BAB I PENDAHULUAN. Prioritas kebijakan pembangunan pendidikan ( education development policy ) di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) di suatu negara, maka tentu saja

B A B I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia selalu berperan aktif dalam setiap kegiatan. suatu organisasi. Keberadaan sumber daya manusia dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keterkaitan secara sinergis, antara lain kebijakan, kurikulum, tenaga pendidik dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I P E N D A H U L U A N. pengetahuan dan keahlian ( skill and knowledge ) yang dibutuhkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. maju dapat dilihat dari mutu pendidikannya. Menurut data Organisasi Pendidikan,

TESIS. Diajukan untuk memenuhi sebagian Persyaratan Guna Mendapatkan. Gelar Magister Manajemen Pendidikan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. analisis data yang telah dikemukakan pada Bab I, II, III, dan IV, maka beberapa

PEACE International School. -Sekolah Bertaraf Internasional- BAB I PENDAHULUAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan deskripsi hasil penelitian dan pembahasan mengenai implementasi

PROGRAM PRIORITAS PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembelajaran Di SMK Negeri 13 dan SMK Negeri 8 Bandung. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang pada umumnya wajib dilaksanakan. globalisasi, maka pendidikan juga harus mampu menjawab kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

LANDASAN DAN PENTAHAPAN PERINTISAN SBI. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional

Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional

PENDAHULUAN. pendidikan bagus, maka bagus pula kualitas peradaban bangsa tersebut. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Era persaingan global menuntut pendidikan yang berkualitas. Pendidikan

PENGARUH PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001: 2008 TERHADAP KINERJA GURU DI SMK NEGERI 1 SEDAYU BANTUL JURNAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kualitas (mutu) yang dapat diterima oleh masyarakat secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM). Untuk itu perlu langkah strategis pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

KEBIJAKAN STRATEGIS DI BIDANG PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sebabnya adalah karena dari tahun ke tahun lulusan sekolah, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa diharapkan mampu memberikan peran dan andil dalam akselerasi

BAB I PENDAHULUAN. program peningkatan mutu pendidikan, di antaranya adalah program

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan Dosen pasal 34 ayat 1 mengamanatkan bahwa, pemerintah daerah wajib

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai ikhtisar yang memberikan fakta tentang hal-hal khusus. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sangat ketat dalam segala aspek kehidupan. Menurut Zuhal (Triwiyanto,

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

Bab 6 INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR. A. Tujuan dan Sasaran Strategis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan dianggap sebagai sebagai suatu investasi yang paling berharga

BAB V PEMBAHASAN TEMUAN PENELITIAN. dan lingkungan mengalir melalui tahap-tahap yang saling berkaitan ke arah

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) merupakan upaya. pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia agar

Optimalisasi Program Kemitraan RSBI dengan PT dalam Rangka Menuju SBI Mandiri

BAB III METODE PENELITIAN. hendaknya metode penulisan dengan memperhatikan kesesuaian antara objek yang

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang. kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya.

Seminar Internasional, ISSN Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan praktik penyelenggaraan dari Sekolah Bertaraf Internasional

BAB IV BAB IV LANGKAH-LANGKAH TEROBOSAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dalam pengelolaan organisasi sekolah agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan tenaga - tenaga terampil dan cerdas di dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. langsung terhadap perkembangan manusia, terutama perkembangan seluruh aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan Alam (MIPA) dan Teknologi Informasi dan Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan wahana yang sangat strategis dalam

KEPUASAN SISWA TEKNIK PEMESINAN TERHADAP PENGEMBANGAN KEAHLIAN DI SMK NASIONAL BERBAH SLEMAN. Oleh: Jeffri Setiawan *) dan Edy Purnomo, M.

