BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. Serangga mempunyai berbagai peran di ekosistem yang oleh manusia

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara

UJI BIOLARVASIDA FRAKSI ETANOLKULIT BATANGKARET INDIA

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dengue dengan tanda-tanda tertentu dan disebarkan melalui gigitan

BAB l PENDAHULUAN. manusia. Nyamuk yang memiliki kemampuan menularkan penyakit ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta.

I. PENDAHULUAN. dan mematikan bagi manusia, seperti demam berdarah (Aedes aegypti L.), malaria

BAB I PENDAHULUAN. utama di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, Indonesia UKDW

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006)

I. PENDAHULUAN. Nyamuk Aedes Agypti merupakan vektor virus dengue penyebab penyakit

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

I. PENDAHULUAN. bagi manusia, seperti demam berdarah, malaria, kaki gajah, dan chikungunya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Aedes aegypti L. merupakan jenis nyamuk pembawa virus dengue,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah cukup besar yang menyangkut kesehatan masyarakat di negara-negara dengan

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

BAB I PENDAHULUAN UKDW. yang menjadi vektor dari penyakit Demam Berdarah ini dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sebagai vektor penyakit seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese

BAB I PENDAHULUAN. 2011a). Tahun 2010 Indonesia tercatat sebagai negara dengan angka kejadian

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I. Pendahuluan UKDW. data dari World Health Organization (WHO) bahwa dalam 50 tahun terakhir ini

UJI AKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK DAUN KELADI BIRAH (Alocasia indica Schott) TERHADAP LARVA NYAMUK Culex sp. ABSTRAK

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MOJO (Aegle marmelos L.) TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

I. PENDAHULUAN. serangga yaitu Aedes spesies. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah. penyakit demam berdarah akut, terutama menyerang anak-anak dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di. Berdasarkan data Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung Januari hingga 14

BAB I PENDAHULUAN. Gigitan nyamuk sering membuat kita risau karena. rasanya yang gatal. Akan tetapi nyamuk tidak hanya

BAB I. Infeksi virus dengue merupakan vector borne disease. Nyamuk Aedes

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada

BAB II TINJAUAN PUSAKA. Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit yang masih sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic. nyamuk Aedes aegypti (Kemenkes, 2010). Indonesia merupakan negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Filariasis limfatik atau lebih dikenal dengan. penyakit kaki gajah adalah salah satu masalah kesehatan

UJI AKTIVITAS MINYAK ATSIRI KULIT DURIAN (Durio zibethinus Murr) SEBAGAI OBAT NYAMUK ELEKTRIK TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah

BAB I PENDAHULUAN. penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. memburuk setelah dua hari pertama (Hendrawanto dkk., 2009). Penyebab demam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis

BAB I PENDAHULUAN. volatile. Definisi minyak atsiri adalah senyawa yang pada umumnya berwujud

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen)

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. organisme termasuk manusia. Manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang. disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk betina

UJI EFEKTIFITAS MINYAK ATSIRI BUNGA MELATI (Jasminum sambac L) TERHADAP DAYA BUNUH LARVA NYAMUK CULEX (Culex quinquefasciatus)

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja (Kemenkes, gejala malaria pada tahun 2013 (WHO, 2014).

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK TEMU LAWAK (Curcuma xanthorrhiza) TERHADAP JUMLAH NYAMUK Aedes aegypti YANG HINGGAP PADA TANGAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini. DBD merupakan salah satu masalah kesehatan utama di

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius, Roxb.) : Monocotyledonae. : Pandanus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat. kejadian luar biasa atau wabah (Satari dkk, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. hari berikutnya hujan lagi. Kondisi tersebut sangat potensial untuk

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) DALAM MEMBUNUH LARVA Aedes aegypti

TINJAUAN PUSTAKA. : Dicotyledoneae. perdu yang memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit. Demam Berdarah Dangue (DBD) yaitu Aedes aegypti dan Aedes

