BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kejahatan yang semakin meningkat dan sering terjadi dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PEMAAFAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEADAAN MABUK. A. Alasan Obyektif Pemaafan bagi Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KONDISI MABUK MENURUT HUKUM ISLAM. nash-nya) atau ta zir (hukuman yang tidak ada nashnya). 1

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI LAMONGAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM DALAM PASAL 55 KUHP TERHADAP MENYURUH LAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUMAN DAN MACAM- MACAM HUKUMAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM SERTA CUTI BERSYARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan kejahatannya dipengaruhi oleh minuman keras. individu asalkan tidak menggangu ketertiban. Penyimpangan yang terjadi

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP

BAB I PENDAHULUAN. Allah pada nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir. 1

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

BAB IV ANALISIS TENTANG SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI

BAB I PENDAHULUAN. Aksara, 1992, h Said Agil al-munawar, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Bumi

Assalamu alaikum wr. wb.

BAB I PENDAHULUAN. atau terjepit maka sangat dimungkinkan niat dan kesempatan yang ada

BAB IV. A. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh dalam Putusan No. 131/Pid.B/2013/PN.MBO tentang Tindak Pidana Pembakaran Lahan.

BAB IV. A. Pandangan Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Hukuman Kumulatif. Dari Seluruh Putusan yang dijatuhkan oleh Hakim, menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum ada tiga unsur seseorang dianggap telah melakukan

BAB IV ANALISIS JARI<MAH TA ZI<R TERHADAP SANKSI HUKUM MERUSAK ATAU MENGHILANGKAN TANDA TANDA BATAS NEGARA DI INDONESIA

BAB IV. Hakim adalah organ pengadilan yang memegang kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan Negara yang merdeka untuk meyelenggarakan peradilan guna

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara menjamin atas ketertiban dan

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB II KONSEP TINDAK PIDANA ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk individu yang tidak dapat lepas dari aspek

BAB IV STUDI KOMPARASI ANTARA HUKUM PIDANA DAN FIQH JINAYAH TERHADAP TINDAK KEJAHATAN PERDAGANGAN ORGAN TUBUH

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DALAM HUKUM PIDANA ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002

BAB 1 PENDAHULUAN. mengganggu ketenangan pemilik barang. Perbuatan merusak barang milik. sebagai orang yang dirugikan dalam tindak pidana tersebut.

BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PROBOLINGGO NO. 179/PID.B/PN.PBL TENTANG TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PEMBELAAN TERPAKSA YANG MELAMPAUI BATAS MENURUT PASAL 49 KUHP

BAB III ANALISIS. hukum positif dan hukum Islam, dalam bab ini akan dianalisis pandangan dari kedua

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA. dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009.

WELCOME MATA PELAJARAN : MADRASAH ALIYAH ASSHIDDIQIYAH FIQIH. Kelas : XI (Sebelas), Semster : Ganjil Tahun Pelajaran : 2012/2013

Droit Compare (Bahasa Perancis); baru dikenal di Amerika Serikat pada abad ke-19,

(ubi-ius ubi-societas). Hukum menghendaki kerukunan dan perdamaian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Kekerasan seksual pada anak, yaitu dalam bentuk pencabulan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP PELAKU PERCOBAAN PEMBUNUHAN OLEH AYAH KANDUNG DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP TINDAKAN MENGEMIS DI MUKA UMUM. A. Analisis terhadap Sanksi Hukum Bagi Pengemis Menurut Pasal 504

BAB IV ANALISIS TERHADAP BATAS USIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PIDANA PENCURIAN

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 488/PID.B/2015/PN.SDA TENTANG PERCOBAAN PENCURIAN

BAB IV ANALISIS PERCOBAAN MELAKUKAN PELANGGARAN DAN KEJAHATAN YANG TIDAK DIKENAI SANKSI

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. melanggar hukum perundang-undangan, baik hukum Islam maupun hukum

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

ANALISIS TENTANG PENYATUAN PENAHANAN ANAK DENGAN DEWASA MENURUT FIKIH JINAYAH DAN UU NO. 23 TAHUN 2002

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PN DEMAK No. 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk DALAM KASUS TABRAKAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

PEMIDANAAN SERTA POLITIK HUKUM PIDANA DALAM KUHP/RKUHP DAN PERBANDINGAN DENGAN ISLAM

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NOMOR :191/PID.B/2016/PN.PDG

