commit to user BAB I PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan gizi tetapi juga masalah perlakuan seksual terhadap anak (sexual abuse),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH BAB I PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap individu dalam masyarakat, karena selain mempunyai hubungan yang erat dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. martabat, dan hak-haknya sebagai manusia. faktor-faktor lainnya. Banyak pasangan suami isteri yang belum dikaruniai

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keinginan untuk mempunyai anak adalah naluri manusiawi dan

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah. budaya dan lingkungan dimana masyarakat itu berada.

BAB I PENDAHULUAN. empat untuk menyuplai pasokan barang kebutuhan dalam jumlah yang banyak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu karunia Tuhan Yang Maha Esa yang wajib kita

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kadang-kadang naluri ini terbentur pada Takdir Illahi, di mana kehendak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

KEDUDUKAN ANAK DAN HARTA DALAM PERKAWINAN SIRI DITINJAU DARI UU NOMOR 1 TAHUN 1974

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu kehidupan manusia tidak lepas dari keinginan untuk memiliki seorang keturunan. Keinginan untuk memiliki keturunan atau mempunyai anak merupakan suatu naluri manusia yang alamiah. Tetapi kadangkala naluri itu terbentur pada takdir Tuhan Yang Maha Kuasa dimana kehendak seseorang untuk mempunyai anak tidak tercapai. Pada dasarnya manusia memiliki keinginan yang tidak terbatas. Dalam usaha untuk dapat dikaruniai seorang anak, salah satu usaha yang pernah manusia lakukan dengan mengangkat anak atau adopsi. Pengangkatan anak atau yang lebih dikenal dengan istilah adopsi adalah mengangkat anak orang lain menjadi anak sendiri melalui suatu lembaga pengasuhan anak dilakukan demi mendapatkan kepastian hukum mengenai perubahan status dari anak angkat tersebut kedalam praktek kehidupan masyarakat. Kata adopsi sendiri berasal dari bahasa belanda adoptie yang berarti pengangkatan seorang anak sebagai anaknya sendiri. Adopsi juga berasal dari bahasa inggris adopt yang berarti mengangkat anak orang lain kemudian dianggap sebagai anak kandungnya sendiri. Anak memiliki arti penting dalam suatu keluarga. Dalam sistem hukum adat anak merupakan faktor penting dalam hal melanjutkan generasi dari keluarga. Marga dari suatu keluarga akan diturunkan kepada anak cucu sehingga marga tersebut tidak hilang begitu saja. Tujuan dari pengangkatan seorang anak dalam hukum adat selain untuk melanjutkan keturunan juga dipercaya sebagai pancingan bagi keluarga yang tidak mempunyai anak untuk dapat mempunyai anak kandung. Keanekaragaman adat serta budaya di Indonesia mencerminkan berbagai tata cara untuk pelaksanaan pengangkatan anak menurut sistem hukum adat. Setiap daerah memiliki ciri khas yang berbeda dan unik sehingga membuat beranekaragam proses pengangkatan anak dalam kehidupan masyarakat adat. Dalam adat yang berkembang di masyarakat yang beraneka ragam kebiasaan dan sistem peradabannya banyak cara yang dilakukan 1