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Spesies : Allium fistulosum L. (Plantamor, 2011; USDA, 2006) banyak dibudidayakan di negara-negara Asia Timur, seperti Jepang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UJI EFEKTIVITAS MINYAK ATSIRI BUNGA KENANGA (Canangium odoratum Baill) TERHADAP DAYA BUNUH LARVA NYAMUK Culex quinquefasciatus SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan. tahun 1953 di Fillipina. Selama tiga dekade berikutnya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. provinsi dan 2 kota, menjadi 32 kasus (97%) dan 382 kasus (77%) kabupaten/kota pada

BAB I PENDAHULUAN. WHO melaporkan dengue merupakan mosquito-borne disease yang tercepat

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai perantara (vektor) beberapa jenis penyakit terutama Malaria

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan di Indonesia. Pertama kali DBD terjadi di Surabaya pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat Internasional serta

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah tropis merupakan tempat mudah dalam pencemaran berbagai penyakit, karena iklim tropis ini sangat membantu dalam perkembangan berbagai macam sumber penyakit. Indonesia adalah salah satu negara iklim tropis terbesar di dunia. Salah satu penyakit yang tidak mengenal kata musiman adalah malaria, penyakit malaria disebabkan oleh nyamuk Anopheles aconitus, (Lailatul dkk, 2010), tentu saja penyakit demam berdarah dengue yang menjadi penyakit epidemik paling penting, lebih dari 100 ribu orang terinfeksi penyakit ini, khususnya di negara-negara tropis (Huber, 2003). Penyakit malaria adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh Plasmodium dan penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Berbagai upaya penanggulangan malaria kini semakin ditingkatkan, tetapi usaha itu menghadapi hambatan yang serius yaitu semakin meluasnya Plasmodium yang telah resisten terhadap obat anti malaria serta nyamuk Anopheles yang resisten terhadap insektisida (Lailatul dkk, 2010). Larvasida atau insektisida sintesis yang digunakan juga dipandang mempunyai dampak negatif, oleh karena itu diperlukan adanya suatu biolarvasida atau bioinsektisida yang mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia (Moehammadi, 2005). Beberapa penelitian menunjukkan aktivitas anti larva dari bahan alam. Penelitian lanjutan dari tanaman obat keluarga Moraceae ini kemudian dilakukan untuk mengetahui adanya aktivitas bioinsektisida (Djakaria, 2000). Menurut Upadhyay (2011) tanaman karet (Ficus virgatalatex) dapat digunakan sebagai insektisida. Dalimartha (2008) menyebutkan bahwa dalam akar dan kulit kayu Ficus elastica mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol. Saponin dapat masuk ke dalam kutikula yang kemudian merusak susunan membran larva, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai antilarva (Morrisey and Ousborn, 1999). Seperti penelitian yang dilakukan oleh Paraakh (2008) bahwa Ficus racemosa Linn. mengandung gluanol asetat yang merupakan jenis senyawa dari saponin yang berpotensi 1

2 sebagai larvasida pada Culex quinqefasciatus dengan harga LC 50 41,42 ppm, Aedes aegypti dengan LC 50 14,55 ppm dan Anopheles stephensi dengan LC 50 28,50 ppm. Flavonoid mempunyai aktivitas larvasida dengan memghambat kerja sistem endokrin dan mencegah pelepasan enzim pencernaan, sehingga laju pertumbuhan berkurang (Innocent et al., 2008). Govindarajan (2010) juga mengatakan bahwa Ficus benghalensis yang merupakan satu famili dengan Ficus elastica dapat berfungsi sebagai antilarva pada nyamuk Culex quiquefasciatus Say dengan harga LC 50 sebesar 58,21 ppm, Aedes aegypti L dengan LC 50 70,29 ppm. dan Anopheles stephensi L dengan LC 50 76,41 ppm, Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Arif (2012) dilaporkan bahwa ekstrak etanol kulit batang Ficus elastica Nois ex Blume, memiliki kemampuan sebagai larvasida terhadap larva Artemia salina Leach dengan harga LC 50 sebesar 277,24 ppm. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dilakukan uji biolarvasida dengan menggunakan hasil fraksinasi dari ekstrak etanol kulit batang Ficus elastica Nois ex Blume. Telah diketahui bahwa senyawa saponin dapat tersari dengan pelarut polar, sehingga pada penelitian ini akan dilakukan uji aktivitas antilarva pada fraksi polar dari ekstrak etanol Ficus elastica Nois ex Blume. Dengan dikembangkannya larvasida ini bisa berguna sebagai upaya atau tindakan pencegahan terhadap penyakit yang berasal dari perkembangan larva. Selanjutnya penelitian ini akan bermafaat untuk meminimalisir angka kesakitan yang disebabkan oleh larva nyamuk baik Aedes aegypti maupun Anopheles aconitus. Sehingga diharapkan dari penelitian ini dapat diperoleh agen biolarvasida yang lebih ramah lingkungan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Apakah fraksi etanol kulit batang Ficus elastica Nois ex Blume memiliki potensi sebagai larvasida terhadap larva nyamuk Anopheles aconitus dan Aedes aegypti? 2. Apakah fraksi etanol kulit batang Ficus elastica nois ex blume memiliki kandungan senyawa flavonoid dan saponin berdasarkan uji KLT?