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PIDANA CABUL KEPADA ANAK DI BAWAH UMUR

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB IV ANALISIS KOMPARATIF TENTANG KETENTUAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERANTAI MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSIIF

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan

BAB II KETENTUAN TENTANG JARIMAH DAN MALPRAKTEK MEDIS. Jarimah (tindak pidana) berasal dari kata ( م ) yang berarti

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 1/PID.SUS-ANAK/2016/PN.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang dianggap sebagai suatu tindakan melanggar hukum

BAB I PENDAHULUAN. maksiat, kembali kepada pelakunya sendiri. 1. damai dalam seluruh lapisan masyarakat. 2

BAB IV. A. Analisis Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Penipuan yang. Berkedok Lowongan Pekerjaan (Studi Direktori Putusan Pengadilan Negeri

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB IV. Dasar Pertimbangan Hakim Terhadap Putusan Pengadilan Negeri. Pidana Hacker. Negeri Purwokerto No: 133/Pid.B/2012/PN.

ASAS-ASAS DAN UPAYA MENCEGAH KEMUNGKARAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu ketentraman umum serta tindakan melawan perundang-undangan.

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR YANG

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGEDARAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR

BAB I PENDAHULUAN. pembunuhan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan, jumlah kasus. pembunuhan, dan tahun 2015 menjadi 48 kasus pembunuhan.

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN CUTI BERSYARAT DI RUTAN MEDAENG MENURUT UU NO. 12 TENTANG PEMASYARAKATAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA MEMBUKA RAHASIA NEGARA SOAL UJIAN NASIONAL

crime dalam bentuk phising yang pernah terjadi di Indonesia ini cukup

BAB III PENCURIAN DALAM HUKUM PIDANA. A. Pengertian Pidana, Hukum Pidana, dan Bentuk-bentuk Pidana

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.

HUKUM ISLAM DAN KONTRIBUSI UMAT ISLAM INDONESIA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PEMALSUAN MEREK SEPATU DI KELURAHAN BLIMBINGSARI SOOKO MOJOKERTO

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

BAB III DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI NARAPIDANA MENURUT PERMEN NO.M.2.PK.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB IV. A. Sanksi hukum terhadap tindak pidana bagi orang tua atau wali dari. pecandu narkotika yang belum cukup umur menurut pasal 86 Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami suatu kegagalan dalam memperjuangkan kepentingannya sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konteks syari at Islam, hukuman adalah sesuatu yang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

BAB IV. A. Analisis Terhadap Penambahan 1/3 Hukuman dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. hukum Islam itu menyangkut seluruh aspek kepentingan manusia. Aspekaspek

BAB III TINJAUAN FIQH JINAYAH TERHADAPPERCOBAAN KEJAHATAN

BAB II TINJAUAN FIQIH JINAYAH TERHADAP PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT

BAB IV ANALISIS ASPEK PIDANA DALAM PASAL 2 UU NO. 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikerjakan, karena dominasi syahwat membuat orang lupa akan ancamanancaman

HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN PERBANDINGANNYA DENGAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan yang semakin meningkat dan sering terjadi dalam masyarakat merupakan permasalahan yang perlu diperhatikan, sehingga mengundang pemerintah (negara) sebagai pelayan, pelindung masyarakat untuk menanggulangi meluasnya dan bertambahnya kejahatan yang melanggar nilai-nilai maupun norma-norma yang hidup dan berlaku di dalam suatu masyarakat sehingga kejahatan tersebut oleh negara dijadikan sebagai perbuatan pidana untuk tindak. 1 Hukum pidana merupakan sarana yang penting dalam penanggulangan kejahatan atau mungkin sebagai obat dalam memberantas kejahatan yang meresahkan dan merugikan masyarakat pada umumnya dan korban pada khususnya. Penanggulangan kejahatan tersebut dapat dilakukan secara preventif (pencegahan) dan represif (penindakan). 2 Bentuk penanggulangan tersebut dengan diterapkannya sanksi terhadap pelaku tindak pidana, sanksi pidana merupakan alat atau sarana terbaik yang tersedia, yang dipakai untuk menghadapi ancamanancaman dan bahaya. Sanksi pidana suatu ketika merupakan penjamin 1 Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 2003, hlm. 6. 2 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 2004, hlm. 167.

