Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan tutupan lahan dapat terjadi secara sistematik dan non-sistematik.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014).

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan

TINJAUAN PUSTAKA. proyek-proyek pengembangan wilayah. Survei dan pemetaan tanah merupakan

KONSEP EVALUASI LAHAN

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Berdasarkan TUJUAN evaluasi, klsifikasi lahan, dibedakan : Klasifikasi kemampuan lahan Klasifikasi kesesuaian lahan Kemampuan : penilaian komponen lah

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

8/19/2015 SENAWI SNHB-FKT-UGM

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

11. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

Analisis Kesesuaian Lahan Pertanian dan Perkebunan

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pasir Pantai. hubungannya dengan tanah dan pembentukkannya.

Contents 11/11/2012. Variabel-variabel Kemampuan Lahan. Land Capability

Klasifikasi Kemampuan Lahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung,

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. satu dokumentasi utama sebagai dasar dalam proyek-proyek pengembangan

TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

EVALUASI LAHAN H n e d n r d o r o M u M r u t r i t a i n a t n o t, o, M. M S. c

LOGO Potens i Guna Lahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Kesesuaian Lahan Jagung Pada Tanah Mineral dipoliteknik Pertanian Negeri Payakumbuh

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Lahan adalah suatu daerah dipermukaan bumi dengan sifat- sifat tertentu yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

Mela Febrianti * 1. Pendahuluan. Abstrak KESESUAIAN LAHAN

Kesesuian lahan untuk tanaman tebu dipolitani

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lahan dapat disebutkan sebagai berikut : manusia baik yang sudah ataupun belum dikelola.

Pemetaan Tanah.

KESESUAIAN LAHAN DI POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH UNTUK BUDIDAYA KEDELAI

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) tanaman kelapa sawit diantaranya Divisi Embryophyta Siphonagama, Sub-devisio

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

TATA CARA PENELITIAN

Kesesuaian Lahan Kayu Manis di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju

TINJAUAN PUSTAKA. yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini maka akan

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. langsung kelapangan. Data yang diperoleh berupa data fisik, kimia, biologi,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Lahan pesisir Pantai Desa Bandengan,

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

Kesesuian lahan untuk tanaman papaya dan durian dipolitani

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Spermatophyta, subdivisio Angiospermae, class Monocotyledoneae, family

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016)

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY mulai

TINJAUAN PUSTAKA Kemampuan Lahan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api,

Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kacang Tanah di Desa Sampuran, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C)

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

IV. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

PEMETAAN MANUAL KEMAMPUAN LAHAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH DENGAN METODE DESCRITIF

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Metode Penelitian. diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari

Karakteristik dan Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai & Bawang Merah Dr. Dedi Nursyamsi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

Kesesuaian Lahan tanaman kopi di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Sub Kelas : Commelinidae. Famili : Poaceae Genus : Triticum Spesies : Triticum aestivum L.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Pisang. Pertumbuhan tanaman pisang sangat dipengaruhi faktor-faktor yang

TINJAUAN PUSTAKA. di laboratorium, yang dilakukan secara sistematis dengan metode-metode tertentu

EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DENGAN FOTO UDARA Oleh : Hendro Murtianto

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Singkong. prasejarah. Potensi singkong menjadikannya sebagai bahan makanan pokok

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanah dan Lahan

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Kesesuaian LahanTanaman Kelapa Sawit Di lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Lailatul Husna *

BAB I PENDAHULUAN I.1.

II. TINJAUAN PUSTAKA. air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, curah hujan yang

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanah dan Lahan. bumi, yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik, serta mempunyai sifat

Transkripsi:

Evaluasi Lahan Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan merupakan proses penilaian atau keragaab lahan jika diperlukan untuk tujuan tertentu, yang meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei dan studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim, dan aspek lahan lainnya, agar dapat mengidentifikasi dan membuat perbandingan berbagai penggunaan lahan yang dikembangkan. Berdasarkan tujuan evaluasi, klasifikasi lahan dapat berupa klasifikasi kemampuan lahan atau klasifikasi kesesuaian lahan (Arsyad, 2006). Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1994) dalam Sitorus, dkk (2006) mengatakan bahwa penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan penutup lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Satuan-satuan penutup lahan kadang-kadang juga bersifat penutup lahan alami. Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan adalah upaya pengelompokan berbagai jenis penutup lahan/penggunaan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu. Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh untuk tujuan pemetaan penutup lahan/penggunaan lahan. Karakteristik Lahan