3 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang di rumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menentukan potensi dari fraksi etanol kulit batang Ficus elastica sebagai larvasida, terhadap larva nyamuk Anopheles aconitus dan Aedes aegypti dengan harga LC 50. 2. Memastikan apakah fraksi etanol kulit batang Ficus elastica nois ex Blume memiliki kandungan flavonoid dan saponin berdasarkan uji KLT. D. Tinjauan Pustaka 1. Karet India (Ficus elastica Nois ex Blume) a. Kedudukan tumbuhan Ficus elastica dalam ilmu sistematika tumbuhan adalah sebagai berikut: Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Anak Kelas : Hamamelidae Bangsa : Urticales Suku : Moraceae Marga : Ficus Jenis : Ficus elastica Nois ex Blume (Backer dan van den Brink,1965) b. Kandungan kimia Daun, akar dan kulit batang mengandung saponin dan flavonoid, di samping itu kulit batang dan akarnya juga mengandung polifenol sedang daunnya mengandung tannin (Dalimartha, 2008). Baraja (2008) melaporkan bahwa ekstrak etanol daun Ficus elastica mengandung flavonoid dan saponin. Berdasarkan hasil tersebut maka akan dilakukan fraksinasi dari ekstrak kulit batang Ficus elastica.

4 2. Nyamuk Anopheles aconitus dan Aedes aegypti Anopheles aconitus merupakan vektor penyakit malaria dengan klasifikasi sebagai berikut: a. sistematika Anopheles aconitus sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Diptera Familia : Culicidae Genus : Anopheles Species : Anopheles aconitus (Djakaria, 2000) Nyamuk Anopheles mengalami metamorphosis sempurna: telur berubah menjadi larva, kemudian larva menjadi pupa, yang terakhir dari pupa menjadi nyamuk. Telur, larva dan pupa berkembang di dalam air, sedangkan nyamuk hidup bebas di udara. Telur yang baru diletakkan berwarna putih, tetapi sesudah 1-2 jam berubah menjadi hitam. Telur diletakkan satu per satu terpisah di permukaan air. Telur kemudian menetas menjadi larva yang kemudian melakukan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, lalu tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa jantan atau betina. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan sejak telur diletakkan sampai menjadi dewasa bervariasi antara 2-5 minggu, tergantung pada spesies, makanan yang tersedia, dan suhu udara. Tempat perindukan nyamuk Anopheles bermacam-macam tergantung kepada spesies dan dapat dibagi menurut 3 kawasan yaitu kawasan pantai, kawasan pedalaman, dan kawasan kaki gunung dan gunung. Anopheles aconitus ditemukan di kawasan pedalaman yang ada di sawah, rawa, dan saluran air irigasi (Djakaria, 2000). Aktifitas nyamuk Anopheles sangat dipengaruhi oleh kelembaban udara dan suhu. Umumnya Anopheles aktif menghisap darah hospes pada malam hari atau sejak senja sampai dini hari. Jarak terbang Anopheles biasanya 0,5-3 Km. Umur nyamuk Anopheles dewasa belum banyak diketahui, tetapi di laboratorium dapat mencapai 3-5 minggu (Gandahusada et al., 1988). Oleh karena belum ada