yang utama/terbaik dan suatu etika merupakan pengancaman yang utama dan kebebasan manusia. 3 Dalam hukum pidana positif di Indonesia, jenis-jenis sanksi yang diterapkan kepada pelaku tindak pidana dapat dilihat dalam Pasal 10 KUHP yaitu: 1. Hukuman pokok, yang terdiri dan: hukuman mati, hukuman pidana, hukuman kurungan, dan hukuman denda 2. Hukuman-hukuman tambahan, yang terdiri dan : pencabutan beberapa hak tertentu, perampasan barang yang tertentu, dan pengumuman keputusan hakim. 4 Berkaitan dengan hukuman, dalam hukum positif di Indonesia mengenai tindak pidana pembunuhan seseorang diatur dalam Bab XIX Buku ke II Pasal 338-350 KUHP, dan pada Pasal 338 KUHP menyatakan bahwa Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Bentuk pokok dan kejahatan terhadap nyawa yakni adanya unsur kesengajaan dalam pembunuhan atau menghilangkan nyawa seseorang baik sengaja biasa maupun sengaja yang direncanakan. Sengaja biasa yakni maksud atau niatan untuk membunuh timbul secara spontan, dan sengaja direncanakan yakni maksud atau niatan atau kehendak membunuh direncanakan terlebih dahulu, merencanakannya dalam keadaan tenang serta dilaksanakan secara tenang pula. Adapun 3 Ibid., hlm. 168 4 Ibid., hlm. 169 21

unsur-unsur pembunuhan sengaja biasa adalah perbuatan menghilangkan nyawa, dan perbuatannya dengan sengaja, adapun unsur-unsur sengaja yang direncanakan adalah perbuatan menghilangkan nyawa dengan direncanakan dan perbuatannya dengan sengaja. Adapun sanksi pembunuhan sengaja biasa dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 15 tahun, dan sanksi hukum pembunuhan sengaja direncanakan dikenakan sanksi pidana mati atau penjara seumur hidup selamalamanya 20 tahun. Pertanggung jawaban pidana menurut hukum pidana positif yakni dapat dipertanggungjawabkannya dan si pembuat, adanya perbuatan melawan hukum, tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat. 5 Adapun berkaitan dengan hukum pidana, dalam hukum pidana Islam dikenal dengan nama Jarimah. 6 Jarimah (tindak pidana) dalam Islam diartikan yaitu larangan-larangan syara yang diancam oleh Allah dengan hukum had (hukuman yang sudah ada nash-nya) atau ta zir (hukuman yang tidak ada nashnya). 7 Dengan demikian, jarimah dapat dibagi menajdi 2 (dua) macam yaitu hukum had dan hukum ta zir. 8 Berkaitan dengan jarimah. ada suatu fenomena yang menarik untuk dikaji yaitu tentang hukuman bagi pembunuh dalam keadaan 5 Haliman. Hukum Pidana Syariat Islam Menurut Ahlus Sunnah, Jakarta: Bulan Bintang. 2001, hlm. 27 6 A. Hanafi, Azaz-azaz Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 2002, hlm.120 7 Ibid., hlm. 121 8 Ibid. 22

mabuk. Hal ini dikarenakan seseorang dapat ditetapkan sebagai orang yang mabuk harus dapat dibuktikan tentang kondisinya apakah benarbenar mabuk baik melalui tes urine maupun tes psikologis. Pada sisi yang lain juga harus jelas apakah seseorang yang membunuh dalam kondisi mabuk benar-benar masuk dalam kategori orang yang hilang akalnya atau tidak, dan yang bersangkutan memiliki niat atau tidak. Pengertian mabuk dapat diartikan sebagai keadaan keracunan karena konsumsi alkohol sampai kondisi di mana terjadi penurunan kemampuan mental dan fisik. 9 Mabuk dapat pula diartikan sebagai suatu kondisi psikologis yang dapat diidentifikasikan berbentuk gejala umum antara lain bicara tidak jelas, keseimbangan kacau, koordinasi buruk, muka semburat, mata merah, dan kelakuan-kelakuan aneh lainnya, sehingga seorang yang terbiasa mabuk kadang disebut sebagai seorang alkoholik, atau pemabuk. 10 Oleh karena itu pengertian mabuk dapat ditegaskan sebagai keadaan keracunan karena konsumsi alkohol sampai kondisi di mana terjadi penurunan kemampuan mental dan fisik, dimana kondisi psikologis tersebut dapat diidentifikasikan berbentuk gejala umum antara lain bicara tidak jelas, keseimbangan kacau, koordinasi buruk, muka semburat, mata merah, dan kelakuan-kelakuan aneh lainnya. Sebagai suatu dasar hukum, dalam hukum pidana Islam mengenai pembunuhan diatur dalam al- Qur an Surat Al- Isra, ayat 33 9 Eva Handayani, Ilmu Kesehatan, UII Press, Jakarta, 2006, hlm. 112 10 Muhtadi, Ilmu Kedokteran, Unissula Press, Semarang, 2003, hlm. 93 23

