 KEKUATAN LELAH BAJA HQ 705 DAN BAJA THYRODUR 1730 DI LINGKUNGAN KELEMBABAN TINGGI TE S I S Oleh INDRA HASAN /TM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2006

2 KEKUATAN LELAH BAJA HQ 705 DAN BAJA THYRODUR 1730 DI LINGKUNGAN KELEMBABAN TINGGI TE S I S Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Teknik Mesin Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Oleh INDRA HASAN /TM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2006

3 Judul Tesis : KEKUATAN LELAH BAJA HQ 705 DAN BAJA THYRODUR 1730 DI LINGKUNGAN KELEMBABAN TINGGI Nama Mahasiswa : Indra Hasan Nomor Pokok : Program Studi : Teknik Mesin Menyetujui Komisi Pembimbing (Dr.Ir. Haftirman, M.Eng) Ketua (Ir. Tugiman, MT) Anggota (Dr.-Ing. Ikhwansyah Isranuri) Anggota Ketua Program Studi, Direktur, (Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME) (Prof.Dr.Ir.T. Chairun Nisa B.,M.Sc) Tanggal Lulus: 07 Februari 2006

4 Telah Diuji pada Tanggal: 07 Januari 2006 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua Anggota : Dr.Ir. Haftirman, M.Eng : 1. Ir. Tugiman, MT 2. Dr. -Ing. Ikhwansyah Isranuri 3. Ir. Alfian Hamsi, MSc 4. Ir. Mulfi Hazwi, M.Sc

5 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan tempat baja digunakan sangat mempengaruhi umur pemakaian baja, lingkungan yang mempengaruhi baja menurut beberapa peneliti salah satunya adalah lingkungan berkelembaban tinggi yang menyebabkan terjadinya penurunan kekuatan lelah atau mempercepat terjadinya kegagalan baja. Menurut Haftirman (1995), lingkungan dengan kelembaban relatif di bawah 60% tidak mempengaruhi baja tetapi lingkungan dengan kelembaban relatif di atas 70% sangat mempengaruhi baja. semakin tinggi tingkat kelembaban relatif semakin besar pengaruh kelembaban relatif tersebut terhadap baja yaitu kekuatan lelah baja semakin menurun dengan semakin tingginya kelembaban relatif lingkungan. Penelitian ini telah dilakukan terhadap baja HT 800 dan SS 400 di lingkungan kelembaban relatif 60%, 70%, 85% dan 90% pada pembebanan axial loading fatigue testing machine. Penurunan kekuatan lelah disebabkan terbentuknya korosi pit pada permukaan baja di lingkungan kelembaban relatif yang tinggi. begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Nakajima M, (2003) dengan bahan JIS SNCM 439 menyatakan terjadi penurunan tegangan pada lingkungan laboratory air dari pada lingkungan dry air serta Lee & Uhlig (1972) yang melakukan pengujian terhadap baja AISI 4140 yang diberikan perlakuan panas untuk meningkatkan kekerasannya, di lingkungan

6 kelembaban relatif 70% mengalami penurunan kekuatan lelah, semakin tinggi tingkat kekerasannya semakin besar persentase penurunan kekuatan lelahnya. Kemudian Dalil (2005) juga melakukan penelitian terhadap baja TEW 6582 dan EMS 45 pada lingkungan kelembaban tinggi, mengemukakan bahwa baja High Tensile Strength mengalami penurunan kekuatan lelah lebih besar dari baja Medium Tensile Strength dan Riski (2005) menyatakan bahwa penurunan kekuatan lelah paling rendah terjadi pada baja dengan proses heat treatment sekitar 775 o C dengan demikian tingkat penurunan kekuatan lelah tergantung pada masing-masing sifat baja akan tetapi lingkungan kelembaban tinggi tetap menyebabkan penurunan kekuatan lelah. Baja HQ 705 dengan sifat yang telah diperbaiki dari hasil awal pengerolan baja sangat menarik diberikan pengujian kekuatan lelah karena belum pernah dilakukan pengujian fatik terhadap baja tersebut sebelumnya pada suatu lingkungan tertentu di Pekanbaru. Baja HQ 705 (High Performance Engineering Steels) yaitu baja HQ 705 (High Quality) yang merupakan baja Pre-hardened High Tensile Strength. Baja ini diproduksi di Swedia dan dipasarkan oleh PT. Tira Andalan Steel. Baja HQ 705 banyak dipakai pada Pabrik Karet di Pekanbaru dan Industri lainnya, namun belum mempunyai spesifikasi untuk pemakaian di lingkungan Indonesia khususnya di Pekanbaru dengan tingkat kelembaban tinggi dan temperatur yang juga lebih tinggi dari daerah lain di Indonesia maupun dari negara yang memproduksi baja tersebut. Sehingga diperlukan suatu pengujian untuk mengetahui sampai sejauhmana performance baja tersebut jika dipakai di Indonesia.

7 Performance baja HQ705 di lingkungan kelembaban tinggi, dibandingkan dengan baja Thyrodur 1730 yang diproduksi oleh Thyssen Germany Special Steel, untuk melihat sejauhmana tingkat pengaruh kelembaban tinggi terhadap kekuatan lelah baja HQ 705 dengan baja Thyrodur 1730 sebagai dasar untuk melihat tingkat pengaruh kelembaban tinggi tersebut. Baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 samasama digunakan untuk poros pada konstruksi permesinan (Machinery Steels). Baja HQ 705 termasuk golongan baja High Tensile Strength dan baja Thyrodur 1730 termasuk golongan baja Medium Tensile Strength dan ekivalen baja S45C. Pembebanan yang diberikan dalam pengujian adalah pembebanan bending dengan tipe tumpuan cantilever. Tipe pembebanan ini disesuaikan dengan kasus kegagalan poros pada Creeper untuk memipih karet di Pabrik Karet. Poros pada rol Creeper digerakkan oleh motor listrik dan tersambung dengan poros kedua. Kedua poros menompang silinder pemipih ukuran karet. Poros yang tersambung dengan motor penggerak memperoleh beban puntir dari motor yang terjepit pada bantalan dan memperoleh beban bending dari rol silinder serta gaya tekan dari kedua rol dalam proses memipih karet Perumusan Masalah Baja HQ 705 yang belum pernah dilakukan pengujian fatik di lingkungan kelembaban tinggi khusus untuk pemakaian di Indonesia, dilakukan pengujian untuk mengetahui tingkat penurunan kekuatan lelah yang dibandingkan dengan tingkat penurunan kekuatan lelah baja Thyrodur 1730 dan baja lainnya. Tinjauan dilakukan

8 terhadap keretakan yang terjadi pada permukaan spesimen uji dalam memprediksi penyebab penurunan kekuatan lelah baja HQ 705 yang beroperasi di lingkungan kelembaban tinggi. Pengujian ini menjadi penting untuk dilakukan dalam mengetahui sejauhmana performance dari baja HQ 705 jika digunakan di lingkungan kelembaban tinggi di wilayah Indonesia khusus untuk daerah Pekanbaru pada salah satu pabrik industri karet Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kelembaban tinggi terhadap kekuatan lelah bahan baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 yang mengalami pembebanan dinamis dan mengamati keretakan yang terjadi pada kedua jenis bahan, untuk memperoleh informasi penyebab penurunan kekuatan lelah baja di lingkungan kelembaban tinggi dan dengan informasi ini diharapkan dapat mengoptimalkan pemakaian bahan Tujuan Khusus Tujuan penelitian secara khusus adalah mengetahui kekuatan lelah baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 pada lingkungan kelembaban relatif 70%, 75%, 80%, 85% dan 90% dengan fokus peninjauan terhadap keretakan yang terjadi pada permukaan spesimen uji untuk digunakan sebagai dasar analisa penyebab penurunan kekuatan lelah baja.

9 1.4. Manfaat Hasil penelitian ini dapat memberikan rekomendasi kepada industri-industri pengguna baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 yang beroperasi pada lingkungan kelembaban tinggi, membantu dalam pemilihan bahan yang tepat digunakan pada konstruksi permesinan dengan pembebanan berulang serta membantu dalam disain pembebanan dan bentuk komponen untuk optimalisasi pemakaian bahan baja atau optimalisasi ketahanan baja. Sedangkan bagi masyarakat, dunia pendidikan dan lembaga penelitian dapat menjadi dasar dan pembanding bagi penelitian lanjutan.

10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kekuatan Lelah Kekuatan lelah suatu bahan disusun dari serangkaian percobaan dengan pemberian beban sampai terjadi kegagalan pada siklus tertentu, hasilnya digambarkan dalam suatu bentuk kurva S-N (Kurva Wohler) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Pada kurva S-N, tegangan (S) dipetakan terhadap jumlah siklus hingga terjadi kegagalan, sedangkan N adalah jumlah siklus tegangan yang menyebabkan terjadinya patah sempurna benda uji. Tegangan yang dipetakan dapat berupa S a (tegangan bolak-balik), S (tegangan maksimum) dan S (tegangan minimum). maks Menurut Dieter (1986), nilai tegangan adalah tegangan nominalnya dengan demikian tidak terdapat penyesuaian untuk konsentrasi tegangan. min Gambar 2.1. Kurva S-N dari Hasil Pengujian Metode Standar Uji Fatik (Collins, pp. 375)

11 Pada baja, siklus (N) yang melampaui batas lelah (N > 10 7 ), baja dianggap mempunyai umur tak terhingga atau kegagalan diprediksi tidak akan terjadi, sedangkan untuk logam bukan besi (non ferrous) tidak terdapat batas lelah yang signifikan, memiliki kurva S-N dengan gradien yang turun sedikit demi sedikit sejalan dengan bertambahnya jumlah siklus. Tegangan pada spesimen di suatu titik tertentu dengan tipe pembebanan cantilever ditentukan dengan rumus berikut (shigley, 1989): S = c M cy I zx c dimana: S c = tegangan pada titik c di permukaan spesimen M c = momen pada titik c akibat beban pada spesimen Y c = jarak maksimum dari titik pusat spesimen ke arah titik c pada permukaan spesimen π 4 I zx = momen inersia polar spesimen = d 64 c d c = diameter pada titik c spesimen Hubungan antara tegangan pada spesimen akibat beban dengan jumlah putaran sampai terjadi patah lelah sempurna adalah: dimana : S = a N b (2.2) S = Tegangan bolak-balik atau Kekuatan lelah (MPa) N = Jumlah siklus tegangan