Karakteristik lahan merupakan sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi. Setiap satuan peta lahan/tanah yang dihasilkan dari kegiatan survei atau pemetaan sumber daya lahan, karakteristik lahan dapat dirinci dan diuraikan yang mencakup keadaan fisik lingkungan dan tanahnya. Data tersebut dapat digunakan untuk keperluan interpretasi dan evaluasi lahan bagi komoditas tertentu. Karakteristik lahan yang digunakan adalah: temperatur udara, curah hujan, lamanya masa kering, kelembaban udara, drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah, ketebalan gambut, kematangan gambut, kapasitas tukar kation liat, kejenuhan basa, ph H 2 O, C-organik, salinitas, alkalinitas, kedalaman bahan sulfidik, lereng, bahaya erosi, genangan, bahaya di permukaan, dan singkapan batuan (Djaenudin, dkk., 2003). Persyaratan Penggunaan Lahan/Persyaratan Tumbuh Tanaman Persyaratan tumbuh atau persyaratan penggunaan lahan diperlukan oleh masing-masing komoditas (pertanian, peternakan, perikanan, dan kehutanan) mempunyai batas kisaran minimum, optimum, dan maksimum. Untuk menentukan kelas kesesuaian lahan, persyaratan tersebut dijadikan dasar dalam menyusun kriteria kelas kesesuaian lahan, yang dikaitkan dengan kualitas dan karakteristik lahan. Kualitas lahan yang optimum bagi kebutuhan tanaman atau penggunaan lahan tersebut merupakan batasan bagi kelas kesesuaian lahan yang paling sesuai (S1), sedangkan kualitas lahan di bawah optimum merupakan batasan kelas kesesuaian lahan antara kelas yang cukup sesuai (S2), dan atau sesuai marginal (S3). Di luar batasan tersebut merupakan lahan-lahan yang secara fisik tergolong tidak sesuai (N). Semua jenis komoditas, termasuk tanaman pertanian, dan perikanan berbasis lahan untuk dapat tumbuh atau hidup dan

berproduksi memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu, terdiri atas energi radiasi, temperatur (suhu), kelembaban, oksigen, hara, dan kualitas media perakaran yang ditentukan oleh drainase, tekstur, struktur dan konsistensi tanah, serta kedalaman efektif tanah (Rayes, 2007). Land System Land system menurut Christian and Stewart (1968) dalam RePPProt (1988) menganggap ada hubungan yang erat antara tipe batuan, hidroklimat, landform, tanah. Oleh karena itu, sistem lahan yang sama akan mencerminkan kesamaan potensi serta faktor-faktor pembatasnya di mana pun sistem lahan tersebut dijumpai. Sistem lahan yang sama diakui di mana pun kombinasi yang sama, faktor ekologi atau lingkungan tersebut terjadi. Sebuah sistem lahan karena itu tidak unik hanya untuk satu wilayah, tapi di semua bidang memiliki sifat lingkungan yang sama. Land system atau sistem lahan menurut Reinberger (1999) adalah pengelompokkan tanah dalam mengenali pola tanah yang dapat dibedakan secara nyata dalam susunan tanah di suatu daerah yaitu kandungan mineral batuan induknya. Diantaranya adalah batuan kapur, marmer, kuarsa, batuan basalt, granit, batuan sedimen dan metamorf. Perbedaan kandungan mineral dalam batuan mempengaruhi karakteristik fisik dan kimia tanah diantaranya tekstur, struktur, drainase, dan ketersediaan unsur hara. Penyebab utama perbedaan susunan tanah pada daerah hingga pada ketinggian 3.400 m di atas permukaan laut adalah faktor temperatur dan variasi banyaknya hujan. Kedua faktor tersebut mempengaruhi produksi bahan organik, susunan lempung, pencucian unsur hara dan tingkat erosi. Keadaan kemiringan lahan dan tingkat erosi mempengaruhi kedalaman dan