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat

BAB I PENDAHULUAN. manajemen, dan sumber daya manusia (SDM). Untuk memenuhi hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dana, manajemen dan lingkungan sudah memadai (Widyastono,

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi pertumbuhan individu (Mudjahardjo, 2008: 56). Dalam arti sederhana

I. PENDAHULUAN. Guru sains adalah salah satu komponen penting dalam meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan berkualitas merupakan suatu hal yang sangat diharapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah memberikan kontribusi yang besar dalam membangun

I. PENDAHULUAN. Kurikulum Indonesia telah mengalami sepuluh kali perubahan, yaitu Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Suatu pengelolaan pendidikan yang terencana dan terorganisir dalam suatu sekolah

PENGELOLAAN PENERIMAAN SISWA BARU BERBASIS SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001 : 2008 Studi Situs SMK 1 Blora Tahun 2010 TESIS

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi yang melanda dunia membawa berbagai konsekuensi logis bagi

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan bermutu yang didasarkan pada Standar Nasional Pendidikan

JURNAL SKRIPSI. Oleh Nuryadin Bambang Sutjiroso

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat

BAB I PENDAHULUAN. khususnya kebutuhan akan pendidikan sebagai suatu investasi. Oleh karena itu,

KATA PENGANTAR. menengah.

METODE PENELITIAN. Bagian ketiga ini akan membahas beberapa hal mengenai metode penelitian,

ANALISIS PERBANDINGAN EVALUASI DIRI SEKOLAH DENGAN AKREDITASI SEKOLAH

ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN ATAS KUALITAS JASA PADA PERGURUAN TINGGI DENGAN PROGRAM STUDI BERAKREDITASI A DAN BERAKREDITASI B

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang.

I. PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan pendidikan nasional adalah bagaimana meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

KEBIJAKAN SARANA PRASARANA UNTUK SEKOLAH SWASTA

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara sehingga muncul slogan Quality is everybody business, dimana

BAB I PENDAHULUAN. karena pendidikan merupakan salah satu modal utama dalam pembangunan. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kompetitif. Dengan semakin berkembangnya era sekarang ini membuat kinerja

BAB I PENDAHULUAN. awal untuk meningkatkan sumber daya manusia. adalah satu bidang yang tidak mungkin bisa lepas dari kemajuan IPTEK, maka

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Agus Komar, 2013

I. PENDAHULUAN. manusia menjadi semakin beragam dan kompleks sifatnya. Berbagai hal sebisa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, sudah banyak perusahaan atau lembaga-lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan merupakan sebuah. persoalan kompleks, karena untuk mewujudkannya dibutuhkan saling

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. demokratis serta bertanggung jawab. 1

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di segala bidang. Hal ini juga berdampak pada kondisi lingkungan bisnis

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prioritas kebijakan pembangunan pendidikan ( education development policy ) di Indonesia bergeser dari kebijakan pemerataan ( even distribution policy ) ke kebijakan mutu ( quality policy ). Realisasi kebijakan pemerataan pendidikan, selama rezim orde baru, diarahkan kepada pemberantasan buta huruf dan pembangunan sarana-prasarana sekolah melalui Instruksi Presiden (INPRES). Untuk penambahan fasilitas pendidikan Darmaningtyas (1999:23) memaparkan data, bahwa : Dalam kurun waktu 25 tahun (1972 1997) dibangun 150.595 gedung SD, 20.544 gedung SLTP, 8.690 gedung SMTA dan 40 PTN. Sedangkan kini kebijakan mutu diisyaratkan adanya berbagai gerakan-gerakan mutu, diantaranya pembentukan Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) melalui PP RI No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). Kemudian pada tingkat satuan sekolah, khususnya SMK, Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional menetapkan, melalui Keputusan Nomor : 4294/ C5.3/Kep/KU/2009, sebanyak 182 SMK di seluruh Indonesia menjadi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Menteri Pendidikan Nasional pada Upacara Peringatan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2009, mengemukakan : Dalam peningkatan mutu dan daya saing pendidikan dengan pendekatan komprehensif telah dilakukan terhadap semua satuan pendidikan, dengan hasil sebagai berikut pada akhir 2008. Sekolah dengan acuan mutu standar pelayanan minimal (SPM), tingkat SD sebanyak 35.995 (24%), SMP 24.296 (84,19%), SMA 2.725 (28,63%), dan SMK 3.682 (53,19%). Sekolah dengan acuan rintisan sekolah standar nasional (RSSN), dan SMK 2.140 (30,92%). Sekolah dengan acuan mutu standar nasional (SSN), dan SMK 800 (11,56%). Sekolah dengan acuan mutu rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI), SMK 300 (4,33%). 1