12 a = (0,9S 1 b = S e ut log 3 2 ) 0,9S S e ut S e = ka. kb. kc. kd. ke. S e (2.3) dimana S e = batas ketahanan (endurance limit) dari spesimen uji (test specimen) = 0,504 (S ut ) S ut = kekuatan tarik maksimum (MPa) ka = faktor permukaan = a (S ut ) b d kb = faktor ukuran = 7,62 0,1133 kc = faktor beban kd = faktor temperatur ke = faktor modifikasi terhadap pemusatan tegangan Kegagalan lelah disebabkan beban berulang (beban dinamis) atau perubahan struktur permanen, terlokalisasi dan progresif yang terjadi pada bahan yang dibebani dengan tegangan/regangan fluktuasi yang dapat mengakibatkan retak atau patahan setelah jumlah siklus tertentu. Kondisi pembebanan yang menyebabkan kelelahan adalah fluktuasi tegangan, mencakup getaran, fluktuasi regangan, fluktuasi temperatur (thermal fatigue), atau salah satu kondisi di atas di dalam lingkungan korosif atau pada suhu tinggi (Dieter, 1986). Sedangkan yang menyebabkan kegagalan lelah adalah tegangan tarik maksimum yang cukup tinggi, variasi atau

13 fluktuasi tegangan yang cukup besar, dan siklus penerapan tegangan yang cukup besar. Tegangan berulang yang menyebabkan kelelahan digambarkan berbentuk sinusoidal antara tegangan maksimum dan minimum, tegangan tarik dianggap positif dan tegangan tekan dianggap negatif. Pada tipe pembebanan cantilever, tegangan maksimum dan minimum tidak sama, tegangan tarik lebih besar dari tegangan tekan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Siklus tegangan lelah (Hertzberg, R.W., 1996) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Lelah Faktor-faktor yang mempengaruhi atau cendrung mengubah kondisi kelelahan atau kekuatan lelah yaitu tipe pembebanan, putaran, kelembaban lingkungan (korosi), konsentrasi tegangan, suhu, kelelahan bahan, komposisi kimia bahan, tegangantegangan sisa, dan tegangan kombinasi. Faktor yang mempengaruhi dan cendrung

14 mengubah kekuatan lelah pada pengujian ini adalah kelembaban lingkungan, tipe pembebanan, putaran, suhu, komposisi kimia bahan dan tegangan sisa. Faktor yang diperhitungkan adalah kelembaban lingkungan (korosi) dan tipe pembebanan sedangkan putaran, suhu, komposisi kimia dan tegangan sisa sebagai variabel yang konstan selama pengujian sehingga tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap kekuatan lelah. a. Faktor Kelembaban Lingkungan Faktor kelembaban lingkungan sangat mempengaruhi kekuatan lelah sebagaimana yang telah diteliti oleh Haftirman (1995) bahwa kekuatan lelah sangat menurun pada lingkungan kelembaban tinggi yaitu pada kelembaban relatif 70% sampai 85%. Lingkungan kelembaban tinggi membentuk pit korosi dan retak pada permukaan spesimen yang menyebabkan kegagalan lebih cepat terjadi. Ko Haeng Nam (2003), menyatakan bahwa pada kelembaban relatif 85% terjadi transisi tegangan lebih besar dibandingkan dengan kelembaban relatif 5% sampai 55%, dan Nakajima M., (2003) menyatakan terjadi penurunan tegangan pada udara laboratorium dibandingkan dengan lingkungan udara kering. Pengaruh kelembaban tinggi terhadap setiap kekuatan bahan juga berbeda, untuk bahan dengan kekerasan yang tinggi, kelembaban sangat menurunkan kekuatan lelah dibanding bahan dengan kekerasan yang rendah, sebagaimana yang telah diteliti oleh Haftirman (1995) terhadap baja HT 800 yang dibandingkan dengan baja SS 400, bahwa baja HT 800 dengan kekerasan yang

15 tinggi (268 Hv) mengalami penurunan kekuatan lelah yang lebih besar dari penurunan kekuatan lelah baja SS 400 engan kekerasan (166 Hv). Lee dan Uhlig (1972) menyatakan bahwa semakin keras suatu baja semakin besar penurunan kekuatan lelahnya pada lingkungan kelembaban relatif 70%. b. Tipe Pembebanan Tipe pembebanan dipilih berdasarkan kasus di lapangan yaitu untuk poros pemipih karet pada pabrik karet di PTPN III dengan tipe pembebanan cantilever yang menerima beban lentur dan puntir. Tipe pembebanan ini sangat mempengaruhi kekuatan lelah sebagaimana yang diteliti oleh Ogawa (1989) bahwa baja S45C yang diberikan tipe pembebanan lentur putar dan pembebanan aksial mempunyai kekuatan lelah yang sangat berbeda, baja S45C dengan pembebanan aksial mempunyai kekuatan lelah lebih rendah dari baja yang menerima pembebanan lentur putar. c. Faktor Putaran Putaran yang mempengaruhi kelelahan pada pengujian ini direduksi dari 1450 rpm menjadi 887,5 rpm yang diukur dengan tachometer dan putaran tersebut digunakan untuk mendapatkan pengaruh pembebanan pada spesimen tetapi masih dalam batas tidak ada pengaruh putaran yang signifikan terhadap kekuatan lelah, sebagaimana yang telah diteliti oleh Iwamoto (1989) dengan hasil bahwa putaran antara 750 rpm sampai 1500 rpm mempunyai kekuatan lelah yang hampir sama tetapi apabila putaran 50 rpm menurunkan kekuatan

16 lelah jauh lebih besar dari putaran 750 rpm dan 1500 rpm, sehingga putaran yang berada diantara 750 rpm sampai 1500 rpm tidak mempengaruhi kekuatan lelah dengan signifikan sebagaimana putaran 887,5 rpm pada pengujian ini. d. Faktor Suhu Faktor suhu sangat mempengaruhi kekuatan lelah karena suhu menaikkan konduktivitas elektrolit lingkungan sehingga dapat mempercepat proses oksidasi. Untuk mengkondisikan pengujian standar terhadap suhu, pengujian dilakukan pada temperatur kamar. Menurut Haftirman (1995) bahwa pengujian pada lingkungan dengan suhu 40 o C retakan pada spesimen memanjang dari pada pengujian di suhu 25 o C dengan retakan yang halus, karena suhu yang tinggi menyebabkan molekul air yang terbentuk mengecil di permukaan baja sehingga mempercepat terjadi reaksi oksidasi dan membuat jumlah pit korosi jauh lebih banyak, akibatnya pit korosi cepat bergabung membentuk retakan yang memanjang. Dieter (1986) mengemukakan secara umum kekuatan lelah baja akan turun dengan bertambahnya suhu di atas suhu kamar kecuali baja lunak dan kekuatan lelah akan bertambah besar apabila suhu turun. e. Faktor Tegangan Sisa Faktor tegangan sisa yang mungkin timbul pada saat pembuatan spesimen direduksi dengan cara melakukan pemakanan pahat sehalus mungkin terhadap spesimen sehingga pemakanan pahat tidak menimbulkan suhu yang bisa menyebabkan munculnya tegangan sisa maupun tegangan lentur pada spesimen.

17 f. Faktor Komposisi Kimia Pengaruh faktor komposisi kimia terhadap kekuatan lelah diharapkan sama untuk seluruh spesimen uji dengan pemilihan bahan yang diproduksi dalam satu kali proses pembuatan, sehingga didapat kondisi pengujian yang standar untuk seluruh spesimen uji Mekanisme Kegagalan Fatik Kegagalan fatik dimulai dengan terjadinya deformasi plastis (slip) secara lokal. Bila slip terjadi maka slip tersebut dapat terlihat pada permukaan logam sebagai suatu tangga (step) yang disebabkan oleh pergerakan logam sepanjang bidang slip. Demikian seterusnya maka lama-kelamaan akan terjadi suatu retak. Slip pada pembebanan rotating bending ditunjukkan pada Gambar 2.3. Gambar 2.3. Bentuk Alur dan Puncak Slip yang Digabungkan dari Hasil Pembebanan Berulang (Collins, pp.182) Siklus untuk menimbulkan awal retak dan penjalaran retak tergantung pada tegangan yang bekerja. Bila tegangan yang bekerja tinggi maka waktu terbentuknya awal retak akan lebih pendek. Pada tegangan yang sangat rendah maka hampir seluruh umur lelah digunakan untuk membentuk retak awal. Pada tegangan yang tinggi sekali retak terbentuk sangat cepat.

18 Retak permulaan ini begitu kecil sehingga tidak bisa dilihat oleh mata telanjang. Sekali suatu retak muncul, pengaruh pemusatan tegangan menjadi bertambah besar dan retak tersebut akan maju lebih cepat. Begitu ukuran luas yang menerima tegangan berkurang, tegangan bertambah besar sampai akhirnya luas yang tersisa tiba-tiba gagal menahan tegangan tersebut. Karena itu kegagalan lelah ditandai dari perkembangan retak yang ada dan kepatahan mendadak dengan daerah yang mirip kepatahan bahan rapuh (Shigley, 1989) Mekanisme Kegagalan Fatik Korosi Kegagalan fatik korosi berlangsung secara bersamaan antara tegangan berulang dan serangan kimia (Trethewey, 1991). Kegagalan fatik disebabkan oleh adanya beban tegangan, sedangkan kegagalan fatik korosi disebabkan adanya beban tegangan bersamaan dengan serangan kimia. Serangan korosi tanpa ada beban tegangan, biasanya mengakibatkan lubang pada permukaan logam. Lubang ini bertindak sebagai takik dan menyebabkan pengurangan besarnya kekuatan lelah. Akan tetapi, apabila serangan korosi bersamaan dengan pembebanan lelah, maka dihasilkan penurunan sifat-sifat lelah yang lebih besar dibanding serangan korosi sebelumnya tanpa beban tegangan. Bila korosi dan lelah terjadi bersamaan, maka serangan kimia akan mempercepat laju rambat retak lelah. Bahan-bahan yang pada saat diuji dalam suhu kamar memperlihatkan adanya batas lelah, apabila diuji dalam lingkungan yang korosif, tidak memperlihatkan adanya batas lelah.