Artinya: Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuh) nya, melainkan dengan suatu alasan yang haq (QS. Al-Isra : 33) 11 Berdasarkan ayat di atas, maka dapat dipahami bahwa membunuh diharamkan, tetapi dapat dibenarkan dengan alasan yang haq misalnya seperti ketika dalam kondisi perang jihad melawan orang kafir harbi. Pengertian dalam syariat Islam mengenai kesengajaan dalam pembunuhan menurut hukum pidana Islam adalah bermaksud membunuh atau sungguh-sungguh bermaksud membunuh. Kasad (maksud) tersebut dapat berupa perbuatan spontan atau adanya perencanaan, dan apabila kedua kasad tersebut mendahului atau menyetujui suatu perbuatan menghilangkan nyawa tersebut maka hukumnya sama, sebab dasar penentuan hukuman menurut syari at Islam adalah kasad yang menyertai perbuatan jarimah yaitu langkah-langkah syara yang diancam oleh Allah dengan hukum had (hukuman yang sudah ada nashnya) atau ta zir (hukuman yang tidak ada nashnya). 12 Unsur-unsur pembunuhan sengaja baik didahului suatu perencanaan ataupun tidak didahului suatu perencanaan yakni pembunuh 11 Tim Penerjemah Al Qur an Depag RI, Al Qur an dan Terjemahnya, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Depag RI. 1984, hlm. 172 12 A. Djazuli, Fiqh Jinayah Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005, hlm. 1 24

adalah orang yang berakal, sengaja membunuh, memakai alat yang pada ghalib-nya dapat mematikan. Mengenai sanksi pembunuhan sengaja dalam Islam, para fuqaha telah sepakat bahwa pada pembunuhan sengaja pelakunya wajib dijatuhi hukuman qisas. Adapun yang dimaksud dengan qisas berasal dan kata aqtasha yang berarti mengikuti, yakni mengikuti perbuatan jahat untuk pembalasan yang sama dan perbuatannya itu. 13 Dasar hukum qisas terdapat dalam A1-Qur an surat A1-Baqarah ayat 178 yang artinya: Artinya: Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka. Hamba dengan hamba, wanita dengan wanita, maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dan saudaranya hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula 14 13 Ibid., hlm. 14 14 Tim Penerjemah Al Qur an Depag RI, Al Qur an dan Terjemahnya, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Depag RI, 1984, hlm. 365. 25

Maka berdasarkan penjelasan tentang kriteria membunuh dengan kesengajaan atau tidak, serta didahului suatu perencanaan ataupun tidak didahului suatu perencanaan yakni pembunuh adalah orang yang berakal, sengaja membunuh, kemudian peneliti berusaha mengangkat fenomena tersebut untuk selanjutnya dikaji, dibahas, dan dianalisis dalam bentuk skripsi yang berjudul: Tindak Pidana Pembunuhan dalam Keadaan Mabuk (Studi Komparatif menurut Hukum Islam dan Perundang-Undangan di Indonesia) B. Rumusan Masalah Sesuai dengan judul skripsi sebelumnya, maka diperlukan batasan permasalahan yang jelas. Oleh karena itu penulis membuat rumusan masalah yang akan dijadikan sebagai penuntun dalam langkah.-langkah penulisan pada bab-bab berikutnya. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Bagaimana kriteria tindak pidana pembunuhan dalam keadaan mabuk? 2. Bagaimana perbandingan hukum Islam dengan hukum positif di Indonesia tentang tindak pidana pembunuhan dalam keadaan mabuk? C. Tujuan Penelitian Dalam penelitian yang penulis lakukan, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai, yaitu: 26