2 untuk mengangkat anak atau mengadopsi anak dilihat dari kehidupan sehari hari, pengangkatan anak lebih banyak berdasarkan atas pertalian darah, sehingga kelanjutan kehidupan keluarga tersebut tergantung kepadanya, adapun harta kekayaan tersebut juga tergantung apakah anak yang dimaksud berdasarkan pertalian darah atau tidak. Demikian juga kedudukan anak tersebut dalam masyarakat masih dipengaruhi oleh perlakuan dan pertimbangan hukum tertentu. Dalam hukum Islam seorang anak merupakan karunia dan titipan dari Allah SWT sehingga harus dijaga serta dipelihara sesuai dengan ketentuan normanorma yang berlaku dalam masyarakat. Adopsi dalam hukum Islam sudah ada sejak jaman dahulu kala. Nabi Muhammad SAW sebelum diutus sebagai nabi juga melakukan adopsi. Saat itu Nabi Muhammad SAW mengadopsi seorang anak bernama Zaid bin Haritsah yang pada saat itu dipanggil Zaid bin Muhammad yang artinya anak dari Nabi Muhammad SAW. Dengan adanya hal tersebut kemudian Allah SWT menurunkan larangan dalam Al-Quran Surat Al-Ahzaab yang menjelaskan bahwa seorang anak yang diangkat tidak menjadikannya anak kandung sendiri dan Nabi Muhammad SAW bukan seorang bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia adalah Rasullah dan penutup para nabi. Perbuatan adopsi dalam hukum Islam hanya perkataan di mulut saja dan tidak menimbulkan konsekuensi anak adopsi tersebut menjadi anak kandung sendiri. Hal tersebut dikarenakan anak adopsi tercipta dari tulang sulbi laki-laki (ayah) lain yang tidak mungkin orang memiliki dua orang ayah. Hukum Islam juga mewajibkan umatnya untuk menolong dan mengasuh serta mendidik secara Islam anak yang terlantar dengan benar dan perbuatan tersebut merupakan amal shaleh yang berpahala besar di sisi Allah SWT. Keberadaan seorang anak yang dikaitkan dengan hukum positif di Indonesia khususnya pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memiliki arti penting tersendiri. Pada Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa tidak dapat lahirnya seorang anak dalam suatu keluarga dapat menjadi alasan bagi seorang suami untuk beristri lebih dari satu atau yang biasa dikenal dengan poligami. Hal tersebut dapat dilakukan oleh seorang suami atas izin dari pengadilan yang sebelumnya telah memenuhi beberapa syarat untuk

3 berpoligami tercantum pada Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Ketentuan mengenai adopsi yang pertama di Indonesia adalah Staatsblad Nomor 129 Tahun 1917. Ketentuan tersebut hanya berlaku bagi golongan Tionghoa saja sehingga masyarakat selain golongan Tionghoa belum banyak mengenal adopsi. Masyarakat selain golongan Tionghoa menggunakan ketentuan hukum adat untuk melaksanaan pengangkatan anak yang pada saat pemerintah Indonesia belum dapat mengeluarkan suatu aturan khusus. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) tidak ditemukan suatu aturan atau ketentuan yang mengatur tentang masalah pengangkatan anak atau adopsi, yang ada hanyalah ketentuan tentang pengakuan anak diluar kawin atau anak yang diakui, ketentuan ini boleh dikatakan tidak ada hubungannya sama sekali dengan masalah adopsi karena kitab undang-undang hukum perdata tidak pernah mengenal hak pengangkatan anak. Maka bagi orang Belanda pada awalnya tidak dapat mengangkat anak secara sah. Namun pada akhirnya undang-undang adopsi atau adoptie recht dapat diterima sebagai suatu undang-undang yang sah di Belanda. Landasan diterimanya undang-undang tersebut adalah bahwa setelah perang dunia ke-2 di seluruh Eropa timbul manusia baru, orang tua yang telah kehilangan anak yang tidak bisa mendapatkan anak baru lagi secara wajar atau anak yatim piatu yang telah kehilangan orang tuanya dalam peperangan dan lahirnya anak diluar perkawinan. Atas landasan itulah maka Staten Netherland telah menerima baik undang-undang Adopsi (Adoptie recht) tersebut yang membuka kemungkinan terbatas untuk adopsi, dengan demikian perbuatan adopsi telah dikenal oleh berbagai negara sejak zaman dahulu. Di dalam ilmu hukum dikenal istilah pengangkatan anak atau adopsi sebagai suatu lembaga hukum, di mana dalam arti ini pengangkatan anak akibatnya bernilai yuridis. Pengangkatan anak sebagai suatu lembaga hukum telah lama dikenal dalam berbagai kebudayaan kuno seperti Yunani Kuno, Romawi Kuno, Jepang, Tiongkok, Indonesia dan negara-negara Asia lainnya. Di sini lembaga pengangkatan anak berfungsi sebagai cara atau upaya untuk melanjutkan keturunan terutama dengan adanya sistem pengabdian kepada leluhur.

