BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pasien yang masuk ke rumah sakit untuk menjalani perawataan dan. pengobatan sangat berharap memperoleh kesembuhan atau perbaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB VIII INFEKSI NOSOKOMIAL

BAB 1 PENDAHULUAN. dari 12% pasien yang ada di rumah sakit akan terpasang kateter (Rahmawati,

Infeksi Nosokomial. Chairuddin P. Lubis. Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), HAI s (Healthcare

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.

URINARY TRACT INFECTION OF PATIENTS WHO TREATED IN HOSPITAL

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biaknya mikroorganisme di dalam saluran kemih, walaupun

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

Bagian XIII Infeksi Nosokomial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi saluran kemih adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 2006). Kateterisasi urin ini dilakukan dengan cara memasukkan selang plastik

BAB II TINJAUAN TEORI. kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop atau mikroskop elektron.

BAB I PENDAHULUAN. (Morgan, 2003). Bakteriuria asimtomatik di definisikan sebagai kultur

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perhatian dari dokter (medical provider) untuk menegakkan diagnosis

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak

ABSTRAK HUBUNGAN PEMASANGAN KATETER DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

BAB I PENDAHULUAN. urin (Brockop dan Marrie, 1999 dalam Jevuska, 2006). Kateterisasi urin ini

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

KUESIONER PENELITIAN. Perbedaan Sanitasi Lingkungan dan Perilaku Petugas Kesehatan terhadap Angka

PELAKSANAAN SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT. Halaman 1 dari 5. No. Dokumen... No. Revisi... RS ADVENT MANADO. Ditetapkan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

Complication of Foley Catheter Is Infection the Greatest Risk. Oleh : dr. M. Gunthar A. Rangkuti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah salah satu penyakit infeksi dengan angka

BAB 1 PENDAHULUAN. penting bagi kelangsungan hidup, modal dasar dan fungsi utama pembangunan

PENUNTUN PEMBELAJARAN ASPIRASI SUPRAPUBIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

I. PENDAHULUAN. Air susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bayi pada awal usia kehidupan, hal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan

SATUAN ACARA PENYULUHAN DI BANGSAL CEMPAKA RSUD WATES INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

HUBUNGAN PEMASANGAN KATETER DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH PADA PASIEN DI RUANG RAWAT INAP PENYAKIT DALAM RSUDZA BANDA ACEH TAHUN 2012

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat. lantai makanan dan benda-benda peralatan medik sehingga dapat

BAB I PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

BAB I PENDAHULUAN. maupun tidak langsung kematian pasien. Infeksi nasokomial ini dapat berasal dari

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam. diantaranya perawat, dokter dan tim kesehatan lain yang satu dengan yang

Skala Jawaban I. KUISIONER A : DATA DEMOGRAFI

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman modernisasi seperti sekarang ini Rumah Sakit harus mampu

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

BAB 1. Pendahuluan. Infeksi nosokomial yaitu setiap infeksi yang. didapat selama perawatan di rumah sakit, infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan

Ventilator Associated Pneumonia

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

No. Kuesioner : I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : 5. Pekerjaan : 6. Sumber Informasi :

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PROTAP PERAWATAN LUKA POST OPERASI DI RUANG CENDANA RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN INDIKATOR MUTU RUMAH SAKIT UPDATE WEBSITE DAN MADING TRIWULAN I TAHUN 2017

LAPORAN INDIKATOR MUTU RUMAH SAKIT UNTUK WEBSITE DAN MADING TRIWULAN III TAHUN 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. memperbaiki standar mutu pelayanannya. Dengan adanya peningkatan mutu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengendalian infeksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin yang berasal dari ISK atau

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Teknik Relaksasi...,Bayu Purnomo Aji,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2017

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering

LAPORAN INDIKATOR MUTU RUMAH SAKIT UPDATE WEBSITE DAN MADING SEMESTER I TAHUN 2017

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba. intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme.

Pendahuluan BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.

RSCM KEWASPADAAN. Oleh : KOMITE PPIRS RSCM

BAB 1 PENDAHULUAN. kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data. epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa pernah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 2, Oktober 2012 ISSN

6. Botol kecil steril untuk bahan pemeriksaan steril

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan

ASEPSIS SESUDAH TINDAKAN BEDAH MULUT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara

Management Healthcare Associated Infections (HAIs)

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Infeksi nosokomial atau hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat klien ketika klien tersebut masuk rumah sakit atau pernah dirawat di rumah sakit (Iskandar, 2001). Menurut Wahyono ( 2004) suatu infeksi dikatakan didapat di rumah sakit jika : a. Pada waktu pasien mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tandatanda klinis. b. Pada waktu pasien dirawat di rumah sakit tidak sedang dalam inkubasi dari infeksi tersebut. c. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya. d. Tanda-tanda klinis dari infeksi tersebut dapat timbul sekurangkurangnya 3 X 24 jam setelah perawatan. e. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi, dan terbukti infeksi tersebut didapat pasien ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial. 7