19 Sementara uji lelah biasa pada lingkungan udara, untuk siklus pembebanan 1000 hingga siklus/menit, tidak dipengaruhi oleh laju pembebanan, jika pengujian dilakukan pada lingkungan yang korosif, maka terdapat ketergantungan yang terbatas. Karena serangan korosi merupakan gejala yang tergantung pada waktu, makin cepat laju pengujian makin kecil kerusakan yang disebabkan oleh korosi. Pada uji lelah korosi, tegangan berulang menimbulkan kerusakan lapisan oksida permukaan setempat, sedemikian hingga terjadi lubang-lubang korosi. Lubang-lubang kecil (korosi sumuran) yang terjadi pada lelah korosi jauh lebih banyak jumlahnya dibanding yang dihasilkan oleh serangan korosi tanpa adanya tegangan. Dasar lubang korosi lebih anodik dibanding logam yang tak berlubang, sehingga korosi bergerak ke dalam, dipercepat lagi dengan terkelupasnya lapisan oksida akibat regangan berulang. Retakan akan terjadi, apabila lubang menjadi cukup tajam untuk menghasilkan konsentrasi tegangan yang tinggi. Korosi adalah proses kerusakan logam atau material dan sifat-sifatnya oleh pengaruh lingkungan yang berlangsung secara kimia atau elektrokimia (Trethewey, 1991). Korosi ini mengembalikan logam ke bentuk asalnya dan berlangsung dengan sendirinya, sehingga proses korosi tidak dapat dicegah, hanya ada usaha untuk mengendalikannya (mengurangi). Salah satu faktor yang memicu terjadinya korosi adalah kelembaban relatif. Persentase kelembaban relatif merupakan jumlah dari campuran udara dan uap air atau 100 kali tekanan sebagian (partial pressure) uap air di udara dibagi dengan tekanan sebagian uap air di dalam campuran udara dan air

20 (pressure vapor) (Geankoplis, 1997). Persentase kelembaban relatif juga bergantung pada temperatur, apabila temperatur konstan dan jumlah tekanan uap air naik maka persentase kelembaban akan naik tetapi apabila temperatur naik dan tekanan uap air konstan maka persentase kelembaban akan turun. Gambar 2.4 Grafik kelembaban campuran udara dan uap air pada tekanan total 101, 325 kpa (760 mmhg), (Geankoplis, C.J., 1997) Pengaruh kelembaban relatif terhadap kekuatan lelah baja telah diuji terhadap beberapa bahan dengan berbagai tipe pembebanan. Hasil pengujian memberikan informasi bahwa kelembaban relatif di atas 70% sangat mempengaruhi kekuatan lelah suatu bahan. Wadsworth N.J. menyatakan (dikutip oleh Majumdar D. 1983) bahwa campuran oksigen dan uap air sangat merusak terhadap umur lelah suatu logam dan paduannya. Majumdar D. (1983) menemukan bahwa pada lingkungan oksigen dan

21 uap air, besi cor yang diuji dengan beban lentur putar mengalami retak disekitar butir dan retak tersebut mengurangi deformasi plastis disekeliling butir. Haftirman (1995) juga menemukan bahwa kelembaban relatif 70% sampai 85% menurunkan kekuatan lelah baja HT 800 dan SS 400. Ko Haeng-Nam (2003) menemukan bahwa pada kelembaban 85% terjadi transisi tegangan lebih besar dibandingkan dengan pada kelembaban relatif 5% sampai 55%. Pada lingkungan berkelembaban terjadi reaksi korosi karena terdapat perbedaan potensial listrik dan terbentuk aliran listrik dengan adanya anoda, katoda dan lingkungan elektrolit. Pada bagian logam yang terkorosi dengan lingkungan bersifat anoda, atom logam pada bagian anoda ini akan kehilangan elektron atau terjadi reaksi oksidasi. Pada bagian logam yang tidak terkorosi bersifat katoda, dan pada katoda ini terjadi penangkapan elektron oleh ion hydrogen atau oleh air (proses reduksi). Sedangkan lingkungan elektrolit merupakan larutan penghantar listrik yang menghubungkan anoda dengan katoda yang dapat berupa udara yang lembab, air pada permukaan logam akibat pengembunan atau permukaan yang basah dan fluida berupa cairan yang mengandung garam-garaman atau larutan asam atau basa yang kontak dengan logam. Reaksi korosi pada daerah anoda yaitu reaksi oksidasi dengan persamaan reaksi sebagai berikut: 2 Fe Fe Reaksi korosi pada daerah katoda yaitu reaksi reduksi dengan persamaan. e + 2H + 2e H 2

22 Dengan adanya air akan terjadi reaksi hid rolisa dengan persamaan reaksi Fe H O FeOH + H Apabila terdapat oksigen dalam air akan terjadi reaksi O H 2 O + 4e OH (pada larutan netral dan basa) ( 4Fe( OH ) OH 2 + O2 + 2H 2O 4Fe( ) 3 2 Fe( OH) 3 Fe2O3 + 3H2O (Fe adalah karat) 2 O 3 Mekanisme terbentuknya lubang korosi pada permukaan baja dengan adanya udara dan uap air ditunjukkan pada Gambar 2.5. Gambar 2.5 menjelaskan bahwa oksigen akan menempuh lintasan yang cukup jauh untuk mencapai bagian tengah titik air sehingga bagian ini menjadi anoda. Akibatnya terjadi pelarutan logam di bagian tengah titik air dan reaksi ion-ion logam dengan ion-ion hidroksil menyebabkan penumpukan produk korosi di seputar lubang sumuran dan membentuk cincin karat.

23 Gambar 2.5. Mekanisme pit korosi pada permukaan baja di bawah butir air (Trethewey K.R., 1991) Lobang yang terbentuk pada permukaan baja akibat korosi ditunjukkan pada Gambar 2.6. Lobang yang terbentuk tidak merata dan ukurannya juga berbeda antara lubang yang satu dengan lainnya. Gambar 2.6. Pitting pada Stainless Steel dengan bentuk deep (From A.I. Asphahani and W.L. Silence, Metals Handbook, Vol.13, Corrosion, 9 th ed., ASM, Metals Park, OH, p. 11, Reprinted by permission, ASM International, Jones, 1996)

24 2.3. Kerangka Konsep berikut: Pelaksanaan penelitian disusun dalam suatu kerangka konsep penelitian sebagai ALAT UJI Hygrometer PERMASALAHAN Kekuatan lelah baja HQ 705 turun lebih besar pada lingkungan kelembaban di atas 70%, LINGKUNGAN Kelembaban Tinggi (70%, 75%, 80%, 85% dan 90% RH) BAHAN Baja HQ 705 dan Baja Thyrodrur 1730 BEBAN Tipe pembebanan adalah cantilever rotating bending PENGUJIAN LELAH Alat: Cantilever Rotating Bending Fatigue Testing Machine PENGOLAHAN DATA - Data hasil pengujian diolah dalam bentuk kurva S N dan S vs %RH - Analisa korosi dan keretakan permukaan spesimen dengan SEM untuk mendukung dan interpretasi hasil penelitian Hasil dan Pembahasan Diskusi, Hasil, Kesimpulan dan Saran Gambar 2.7. Kerangka Konsep Pelaksanaan Penelitian

25 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian bertempat di laboratorium Fatik dan Korosi Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU Medan, dan dilaksanakan sejak Februari 2005 sampai Agustus 2005, sedangkan pengamatan terhadap patahan spesimen hasil pengujian fatik menggunakan SEM di Laboratorium PTKI medan pada bulan Juni 2005 serta pengujian tarik dan kekerasan dilakukan di Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin Universitas Riau ( UNRI) pada bulan Juli Bahan dan Ukuran Spesimen Bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah baja permesinan (Machinery Steels ) khususnya untuk poros yaitu baja HQ 705, diproduksi di Swedia dan dipasarkan oleh Tira Andalan Steel, yang merupakan baja High Tensile Strength, dan baja Thyrodur 1730 merupakan baja Medium Tensile Strength yang termasuk golongan Medium Carbon Steel. Komposisi kimia dan sifat mekanis dari baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 ditunjukkan pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2. Komposisi kimia diperoleh dari PT. Tira Andalan Steel yang merupakan hasil pengujian dan ditunjukkan dalam bentuk

26 sertifikat, sedangkan sifat mekanis diperoleh dari hasil pengujian menggunakan alat uji tarik universal dan kekerasan dengan alat uji Brinell. Tabel 3.1 Komposisi Kimia baja HQ 705 dan bajathyrodur 1730 Bahan C Si Mn P S Ni Cr Mo Cu Al HQ Thyrodur Tabel 3.2 Sifat Mekanis baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 Bahan S y(0,2) (MPa) S ut (MPa) ε (%) HB HQ Thyrodur Ukuran spesimen uji fatik dibuat berdasarkan standar ASTM E466 seperti yang ditunjukkan pada Gambar R 30 φ 8 φ 12 φ 10 Gambar 3.1. Ukuran Spesimen Uji Fatik (Sesuai ASTM E 466)

27 Spesimen dibentuk secara mekanis (dibubut) dari diameter 16 mm sampai diperoleh ukuran seperti pada Gambar 3.1. Pembubutan dilakukan dengan pemakanan sehalus mungkin untuk menghindari pembebanan yang besar pada saat pembubutan dan mengurangi temperatur yang terjadi pada spesimen yang dapat menimbulkan tegangan sisa pada spesimen Peralatan Alat uji yang digunakan untuk mengetahui kekuatan lelah dari spesimen adalah Mesin Uji Fatik Tipe Cantilever Rotating Bending yang ditunjukkan pada Gambar 3.2. Alat ini dilengkapi dengan pengatur kelembaban lingkungan pengujian, counter untuk mengetahui siklus lelah spesimen, pengatur beban bending pada spesimen, poros tempat spesimen berputar dan menerima pembebanan. Alat yang digunakan untuk mengamati keretakan yang terjadi pada permukaan spesimen digunakan Scanning Elektron Microscope (SEM), sedangkan untuk mengetahui ultimate tensile strength dan yield strength menggunakan Universal Testing Machines dan Hardnes Tester untuk mengetahui kekerasan baja. Peralatan bantu lain yang digunakan adalah Thermometer untuk mengukur suhu ruangan dan suhu di dalam chamber, Dial Gauge dengan Magnetic Base untuk membantu center pemasangan spesimen pada poros alat uji. Vernier Calipers untuk mengetahui dan memastikan ukuran spesimen uji, Tachometer infra red untuk mengetahui putaran poros tempat spesimen berputar.

28 Chamber 2. Sensor 3. Spesimen 4. Bantalan Beban 5. Microswitch 6. Fan 7. Beban 8. Control Valve 9. Air 10. Elemen Pemanas 11. Hidrometer 12. Unit Pengontrol Kelembaba 13. Swicth 14. Counter 15. Penunjuk kelembaban 16. Kontaktor 17. Motor 18. Poros 19. Pulley dan belt 20. Bantalan Poros Gambar 3.2. Mesin Uji Fatik Tipe Cantilever Rotating Bending

29 3.4. Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan lingkungan yang dikondisikan sesuai dengan lingkungan pengujian yang diinginkan. Lingkungan diatur sedemikian rupa sampai diperoleh temperatur dan kelembaban dalam ruang pengujian konstan selama pengujian spesimen dengan menggunakan alat kontrol kelembaban. Sedangkan pengaruh faktor putaran dan getaran dikurangi semaksimal mungkin dengan pemasangan spesimen uji center pada poros dengan bantuan alat dial gauge. Pengaruh faktor permukaan spesimen uji dikurangi dengan mempolish sampai mencapai permukaan commercially polish menggunakan kertas pasir secara berurutan mulai dari ukuran 400, 600, 800, 1000 dan 1200, serta dipolish dengan cairan alumina. Pemberian beban sesuai perhitungan kekuatan lelah dari data sifat mekanik bahan dan dengan melakukan pengujian awal sampai didapat tingkat pembebanan yang sesuai, lingkungan pengujian divariasikan dengan kelembaban 70%RH, 75%RH, 80%RH, 85%RH, dan 90%RH, masing-masing pada siklus pembebanan yang berbeda mulai dari N = 10 2 sampai batas ketahanan N = 10 7 pada satu lingkungan pengujian. Putaran motor direduksi dari 1420 rpm menjadi 887,5 rpm untuk mendapatkan pengaruh beban dan kelembaban terhadap bahan uji. Jumlah siklus spesimen uji dihitung menggunakan counter hour sampai spesimen patah dan untuk spesimen yang tidak patah melewati N = 10 7 pengujian dihentikan dan dianggap spesimen tidak akan mengalami perpatahan lagi.