1. Untuk mengetahui kriteria tindak pidana pembunuhan dalam keadaan mabuk. 2. Untuk mengetahui perbandingan hukum Islam dengan hukum positif di Indonesia tentang tindak pidana pembunuhan dalam keadaan mabuk. D. Telaah Pustaka Dalam kajian pustaka ini, penulis akan memaparkan tentang beberapa penelitian mengenai tindak pidana pembunuhan dalam keadaan mabuk yang sebelumnya pernah diteliti. Diantaranya ialah sebagai berikut: Pertama ialah penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Muqoddas, mahasiswa Jurusan Syari ah Program Studi Jinayah STAIN Salatiga, dalam skripsinya yang berjudul Pemidanaan Bagi Terpidana Pembunuhan Dalam Keadaan Mabuk. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2005. Dalam penelitiannya tersebut hanya dipaparkan tentang hukuman bagi orang mabuk dan tidak diklasifikasikan kondisi mabuk seperti apa yang dapat dikategorikan mabuk sehingga lepas dan hukuman. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terpidana pembunuhan dalam keadaan mabuk apabila benar-benar mabuk yang dibuktikan dengan visum dokter maka terpidana tidak dapat dikenai hukuman pembunuhan karena sengaja 27

membunuh akan tetapi dikenai hukuman karena membunuh tanpa sengaja membunuh. Kedua ialah penelitian yang dilakukan oleh Musthofa Jaelani mahasiswa Fakultas Syari ah Jurusan Jinayah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dalam skripsinya yang berjudul Tinjauan Yuridis Pada Pembunuhan Akibat Mabuk Menurut Hukum Islam. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2001. Dalam penelitiannya tersebut ia memaparkan tentang pembunuhan menurut hukum Islam dan sanksi hukuman terhadap pelaku pembunuhan menurut hukum Islam. Hanya saja dalam penelitian ini tidak diberikan kejelasan tentang niat dan pembunuh yang mabuk tersebut apakah sebelum terjadinya pembunuhan telah memiliki fiat membunuh apa tidak. Ketiga ialah penelitian yang dilakukan oleh Syafrudin mahasiswa Fakultas Syari ah Jurusan Jinayah UNSIQ Wonosobo dalam skripsinya yang berjudul Jarimah Pembunuhan Pada Pelaku Dalam Kondisi Mabuk Menurut Hukum Islam. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2004. Dalam penelitiannya tersebut ia memaparkan tentang jarimah pembunuhan menurut hukum Islam dan sanksi hukumnya. Dalam penelitian sayangnya tidak disebutkan bahwa pembunuh dalam keadaan mabuk harus diklasifikasikan secara teknis tentang kriteria mabuk yang dapat dikenakan hukuman dan yang tidak dapat dikenai hukuman. Berdasarkan beberapa penelitian tentang tindak pidana pembunuhan dalam keadaan mabuk, menurut penulis merupakan kajian 28

tentang pembunuhan dalam kondisi mabuk namun sayangnya tidak ada yang memaparkan pembunuhan dengan mabuk dengan klasifikasi tindakan mabuk tersebut disertai dengan niat atau tidak, dan pembunuhan dengan tersebut tidak diklasifikasikan tentang kondisi mabuk yang sebenarnya yaitu hilangnya akal sehat ataukah hanya sekedar ada pengaruh alkohol sehingga dapat dikategorikan mabuk. Maka, dengan berdasar pada kenyataan, selanjutnya dalam penelitian ini penulis mencoba meneliti tentang T1ndak Pidana Pembunuhan dalam Keadaan Mabuk (Studi Komparatif menurut Hukum Islam dan Perundangundangan di Indonesia), melalui pemaparan dan pembahasan dalam skripsi ini. E. Kerangka Teori Pertanggungjawaban pidana dapat hapus karena hal-hal yang berhubungan dengan keadaan din pembuat sendiri atau karena hal-hal yang berhubungan dengan keadaan din pembuat. Dalam keadaan pertama perbuatan yang dikerjakan adalah yang hukumnya mubah (tidak dilarang), dan dalam keadaan yang kedua perbuatan yang dikerjakan dilarang tetapi tidak dapat dijatuhi hukuman seperti: 1. Pembelaan yang sah yang terdiri dan a. Pembelaan khusus (dafus-sha ii) b. Pembelaan umum (amar-ma ruf-nahi-munkar) 2. Pengajaran (ta dib) 3. Pengobatan 29