5 jangka waktu pasti kemampuan hidup Anopheles itu, penelitian ini di lakukan pada larva stadium awal, untuk menghindari masa puasa larva. Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan vektor penyakit demam berdarah dengue, yellow fever dan cikungunya dengan klasifikasi sebagai berikut: a. Klasifikasi Aedes aegypti sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Diptera Famili : Culicidae Genus : Aedes Spesies : Aedes aegypti (Soedarto, 1992) Ciri khas dari genus ini adalah bentuk abdomen nyamuk betina yang lancip ujungnya dan memiliki cerci yang panjang daripada cerci nyamuk-nyamuk lainnya. Larva Aedes mempunyai bentuk siphon yang tidak langsing. Semua nyamuk betina species ini menghisap darah terutama di siang hari. Nyamuk dewasa mempunyai bercak-bercak putih keperakan atau putih kekuningan pada tubuhnya yang berwarna hitam. Telur Aedes aegypti dalam keadaan kering bisa bertahan sampai bertahun-tahun lamanya. Semua tempat penyimpanan air bersih yang tenang bisa menjadi tempat berkembang biak nyamuk ini (Soedarto, 1992). Stadium dewasa nyamuk terjadi setelah 9-10 hari telur menetas. Meskipun umur nyamuk Aedes aegypti betina di alam pendek yaitu kira-kira 2 minggu, tetapi waktu tersebut cukup bagi nyamuk Aedes aegypti betina untuk menyebarkan virus dengue dari manusia yang terinfeksi ke manusia lain (Soedarto, 1992). Oleh karena siklus yang cukup pendek namun cukup membahayakan bagi manusia itu lah, penelitian ini dilakukan pada larva Aedes aegypti yang masih berada pada stadium instar III.

6 Gambar 1. Siklus hidup nyamuk (Heriyanto et al, 2011) 3. Larvasida Larvasida berasal dari kata lar, berfungsi untuk membunuh larva. Contohnya; Fenthion, Thuricide, Temefos, dll (Sudarmo, 1992). Temefos merupakan salah satu senyawa organofosfat yang sudah di rekomendasikan penggunaannya sebagai larvasida (Chan et al, 2005). Adanya kandungan saponin, fenol, flavonoid dan tannin dalam suatu ekstrakk tanaman dapat memiliki aktifitas sebagai larvasida nyamuk (Khanna & Khannabiran, 2007). Saponin dapat berinteraksi dengan kutikula membran dari larva yang mengakibatkan larva mengalami kematian karena kekurangan oksigen (Morrissey & Ousborn, 1999). Sedangkan flavonoid bekerja dengan cara menghambat kerja enzim endokrin dan mencegah pelepasan enzim pencernaan, sehingga laju pertumbuhan berkurang (Innocent et al., 2009). Biolarvasida yang poten dari beberapa penelitian antara lain tersaji dalam tabel 1. Tabel 1. Biolarvasida poten dari genus Ficus Biolarvasida Larva yang di Uji Referensi Daun Ficus elastica Artemia salina Barajaa (2008) Daun Ficus benghalensis Culex quinquefasciatus Say, Aedes Govindarajan (2010) aegypti L. and Anopheles stephensi Kulit batang Ficus Culex quinquefasciatus Say, Aedes Paraakh (2008) racemosa aegypti L. and Anopheles stephensi E. Landasan Teori Penelitian yang dilakukan oleh Baraja (2008) menyebutkan bahwa Ficus elastica mengandung flavonoid dan saponin yang terdeteksi berdasarkan uji KLT. Govindarajan (2010) juga mengatakan bahwa Ficus benghalensis yang

7 merupakan satu famili dengan Ficus elastica dapat berfungsi sebagai antilarva pada nyamuk Culex quiquefasciatus Say, Aedes aegypti L. dan Anopheles stephensi L. Getah batang Ficus elastica aktif sebagai insektisida yaitu dapat membunuh Pheritima posthuma pada konsentrasi 250 µl (Vedha, 2011). Kumar dan Maneemegalai (2008) menyebutkan bahwa flavonoid dan saponin merupakan salah satu senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas biolarvasida. F. Hipotesis Berdasrkan landasan teori yang telah diuraikan maka hipotesis dalam penelitian ini adalah fraksi etanol kulit batang Ficus elastica mempunyai aktivitas biolarvasida terhadap larva Anopheles aconitus dan Aedes aegypti.