4 Seorang anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan sejak dalam kandungan ibunya, selain itu anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan. Adanya lembaga khusus yang menyelenggarakan pengasuhan anak terlantar yang telah mendapat izin dari pemerintah untuk melaksanakan proses pengangkatan anak sangat membantu para calon orang tua angkat untuk dapat memilih anak yang akan mereka adopsi. Anak yang akan mereka adopsi ini bisa dari kewarganegaraan Indonesia atau dari kewarganegaraan asing. Masyarakat saat ini yang semakin modern dan menjamurnya budaya barat yang masuk di Indonesia tidak menutup kemungkinan bahwa masyarakat akan mengadopsi anak warga negara asing dan menjadikan hal tersebut sebagai gaya hidup modern. Dengan adanya adopsi anak warga negara asing maka akan timbul suatu hak dan kewajiban yang harus dilakukan baik dari pihak lembaga pengasuhan anak terlantar, calon orang tua angkat maupun anak yang akan diadopsi itu sendiri. Kewarganegaraan yang berbeda antara calon anak angkat dengan calon orang tua angkatnya akan menjadi suatu kenyataan yang harus diterima bagi kedua belah pihak dengan mengikuti syarat dan ketentuan yang ada di Indonesia. Aturan mengenai Kewarganegaraan yang berbeda antara anak angkat dan orang tua angkatnya terdapat pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Memperhatikan berbagai pertimbangan tersebut, maka didalam hal pengangkatan anak yang dilakukan menurut adat dan kebiasaan yang harus dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak dan dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. Adopsi warga negara asing dapat menimbulkan suatu permasalahan yang seakan-akan mengesampingkan kepentingan serta kebutuhan anak warga negara Indonesia yang juga terlantar. Kewarganegaraan anak angkat yang berbeda dengan kewarganegaraan calon orang tua angkatnya juga harus dipertimbangkan oleh yayasan sosial selaku lembaga yang diberi izin oleh pemerintah untuk bergerak di bidang pengangkatan anak. Dengan adanya hal tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul TINJAUAN YURIDIS MENGENAI

5 PENGANGKATAN ANAK (ADOPSI) WARGA NEGARA ASING DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu dibahas adalah : 1. Bagaimana kepastian hukum dari anak angkat warga negara asing di Indonesia sebelum dan sesudah kemerdekaan? 2. Bagaimana persyaratan adopsi warga negara Indonesia dan warga negara asing di Indonesia? 3. Bagaimana status hukum dari anak yang di adopsi? C. Tujuan Penelitian Setiap hal yang dilakukan pasti mempunyai suatu tujuan. Begitu pula penelitian hukum yang dilakukan penulis ini, yaitu : 1. Tujuan objektif a. Untuk mengetahui apakah anak angkat warga negara asing sudah terpenuhi kepastian hukumnya dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. b. Untuk mengetahui persyaratan adopsi warga negara Indonesia dan warga negara asing serta status hukum dari anak yang di adopsi. 2. Tujuan subjektif a. Untuk menambah wawasan, pengetahuan, serta kemampuan analisis penulis dalam bidang hukum perdata dan hukum tata negara, khususnya dalam hal yang terkait dengan pelaksanaan pengangkatan anak warga negara asing.