4. Hapusnya jalan kesemalatan 5. Hak-hak dan kewajiban penguasa. 15 Macam-macam tindak pidana (jarimah) dalam Islam dilihat dan berat ringannya hukuman dibagi menjadi tiga, yaitu hudud, qisos diyat dan ta zir. 1. Jarimah hudud, yaitu perbuatan melanggar hukum had (hak Allah). Hukum had yang dimaksud tidak mempunyai batas terendah dan tertinggi serta tidak bisa dihapuskan oleh perorangan (si korban atau walinya) atau masyarakat yang mewakili (u/il amri). Para ulama sepakat bahwa yang menjadi kategori dalam jarimah hudud ada tujuh, yaitu zina, menuduh zina (qodzj), mencuri (sirq), perampok dan penyamun (hirohah), minumminuman keras (surbah), dan murtad (riddah). 2. Jarimah qishosh diyat, yaitu perbuatan yang diancam dengan hukuman qishosh dan diyat. Baik qishosh maupun diyat merupakan hukuman yang telah ditentukan batasannya, tidak ada batas terendah dan tertinggi tetapi menjadi hak perorangan (si korban dan walinya), ini berbeda dengan hukuman had yang menjadi hak Allah semata. Penerapan hukuman qisos diyat ada beberapa kemungkinan, seperti hukuman qishosh bisa berubah menjadi hukuman diyat, hukuman diyat apabila dimaafkan akan menjadi hapus. Adapun yang termasuk dalam kategori jarimah qisos diyat antara LAIN pembunuhan sengaja 87. 15 Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, Bandung: Grafika Press, 2001, hlm. 30

(qoti al amd), pembunuhan semi sengaja (qotl sibh al amd), pembunuhan keliru (qotl khotho ), penganiayaan sengaja (jarh al amd) dan penganiayaan salah (jarh khotho ). Diantara jarimah-jarimah qisos diyat yang paling berat adalah hukuman bagi pelaku tindak pidana pembunuhan sengaja (qotl al amd) karena hukuman baginya adalah dibunuh. Pada dasarnya seseorang haram menghilangkan orang lain tanpa alasan syar i bahkan Allah mengatakan tidak ada dosa yang lebih besar lagi setelah kekafiran selain pembunuhan terhadap orang mukmin sebagaimana tertera dalam Al Qur an Surat An- Nisa ayat 93 yang artinya: Artinya : Dan barang siapa membunuh orang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah jahanam, ia kekal di dalamnya dana Allah murka kepadanya, mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya 16 Rosulullah SAW juga bersabda: اول ما يحاسب به العبد يوم القيامة الدم Artinya : Sesuatu yang pertama diadili di antara manusia di han kiamat adalah masalah darah. (Muttafaqun alaih). 16 Tim Penerjemah Al Qur an Depag RI, hlm. 125 31

Dalam Islam pemberlakuan hukuman mati terhadap pelaku pembunuhan sengaja tidak bersifat mutlak, karena jika dimaafkan oleh keluarga korban dia hanya diberi hukuman untuk membayar diyat yaitu denda senilai 100 onta. Di dalam Hukum Pidana Islam, diyat merupakan hukuman pengganti (al uqubah badaliah) dan hukuman mati yang merupakan hukuman asli (al uqubah ashliyah) dengan syarat adanya pemberian maaf dan keluarganya. 3. Jarimah ta zir. Jenis sanksinya secara penuh ada pada wewenang penguasa demi terealiasinya kemaslahatan umat. Dalam hal ini unsur akhlak menjadi pertimbangan paling utama. Misalnya pelanggaran terhadap lingkungan hidup, lalu lintas, dan pelanggaran-pelanggaran lalu lintas lainnya. Dalam penetapan jarimah ta zir prinsip utama yang mejadi acuan penguasa adalah menjaga kepentingan umum dan melindungi setiap anggota masyarakat dan kemadhorotan (bahaya). Disamping itu, penegakan jarimah ta zir harus sesuai dengan prinsip syar i (nas). 17 Berdasarkan pemaparan tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa kejahatan hudud adalah kejahatan yang paling serius dan berat dalam Hukum Pidana Islam. Ta zir adalah kejahatan terhadap kepentingan publik, tetapi bukan berarti tidak mempengaruhi kepentingan pribadi sama sekali, namun terutama sekali berkaitan dengan hak Allah. Kejahatan ini diancam dengan hukuman hadd. 17 Ibid., hlm. 89 32