Landasan formal penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) juga dapat ditemui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, dan Renstra Depdiknas Tahun 2005-2010. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 ayat (3) Pasal 50 menyatakan bahwa, pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi suatu satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Demikian pula Ayat (1) Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 mengamanatkan bahwa : pemerintah bersama-sama pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi suatu satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Penyelenggaraan SBI bertujuan untuk menghasilkan lulusan berkelas nasional dan internasional sekaligus. Kualifikasi lulusan yang bertaraf nasional secara jelas telah dirumuskan dalam UU No. 20/2003, dijabarkan dalam PP 19/2005 dan secara rinci dalam Permendiknas No. 23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Sebagaimana Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005-2010, bahwa : penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional (SBI) didasari oleh tiga alasan yaitu (1) kebutuhan sumber daya manusia (SDM) di era global, (2) adanya dasar hukum yang kuat, dan (3) landasan filosofi eksistensialisme dan esensialisme (fungsionalisme). Terkait dengan hal tersebut, dalam laporan Satuan Tugas Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan di Indonesia (1997:6) mengemukakan bahwa : Meningkatnya persaingan global maupun regional yang akan dihadapi Indonesia, membutuhkan tingkat pelatihan keterampilan kejuruan yang memadai dengan materi tentang metode terbaik (best practice) dan berkualitas. Pada akhirnya pelatihan dapat diintegrasikan ke dalam prakarsa untuk meningkatkan mutu proses.mendapatkan sertifikat ISO, sebagai bagian dari pemasaran internasionalnya memerlukan pelatihanpelatihan yang mengintegrasikan perbaikan cara kerja dan kendali mutu. 2

Lembaga sekolah melakukan standarisasi manajemen mutu, untuk kemudian mendapatkan pengakuan sertifikat ISO 9001 : 2000 dalam kerangka kebijakan SBI. Dengan memiliki sertifikat itu diharapkan konsumen, lembaga pemakai lulusan dan masyarakat, percaya bahwa sekolah meletakkan kepuasan konsumen sebagai sasaran utamanya. Namun demikian, bagaimanakah proses pendidikan yang bermutu dalam kontek penyelenggaraan SBI dan implementasi ISO itu? Inilah suatu pertanyaan yang singkat dan nampak sederhana, tetapi diperlukan jawaban yang luas dan rumit ( complex ), karena banyak aspek yang terkait, dan banyak variable yang harus diteliti dan dikaji. Edward Sallis (2008:51) mengemukakan bahwa: beberapa kebingungan terhadap pemaknaan mutu biasa muncul karena mutu dapat digunakan sebagai suatu konsep yang secara bersama-sama absolut dan relatif. Zuhrawaty (2009:1) mengemukakan, bahwa : Berbagai upaya dilakukan oleh organisasi atau perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan, antara lain, penerapan Sistem Manajemen Mutu yang efektif serta perbaikan yang terus menerus. Program implementasi Sistem Manajemen Mutu dalam kerangka kebijakan SBI tersebut pada dasarnya guna menjawab upaya pencapaian mutu pendidikan yang dimaksud. Namun demikian, menurut pengamatan empiris penulis, dalam implementasi persyaratan-persyaratan yang termaktub pada sistem manajemen mutu, umumnya manajemen lembaga pendidikan (sekolah) dalam hal memahami persyaratan mutu tersebut lebih mengutamakan memahami maksud persyaratan mutu daripada apa yang disyaratkan untuk mutu. Apa yang disyaratkan mutu lebih urgen dalam proses mutu karena dari persepsi inilah muncul indikator-indikator mutu. Dengan demikian, jika pencapaian mutu kurang maka langkah yang jelas dan cepat dilakukan perbaikan. Sedangkan pemahaman tentang maksud persyaratan mutu, manajemen pendidikan hanya baru mendeskripsikan dokumen-dokumen mutu dari penjabaran klausal- 3