8 2. Sumber infeksi nosokomial Iskandar (2001) berpendapat bahwa sumber infeksi nosokomial pada umumnya dibagi menjadi dua yaitu : a. Animate (yang bernyawa) Ditubuh manusia terdapat kuman yang hidup sebagai flora normal. Apabila terjadi perubahan keadaan, kuman biasanya menjadi patogen bagi individu sendiri maupun bagi orang lain. Selain manusia yang merupakan carrier sehat, terdapat mahkluk yang bernyawa lainnya yang dapat menjadi sumber infeksi nosokomial. b. Inanimate (benda tidak bernyawa) Selain benda bernyawa, benda mati yang kering (udara, debu) benda cair atau lembab (air cucian tangan, desinfektan, handuk) dan lingkungan bebas juga dapat menjadi sumber infeksi nosokomial (Depkes RI, 2001). 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi nosokomial Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi proses infeksi, yang saling berkaitan erat dan disebut mata rantai infeksi. Susan c, (2001) berpendapat bahwa mata rantai infeksi tersebut adalah a. Agent yaitu adanya mikroba yang infeksius. b. Reservoir (penampung) yaitu tempat bagi mikroba untuk berkembang biak.

9 c. Portal of exit (pintu keluar) misalnya saluran nafas, pencernaan, urogenital. d. Means of transmission (cara penularan) misalnya melalui udara, kontak vector atau alat. e. Portal of Entry (pintu masuk) misalnya kulit dinding mukosa, urogenital, dan saluran pencernaan. f. Host (penerima) misalnya pertahanan tubuh. 4. Cara penyebaran infeksi nosokomial Menurut Smeltzer (2001) ada beberapa cara penyebaran infeksi nosokomial yaitu: a. Self infection (auto infeksi) Yaitu penularan infeksi melalui pasien itu sendiri dengan kuman penyebabnya berasal dari pasien itu sendiri (endogenus floral) bisa melalui benda yang dipakai seperti pakaian, selimut, atau gesekan tangan sendiri atau orang lain. b. Cross infection (infeksi silang) Yaitu kejadian infeksi nosokomial yang disebabkan oleh kuman dari pasien sebagai sumber infeksi kepada pasien lain di rumah sakit, baik secara langsung maupun tidak langsung.

10 c. Environtment infection (infeksi lingkungan) Yaitu kejadian infeksi nosokomial yang kuman penyebabnya berasal dari benda atau bahan yang tidak bernyawa di lingkungan rumah sakit. 5. Diagnosa klinis infeksi nosokomial. Secara klinis diagnosis infeksi nosokomial bisa ditentukan dengan adanya gejala-gejala infeksi pada hari ke tiga masa perawatan pasien di rumah sakit (Wahyono, 2004). Gejala klinis tersebut meliputi : panas lebih dari 38 derajat Celcius, hipotermi kurang dari 36 derajat Celsius, diare, batuk, atau sesak nafas, sakit saat buang air kecil, infeksi kulit, infeksi luka operasi, phlebitis, mastitis dan gejala sepsis (Depkes RI, 2001). B. Infeksi Saluran Kemih Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan adanya mutasi mikroorganisme pada saluran kemih (Wahyono, 2004; Depkes RI, 2001). Wahyono (2004) berpendapat bahwa ISK dibedakan menjadi : 1. Infeksi saluran kemih simptomatik Infeksi saluran kemih simptomatik harus memenuhi kriteria-kriteria berikut ini (Depkes RI, 2001). Kriteria 1 : Apabila didapatkan paling sedikit satu dari tanda dan gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya, yang meliputi : Demam

11 lebih dari 38 0 Celcius, nikuria, polakisuria, disuria, nyeri supra pubik dan biakan urin porsi tengah (mid stream) >10 5 kuman per ml urin dengan jenis kuman tidak lebih dari 2 spesies Kriteria 2 : Apabila ditemukan paling sedikit dua dari tanda dan gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya, yang meliputi: demam lebih dari 38 0 Celcius, nikuria, polakisuria, disuria, nyeri supra pubik. Dan salah satu dari hal-hal berikut ini: Piuria (terdapat lebih dari10 leukosit per ml atau terdapat lebih dari 3 lekosit per Lapang Pandang Besar dari urin yang tidak dipusingkan, diagnosa ISK oleh dokter yang menangani dan telah mendapat pengobatan anti mikroba yang sesuai oleh dokter yang menangani. 2. ISK bakteria asimptomatik ISK bakteria asimptomatik harus memenuhi paling sedikit kriteria berikut ini (Wahyono, 2001; Depkes RI, 2001). a. Pasien pernah memakai kateter dalam waktu 7 hari sebelum biakan urin lebih dari 10 kuman per ml urin dengan jenis kuman maksimum 2 spesies tanpa ada gejala-gejala: demam, suhu lebih dari 38 0 Celcicus, polakisuri, nikuria, disuria, dan nyeri supra pubik. b. Pada pasien tanpa kateter kandung kemih menetap pada 7 hari sebelum biakan pertama dari biakan urin 2 kali berturut-turut ditemukan tidak

