BAB I PENDAHULUAN. sesungguhnya. Seperti dikemukakan oleh Menteri Keuangan Boediono (Sidik et

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. daerah akan berjalan seiring dengan pertumbuhan output ekonomi daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. dengan ditetapkannya UU No. 22 Tahun 1999 (revisi menjadi UU No. 32 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memasuki era otonomi daerah lebih mendasar daripada berbagai

BAB1 PENDAHULUAN. Tahun-tahun awal pelaksanaan otonomi daerah merupakan masamasa. yang berat dan penuh tantangan bagi sebagian besar daerah dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ini mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap

PENGARUH BELANJA MODAL, PENGANGGURAN DAN PENDUDUK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN AGAM DAN KABUPATEN PASAMAN

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan indikator

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. penting. Otonomi daerah yang dilaksanakan akan sejalan dengan semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah teori agensi. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan adanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat terealisasi, maka beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. dari amanah yang diemban pemerintah dan menjadi faktor utama dalam

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DALAM MENDUKUNG PELAKASANAAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengembangkan potensi daerah tersebut maka pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

I. PENDAHULUAN. daerah (dioscretionary power) untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah perusahaan tentunya mempunyai masalah dalam menyusun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu rangkaian proses perubahan menuju keadaan. dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

ANALISIS PERUBAHAN KEMAMPUAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perkembangan teknologi dan otonomi daerah menuntut

BAB I PENDAHULUAN. wadah negara kesatuan RI yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Upaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perwakilan Rakyat sebagai lembaga legislatif terlebih dahulu menentukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

Bab 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan, motivasi, dan kontribusi

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitan. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran dan Belanja Pendapatan Negara (APBN) memiliki peranan

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan asas desentralisasi serta otonomi fiskal maka daerah diberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mengatur, memanfaatkan serta menggali sumber-sumber. berpotensi yang ada di daerah masing-masing. Undang-undang yang

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. bentuk penerapan prinsip-prinsip good governance.dalam rangka pengaplikasian

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah yang mulai dilaksanakan secara efektif tanggal 1 Januari 2001 merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi pemerintah yang sesungguhnya. Seperti dikemukakan oleh Menteri Keuangan Boediono (Sidik et al, 2002 dalam Sembiring 2009) tujuan otonomi adalah untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah serta antar daerah. Bersamaan dengan itu dikeluarkan pula Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Yang dimaksud dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah adalah suatu sistem pembiayaan pemerintah dalam kerangka negara kesatuan yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya. Perimbangan keuangan tersebut tercermin dengan adanya dana perimbangan. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan 1

APBN yang diberikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dengan adanya hak otonomi daerah yang disertai perimbangan keuangan antara pusat dan daerah diharapkan tiap daerah mampu mengelola sumber daya yang dimilikinya berdasarkan kewenangannya untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya. Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dengan Pemerintahan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota mengamanatkan penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dengan Pemerintahan Daerah. Urusan pemerintahan terdiri dari urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah dan urusan pemerintahan yang dikelola secara bersama antar tingkatan dan susunan pemerintahan atau konkuren. Urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah adalah urusan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal nasional, yustisi, dan agama. Urusan pemerintahan yang dapat dikelola secara bersama antar tingkatan dan susunan pemerintahan atau konkuren adalah urusan-urusan pemerintahan selain urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi urusan Pemerintah. Dengan demikian dalam setiap bidang urusan pemerintahan yang bersifat konkuren senantiasa terdapat bagian urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. 2

Peraturan Pemerintah No.58 tahun 2005, Permendagri No.13 Tahun 2006 memberikan penegasan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk menentukan alokasi sumber daya kedalam belanja-belanja dengan menganut azas kepatuhan, kebutuhan, dan kemampuan daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu rencana keuangan tahunan Pemerintah Derah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara). Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Aset yang bersumber dari pelaksanaan APBD merupakan output/outcome dari terealisasinya belanja modal dalam satu tahun anggaraan. Penafsiran atas Permendagri No.13 Tahun 2006 menyatakan bahwa besaran belanja modal sama dengan besaran penambahan aset di neraca yaitu semua biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut termasuk didalamnya belanja pegawai dan belanja barang dan jasa. Disamping aset yang bersumber dari pelaksanaan APBD 3

ada aset yang bersumber dari luar pelaksanaan APBD dalam hal ini Pemerintah Daerah menerima aset dari pihak lain seperti lembaga donor dan masyarakat. Dalam prakteknya pengalokasian belanja modal juga tidak terlepas dari sebuah proses yang sarat dengan kepentingan-kepentingan politis. Anggaran belanja modal ini sebenarnya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan publik akan sarana dan prasarana umum yang disediakan oleh pemerintah daerah. Namun adanya kepentingan politik dari lembaga legislatif yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran menyebabkan alokasi belanja modal sering terdistorsi dan sering tidak efektif dalam memecahkan permasalahan di masyarakat (Keefer dan Khemani, 2003 ; Ablo dan Reinikka dalam Abdullah dan Halim 2006). Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah pengalokasian belanja modal sangat berkaitan dengan perencanaan keuangan jangka panjang, terutama pembiayaan untuk pemeliharaan aset tetap yang dihasilkan dari belanja modal tersebut. Konsep multi term expenditure framework (MTEF) menyatakan bahwa kebijakan belanja modal harus memperhatikan kemanfaatan (usefulness) dan kemampuan keuangan pemerintah daerah (budget capability) dalam pengelolaan aset tersebut dalam jangka panjang (Allen & Tomassi, 2001 dalam Sembiring 2009). Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik yang tentunya juga diselaraskan dengan kewenangan yang dimiliki oleh masing masing Pemerintah Daerah tersebut. 4