klausal. Hal tersebut didukung oleh fakta bahwa kebijakan pemerintah tentang implementasi ISO 9001 : 2000 akan segera diganti dengan ISO 9001 : 2008. Sejalan dengan hal tersebut di atas, Edward Sallis memandang pentingnya evaluasi dalam implementasi sistem manajemen mutu pada suatu organisasi. Sallis (2008:236) mengemukakan, bahwa : Sistem mutu selalu membutuhkan rangkaian umpan balik evaluasi adalah elemen kunci dalam perencanaan strategis. Berdasarkan pandangan ini, implementasi sistem manajemen apapun yang terkait dengan pengelolaan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan harus dikaji (review) untuk mengetahui efektivitasnya. Tanpa pengkajian dan penelitian, sulit diketahui apakah sistem manajemen mutu itu berjalan sebagaimana mestinya atau tidak. Untuk itulah penulis menilai urgen dan strategis meneliti tentang implementasi Sistem Manajemen Mutu. Secara eksplisit judul penelitian ini adalah Evaluasi Terhadap Implementasi Sistem Manajemen Mutu ( Suatu Penelitian Evaluatif Berdasarkan Stake s Countenance Model pada SMK Negeri 1 Kota Cirebon). B. Identifikasi Masalah dan Fokus Penelitian Implementasi sistem manajemen mutu yang dijelaskan dalam ISO 9001 : 2000 dan ISO 9001 : 2008 menuntut kecermatan kita, baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, audit dan reviu maupun perbaikan. ISO 9001:2000 berisi persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh lembaga atau sekolah, namun ia tidak menjelaskan metode untuk menerapkan sistemnya. Oleh karena itu penerapan persyaratan ISO 9001:2000 untuk klausa tertentu pada suatu lembaga dengan lembaga lain yang menerapkan ISO yang sama akan memiliki metode yang berbeda, tetapi kedua lembaga itu memenuhi persyaratan dan dapat disertifikasi. Hal tersebut tentu saja dari kedua lembaga itu akan memiliki kualitas sistem manajemen mutu yang berbeda. 4

Kualitas melalui ISO 9001:2000 pada suatu lembaga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya : (1) Alasan lembaga menerapkan ISO 9001, apakah karena tuntutan customer, karena keinginan internal, atau hanya mengikuti kecenderungan (trend); dan (2) Pemahaman tentang filosofi dari setiap persyaratan ISO 9001:2000. Lembaga yang sudah menerapkan ISO 9001:2000 masih menunjukkan kinerja secara internal maupun eksternal kurang baik, seperti : kebiasaan terlambat, lulusan kurang berkualitas, dan respon organisasi lambat. Penyebabnya bukan teretak pada persyaratan ISO 9001:2000, tetapi cara menerapkan persyaratan tersebut. Penerapan clause tidak optimal karena terfokus pada pemenuhan persyaratan legal. Rancangan sistem manajemen mutu yang dibuat menjadi birokratis, sistem lembaga semakin terasa birokratis dan memperlambat atau mempersulit pelaksanaan aktivitas itu sendiri, bahkan bisa jadi implementasi ISO adalah beban tambahan yang belum tahu apa manfaat nyatanya. Sejalan dengan uraian tersebut di atas, masalah implementasi di Sekolah yang timbul dapat diidentifikasi : Bagaimanakah proses persiapan pelaksanaan ISO 9001:2000 di sekolah? Bagaimanakah persyaratan dokumentasi dirumuskan oleh sekolah? Bagaimana klausul persaratan ISO 9001:2000 dapat dipahami dan dipenuhi oleh organisasi sekolah? Bagaimanakah tanggung jawab Top Manajemen, Manajemen Sumber Daya, dan realisasi produk terkait dengan jasa pendidikan? Efektifkah metode yang diterapkan dalam sistem manajemen mutu tersebut? Dengan demikian, masalah umumnya adalah apakah konsep ISO 9001:2000 sebagai proses standarisasi mutu pelayanan pendidikan di sekolah dilaksanakan secara baik? Demikian luasnya masalah yang terkait dengan program implementasi ISO tersebut, baik dari sasaran, obyek maupun ruang lingkupnya. Oleh karena itu, penelitian ini 5