30 Pada satu lingkungan pengujian (satu tingkat kelembaban relatif) dilakukan pengujian terhadap 6 (enam) buah specimen untuk memperoleh minimal 6 (enam) buah titik pengujian pada kurva S-N sesuai standar pengujian fatik sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.1. Kelembaban relatif dikondisikan 5 (lima) tingkat sehingga jumlah minimal specimen keseluruhan adalah 30 (tiga puluh) buah. Jumlah ini dapat ditambah untuk mendapatkan keakuratan data pengujian Variabel yang Diamati Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengaruh kelembaban terhadap kekuatan lelah, hubungan antara tegangan dan siklus lelah pada satu kondisi kelembaban, hubungan tegangan dengan kelembaban pada satu kondisi siklus beban dan hubungan keretakan dengan kelembaban. Data diolah menggunakan program excel untuk mendapatkan hubungan: 1. Pengaruh kelembaban tinggi terhadap bahan baja HQ 705 dan baja Thyrodur Kekuatan lelah dan kelembaban relatif 70%, 75 %, 80%, 85%, dan 90% pada baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 yang mengalami pembebanan fatik.

31 BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian terhadap kekuatan lelah baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 telah dilakukan pada lingkungan kelembaban tinggi yaitu pada kelembaban relatif 70%, 75%, 80%, 85% dan 90% menggunakan mesin uji fatik tipe cantilever. Hasil pengujian pada lingkungan kelembaban relatif tersebut ditampilkan dalam bentuk kurva S-N sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2. Gambar 4.1 menunjukkan kurva S-N dari baja Thyrodur 1730, pada temperatur ruangan pengujian 30 o C. Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa garis kurva kelembaban relatif 90% dengan kekuatan lelah 261,11 MPa lebih rendah dari garis kurva pada kelembaban relatif 85% dengan kekuatan lelah 334,23 MPa, garis kurva pada kelembaban relatif 85% lebih rendah dari garis kurva pada kelembaban relatif 80% dengan kekuatan lelah 365,56 MPa, garis kurva pada kelembaban relatif 80% lebih rendah dari garis kurva pada kelembaban relatif 75% dengan kekuatan lelah 407,34 MPa, dan garis kurva pada kelembaban relatif 75% lebih rendah dari garis kurva pada kelembaban relatif 70% dengan kekuatan lelah 438,67 MPa. Sedangkan pada kelembaban relatif 95% sampai 100% garis kurva hampir berimpit, hal ini

32 menunjukkan kekuatan lelah baja tidak begitu dipengaruhi oleh peningkatan kelembaban relatif dari 95% sampai 100%. Garis kurva yang semakin rendah ini menunjukkan kekuatan lelah mengalami penurunan seiring dengan menurunnya garis kurva, atau kekuatan lelah baja Thyrodur 1730 semakin menurun dengan bertambahnya tingkat kelembaban relatif lingkungan pengujian atau baja Thyrodur 1730 dipengaruhi oleh kelembaban tinggi atau baja Thyrodur 1730 mengalami kegagalan lebih cepat dengan meningkatnya kelembaban relatif lingkungan Kekuatan Lelah, S (MPa) Thyrodur % RH, 30'C Temp. Ruang 75% RH, 30'C Temp. Ruang 80% RH, 30'C Temp. Ruang 85% RH, 30'C Temp. Ruang 90% RH, 30'C Temp. Ruang 95% RH, 30'C Temp. Ruang 100% RH, 30'C Temp. Ruang E+00 1.E+01 1.E+02 1.E+03 1.E+04 1.E+05 1.E+06 1.E+07 1.E+08 Siklus (N) Gambar 4.1. Kurva S-N Baja Thyrodur 1730

33 Gambar 4.2 merupakan kurva S-N dari baja HQ 705, pada temperatur lingkungan pengujian 30 o C. Pada Gambar 4.2 terlihat bahwa garis kurva kelembaban relatif 90% dengan kekuatan lelah 417,78 MPa lebih rendah dari garis kurva pada kelembaban relatif 85%, dengan kekuatan lelah 449,12 MPa, garis kurva pada kelembaban relatif 85% lebih rendah dari garis kurva pada kelembaban relatif 80% dengan kekuatan lelah 501,34 MPa, garis kurva pada kelembaban relatif 80% lebih rendah dari garis kurva pada kelembaban relatif 75% dengan kekuatan lelah 522,23 MPa, dan garis kurva pada kelembaban relatif 75% lebih rendah dari garis kurva 70% dengan kekuatan lelah 564,01 MPa. Garis kurva yang semakin rendah ini menunjukkan kekuatan lelah mengalami penurunan seiring dengan menurunnya garis kurva, atau kekuatan lelah baja HQ 705 semakin menurun dengan bertambahnya tingkat kelembaban relatif lingkungan pengujian Kekuatan Lelah, S (MPa) HQ % RH, 30'C Temp. Ruang 75% RH,30'C Temp. Ruang 80% RH, 30'C Temp. Ruang 85% RH, 30'C Temp. Ruang 90% RH, 30'C Temp. Ruang 95% RH, 30'C Temp. Ruang 100% RH, 30'C Temp. Ruang 0 1.E+00 1.E+01 1.E+02 1.E+03 1.E+04 1.E+05 1.E+06 1.E+07 1.E+08 Siklus (N) Gambar 4.2. Kurva S-N Baja HQ 705

34 Garis kurva yang semakin menurun dengan semakin tinggi tingkat kelembaban relatif lingkungan pengujian menunjukkan bahwa baja HQ 705 dipengaruhi oleh lingkungan kelembaban tinggi, sebagaimana yang terjadi pada baja Thyrodur 1730 mengalami kegagalan lebih cepat dengan meningkatnya kelembaban relatif lingkungan, tetapi baja HQ 705 mempunyai endurance limit yang lebih tinggi dari baja Thyrodur 1730 atau baja HQ 705 mempunyai kekuatan lelah lebih besar dari baja Thyrodur 1730, yang disebabkan oleh kekuatan tarik baja HQ 705 lebih tinggi dari kekuatan tarik baja Thyrodur Gambar 4.3. Hubungan antara Kekuatan Lelah baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 dengan Kelembaban Relatif pada Siklus 10 6

35 Gambar 4.3 menunjukkan hubungan antara kekuatan lelah baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 dengan kelembaban relatif lingkungan pada siklus Kekuatan lelah baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 menunjukkan penurunan atau dipengaruhi oleh lingkungan berkelembaban tinggi. Penurunan mulai terjadi pada kelembaban relatif 70% sampai kelembaban relatif 90%. Garis kurva penurunan kekuatan lelah baja HQ 705 mempunyai kemiringan lebih rendah dari kemiringan garis kurva baja Thyrodur 1730, sehingga dari kemiringan garis kurva ini diketahui bahwa penurunan kekuatan lelah baja HQ 705 lebih rendah dari penurunan kekuatan lelah baja Thyrodur 1730, yang dapat dihitung dengan selisih harga kekuatan lelah pada lingkungan kelembaban 90% dengan 70% dan diperoleh bahwa penurunan kekuatan lelah baja HQ 705 sebesar 25,92 %, dan penurunan kekuatan lelah baja Thyrodur 1730 sebesar 40,47 % Pembahasan Peninjauan penyebab penurunan kekuatan lelah baja HQ 705 yang lebih rendah dibandingkan baja Thyrodur 1730 dapat dibahas pada perbedaan yang terdapat pada baja HQ 705 yaitu baja HQ 705 sudah diberikan perlakuan treatment awal untuk meningkatkan kekuatan dan meningkatkan ketanggguhan material yang dijual ke konsumen, dengan kelebihan dari baja Thyrodur 1730 yaitu walaupun sudah diberikan perlakuan panas masih bisa dimesin dengan baik sebagaimana baja Tyhrodur 1730 hasil produksi yang belum diberikan perlakuan panas atau material yang masih membutuhkan perlakuan panas lanjutan untuk meningkatkan

36 kekuatan atau ketangguhan. Perbedaan ini memberikan perbedaan tingkat kekuatan lelah dan batas ketahanan baja, akan tetapi kedua baja tetap mengalami penurunan kekuatan lelah akibat pengaruh kelembaban tinggi yaitu pada kelembaban relatif 70% sampai 90%. Penurunan kekuatan lelah pada kelembaban relatif 70% sampai 90% ini disebut baja mengalami transisi tegangan sebagaimana pernyataan Ko Hang Nam (2003) terhadap baja High Carbon Chromium dilingkungan kelembaban relatif 85%. Transisi tegangan ini merupakan penurunan kekuatan lelah yang memindahkan batas kekuatan lelah pada tingkat yang lebih rendah. Baja HQ 705 mempunyai kekuatan lelah 25,92% lebih rendah dan baja Thyrodur ,47% lebih rendah dari batas kekuatan lelah yang harus dimiliki baja tersebut. Penurunan kekuatan lelah baja HQ 705 jika dibandingkan dengan penurunan kekuatan lelah baja TEW 6582 menunjukkan penurunan yang hampir sama tetapi berbeda dalam hal kekuatan tarik yaitu kekuatan tarik baja HQ 705 lebih besar dari kekuatan tarik baja TEW 6582, sehingga dari keadaan ini dapat dinyatakan bahwa pengaruh lingkungan kelembaban tinggi pada baja HQ 705 dan TEW 6582 adalah sama, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.4. tetapi terdapat perbedaan yang cukup besar pada baja Thyrodur 1730 yaitu terjadi penurunan kekuatan lelah lebih besar pada lingkungan kelembaban tinggi, yang menunjukkan baja Thyrodur 1730 sangat sensitif terhadap kelembaban tinggi dibandingkan baja HQ 705.

37 Kekuatan Lelah S, (M Pa) TEW 6582 EM S 45 S45C SS 400 HQ 705 Thy rodur R e la tive H u m id ity % Gambar 4.4. Hubungan antara Kekuatan Lelah baja HQ 705, baja Thyrodur 1730 TEW 6582, EMS 45, S45C, dan SS 400 dengan Kelembaban Relatif pada Siklus 10 6 Gambar 4.4 menunjukkan baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 mengalami transisi tegangan pada lingkungan kelembaban relatif 70% atau mengalai perubahan tegangan ke arah penurunan tegangan sampai pada kelembaban relatif 90%, sehingga daerah transisi berkisar antara kelembaban relatif 70% sampai 90%. Untuk mengetahui kenapa terjadi perbedaan penurunan kekuatan lelah pada baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 yang cukup besar, dapat ditinjau dengan pengamatan terhadap permukaan retak pada masing-masing material menggunakan

38 SEM (Scanning Electron Microscope). Pengamatan dilakukan terhadap spesimen yang mengalami perpatahan pada siklus di atas N = 10 6, sedangkan terhadap spesimen dengan siklus di bawah N = 10 6 tidak dilakukan pengamatan dengan SEM karena terjadinya perpatahan pada spesimen lebih besar disebabkan oleh pembebanan, sedangkan kelembaban belum berpengaruh karena lingkungan membutuhkan waktu untuk dapat menyebabkan korosi pada material, dan untuk spesimen dengan siklus di atas N = 10 7 tidak dilakukan pengamatan karena material yang telah melewati siklus N = 10 7 dianggap tidak akan mengalami perpatahan lagi. Gambar 4.5. Permukaan patah dari baja HQ 705 di lingkungan kelembaban relatif 90% pada N = 10 6, Temperatur 30 o C Pada Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa pada kelembaban relatif 90% baja HQ 705 mengalami keretakan yang cukup panjang dibandingkan kelembaban yang lebih rendah yaitu pada kelembaban relatif 85% yang dapat dilihat pada Gambar 4.6. dimana retakan terjadi menjalar tegak lurus pembebanan tarik dan sedikit bergeser

39 arahnya akibat pembebanan puntir. Retakan tampak dimulai dari titik ketidakmulusan bahan atau cacat titik yang dibentuk oleh korosi pada permukaan baja. Cacat titik yang berbentuk lobang ini disebut korosi pit yang ditimbulkan oleh lingkungan kelembaban tinggi. Dalil (2005) menemukan ukuran korosi pit yang terbentuk akan semakin besar dengan meningkatnya kelembaban relatif lingkungan. Arah retakan sejajar bidang slip akibat pembebanan rotating dan tegak lurus arah pembebanan bending. Dari arah retakan ini diasumsikan bahwa terjadinya keretakan tidak disebabkan pembebanan berlebih tetapi oleh siklus pembebenan berulang yang menyebabkan slip pada permukaan dan dengan adanya O 2 dan H 2 O dipermukaan baja pada kelembaban relatif yang tinggi terjadi korosi pada bidang slip yang terbuka. Lobang yang dibentuk oleh korosi ini menjadi inisial terbentuknya keretakan. Keretakan yang terbentuk akan bergerak lebih cepat menuju kedalam (dari permukaan menuju ketitik pusat specimen uji, Fuch, 1980). Penjalaran retak ini sangat cepat menyebabkan kegagalan, sehingga pada pembebanan fatik kegagalan terjadi secara tiba-tiba atau tanpa ada tanda-tanda awal yang dapat dilihat secara makro.

40 Gambar 4.6. Permukaan patah dari baja HQ 705 di lingkungan kelembaban relatif 85% pada N = 10 6, Temperatur 30 o C Keretakan yang terjadi pada Gambar 4.6, juga terjadi sebgaimana keretakan pada Gambar 4.5, tetapi denga lingkungan kelembaban yang lebih rendah sehingga jumlah uap air dan udara dipermukaan lebih sedikit yang memicu terjadinya keretakan dipermukaan baja. Keretakan tampak lebih halus dan pendek dibandingkan keretakan yang terlihat pada permukaan baja dilingkungan kelembaban relatif 90%. Gambar 4.7. Permukaan patah dari baja HQ 705 di lingkungan kelembaban relatif 80% pada N = 10 6, Temperatur 30 o C Keretakan yang ditunjukkan pada Gambar 4.7 adalah keretakan yang terjadi pada baja HQ 705 dilingkungan kelembaban relatif 80%. Keretakan terlihat lebih kecil dengan jumlah yang juga relatif lebih sedikit dibanding keretakan yang terjadi

41 pada kelembaban relatif 85%. Keretakan yang muncul sedikit tetapi bidang slip untuk inisial keretakan tampak cukup banyak. Bidang slip ini sangat potensial untuk tempat terjadinya keretakan dilingkungan kelembaban lebih tinggi dari 80% seperti pada Gambar 4.5, dimana keretakan tampak lebih jelas. Gambar 4.8. Permukaan patah dari baja HQ 705 di lingkungan kelembaban relatif 75% pada N = 10 6, Temperatur 30 o C Gambar 4.8 menunjukkan permukaan apath dari baja HQ 705 dilingkungan kelembaban relatif 75%. Keretakan tampak lebih halus dibandingkan keretakan yang ditunjukkan pada lingkungan kelembaban relatif lebih tinggi, tetapi bidang slip untuk inisial keretakan tampak dengan jelas didekat titik ketidakmulusan permukaan baja.

42 Gambar 4.9. Permukaan patah dari baja HQ 705 di lingkungan kelembaban relatif 70% pada N = 10 6, Temperatur 30 o C Gambar 4.9 menunjukkan permukaan patah dari baja HQ 705 dilingkungan kelembaban relatif 70%. Keretakan lebih halus dan lebih sedikit dibandingkan keretakan yang ditunjukkan pada lingkungan kelembaban relatif lebih tinggi, bidang slip sebagai inisial keretakan juga sedikit dan titik-titik ketidakmulusan permukaan juga tampak sedikit. Sehingga pada kelembaban relatif 70%, pengaruh kelembaban relatif belum besar pengaruhnya terhadap terjadinya keretakan, tetapi keretakan yang halus pada permukaan menunjukkan terdapat sedikit pengaruh kelembaban. Merujuk pada Gambar 4.8, keretakan yang halus pada permukaan baja dilingkungan kelembaban relatif 70% merupakan awal dari terjadinya transisi tegangan. Gambar Permukaan patah dari baja Thyrodur 1730 di lingkungan kelembaban relatif 90% pada N = 10 6, Temperatur 30 o C Gambar 4.10 menunjukkan permukaan patah dari baja Thyrodur 1730 dilingkungan kelembaban relatif 90%. Pada gambar tersebut terlihat keretakan yang cukup banyak dan tampak dengan jelas. Keretakan pada baja Thyrodur 1730 ini juga tampak lebih jelas dibandingkan keretakan yang muncul pada permukaan baja HQ

43 705 dilingkungan kelembaban relatif 90%. Dengan perbandingan keretakan yang tampak pada kedua baja akan memberikan informasi bahwa baja Thyrodur 1730 lebih mudah mengalami keretakan pada lingkungan relatif 90%, dan sesuai dengan Gambar 4.3, transisi tegangan yang terjadi pada baja Thyrodur 1730 jauh lebih besar dari transisi tegangan baja HQ 705, hal ini dibenarkan oleh ukuran dan jumlah keretakan yang terjadi pada permukaan kedua baja tersebut. Dengan kondisi permukaan baja Thyrodur 1730 dan baja HQ 705 dapat dinyatakan bahwa baja Thyrodur 1730 lebih sensitif terhadap kelembaban relatif yang tinggi dibandingkan baja HQ 705. Gambar Permukaan patah dari baja Thyrodur 1730 di lingkungan kelembaban relatif 85% pada N = 10 6, Temperatur 30 o C Gambar 4.11 menunjukkan permukaan baja Thyrodur 1730 dilingkungan kelembaban relatif 85%. Keretakan tampak lebih sedikit dibandingkan keretakan pada permukaan baja dilingkungan kelembaban relatif 90%, walaupun dalam ukuran panjang keretakan yang hampir sama. Sehingga kelembaban relatif sangat berpengaruh terhadap terjadinya keretakan pada baja. Pengaruh kelembaban relatif ini

44 sangat jelas pada baja Thyrodur 1730 dibandingkan baja HQ 705, dengan melihat perbedaan antara satu tingkat kelembaban relatif lingkungan pengujian. Sensitifnya baja Thyrodur 1730 terhadap kelembaban tinggi sudah terbukti dan perlu mendapat perhatian dalam pemakaian terhadap pengaruh lingkungan kerkelembaban. Gambar Permukaan patah dari baja Thyrodur 1730 di lingkungan kelembaban relatif 80% pada N = 10 6, Temperatur 30 o C Gambar 4.12 menunjukkan permukaan baja Thyrodur 1730 dilingkungan kelembaban relatif 80%. Keretakan terlihat panjangdan lebih halus dibandingkan keretakan pada lingkungan kelembaban relatif 80% dan 90%. Bidang slip tampak dengan jelas sebagai tempat munculnya keretakan.

45 Gambar Permukaan patah dari baja Thyrodur 1730 di lingkungan kelembaban relatif 75% pada N = 10 6, Temperatur 30 o C Gambar 4.13 menunjukkan permukaan baja Thyrodur 1730 dilingkungan kelembaban relatif 75%. Pada lingkungan relatif 75% ini terdapat perbedaan permukaan dengan lingkungan 80%, 85% dan 90%, yaitu keretakan yang muncul dan bidang slip permukaan yang sedikit. Titik-titik atau cacat permukaan terlihat dengan keretakan yang memanjang tetapi bidang slip dan keretakan halus sedikit terlihat, dan begitu juga pada Gambar 4.14 yang menunjukkan permukaan baja Thyrodur 1730 dilingkungan kelembaban relatif 70%. Sehingga dari kondisi ini dapat diinformasikan bahwa kelembaban relatif diatas 75% jauh lebih mempengaruhi baja Thyrodur 1730 dibandingkan dilingkungan kelembaban relatif lebih rendah. Gambar Permukaan patah dari baja Thyrodur 1730 di lingkungan kelembaban relatif 70% pada N = 10 6, Temperatur 30 o C Permukaan baja Thyrodur 1730 dilingkungan kelembaban relatif 70% seperti ditunjukkan pada Gambar 4.14 mempunyai keretakan yang lebih pendek dan dalam