Dalam proses penyusunan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dijumpai beberapa permasalahan antara lain adanya perbedaan persepsi dalam penyusunan dan pengelompokan belanja. Perbedaan pemahaman ini sering dijumpai dalam penentuan elemen-elemen biaya yang akan dikelompokkan dalam belanja barang dan belanja modal. Sehingga sering dijumpai adanya unsur belanja modal yang terdapat dalam unsur belanja barang dan jasa atau sebaliknya. Hal ini juga dapat ditemui pada proses penyusunan DPA pada Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatera Barat dimana pengganggaran terhadap kegiatan kegiatan yang sifatnya akan menambah aset tetap (belanja perencanaan) justru dianggarkan pada belanja barang dan jasa (belanja jasa konsultan) sedangkan kegiatan - kegiatan yang seharusnya dianggarkan pada kelompok belanja barang dan jasa ternyata dianggarkan pada belanja modal. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan - kegiatan yang bukan wewenang Pemerintah Provinsi atau dengan kata lain yang seharusnya menjadi tanggung jawab dari Pemerintah Kabupaten dan Kota. Namun didalam DPA dianggarkan pada belanja modal sehingga menimbulkan kesalahan dalam kapitalisasi terhadap aset tetap. Dimana jumlah aset tetap yang disajikan dalam laporan keuangan tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Permukiman adalah salah satu dinas strategis di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat yang melaksanakan tugas untuk mewujudkan terciptanya infrastruktur di Provinsi Sumatera Barat khususnya di bidang prasarana jalan, jembatan, penataan ruang dan permukiman. Dalam melaksanakan visi dan misi dinas komponen terbesar di 5

dalam DPA Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Permukiman terletak pada belanja modal khususnya belanja modal jalan, irigasi dan jaringan. Namun dalam pelaksanaanya tidak semua belanja modal atas jalan irigasi dan jaringan yang dilaksanakan oleh Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Permukiman merupakan kewenangan provinsi. Penelitian ini bermaksud menganalisis anggaran belanja-belanja yang akan menimbulkan asset tetap pada Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Permukiman dalam konteks pekerjaan-pekerjaan yang merupakan bukan kewenangan dari Pemerintah Provinsi dengan menggunakan data DPA SKPD dan Laporan Keuangan dari Tahun 2009 sampai dengan tahun 2014. 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah terdapat belanja modal yang bukan kewenangan Provinsi 2. Apakah belanja perencanaan yang menghasilkan aset tetap telah dianggarkan pada belanja modal. 3. Upaya-upaya yang dilakukan untuk memperbaiki penganggaran atas belanjabelanja yang akan menimbulkan aset tetap. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 6

1. Untuk mengetahui dan menganalisis perkembangan belanja modal yang bukan kewenangan provinsi. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis penganggaran terhadap belanja perencanaan yang menghasilkan aset tetap 3. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya-upaya yang dilakukan untuk memperbaiki penganggaran atas belanja- belanja yang akan menimbulkan aset tetap. 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan relevansinya dengan tujuan penelitian tersebut di atas, diharapkan penelitian ini bermanfaat dan berguna : 1. Bagi peneliti Penelitian ini diharapkan bisa menambah literatur bidang pendidikan dan sebagai bahan penyusunan tesis yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh derajat S2 pada Pascasarjana Universitas Andalas agar penulis dapat memahami permasalahan yang diambil sehingga dapat menjadi pengalaman teoritis yang berguna dikemudian hari. 2. Bagi Instansi Sebagai masukan dan pertimbangan bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat khususnya Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Permukiman dalam melakukan pengganggaran setiap tahunnya. 7

3. Bagi Pembaca Menambah wacana pengetahuan dan penelitian dalam akuntansi sektor publik melalui pengembangan akuntansi pemerintahan untuk diteruskan dalam penelitian lainnya yang relevan. 1.5 Ruang Lingkup/ Batasan Penelitian Untuk lebih fokus terarahnya penelitian ini maka perlu adanya suatu pembatasan masalah dimana penelitian ini adalah berupa analisis deskriptif yang dibatasi dengan evaluasi terhadap anggaran belanja modal dan belanja lain yang menimbulkan aset tetap. Khususnya pada belanja yang menimbulkan aset tetap berupa gedung dan bangunan dan aset tetap yang berupa jalan, irigasi dan jaringan pada Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Permukiman selama tahun 2009 sampai tahun 2014. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dari penelitian ini disajikan dalam 5 (lima) bab sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan, berisikan uraian latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup/batasan penelitian dan sistematika penelitian Bab II : Kerangka teori berisikan landasan teori dan penelitian terdahulu Bab III : Metode penelitian berisikan jenis penelitian, lokasi penelitian, variable penelitian dan defenisi operasional, jenis dan sumber data serta teknik analisis data. 8

Bab IV : Hasil penelitian dan pembahasan berisikan hasil dan pembahasan hasil penelitian. Bab V : Penutup berisikan kesimpulan dari penelitian, implikasi penelitian. keterbatasan penelitian, dan saran untuk penyempurnaan penelitian 9