memfokuskan pada masalah penelitian : Bagaimanakah keterlaksanaan implementasi sistem manajemen mutu di SMK Negeri 1 Kota Cirebon yang sesuai dengan apa yang disyaratkan oleh klausal-klausal ISO 9001:2000 atau ISO 9001:2008? Selanjutnya, ketika penulis telah menetapkan fokus masalah penelitian sebagaimana tersebut di atas, maka pertanyaan yang muncul adalah bagimana model penelitian yang digunakan. Dalam kaitan pertanyaan tersebut, penulis menggunakan Stake s Countenance Model. C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi dan fokus penelitian maka pertanyaan penelitian dapat dirumuskan. Fungsi pertanyaan penelitian adalah untuk menjelaskan apa yang akan diupayakan dengan penelitian itu ( Alwasilah, 2000 : 131). Rumusan pertanyaan penelitian tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah keterlaksanaan implementasi sistem manajemen mutu di SMKN 1 Kota Cirebon (aspek observations) terhadap rumusan mutu (aspek intents) yang telah ditetapkan oleh Manajemen ISO 9001:2000, baik pada tahap evaluasi Antecedents, Transactions maupun Outcomes? 2. Bagaimanakah kesesuaian antara rumusan mutu (aspek intents) yang telah ditetapkan oleh Manajemen ISO 9001 :2000 terhadap apa yang disyaratkan oleh klausal-klausal pada ISO tersebut? 3. Bagaimanakah kesesuaian antara aspek intents, aspek observations dan aspek standards dalam program implementasi sistem manajemen mutu di SMKN 1 Kota Cirebon? D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian secara umum adalah mendeskripsikan tentang keterlaksanaan implementtasi sistem manajemen mutu di SMK Negeri 1 Kota Cirebon. 6

Sedangkan tujuan penelitian secara khusus : 1. Mengetahui keterlaksanaan implementasi sistem manajemen mutu di SMKN 1 Kota Cirebon (aspek observations) terhadap rumusan mutu (aspek intents) yang telah ditetapkan oleh Manajemen ISO 9001:2000, baik pada tahap evaluasi Antecedents, Transactions maupun Outcomes. 2. Mengetahui kesesuaian antara rumusan mutu (aspek intents) yang telah ditetapkan oleh Manajemen ISO 9001 :2000 terhadap apa yang disyaratkan oleh klausal-klausal pada ISO tersebut. 3. Mengetahui kesesuaian antara aspek intents, aspek observations dan aspek standards dalam program implementasi sistem manajemen mutu di SMKN 1 Kota Cirebon. E. Indikator Keberhasilan Program Berdasarkan fokus penelitian dan tujuan penelitian, beberapa indikator keberhasilan implementasi sistem manajemen mutu adalah sebagai berikut : 1. Implementasi persyaratan sesuai dengan apa yang disyaratkan dalam sistem manajemen mutu. 2. Orientasi proses mutu beracuan pada kriteria kepuasan pelanggan (customer). 3. Mampu membuat sistem kerja dalam organisasi sekolah menjadi standar kerja yang terdokumentasi. 4. Meningkatkan semangat kerja guru dan karyawan sekolah karena ada kejelasan kerja sehingga tercapai efesiensi. 5. Dipahaminya berbagai kebijakan dan prosedur operasi yang berlaku di seluruh organisasi sekolah. 6. Meningkatkan pengawasan terhadap pengelolaan pekerjaan. 7