Sementara qishosh berada pada posisi diantara hudud dan ta zir dalam hal beratnya hukuman. Ta zir sendiri merupakan hukuman paling ringan di antara jenis-jenis hukuman yang lain. Jarimah hudud bisa berpindah menjadi Jarimah ta zir bila ada syubhat, baik itu shubhat fi alfi ii, fi alfa ii, maupun ft al mahal. Demikian juga bila Jarimah hudud tidak memenuhi syarat, seperti percobaan pencurian dan percobaan pembunuhan. Bentuk lain dan jarimah ta zir adalah kejahatan yang bentuknya ditentukan oleh ulil amri sesuai dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip dan tujuan syari ah, seperti peraturan lalu lintas, pemeliharaan lingkungan hidup, memberi sanksi kepada aparat pemerintah yang tidak disiplin dan lain lain. F. Metode Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti, jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian komparatif. Penelitian kuantitatif komparatif adalah suatu penelitian yang bersifat membandingkan. Variabelnya masih sama dengan penelitian variabel mandiri tetapi untuk sampel yang lebih dan satu. 18 18 Sugiyono, Metode Penelitian, Bandung: Aifabeta, 2003, hlm. ii. 33

Berdasarkan tujuan penelitian sebagaimana telah penulis sebutkan pada bab sebelumnya, maka metode pendekatan pada penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif yang bersifat doktrinal. Pendekatan yuridis normatif adalah penelitian yang berusaha menganalisa masalah-masalah yang berlaku dalam masyarakat dan berkaitan dengan hukum secara normatif. 19 Pendekatan yuridis normatif di sini berarti pendekatan penelitian hukum dengan memperhatikan kenyataan yang ada serta permasalahan hukum yang berkaitan dengan tindak pidana pembunuhan dalam keadaan mabuk. 2. Tipe Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif yaitu tipe penelitian yang mendeskripsikan data empirik di lapangan secara kualitatif. 20 Tipe penelitian deskriptif ini diterapkan karena penulis melakukan penelitian kepustakaan yaitu tentang tindak pidana pembunuhan dalam keadaan mabuk yang selanjutnya data-data kepustakaan tersebut dipaparkan oleh penulis untuk dibahas dan dianalisis. 3. Metode Penentuan Sumber Data Mengingat penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian kualitatif, maka sumber data yang dipakai pada penelitian ini adalah 19 Margono. Metodologi Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta. 2000. hlm.105. 20 Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 2002, hlm. 93. 34

sumber data primer dan sumber data sekunder sebagaimana dalam pemaparan berikut: a. Data primer Data primer pada penelitian ini yaitu data yang diperoleh penulis dan bahan kepustakaan tentang tindak pidana dalam keadaan mabuk yang bersumber dan peraturan positif di Indonesia dan hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur'an surat Al-Isra : 33, al Hadits dan sumber hukum Islam lainnya yang disepakati sebagai bagian dari sumber hukum Islam. b. Data sekunder Data sekunder pada penelitian ini yaitu data yang bersifat mendukung data primer berupa data kepustakaan berupa bukubuku dokumen, dan pendapat dan para ahli berkaitan dengan materi skripsi ini yaitu tentang tindak pidana pembunuhan dalam keadaan mabuk. 4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang diterapkan penulis pada penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh penulis secara esensial merupakan aktivitas penulis dalam mengadakan penelitian untuk memperoleh data empiris yang diperlukan dalam rangka pemenuhan informasi dan data yang diperlukan. Adapun metode yang dipergunakan oleh penulis dalam pengumpulan data tersebut adalah metode dokumentasi. 35