kompleksitas profil tanah. Dengan demikian tingkat erosi rata-rata sebanding dengan ketinggian suatu daerah. Klasifikasi Kemampuan Lahan Klasifikasi kemampuan lahan (Land Capability Classification) adalah penilaian lahan (komponen-komponen lahan) secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari. Kemampuan lahan dipandang sebagai kapasitas lahan itu sendiri untuk suatu macam atau tingkat penggunaan umum. Perbedaan dalam kualitas tanah dan bentuk lahan (land form) seringkali merupakan penyebab utama terjadinya perbedaan satuan peta tanah dalam suatu areal (Arsyad, 2006). Kemampuan penggunaan lahan adalah suatu sistematika dari berbagai penggunaan lahan berdasarkan sifat-sifat yang menentukan potensi lahan untuk berproduksi secara lestari. Lahan diklasifikasikan atas dasar penghambat fisik. Sistem klasifikasi ini membagi lahan menurut faktor-faktor penghambat serta potensi bahaya lain yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Jadi, hasil klasifikasi ini dapat digunakan untuk menentukan arahan penggunaan lahan secara umum misalnya untuk budidaya tanaman semusim, perkebunan, hutan produksi, dan sebagainya (Wahyuningrum, dkk. 2003). Struktur Klasifikasi Kemampuan Lahan Lahan dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama yaitu kelas, subkelas, dan satuan kemampuan (capability units) atau satuan pengelolaan (management unit). Pengelompokkan di dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor

penghambat. Tanah dikelompokkan ke dalam delapan kelas yang ditandai dengan huruf romawi dari I sampai VIII. Ancaman kerusakan atau hambatan meningkat berturut-turut dari kelas I sampai kelas VIII (Arsyad, 2006). Pengelompokan ke dalam kelas kemampuan lahan didasarkan pada besarnya faktor pembatas atau kendala (penghambat). Dalam klasifikasi ini, tanah atau lahan dikelompokkan ke dalam kelas menggunakan huruf romawi (I sampai dengan VIII). Tanah dalam kelas I tidak memiliki pembatas utama bagi pertumbuhan tanaman, sedangkan tanah yang termasuk dalam kelas VIII memiliki pembatas yang sangat berat sehingga tidak memungkinkan untuk pertanian atau produksi tanaman secara komersial. Dengan demikian, semakin tinggi kelasnya (semakin besar angka kelas) semakin rendah kualitas lahannya (Rayes, 2007). Pengelompokan di dalam subkelas didasarkan atas jenis faktor penghambat atau ancaman. Terdapat empat jenis utama penghambat atau ancaman yang dikenal, yaitu ancaman erosi, ancaman kelebihan air, pembatas perkembangan akar tanaman, dan pembatas iklim (Arsyad, 2006). Lahan digolongkan menjadi kelas, sub kelas, dan satuan pengelolaan berdasarkan faktor pembatas yang ada dalam sistem USDA. Faktor pembatas yang digunakan adalah faktor-faktor atau sifat tanah dan lahan yang berpengaruh terhadap erosi, disebut sebagai faktor pembatas utama. Dalam sistem yang dikembangkan USDA, digunakan tiga sifat yang menyatakan kualitas tanah, yaitu kedalaman efektif, tekstur, dan permeabilitas tanah, serta dua sifat yang menyatakan kualitas lahan, yaitu kemiringan dan tingkat erosi yang telah terjadi. Pada sistem yang digunakan di Indonesia ditambahkan drainase sebagai faktor pembatas (Utomo, 1989).

Kelas Kemampuan Lahan Arsyad (2006) mengemukakan delapan kelas kemampuan lahan yang dapat dilihat pada Tabel 1. Kelas kemampuan lahan memiliki masing-masing faktor penghambat yang mempengaruhi penggunaan lahannya. Tabel 1. Kelas Kemampuan Lahan No. Kelas Ciri-Ciri 1. I Mempunyai sedikit penghambat yang membatasi penggunaannya, sesuai untuk berbagai penggunaan pertanian, mulai dari tanaman semusim (dan tanaman pertanian pada umumnya), tanaman rumput, padang rumput hutan produksi, dan cagar alam. 2. II Memiliki beberapa hambatan atau ancaman kerusakan yang mengurangi pilihan penggunaannya atau mengakibatkannya memerlukan tindakan konservasi yang sedang. 3. III Mempunyai hambatan yang berat yang mengurangi pilihan pengunaan atau memerlukan tindakan konservasi khusus atau keduanya. Hambatan yang terdapat pada tanah dalam lahan kelas III membatasi lama penggunaannya bagi tanaman semusim, waktu pengolahan, pilihan tanaman atau kombinasi pembatas-pembatas tersebut. 4. IV Dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman pertanian dan pada umumnya tanaman rumput, hutan produksi, padang penggembalaan, hutan lindung dan cagar alam. 5. V Tidak terancam erosi akan tetapi mempunyai hambatan lain yang tidak praktis untuk dihilanghkan yang membatasi pilihan pengunaannya sehingga hanya sesuai untuk tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi atau hutan lindung dan cagar alam. 6. VI Mempunyai hambatan yang berat yang menyebabkan tanah-tanah ini tidak sesuai untuk pengunaan pertanian. Penggunaannya terbatas untuk tanaman rumput atau padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, atau cagar alam. 7. VII Tidak sesuai untuk budidaya pertanian, Jika digunakan untuk padanag rumput atau hutan produksi harus dilakukan dengan usaha pencegahan erosi yang berat. 8. VIII Tidak sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih sesuai untuk dibiarkan dalam keadaan alami. Lahan kelas VIII bermanfaat sebagai hutan lindung, tempat rekreasi atau cagar alam. Sumber: Arsyad (2006) Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan

Kriteria faktor pembatas yang menentukan kelas atau subkelas maupun satuan kemampuan lahan menurut Arsyad (2006), yaitu: 1. Iklim Dua komponen iklim yang paling mempengaruhi kemampuan lahan, yaitu temperature dan curah hujan. Temperatur yang rendah mempengaruhi jenis dan pertumbuhan tanaman. Di daerah tropika yang paling penting mempengaruhi temperatur udara adalah ketinggian letak suatu tempat dari permukaan laut. Udara yang bebas bergerak akan turun temperaturnya pada umumnya dengan 1 0 C untuk setiap 100 m naik di atas permukaan laut. Penyediaan air secara alami berupa curah hujan yang terbatas atau rendah di daerah agak basah (sub humid), agak kering (semi arid), dan kering (arid) mempengaruhi kemampuan tanah. 2. Lereng, Ancaman Erosi dan Erosi yang Telah Terjadi Kerusakan tanah oleh erosi sangat nyata mempengaruhi penggunaan tanah, cara pengelolaan atau keragaan (kinerja) tanah disebabkan oleh alasan-alasan berikut: Suatu kedalaman tanah yang cukup harus dipelihara agar didapatkan produksi tanaman yang sedang sampai tinggi. Kehilangan lapisan tanah oleh erosi mengurangi hasil tanaman. Kehilangan unsur hara oleh erosi adalah penting tidak saja oleh karena pengaruhnya terhadap hasil tanaman akan tetapi juga oleh karena diperlukan biaya penggantian unsur hara tersebut untuk dapat memelihara hasil tanaman yang tinggi.

Kehilangan lapisan permukaan tanah merubah sifat-sifat fisik lapisan olah yang akan sangat jelas kelihatan pada tanah yang lapisan bawah bertekstur lebih halus. Kehilangan tanah oleh erosi menyingkap lapisan bawah yang memerlukan waktu dan perlakuan yang baik untuk dapat menjadi media pertumbuhan yang baik bagi tanaman. Bangunan-bangunan pengendalian air dapat rusak oleh sedimen yang berasal dari erosi. Jika terbentuk parit-parit oleh erosi (gully) maka akan lebih sulit pemulihan tanah untuk menjadi produktif kembali. Kecuraman lereng, panjang lereng dan bentuk lereng semuanya mempengaruhi besarnya erosi dan aliran permukaan. Kecuraman lereng tercacat atau dapat diketahui pada peta tanah. 3. Kedalaman Tanah (k) Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman, yaitu kedalaman sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus oleh akar tanaman. Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah sampai sejauh mana tanah dapat ditumbuhi akar, menyimpan cukup air dan hara, umumnya dibatasi adanya kerikil dan bahan induk atau lapisan keras yang lain, sehingga tidak lagi dapat ditembus akar tanaman (Utomo, 1989). 4. Tekstur Tanah (t) Tekstur tanah adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi kapasitas tanah untuk menahan air dan permeabilitas tanah serta berbagai sifat fisik dan kimia tanah lainnya.