46 jumlah yang sedikit. Bidang slip sebagai inisial keretakan pada permukaan tidak begitu terlihat, sehingga kelembaban relatif 70% ini tidak begitu mempengaruhi baja Thyrodur 1730, tetapi transisi tegangan dimulai dari kelembaban relatif 70% ini sesuai pada Gambar 4.3. Hasil pengamatan dengan SEM dari Gambar 4.5 sampai Gambar 4.14 telah diuraikan dan telah menunjukkan bahwa terdapat keretakan pada permukaan specimen. Baja HQ 705 pada Gambar 4.5 sampai Gambar 4.9 terlihat keretakan yang terjadi berbentuk memanjang tegak lurus pembebanan, dan baja Thyrodur pada Gambar 4.10 sampai Gambar 4.14 juga menunjukkan keretakan terjadi memanjang tetapi berbeda dalam ukuran dengan baja HQ 705. Keretakan baja Thyrodur 1730 lebih panjang dan lebih lebar ukuran serta jumlah retaknya dibandingkan baja HQ 705 terutama dilingkungan kelembaban relatif 90%. Dalam pengamatan dapat dinyatakan bahwa rendahnya kekuatan lelah baja Thyrodur 1730 tampak dari keretakan yang terjadi, dan dapat disimpulkan bahwa baja HQ 705 tahan terhadap keretakan dan mempunyai kekuatan lelah lebih tinggi. Tingginya kekuatan lelah baja HQ 705 jika ditinjau dari komposisi kimia karena baja HQ 705 mengandung unsur Ni sebanyak 1.43% dan Cr 1.44% sedangkan untuk baja Thyrodur tidak terdapat unsur-unsur tersebut. Sebagaimana disebutkan Shgley (1989) penambahan Cr akan memberikan baja bersifat liat dan meningkatkan kekerasan, Ni dapat meningkatkan kekuatan tanpa mengurangi sifat keliatan, dan dengan penambahan Ni-Cr secara bersamaan akan meningkatkan keliatan dan ketahanan terhadap aus. Dari komposisi kimia yang dimiliki oleh baja HQ 705 dapat

47 memberikan gambaran bahwa baja HQ 705 akan lebih tahan terhadap keretakan, karena untuk terjadinya retakan - retakan awal tersebut akan lebih sulit dibandingkan baja Thyrodur 1730, karena baja HQ 705 memiliki sifat tahan kehausan atau permukaan baja HQ 705 jauh lebih baik dari permukaan baja Thyrodur Pembentukan bidang slip pada baja HQ 705 lebih sulit dibandingkan pembentukan bidang slip pada baja Thyrodur 1730 karena sifat ketahanan aus permukaan ada pada baja HQ 705, walaupun pembebanan tetap menyebabkan terjadinya slip tetapi lapisan film permukaan baja HQ 705 lebih sulit terbuka untuk diserang oleh korosi dan penjalaran retaknya akan lebih lambat jika dibandingkan dengan baja Thyrodur Pada Gambar 4.5 sampai Gambar 4.14, dari hasil pengamatan SEM dapat dilihat bahwa terjadinya penurunan kekuatan lelah baja HQ 705 lebih rendah dari penurunan kekuatan lelah baja Thyrodur 1730 digambarkan karena keretakan yang terjadi pada baja Thyrodur 1730 lebih besar, lebih panjang mulai dari kelembaban 70% sampai 90% yang cendrung meningkat terus seiring kenaikan tingkat kelembaban relatif. Tetapi pada baja HQ 705 ukuran keretakan yang terjadi lebih kecil atau lebih halus dan lebih pendek, sehingga penurunan kekuatan lelah yang lebih rendah disebabkan keretakan pada baja HQ 705 lebih sulit terbentuk dibanding pada baja Thyrodur 1730.

48 Tabel 4.1 Jumlah dan Panjang Retak baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 pada N = 10 6 Lingkungan (RH) Panjang Retak (μm) HQ 705 Pada N = % 75 % 80 % 85 % 90 % Thyrodur 1730 Pada N = % 75 % 80 % 85 % 90 % Ukuran keretakan yang terjadi pada baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 ditunjukan pada Tabel 4.1 dan pada Gambar Pada tabel 4.1 terlihat bahwa jumlah keretakan yang paling banyak terjadi adalah pada kelembaban relatif 90% untuk kedua jenis baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730, sedangkan keretakan yang paling panjang adalah pada baja Thyrodur 1730 yang mencapai panjang keretakan maksimum 290 μm. Gambar 4.15 menunjukkan keretakan yang terjadi pada baja Thyrodur lebih besar dan lebih panjang dibandingkan keretakan yang terjadi pada baja HQ 705,

49 sehingga dari Tabel 4.1. dan Gambar 4.15 dapat dinyatakan bahwa penurunan kekuatan lelah baja Thyrodur 1730 lebih besar dari baja HQ 705 karena keretakan yang terjadi lebih besar dan lebih panjang pada lingkungan kelembaban tinggi Panjang Retak Maksimum m HQ705 Thyrodur 1730 Pada : N = 10 6 Siklus : Temperatur 30 o C y = x x y = x x Relative Humidity % Gambar Hubungan antara Panjang Retak Maksimum Baja HQ705 dan Baja Thyrodur 1730 dengan Kelembaban Relatif pada N = 10 6 siklus, Temperatur 30 o C Persentase penurunan kekuatan lelah baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 jika ditinjau terhadap kekuatan tarik dapat dilihat bahwa baja HQ 705 yang tergolong baja High Tensile Strength mempunyai kecendrungan penurunan kekuatan lelah dengan semakin besarnya kekuatan tarik. tetapi terdapat yang sangat besar terhadap baja Thyrodur 1730 dimana persentase penurunan kekuatan jauh lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. baja HQ705 (High Quality) untuk komponen konstruksi permesinan. Baja HQ705

BAB I PENDAHULUAN. baja HQ705 (High Quality) untuk komponen konstruksi permesinan. Baja HQ705 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemakaian baja sebagai komponen utama pada konstruksi permesinan industri sangat mempertimbangkan biaya investasi dan perawatan yang rendah serta mempunyai ketahanan

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TUGAS AKHIR TM091486

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TUGAS AKHIR TM091486 TUGAS AKHIR TM091486 STUDI EKSPERIMENTAL UMUR LELAH BAJA AISI 1045 AKIBAT PERLAKUAN PANAS HASIL FULL ANNEALING DAN NORMALIZING DENGAN BEBAN LENTUR PUTAR PADA HIGH CYCLE FATIGUE Oleh: Adrian Maulana 2104.100.106

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. waktu pada bulan Oktober hingga bulan Maret Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

III. METODOLOGI PENELITIAN. waktu pada bulan Oktober hingga bulan Maret Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini : III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada rentang waktu pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komponen mesin yang terbuat dari baja ini contohnnya poros, roda gigi dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komponen mesin yang terbuat dari baja ini contohnnya poros, roda gigi dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Baja AISI 1045 Pemilihan baja AISI 1045 karena baja ini banyak dipakai dalam pembuatan komponen-komponen permesinan, murah dan mudah didapatkan di pasaran. Komponen mesin yang terbuat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. akibat beban berulang ini disebut patah lelah (fatigue failures) karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. akibat beban berulang ini disebut patah lelah (fatigue failures) karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Fatik Fatik atau kelelahan merupakan fenomena terjadinya kerusakan material karena pembebanan yang berulang-ulang, diketahui bahwa apabila pada suatu logam dikenai tegangan berulang

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

Sidang Tugas Akhir (TM091486) Sidang Tugas Akhir (TM091486) Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Soeharto, DEA Oleh : Budi Darmawan NRP 2105 100 160 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada rentang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada rentang III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada rentang waktu pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami pembebanan yang terus berulang. Akibatnya suatu poros sering

I. PENDAHULUAN. mengalami pembebanan yang terus berulang. Akibatnya suatu poros sering I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Baja sangat memiliki peranan yang penting dalam dunia industri dimana banyak rancangan komponen mesin pabrik menggunakan material tersebut. Sifat mekanik yang dimiliki

Lebih terperinci

Kategori Sifat Material

Kategori Sifat Material 1 TIN107 Material Teknik Kategori Sifat Material 2 Fisik Mekanik Teknologi Kimia 6623 - Taufiqur Rachman 1 Sifat Fisik 3 Kemampuan suatu bahan/material ditinjau dari sifat-sifat fisikanya. Sifat yang dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Logam merupakan material kebutuhan manusia yang banyak penggunaannya

I. PENDAHULUAN. Logam merupakan material kebutuhan manusia yang banyak penggunaannya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam merupakan material kebutuhan manusia yang banyak penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu contoh logam yang sangat banyak penggunaannya ialah Baja. Baja

Lebih terperinci

DESIGN UNTUK KEKUATAN LELAH

DESIGN UNTUK KEKUATAN LELAH DESIGN UNTUK KEKUATAN LELAH Fatique Testing (Pengujian Lelah) Fatique Testing (Pengujian Lelah) Definisi : Pengujian kelelahan adalah suatu proses pengujian dimana material tersebut menerima pembebanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk diperkirakan kapan terjadinya, dan tidak dapat dilihat secara kasat mata

I. PENDAHULUAN. untuk diperkirakan kapan terjadinya, dan tidak dapat dilihat secara kasat mata I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak masalah yang timbul dalam pengerjaan mekanis di lapangan yang dialami oleh ahli-ahli teknis dalam bidangnya seperti masalah fatik yang sulit untuk diperkirakan kapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelasan merupakan proses penyambungan setempat dari logam dengan menggunakan energi panas. Akibat panas maka logam di sekitar lasan akan mengalami siklus termal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Fatigue Fatigue atau kelelahan adalah kerusakan material yang diakibatkan oleh adanya tegangan yang berfluktuasi yang besarnya lebih kecil dari tegangan tarik maksimum (ultimate

Lebih terperinci

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT.

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT. PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT. Hartono Program Diploma III Teknik Perkapala, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro ABSTRACT One of the usage

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Lampung. Sedangkan estimasi waktu penelitian dikisarkan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Lampung. Sedangkan estimasi waktu penelitian dikisarkan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Sedangkan estimasi waktu penelitian dikisarkan dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Logam merupakan salah satu jenis bahan yang sering dimanfaatkan untuk dijadikan peralatan penunjang bagi kehidupan manusia dikarenakan logam memiliki banyak kelebihan

Lebih terperinci

ANALISA KUAT LELAH KUNINGAN YELLOW BRASS C85700 PADA MESIN UJI ROTARY BENDING

ANALISA KUAT LELAH KUNINGAN YELLOW BRASS C85700 PADA MESIN UJI ROTARY BENDING ANALISA KUAT LELAH KUNINGAN YELLOW BRASS C8700 PADA MESIN UJI ROTARY BENDING Ade Irvan Tauvana Program Studi Teknik Mesin, Politeknik Enjinering Indorama irvan_teknikmesin@yahoo.co.id Abstrak Dalam dunia

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES LAKU PANAS QUENCHING AND PARTITIONING TERHADAP UMUR LELAH BAJA PEGAS DAUN JIS SUP 9A DENGAN METODE REVERSED BENDING

PENGARUH PROSES LAKU PANAS QUENCHING AND PARTITIONING TERHADAP UMUR LELAH BAJA PEGAS DAUN JIS SUP 9A DENGAN METODE REVERSED BENDING TUGAS AKHIR PENGARUH PROSES LAKU PANAS QUENCHING AND PARTITIONING TERHADAP UMUR LELAH BAJA PEGAS DAUN JIS SUP 9A DENGAN METODE REVERSED BENDING Oleh : Viego Kisnejaya Suizta 2104 100 043 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Potato peeler atau alat pengupas kulit kentang adalah alat bantu yang digunakan untuk mengupas kulit kentang, alat pengupas kulit kentang yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi dapat didefinisikan sebagai penurunan mutu suatu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, yang melibatkan pergerakan ion logam ke dalam larutan

Lebih terperinci

PERENCANAAN ELEMEN MESIN RESUME JURNAL BERKAITAN DENGAN POROS

PERENCANAAN ELEMEN MESIN RESUME JURNAL BERKAITAN DENGAN POROS Judul : PERENCANAAN ELEMEN MESIN RESUME JURNAL BERKAITAN DENGAN POROS ANALISA KEKUATAN PUNTIR DAN KEKUATAN LENTUR PUTAR POROS BAJA ST 60 SEBAGAI APLIKASI PERANCANGAN BAHAN POROS BALING-BALING KAPAL Pengarang

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA HASIL PENGELASAN BAJA ST 37 DITINJAU DARI KEKUATAN TARIK BAHAN

STUDI PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA HASIL PENGELASAN BAJA ST 37 DITINJAU DARI KEKUATAN TARIK BAHAN STUDI PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA HASIL PENGELASAN BAJA ST 37 DITINJAU DARI KEKUATAN TARIK BAHAN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik IMBARKO NIM. 050401073

Lebih terperinci

Materi #2 TIN107 Material Teknik 2013 SIFAT MATERIAL

Materi #2 TIN107 Material Teknik 2013 SIFAT MATERIAL #2 SIFAT MATERIAL Material yang digunakan dalam industri sangat banyak. Masing-masing material memiki ciri-ciri yang berbeda, yang sering disebut dengan sifat material. Pemilihan dan penggunaan material

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Baja adalah sebuah senyawa antara besi (Fe) dan karbon (C), dimana sering

I. PENDAHULUAN. Baja adalah sebuah senyawa antara besi (Fe) dan karbon (C), dimana sering I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Baja adalah sebuah senyawa antara besi (Fe) dan karbon (C), dimana sering juga ditambahkan unsur lain untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu yang dikehendaki. Baja merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 1029 DENGAN METODA QUENCHING DAN MEDIA PENDINGIN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN MAKRO STRUKTUR

PENGARUH PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 1029 DENGAN METODA QUENCHING DAN MEDIA PENDINGIN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN MAKRO STRUKTUR PENGARUH PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 1029 DENGAN METODA QUENCHING DAN MEDIA PENDINGIN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN MAKRO STRUKTUR Oleh : Nofriady. H 1 dan Sudarisman 2 Jurusan Teknik Mesin 1 - Mahasiswa Teknik

Lebih terperinci

KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI DARI SERANGAN SCC Ishak `*) ABSTRAK

KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI DARI SERANGAN SCC Ishak `*) ABSTRAK Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol 2 No. 3 Juni 2004 ISSN 1693-248X KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK * Ir. Soewefy, M.Eng, ** Indra Prasetyawan * Staff Pengajar Jurusan Teknik Perkapalan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Motor

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Motor BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Pada perancangan suatu kontruksi hendaknya mempunyai suatu konsep perencanaan. Untuk itu konsep perencanaan ini akan membahas dasar-dasar teori

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Mesin

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Mesin 38 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung dan Bengkel Pengecoran logam di Tanjung Bintang. Sedangkan waktu

Lebih terperinci

PERANCANGAN MESIN UJI LELAH BAJA POROS DENGAN PEMBEBANAN PUNTIR DINAMIS

PERANCANGAN MESIN UJI LELAH BAJA POROS DENGAN PEMBEBANAN PUNTIR DINAMIS Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 06, No. 4, Oktober 2017 258 PERANCANGAN MESIN UJI LELAH BAJA POROS DENGAN PEMBEBANAN PUNTIR DINAMIS Udur Januari Hutabarat, Melvin Bismark H. Sitorus Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam proses pembuatan komponen-komponen atau peralatan-peralatan permesinan dan industri, dibutuhkan material dengan sifat yang tinggi maupun ketahanan korosi yang

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Studi Corrosion Fatigue Pada Sambungan Las SMAW Baja API 5L Grade X65 Dengan Variasi Waktu Pencelupan Dalam Larutan HCl

Tugas Akhir. Studi Corrosion Fatigue Pada Sambungan Las SMAW Baja API 5L Grade X65 Dengan Variasi Waktu Pencelupan Dalam Larutan HCl Tugas Akhir Studi Corrosion Fatigue Pada Sambungan Las SMAW Baja API 5L Grade X65 Dengan Variasi Waktu Pencelupan Dalam Larutan HCl Oleh : Wishnu Wardhana 4305 100 024 Dosen Pembimbing: Murdjito, M.Sc.

Lebih terperinci

Sifat Sifat Material

Sifat Sifat Material Sifat Sifat Material Secara garis besar material mempunyai sifat-sifat yang mencirikannya, pada bidang teknik mesin umumnya sifat tersebut dibagi menjadi tiga sifat. Sifat sifat itu akan mendasari dalam

Lebih terperinci

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan IRWNS 213 Analisa Deformasi Material 1MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda Muhammad Subhan Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Manufaktur Negeri Bangka Belitung, Sungailiat, 33211

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Baja karbon AISI 1045 adalah jenis baja yang tergolong dalam baja paduan

I. PENDAHULUAN. Baja karbon AISI 1045 adalah jenis baja yang tergolong dalam baja paduan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Baja karbon AISI 1045 adalah jenis baja yang tergolong dalam baja paduan karbon sedang yang banyak digunakan sebagai bahan utama pada mesin seperti poros, gear, dan batang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah logam. Seiring dengan jaman yang semakin maju, kebutuhan akan logam menjadi semakin tinggi.

Lebih terperinci

Perpatahan Rapuh Keramik (1)

Perpatahan Rapuh Keramik (1) #6 - Mechanical Failure #2 1 TIN107 Material Teknik Perpatahan Rapuh Keramik (1) 2 Sebagian besar keramik (pada suhu kamar), perpatahan terjadi sebelum deformasi plastis. Secara umum konfigurasi retakan

Lebih terperinci

PENGARUH TEGANGAN DALAM (INTERNAL STRESS) TERHADAP LAJU KOROSI PADA BAUT

PENGARUH TEGANGAN DALAM (INTERNAL STRESS) TERHADAP LAJU KOROSI PADA BAUT PENGARUH TEGANGAN DALAM (INTERNAL STRESS) TERHADAP LAJU KOROSI PADA BAUT Toto Rusianto Jurusan Teknik Mesin, FTI, IST AKPRIND Yogyakarta Email: totorusianto@yahoo.com ABSTRACT Stress Corrosion Craking

Lebih terperinci

RISK ASSESSMENT OF SUBSEA GAS PIPELINE PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA Tbk.

RISK ASSESSMENT OF SUBSEA GAS PIPELINE PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA Tbk. RISK ASSESSMENT OF SUBSEA GAS PIPELINE PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA Tbk. Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Oleh : Ilham Khoirul

Lebih terperinci

ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK

ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK SALMON PASKALIS SIHOMBING NRP 2709100068 Dosen Pembimbing: Dr. Hosta Ardhyananta S.T., M.Sc. NIP. 198012072005011004

Lebih terperinci

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

TEORI SAMBUNGAN SUSUT TEORI SAMBUNGAN SUSUT 5.1. Pengertian Sambungan Susut Sambungan susut merupakan sambungan dengan sistem suaian paksa (Interference fits, Shrink fits, Press fits) banyak digunakan di Industri dalam perancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti pada saat ini, banyak orang beranggapan bahwa kesehatan merupakan sesuatu hal yang sangat mahal. Kesehatan seseorang bisa terganggu akibat

Lebih terperinci

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER Ferry Budhi Susetyo Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : fbudhi@unj.ac.id Abstrak Rust remover akan menghilangkan seluruh karat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rotating bending. Dalam penggunaannya pengaruh suhu terhadap material

I. PENDAHULUAN. rotating bending. Dalam penggunaannya pengaruh suhu terhadap material I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai elemen mesin yang berfungsi untuk meneruskan daya, poros menerima beban yang terkombinasi berupa beban puntir dan beban lentur yang berulangulang (fatik). Kegagalan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB IV HASIL DAN ANALISA Bab IV. Hasil dan Analisa 59 BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian 4.1.1.Hasil Pengujian Dengan Metoda Penetrant Retakan 1 Retakan 2 Gambar 4.1. Hasil Pemeriksaan dengan Metoda Penetrant pada Pengunci

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Gas HHO merupakan hasil dari pemecahan air murni ( H 2 O (l) ) dengan proses

BAB II LANDASAN TEORI. Gas HHO merupakan hasil dari pemecahan air murni ( H 2 O (l) ) dengan proses BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Gas HHO Gas HHO merupakan hasil dari pemecahan air murni ( H 2 O (l) ) dengan proses elektrolisis air. Elektrolisis air akan menghasilkan gas hidrogen dan gas oksigen, dengan

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Oleh : Agus Solehudin Dipresentasikan pada : Seminar Nasional VII Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat

BAB I PENDAHULUAN. mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baut adalah salah satu komponen pengikat, banyak digunakan dalam industri mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat ditemukan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH ANNEALING 290 C PADA PELAT ALUMINUM PADUAN (Al-Fe) DENGAN VARIASI HOLDING TIME 30 MENIT DAN 50 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh

Lebih terperinci

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO EFEK WAKTU PERLAKUAN PANAS TEMPER TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN IMPAK BAJA KOMERSIAL Bakri* dan Sri Chandrabakty * Abstract The purpose of this paper is to analyze

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Uji Korosi Dari pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil berupa data hasil perhitungan weight loss, laju korosi dan efisiensi inhibitor dalam Tabel

Lebih terperinci

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la Pengelasan upset, hampir sama dengan pengelasan nyala, hanya saja permukaan kontak disatukan dengan tekanan yang lebih tinggi sehingga diantara kedua permukaan kontak tersebut tidak terdapat celah. Dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baja nirkarat austenitik AISI 304, memiliki daya tahan korosi lebih baik dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air laut.