Metode dokumentasi ialah metode yang digunakan peneliti untuk menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya. 21 Metode dokumentasi ini digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data- data dan informasi serta pengetahuan kepustakaan yang berkaitan dengan materi penelitian ini yaitu tentang tindak pidana pembunuhan dalam keadaan mabuk. 5. Metode Analisis Data Setelah semua data terkumpul, selanjutnya data-data tersebut dianalisis. Untuk mengadakan penarikan kesimpulan dan suatu penelitian, harus berdasar pada hasil pengolahan dan harus selaras dengan jenis data-data yang ada. Dalam metode analisa data ini peneliti menggunakan cara yaitu analisa data kualitatif, oleh karena penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif. Dalam menganalisa data kualitatif tersebut, peneliti melakukannya dengan beberapa tahapan, yaitu: a. Penyusunan Data Pada tahap ini, peneliti memiliki pertimbangan sebagai berikut: 1) Hanya memasukkan data yang penting dan benar-benar dibutuhkan. 2) Hanya memasukkan data yang bersifat obyektif. 3) Hanya memasukkan data yang autentik. 21 Suharsimi Arikunto, op.cit, hlm. 149. 36

4) Perlu dibedakan antara data informasi dengan kesan pribadi responden 22 b. Penganalisaan Data Berkaitan dengan metode pendekatan penelitian ini berupa pendekatan yuridis sosiologis dengan spesifikasi penelitian deskriptif, maka analisis penelitian ini menggunakan metode analisis komparatif yaitu analisis mengenai hasil penelitian yang membandingkan tentang tindak pidana pembunuhan dalam keadaan mabuk menurut hukum Islam dan perundang-undangan di Indonesia. Data yang diperoleh dalam penelitian, kemudian diproses melalui pengolahan data yang kemudian dianalisis. Data tersebut merupakan penjabaran dan bahan-bahan penelitian sehingga hasilnya merupakan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan disusun dalam kalimat yang sistematis. Maka dalam menganalisis data, peneliti menggunakan teknis yaitu data-data tersebut dibandingkan dengan satu kriteria atau standar yang sudah ditetapkan terlebih dahulu pada waktu penyusunan desain penelitian. 23 Dalam hal ini standar dan kriteria yang dipakai adalah hukum Islam dalam artian juga termasuk hukum fikih dan berbagai mazhab dan berbagai pendapat di 22 Anas Sudijono, Pengantar Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001, hlm. 45. 23 M. Sayuthi All, Metodologi Penelitian Agama, Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2002, hlm. 59. 37

kalangan ulama dan cendekiawan muslim baik di Indonesia maupun di luar Indonesia, serta peraturan dan perundangundangan yang berlaku di negara Indonesia. G. Sistematika Penulisan Skripsi Pada skripsi yang disusun oleh penulis ini, dibagi menjadi tiga bagian. Pada bagian pertama terdiri dan halaman Judul, halaman nota persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, halaman persembahan, halaman motto, halaman kata pengantar, halaman daftar isi, dan abstrak Pada bagian kedua, memuat lima bab, dan dibagi lagi dengan beberapa sub bab yang lebih terinci, dalam uraian sebagai berikut: Bab I Pendahuluan. Di dalam ini memuat latar Belakang Masalah, Pokok Permasalahan, Tujuan Penelitian, Telaah Pustaka, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan. Bab II yang berisi tinjauan pustaka terkait dengan Tindak Pidana Pembunuhan dalam Kondisi Mabuk Menurut Hukum Islam berisi: Pengertian Jarimah Pembunuhan, Dasar Hukum Tindak Pidana Pembunuhan menurut Hukum Islam, Klasifikasi Tindak Pidana Pembunuhan Menurut Hukum Islam, Pengertian Mabuk, Ketentuan Hukum Islam Bagi Orang Mabuk Bab III Alasan Pemaafan bagi Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan dalam Keadaan Mabuk. Bab ini mencakup: Alasan Obyektif Pemanfaatan Bagi Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Keadaan Mabuk, Alasan 38

Subyektif Pemanfaatan Bagi Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Keadaan Mabuk Bab IV Analisis Tindak Pidana Pembunuhan dalam Kondisi Mabuk menurut Hukum Islam. Dalam Bab ini, penulis menganalisis Tindak Pidana Pembunuhan perspektif Hukum Islam dan menganalisis Tindak Pidana Pembunuhan menurut Perundang-undangan di Indonesia Bab IV Penutup. Bab terakhir ini mencakup Kesimpulan, Saransaran dan Penutup. 39