5. Permeabilitas (p) Permeabilitas merupakan kemampuan tanah untuk melalukan air dan udara (Utomo, 1989). 6. Drainase (d) Drainase adalah kondisi mudah tidaknya air menghilang dari permukaan tanah yang mengalir melalui aliran permukaan atau melalui peresapan ke dalam tanah (Utomo, 1989). Klasifikasi Kesesuaian Lahan Kesesuaian lahan menurut FAO (1976) dalam Rahmawaty (2010) merupakan tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan (land suitability) merupakan kecocokan (adaptability) suatu lahan untuk tujuan penggunaan tertentu, melalui penentuan nilai (kelas) lahan serta pola tata guna lahan yang dihubungkan dengan potensi wilayahnya, sehingga dapat diusahakan penggunaan lahan yang lebih terarah berikut usaha pemeliharaan kelestariannya (Fauzi, dkk. 2009). Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut FAO (1976) dalam Djaenudin (2003), dapat dibedakan menurut tingkatannya sebagai berikut: (1) Ordo menunjukkan keadaan kesesuaian secara umum. Pada tingkat ordo, kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan yang tergolong tidak sesuai (N). (2) Klas menunjukkan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Pada tingkat kelas, lahan yang tergolong sesuai (S) dibedakan dalam tiga kelas, yaitu:

a. Lahan sangat sesuai (S1) yaitu lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas yang bersifat minor dan tidak akan mereduksi produktivitas lahan secara nyata. b. Cukup sesuai (S2) yaitu lahan yang mempunyai faktor pembatas dan perpengaruh terhadap produktivitasnya serta memerlukan tambahan masukan. Pembatas ini biasanya dapat dibatasi petani sendiri. c. Sesuai marginal (S3) yaitu lahan yang mempunyai faktor pembatas yang berat dan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas, diperlukan modal yang tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan pemerintah atau pihak swasta. d. Tidak sesuai (N) yaitu lahan yang mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan sulit diatasi. (3) Sub-klas menunjukkan keadaan tingkatan dalam kelas kesesuian lahan. Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan yang menjadi faktor pembatas terberat (4) Unit menunjukkan tingkatan dalam subkelas didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. Dalam praktek evaluasi lahan, kesesuaian lahan pada kategori unit ini jarang digunakan.

Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan Aplikasi GIS telah digunakan di banyak bidang, seperti: pertanian, militer, pemasaran minyak tanah, transportasi, lingkungan, dan ilmu kehutanan. Cruz (1990) dalam Rahmawaty (2009) sebagai contoh, menggunakan GIS untuk penggolongan kemampuan lahan dan penilaian kesesuaian penggunaan lahan di Ibulao di bagian Pilipina. Pada sisi lain, Oszaer (1994) dalam Rahmawaty (2009) menggunakan GIS untuk menggolongkan penggunaan lahan yang ada, yaitu mengevaluasi kemampuan lahan, dan menilai kesesuain penggunaan lahan di Waeriupa, Kairatu, Seram, Maluku, Indonesia. Harjadi, B (2007) menggunakan aplikasi penginderan jauh dan SIG untuk penetapan tingkat kemampuan penggunaan lahan (KPL) di DAS Nawagaon Maskara, Saharanpur-India. Rahmawaty (2009) menggunakan aplikasi GIS sebagai informasi sistem lahan (land system) yang digunakan sebagai dasar penyusunan peta kesesuaian lahan di DAS Besitang. Fauzi, dkk (2009) menggunakan aplikasi GIS untuk menganalisis kesesuaian lahan wilayah pesisir Kota Bengkulu. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) menjanjikan pengelolaan sumber daya dan pembuatan model terutama model kuantitatif menjadi lebih mudah dan sederhana. SIG merupakan suatu cara yang efisien dan efektif untuk mengetahui karakteristik lahan suatu wilayah dan potensi pengembangannya. Salah satu kemampuan penting dari SIG adalah kemampuannya dalam melakukan analisis dan pemodelan spasial untuk menghasilkan informasi baru (Fauzi, dkk. 2009).

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem pengelolaan informasi yang juga menyediakan fasilitas analisis data. Sistem ini sangat bermanfaat dalam perencanaan dan pengelolaan SDA, antara lain untuk aplikasi inventarisasi dan monitoring hutan, kebakaran hutan, perencanaan penebangan hutan, rehabilitasi hutan, Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS), dan konservasi keragaman hayati. Untuk SIG bisa dipakai secara efektif untuk membantu perencanaan dan pengelolaan SDA diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan keterampilan yang memadai (Puntodewo, dkk., 2010).