Lebih terperinci

ANALISA UMUR PEMAKAIAN SCREW PRESS PADA MESIN PENGEKSTRAKSI MINYAK MENTAH KELAPA SAWIT

ANALISA UMUR PEMAKAIAN SCREW PRESS PADA MESIN PENGEKSTRAKSI MINYAK MENTAH KELAPA SAWIT ANALISA UMUR PEMAKAIAN SCREW PRESS PADA MESIN PENGEKSTRAKSI MINYAK MENTAH KELAPA SAWIT Tekad Sitepu Sta Pengajar Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Abstrak Worm Screw Press

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

Asyari D. Yunus - Struktur dan Sifat Material Universitas Darma Persada - Jakarta

Asyari D. Yunus - Struktur dan Sifat Material Universitas Darma Persada - Jakarta Perbedaannya pada spesimen diletakan. Pada uji impak yang diukur adalah energi impak dan disebut juga ketangguhan takik ( notch toughness ). Bahan yang diuji diberi takik, kemudian dipukul sampai patah

Lebih terperinci

MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS) #2

MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS) #2 #5 MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS) #2 Perpatahan Rapuh Keramik Sebagian besar keramik (pada suhu kamar), perpatahan terjadi sebelum deformasi plastis. Secara umum konfigurasi retakan untuk 4 metode

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS 28 BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS 4.1 Kondisi Operasi Kondisi operasi dan informasi teknis dari sampel sesuai dengan data lapangan dapat dilihat pada Tabel 3.1, sedangkan posisi sample dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Biomaterial adalah substansi atau kombinasi beberapa subtansi, sintetis atau

BAB I PENDAHULUAN. Biomaterial adalah substansi atau kombinasi beberapa subtansi, sintetis atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biomaterial adalah substansi atau kombinasi beberapa subtansi, sintetis atau alami, yang dapat digunakan untuk setiap periode waktu, secara keseluruhan atau sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/naval JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro ISSN 2338-0322 Analisa Kekuatan Tarik, Kekuatan Lentur

Lebih terperinci

STUDI EKONOMIS PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA

STUDI EKONOMIS PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA STUDI EKONOMIS PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA OLEH : NICKY ERSANDI NRP. 4105 100 041 DOSEN PEMBIMBING : DONY SETYAWAN, ST., M.Eng 1. PENDAHULUAN A. Latar belakang Material kapal harus

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Material Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Material Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Produksi dan Laboratorium Material Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. B. Bahan Adapun bahan yang

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL

PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL Mahasiswa Febrino Ferdiansyah Dosen Pembimbing Ir. Rochman Rochiem, M.

Lebih terperinci

RPKPS (RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER)

RPKPS (RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER) RPKPS (RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER) 1. Nama Mata Kuliah : Bahan Teknik I 2. Kode/SKS : DTM 1105, 2 SKS, 32 jam 3. Prasyarat : - 4. Status Matakuliah : Pilihan / Wajib (coret yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Baja Nirkarat Austenitik Kandungan unsur dalam logam mempengaruhi ketahanan logam terhadap korosi, dimana paduan dengan unsur tertentu lebih tahan korosi dibanding logam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian terhadap las gesek telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian tentang parameter kekuatan tarik, kekerasan permukaan dan struktur

Lebih terperinci

Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A1011 Menggunakan Mata Bor HSS

Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A1011 Menggunakan Mata Bor HSS Jurnal Mechanical, Volume 5, Nomor 2, September 214 Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A111 Menggunakan Mata Bor HSS Arinal Hamni, Anjar Tri Gunadi, Gusri Akhyar Ibrahim Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Sistem Transmisi

BAB II DASAR TEORI Sistem Transmisi BAB II DASAR TEORI Dasar teori yang digunakan untuk pembuatan mesin pemotong kerupuk rambak kulit adalah sistem transmisi. Berikut ini adalah pengertian-pengertian dari suatu sistem transmisi dan penjelasannya.

Lebih terperinci

Pertemuan <<22>> <<PENCEGAHAN KOROSI>>

Pertemuan <<22>> <<PENCEGAHAN KOROSI>> Matakuliah Tahun : Versi : / : Pertemuan 1 Learning Outcomes Pada akhir pertemuan ini, diharapkan mahasiswa akan mampu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA ALAT DAN MATERIAL PENELITIAN 1. Material Penelitian Tipe Baja : AISI 1045 Bentuk : Pelat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja AISI 1045 Pelat AISI 1045 Unsur Nilai Kandungan Unsur

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L

STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 13 No. 1 Januari 2017; 10-14 STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L Ojo Kurdi Departement Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

Handout. Bahan Ajar Korosi

Handout. Bahan Ajar Korosi Handout Bahan Ajar Korosi PENDAHULUAN Aplikasi lain dari prinsip elektrokimia adalah pemahaman terhadap gejala korosi pada logam dan pengendaliannya. Berdasarkan data potensial reduksi standar, diketahui

Lebih terperinci

DESAIN PROSES LAS PENGURANG PELUANG TERJADINYA KOROSI. Abstrak

DESAIN PROSES LAS PENGURANG PELUANG TERJADINYA KOROSI. Abstrak Seminar Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 2015-JTM Polinema 36 DESAIN PROSES LAS PENGURANG PELUANG TERJADINYA KOROSI 1 Muhammad Akhlis Rizza, 2 Agus Dani 1,2 Teknik Mesin Politeknik Negeri Malang, Jl.

Lebih terperinci

BAB II PENGUJIAN-PENGUJIAN PADA MATERIAL

BAB II PENGUJIAN-PENGUJIAN PADA MATERIAL BAB II PENGUJIAN-PENGUJIAN PADA MATERIAL Kekerasan Sifat kekerasan sulit untuk didefinisikan kecuali dalam hubungan dengan uji tertentu yang digunakan untuk menentukan harganya. Harap diperhatikan bahwa

Lebih terperinci

2.1 DEFINISI DAN MEKANISME KOROSI

2.1 DEFINISI DAN MEKANISME KOROSI BAB II DASAR TEORI 2.1 DEFINISI DAN MEKANISME KOROSI Korosi dapat didefinisikan sebagai kerusakan atau berkurangnya mutu suatu material baik material logam maupun non logam karena bereaksi dengan lingkungannya.

Lebih terperinci

BAB 5 POROS (SHAFT) Pembagian Poros. 1. Berdasarkan Pembebanannya

BAB 5 POROS (SHAFT) Pembagian Poros. 1. Berdasarkan Pembebanannya BAB 5 POROS (SHAFT) Definisi. Poros adalah suatu bagian stasioner yang beputar, biasanya berpenampang bulat dimana terpasang elemen-elemen seperti roda gigi (gear), pulley, flywheel, engkol, sprocket dan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip Kerja Mesin Perajang Singkong. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai beberapa komponen, diantaranya adalah piringan, pisau pengiris, poros,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Fatik Fatik atau kelelahan merupakan fenomena terjadinya kerusakan material karena pembebanan yang berulang-ulang, diketahui bahwa apabila pada suatu logam dikenai tegangan berulang

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI Teknika : Engineering and Sains Journal Volume, Nomor, Juni 207, 67-72 ISSN 2579-5422 online ISSN 2580-446 print PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH Sumidi, Helmy Purwanto 1, S.M. Bondan Respati 2 Program StudiTeknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) Sudaryatno Sudirham ing Utari Mengenal Sifat-Sifat Material (1) 16-2 Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) BAB 16 Oksidasi dan Korosi Dalam reaksi kimia di mana oksigen tertambahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian ilmu logam bagian yaitu: Didasarkan pada komposisi logam dan paduan dapat dibagi menjadi dua - Logam-logam besi (Ferrous) - Logam-logam bukan besi (non ferrous)

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu (Askeland, 1985). Hasil

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-73 Analisis Perbandingan Pelat ASTM A36 antara di Udara Terbuka dan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat Yanek Fathur Rahman,

Lebih terperinci

Analisis Kegagalan pada Shaft Gearbox Mesin Palletizer di PT Holcim Tbk Tuban

Analisis Kegagalan pada Shaft Gearbox Mesin Palletizer di PT Holcim Tbk Tuban F68 Analisis Kegagalan pada Shaft Gearbox Mesin Palletizer di PT Holcim Tbk Tuban Asia, Lukman Noerochim, dan Rochman Rochiem Departemen Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS, Kampus ITS-Keputih Sukolilo,

Lebih terperinci

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM BAB VI L O G A M Baja banyak di gunakan dalam pembuatan struktur atau rangka bangunan dalam bentuk baja profil, baja tulangan beton biasa, anyaman kawat, atau pada akhir-akhir ini di pakai juga dalam bentuk

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur Mikronya

Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur Mikronya JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-42 Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penggunaan logam dalam perkembangan teknologi dan industri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penggunaan logam dalam perkembangan teknologi dan industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan logam dalam perkembangan teknologi dan industri sebagai salah satu material penunjang sangat besar peranannya, akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari banyak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah dalam penelitian adalah parameter proses pengerjaan dalam pengelasan gesek sangatlah kurang terutama pada pemberian gaya pada

Lebih terperinci

1 BAB IV DATA PENELITIAN

1 BAB IV DATA PENELITIAN 47 1 BAB IV DATA PENELITIAN 4.1 Pengumpulan Data Dan Informasi Awal 4.1.1 Data Operasional Berkaitan dengan data awal dan informasi mengenai pipa ini, maka didapat beberapa data teknis mengenai line pipe

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Analisa Kegagalan Pengumpulan data awal kegagalan Uji komposisi Pengamatan Strukturmikro Analisa Kegagalan (ASM Metal Handbook vol 11, 1991) Uji Kekerasan Brinel dan Uji Tensile 13

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proses Celup panas (Hot Dipping) Pelapisan hot dipping adalah pelapisan logam dengan cara mencelupkan pada sebuah material yang terlebih dahulu dilebur dari bentuk padat menjadi

Lebih terperinci

ESTIMASI UMUR FATIK MENGGUNAKAN PEMBEBANAN ROTATING BENDING PADA MATERIAL SS 304

ESTIMASI UMUR FATIK MENGGUNAKAN PEMBEBANAN ROTATING BENDING PADA MATERIAL SS 304 ESTIMASI UMUR FATIK MENGGUNAKAN PEMBEBANAN ROTATING BENDING PADA MATERIAL SS 304 Oleh Alim Mardhi dan Roziq Himawan Pusat Teknologi Reaktor Dan Keselamatan Nuklir BATAN ABSTRAK ESTIMASI UMUR FATIK MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik Definisi 2 Metal Alloys (logam paduan) adalah bahan campuran yang mempunyai sifat-sifat logam, terdiri dari dua atau lebih unsur-unsur, dan sebagai unsur utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proses akhir logam (metal finishing) merupakan bidang yang sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proses akhir logam (metal finishing) merupakan bidang yang sangat luas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses akhir logam (metal finishing) merupakan bidang yang sangat luas, yang dimana tujuan utamanya adalah untuk mencegah logam dengan korosifnya, namun juga mendapatkan

Lebih terperinci