7. Termonitornya kualitas pelayanan organisasi terhadap mitra kerja. 8. Menggunakan metode-metode yang efektif dalam rangka memenuhi persyaratanpersyaratan yang termaktub pada sistem manajemen mutu. F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pendidikan kejuruan umumnya, khususnya pada SMKN 1 Kota Cirebon, baik secara teoritis maupun praktis : 1. Secara teoritis, diharapkan berguna sebagai bahan untuk memperjelas konsepsi implementasi ISO 9001:2000 dan ISO 9001 : 2008 di SMK Negeri 1 Kota Cirebon. Kemudian, dapat memberikan kontribusi yang Insya Allah berarti bagi pengembangan hasanah ilmu pendidikan, khususnya pendidikan kejuruan. 2. Secara praktis, dapat dipergunakan sebagai salah satu bahan informasi kepada pihak: a) Pengambil keputusan terkait dengan penyususnan program pendidikan kejuruan, yaitu; 1) Kepala SMKN 1 Cirebon sebagai penyelenggara program pendidikan di Sekolah. 2) Kepala Dinas Pendidikan Kota Cirebon. 3) Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat melalui Kepala Sub Dinas Pendidikan Kejuruan. 4) Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. 5) Siswa sebagai peserta didik di SMKN 1 Cirebon. 8

G. Anggapan Dasar Anggapan dasar atau asumsi merupakan titik pangkal penelitian. Riduwan (2008 : 30) mengemukakan bahwa ; Asumsi dapat berupa teori, evidensi-evidensi dan dapat pula pemikiran peneliti sendiri. Adapun materinya, asumsi tersebut harus sudah merupakan sesuatu yang tidak perlu dipersoalkan atau dibuktikan lagi kebenarannya dirumuskan sebagai landasan hipotesis. Bertitik tolak dari masalah penelitian, Arikunto (2002:58) menjelaskan, bahwa ; yang dipikirkan selanjutnya adalah suatu gagasan tentang letak persoalan atau masalahnya dalam hubungan yang lebih luas peneliti harus dapat memberikan sederetan asumsi yang kuat tentang kedudukan permasalahannya. Berdasarkan kedua pendapat tersebut maka asumsi merupakan konsep yang beracuan dari masalah penelitian yang selanjutnya berguna sebagai landasan yang kokoh untuk merumuskan hipotesis penelitian. Anggapan dasar atau asumsi penelitian ini dirumuskan sebaga berikut : 1) Sebab-sebab kurang terlaksananya implementasi suatu program, khususnya implementasi sistem manajemen mutu, dapat dianalisis dengan mencermati kesenjangan (gaps) antara rumusan kebijakan mutu yang telah ditetapkan dengan realisasi, apa yang sebenarnya terjadi, baik pada tahap sebelum program dilaksanakan (aspek antecedents), tahap pelaksanaan program (aspek transactions) maupun tahap setelah pelaksanaan program (aspek outcomes). Selanjutnya, rumusan kebijakan mutu tersebut juga harus ditinjau kesenjangannya dengan rumusan standards, dalam hal ini adalah dokumen ISO 9001:2000 atau ISO 9001:2008. 2) Menentukan tingkat keterlaksanaan dari program implementasi akan lebih baik jika peneliti menggunakan model evaluasi program menggunakan Stake s Countenance Model. tertentu, dalam kaitan ini penulis 9

H. Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah sembilangan jawaban tentatif atau sementara terhadap pertanyaan penelitian itu (Alwasilah, 2000 :132). Berdasarkan kajian teoritis, pertanyaan penelitian, nilai signifikansi (α) = 0,05, dan kriteria minimal ketercapaian program implementasi sistem manajemen mutu di SMK Negeri 1 Cirebon sebesar 75 % dari nilai ideal aspek intents atau aspek standards, maka penulis menetapkan hipotesis penelitian sebagai berikut : 1. Terdapat ketidaksesuaian yang signifikan antara aspek observations dengan aspek intents pada tahap Antecedents dalam program implementasi sistem manajemen mutu di SMK Negeri 1 Cirebon. Hipotesis statistik Ho : ρ a = ρ o dan Ha : ρ a < ρ o 2. Terdapat ketidaksesuaian yang signifikan antara aspek observations dengan aspek intents pada tahap Transactions dalam program implementasi sistem manajemen mutu di SMK Negeri 1 Cirebon. Hipotesis statistik Ho : ρ t = ρ o dan Ha : ρ t < ρ o 3. Terdapat ketidaksesuaian yang signifikan antara aspek observations dengan aspek intents pada tahap Outcomes dalam program implementasi sistem manajemen mutu di SMK Negeri 1 Cirebon. Hipotesis statistik Ho : ρ oc = ρ o dan Ha : ρ oc < ρ o I. Metode Penelitian Terkait dengan metode penelitian pendidikan, Sugiyono (2008 : 6) mengemukakan, bahwa: Metode Penelitian Pendidikan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan. 10

Metode penelitian juga dipengaruhi oleh paradigma model dan pendekatan penelitian yang dipilih. Selain berperan sebagai rujukan dan sudut pandang, paradigma juga pembatas ruang dan gerak peneliti (Alwasilah, 2008 : 78). Dalam penelitian ini, paradigma penelitian adalah metode penelitian evaluasi. Riduwan (2004:53) mengemukakan, bahwa : Penelitian evaluasi dapat dinyatakan juga sebagai evaluasi, tetapi dalam hal lain juga dapat dinyatakan sebagai penelitian. Sebagai evaluasi berarti hal ini merupakan bagian dari proses pembuatan keputusan, yaitu membandingkan suatu kejadian, kegiatan, produk dengan standar program yang telah ditetapkan. Evaluasi sebagai penelitian berarti menjelaskan fenomena. Metode penelitian evaluasi termasuk penelitian kuantitatif, sebagaimana dikemukakan oleh Sugiyono (2008:26) bahwa Dalam penelitian kuantitatif metode penelitian yang dapat digunakan adalah metode survey, ex post facto, eksperimen, evaluasi,... Model evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Stake s Countenance Model. Stake s Countenance model dipilih karena : 1) Adanya kegiatan dasar evaluasi yang jelas, sederhana dan menyeluruh, yang dimulai dari persiapan atau perencanaan, pelaksanaan, hasil hingga penetapan kebijakan perbaikkan program berikutnya. 2) Sesuai untuk mengevaluasi implementasi program. 3) Penilaian dapat dibuat oleh peneliti atau evaluator. Evaluator yang membuat penilaian tentang program yang dievaluasi (Tayibnapis, 2000:22). J. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di SMK Negeri 1 Kota Cirebon. Hal tersebut, karena SMK Negeri 1 Kota Cirebon telah menyiapkan dan melaksanakan program sistem manajemen mutu dan pada tahun 2008 lembaga ini memperoleh Setifikat ISO 9001 : 2000 dari TUV Jakarta. 11

2. Populasi dan Sampel Penelitian Terkait dengan tujuan penelitian, populasi penelitian ini adalah guru dan siswa di SMK Negeri 1 Kota Cirebon. Guru sebagai subyek penelitian dimaksudkan untuk memperoleh data penelitian tentang keterlaksanaan program implementasi sistem manajemen mutu pada tiap tahapan evaluasi menurut Stake s Countenance model. Siswa sebagai subyek penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data tentang outcomes dari pelaksanaan sistem manajemen mutu tersebut. Selanjutnya, berdasarkan kodisi populasi penelitian, teknik pengambilan sampel penelitian yaitu proportional stratified random sampling. 12