12 lebih dari 2 jenis kuman yang sama dengan jumlah lebih dari 10 per ml tanpa ada gejala atau keluhan, demam, polakisuria, nikuria, disuria, nyeri suprapubik. 3. Infeksi saluran kemih lain ISK lain harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini (Depkes RI, 2001). Kriteria 1 : Apabila ditemukan kuman yang tumbuh dari biakan cairan bukan urin atau jaringan yang diambil dari lokasi yang dicurigai terinfeksi. Kriteria 2 : Apabila adanya abses atau tanda infeksi lain yang dapat dilihat baik secara pemerikasaan langsung, selama pembedahan atau melalui pemerikasaan histopatologis. Kriteria 3 : Apabila terdapat dua dari tanda-tanda berikut: demam (38 0 C), nyeri suprapubik, nyeri tekan pada daerah yang dicurigai terinfeksi dan paling sedikit satu dari berikut ini: a. Keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang dicurigai terinfeksi. b. Ditemukan kuman pada biakan darah yang sesuai dengan tempat yang dicurigai. c. Pemeriksaan radiology, maisalnya USG, CT Scan, MRI, untuk melihat tgambaran infeksi. d. Didiagnosa infeksi oleh dokter yang menangani.

13 e. Dokter yang menangani memberikan pengobatan anti mikroba yang sesuai. C. Kateterisasi dan faktor faktor yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter menetap. Kateterisasi adalah suatu tindakan untuk memasukkan selang nelaton kateter ke dalam kandung kemih secara menetap dengan tehnik aseptik (Perry & Potter, 2001). Sedangkan indikasi pemasangan kateter menurut Wahyono (2004) antara lain 1) Menghilangkan distensi kandung kemih. 2) Penatalaksanaan kandung kemih inkompeten. 3) Mendapatkan spesimen urin steril. 4) Sebagai pengkajian jumlah residu urin, bila kandung kemih tidak mampu untuk dikosongkan secara tuntas. Menurut Tessy (2001) faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter meliputi : 1) Usia. ISK dapat mengenai semua umur baik pada bayi, anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua. Namun pada bayi dan orang tua merupakan pasien yang berisiko tinggi karena daya tahan tubuh sangat rentan terhadap infeksi (Iskandar, 2001).

14 2) Jenis kelamin Dari kedua jenis kelamin wanita dan pria, ternyata lebih banyak wanita daripada pria dengan populasi antara 5-15%. Hal ini dipengaruhi oleh faktor anatomi, karena uretra wanita lebih pendek, dan terletak lebih dekat dengan anus. Sedangkan uretra laki-laki bermuara pada saluran kelenjar prostat dan secret prostat dikenal sebagai anti bakteri yang kuat (Tessy,2001). 3) Lama pemasangan Lama pemasangan sangat berpengaruh terhadap timbulnya ISK, hal ini dikarenakan kateter dapat menimbulkan terjadinya iritasi mukosa uretra dan sebagai pintu masuk mikroorganisme sehingga makin lama kateter yang dipasang menetap makin tinggi resikonya terjadi ISK. D. KERANGKA TEORI Katerisasi ISK Faktor pasien - usia - jenis kelamin - diagnosa Faktor perawat - prosedur pemasangan - prosedur perawatan - lamanya terpasang Faktor kateter - ukuran Faktor lingkungan - kebersihan Skema 1 : Kerangka teori tentang kejadian ISK pada pemasangan kateter (Iskandar, 2001; Depkes RI, 2001).

15 E. KERANGKA KONSEP Variabel Independen Variabel Dependen - Lamanya terpasang kateter - Jenis kelamin - Usia ISK pada pasien katerisasi Variabel Confounding : - Diagnosa medis - Ukuran kateter - Kebersihan ruangan - Prosedur pemasangan kateter - Prosedur perawatan kateter Skema 2 : Kerangka konsep. Keterangan : : Area penelitian F. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas (independen variabel) Variabel bebas adalah variabel yang menentukan atau mempengaruhi variabel terikat (Nursalam & Pariani, 2001). Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah : a. Jenis kelamin b. Lama pemasangan kateter c. Usia

16 2. Variabel Terikat (dependen variabel) Variabel terikat adalah variabel yang kondisinya atau nilainya ditentukan atau dipengaruhi oleh variabel bebas (Sugiyono, 2003). Pada penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah infeksi saluran kemih G. HIPOTESA 1. Ada hubungan antara usia dengan kejadian ISK pada pasien yang terpasang kateter menetap. 2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian ISK pada pasien yang terpasang kateter menetap. 3. Ada hubungan antara lama pemasangan kateter dengan kejadian ISK pada pasien yang terpasang kateter menetap. 4. Ada pengaruh antara usia, jenis kelamin dan lama pemasangan kateter dengan kejadian ISK pada pasien yang terpasang kateter menetap.