6 b. Untuk melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar sarjana dibidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta c. Untuk menerapkan dan mengasah ilmu serta teori hukum yang telah penulis peroleh sehingga dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan masyarakat pada umumnya. D. Manfaat Penelitian Penelitian hukum adalah suatu bentuk proses untuk mendapatkan aturanaturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum untuk mendapatkan jawaban dari isu-isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki 2005:35). Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini akan mempunyai manfaat bagi penulis dan orang lain. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian hukum ini antara lain : 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum pada umumnya dan Hukum Perdata serta Hukum Tata Negara pada khususnya. b. Hasil penelitian ini diharapkan menambah referensi dan literatur kepustakaan di bidang Hukum Perdata dalam hal pelaksanaan pengangkatan anak warga negara asing serta di bidang Hukum Tata Negara yang berkaitan dengan kewarganegaraan seorang anak warga negara asing yang akan di adopsi. c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis di kemudian hari. 2. Manfaat Praktis a. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti. b. Hasil penelitian dan penulisan ini diharapkan dapat memberi masukan kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini.

7 E. Metode Penelitian Menurut Peter Mahmud dalam bukunya yang berjudul Penelitian Hukum disebutkan bahwa penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:35). Berdasarkan apa yang telah dikemukakan di atas dapat dikatakan bahwa untuk menghasilkan suatu argumentasi, teori maupun konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah, maka diperlukan suatu konstruksi pemikiran yang bersifat logis. Metode penelitian yang digunakan penulis sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan hukum ini adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain. Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:32). 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian hukum ini tentunya sejalan dengan sifat ilmu hukum itu sendiri dan ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif. Sebagai penelitian yang bersifat preskriptif maka penelitian ini mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005:22).

8 3. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep, pendekatan analisis, pendekatan kasus, pendekatan filsafat, pendekatan historis dan pendekatan perbandingan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan perundangundangan yaitu Undang-Undang Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak yang dikaitkan dengan Hukum Kewarganegaraan dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. 4. Jenis Bahan Hukum Dalam suatu penelitian hukum dibutuhkan adanya bahan hukum. Menurut Peter Mahmud, sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan-bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:141). Adapun bahan hukum dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum atau bahan pustaka yang mempunyai unsur mengikat. Bahan hukum primer meliputi: 1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia 3) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak

9 b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberi penjelasan hukum primer seperti buku, jurnal hukum dan hasil penelitian yang relevan atau berkaitan dengan penelitian ini. c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan sekunder dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan penulis dalam penelitian ini menggunakan teknik studi pustaka. Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder untuk selanjutnya penulis membaca, menganalisa, mengkaji serta membuat hasil analisis yang didapat dari buku-buku, peraturan perundangundangan dan dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis bahan hukum yang digunakan penulis dalam penilitan ini adalah metode deduktif. Menurut Peter Mahmud Marzuki berdasarkan pendapat Philipus M. Hajdon menerangkan metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan Aristoteles, penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis major (pernyataan bersifat umum) kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus), dari kedua premis itu kemudian ditarik kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2010:47). Dalam penelitian ini sumber hukum yang diperoleh dari perundangundangan, buku-buku, serta dokumen-dokumen yang berkaitan dikumpulkan kemudian dianalisis untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian ini.

10 F. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan ilmiah, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum terbagi dalam empat bab yang tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penulisan ini. Sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang dilakukannya penulisan tentang Pengangkatan Anak Warga Negara Asing oleh Warga Negara Indonesia. Untuk menjaga agar penulisan ini tidak keluar dari permasalahan, maka penulisan dibatasi dengan pokok-pokok pembahasan dalam perumusan masalah, Bab ini juga menguraikan mengenai tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penulisan hukum ini. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terdiri dari kerangka teori dan kerangka pemikiran. Dalam kerangka teori ini penulis menguraikan tinjauan mengenai pengertian pengangkatan anak (adopsi), kewarganegaraan serta peraturan yang mengaturnya. BAB II : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang telah didapat serta menganalisis permasalahannya seperti yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah. Dalam penulisan hukum ini yang menjadi pokok permasalahan adalah pengangkatan anak (adopsi) warga negara asing ditinjau dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak

11 yang dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. BAB IV : PENUTUP Bab ini berisi tentang kesimpulan dari pembahasan sebelumnya disertai dengan saran sebagai pemecahan permasalahan dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN