BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum. 2.2 SIKLUS IDEAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. mengubah energi panas (energi termal) menjadi energi mekanik melalui proses

BAB II TINJAUAN LITERATUR

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB II DASAR TEORI. dipakai saat ini. Sedangkan mesin kalor adalah mesin yang menggunakan

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN PENINGKATAN PERFORMA MESIN YAMAHA CRYPTON. Panjang langkah (L) : 59 mm = 5,9 cm. Jumlah silinder (z) : 1 buah

BAB II LANDASAN TEORI


Gambar 1. Motor Bensin 4 langkah

BAB II DASAR TEORI 2.1. Motor Bensin Penjelasan Umum

FINONDANG JANUARIZKA L SIKLUS OTTO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI KAJI EKSPERIMENTAL

MOTOR BAKAR TORAK. 3. Langkah Usaha/kerja (power stroke)

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA

BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN

Denny Haryadhi N Motor Bakar / Tugas 2. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas

BAB I PENDAHULUAN. Motor bakar merupakan salah satu jenis penggerak mula. Prinsip kerja

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

BAB II LANDASAN TEORI. mekanik berupa gerakan translasi piston (connecting rods) menjadi gerak rotasi

BAB II LANDASAN TEORI

Seta Samsiana & Muhammad Ilyas sikki

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI KAJI EKSPERIMENTAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VARIASI SUDUT BUTTERFLY VALVE PADA PIPA GAS BUANG TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH

PENGARUH PERUBAHAN TITIK BERAT POROS ENGKOL TERHADAP PRESTASI MOTOR BENSIN EMPAT LANGKAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Pustaka. Persiapan Dan Pengesetan Mesin. Kondisi Baik. Persiapan Pengujian. Pemasangan Alat Ukur

Gambar 3.1 Diagram alir metodologi pengujian

Materi. Motor Bakar Turbin Uap Turbin Gas Generator Uap/Gas Siklus Termodinamika

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL UJI DAN PERHITUNGAN MENGETAHUI KINERJA MESIN MOTOR PADA KENDARAAN GOKART

PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER

BAB II TEORI DASAR. Mesin diesel pertama kali ditemukan pada tahun 1893 oleh seorang berkebangsaan

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Transmisi 2.2 Motor Listrik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seperti mesin uap, turbin uap disebut motor bakar pembakaran luar (External

BAB II LANDASAN TEORI. empat langkah piston atau dua putaran poros engkol. Empat langkah tersebut adalah :

UNJUK KERJA MESIN BENSIN 4 SILINDER TYPE 4G63 SOHC 2000 CC MPI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara memperoleh energi thermal ini mesin kalor dibagi menjadi dua golongan,

PERENCANAAN BATANG TORAK MOTOR BENSIN 4 LANGKAH 100 CC

BAB I KOMPONEN UTAMA SEPEDA MOTOR

2.1 Pengertian Umum Mesin Pemipil Jagung. 2.2 Prinsip Kerja Mesin Pemipil Jagung BAB II DASAR TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Abstrak. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh keausan ring piston terhadap kinerja mesin diesel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkaitan dengan judul penelitian yaitu sebagai berikut: performa mesin menggunakan dynotest.pada camshaft standart

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Observasi terhadap analisis pengaruh jenis bahan bakar terhadap unjuk kerja

BAGIAN-BAGIAN UTAMA MOTOR Bagian-bagian utama motor dibagi menjadi dua bagian yaitu : A. Bagian-bagian Motor Utama yang Tidak Bergerak

BAHAN AJAR FISIKA KELAS XI IPA SEMESTER GENAP MATERI : DINAMIKA ROTASI

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA

PERFORMANSI MESIN SEPEDA MOTOR SATU SILINDER BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS DENGAN MODIFIKASI RASIO KOMPRESI

PENGARUH FILTER UDARA PADA KARBURATOR TERHADAP UNJUK KERJA MESIN SEPEDA MOTOR

PENGARUH JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BAKAR INJEKSI ABSTRAK

Mesin Kompresi Udara Untuk Aplikasi Alat Transportasi Ramah Lingkungan Bebas Polusi

!"#$%&$'()*& LAMPIRAN

UJI PERFORMANSI MESIN OTTO SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS

Andik Irawan, Karakteristik Unjuk Kerja Motor Bensin 4 Langkah Dengan Variasi Volume Silinder Dan Perbandingan Kompresi

MAKALAH THERMODINAMIKA DAN PENGGERAK AWAL PROSES SIKLUS DIESEL OLEH : NICOBEY SAHALA TUA NAIBAHO NPM : KK2 TEKNIK ELEKTRO

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Motor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

SOAL DINAMIKA ROTASI

BAB II LANDASAN TEORI

Jika diperhatikan lebih jauh terdapat banyak perbedaan antara motor bensin dan motor diesel antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

MESIN DIESEL 2 TAK OLEH: DEKANITA ESTRIE PAKSI MUHAMMAD SAYID D T REIGINA ZHAZHA A

BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Bensin Penjelasan Umum

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN

BAB II DASAR TEORI. Menurut Wiranto Arismunandar (1988) Energi diperoleh dengan proses

BAB 1 DASAR MOTOR BAKAR

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang bertekanan lebih rendah dari tekanan atmosfir. Dalam hal ini disebut pompa

Studi Eksperimental Kinerja Mesin Kompresi Udara Satu Langkah Dengan Variasi Sudut Pembukaan Selenoid

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN:

ANALISA PENGARUH FLYWHEEL DAN FIRING ORDER TERHADAP PROSES KERJA MESIN DIESEL

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM)

Abstract. Keywords: Performance, Internal Combustion Engine, Camshaft

PENGARUH CELAH KATUP TERHADAP DAYA DAN EFISIENSI PADA MOTOR MATIC ABSTRAK

PENGARUH PENGGUNAAN X- POWER TERHADAP PERFORMA PADA MESIN MOTOR 4 LANGKAH ABSTRAK

PENGARUH PORTING SALURAN INTAKE DAN EXHAUST TERHADAP KINERJA MOTOR 4 LANGKAH 200 cc BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX

PEMBAHASAN. 1. Mean Effective Pressure. 2. Torque And Power. 3. Dynamometers. 5. Specific Fuel Consumption. 6. Engine Effeciencies

Aku berbakti pada Bangsaku,,,,karena Negaraku berjasa padaku. Pengertian Turbocharger

Lampiran 1. Analisis Kebutuhan Daya Diketahui: Massa silinder pencacah (m)

BAB III PROSEDUR PENGUJIAN

II. TEORI DASAR. kelompokaan menjadi dua jenis pembakaran yaitu pembakaran dalam (Internal

ANALISIS PENGARUH BENTUK PERMUKAAN PISTON TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN

BAB IV PERHITUNGAN. 4.1 Siklus Gabungan (dual combustion Cycle) Pada Turbocharger ini memakai siklus gabungan yang disebut juga


BAB II LANDASAN TEORI

Edi Sarwono, Toni Dwi Putra, Agus Suyatno (2013), PROTON, Vol. 5 No. 1/Hal

5. Tentukanlah besar dan arah momen gaya yang bekerja pada batang AC dan batang AB berikut ini, jika poros putar terletak di titik A, B, C dan O

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH VARIASI PENYETELAN CELAH KATUP MASUK TERHADAP EFISIENSI VOLUMETRIK RATA - RATA PADA MOTOR DIESEL ISUZU PANTHER C 223 T

Pengaruh Kerenggangan Celah Busi terhadap Konsumsi Bahan Bakar pada Motor Bensin

BAB III PERANCANGAN SISTEM. menggunakan mesin stirling. Mesin stirling yang digunakan merupakan

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum. Pengukuran torsi dan daya yang digunakan sebagai parameter uji pada sepeda motor dapat dilakukan dengan berbagai macam metode diantaranya Test Bench dan Prony Breake. Prinsip kerja test bench adalah torsi atau daya yang akan diuji digunakan untuk memutar suatu silinder beban sehingga silinder tersebut berputar dengan kecepatan sudut dan percepatan sudut tertentu. Sehingga torsi dapat ditentukan dari perkalian momen inersia massa yang dimiliki oleh silinder uji dengan percepatan sudut, sedangkan daya dapat diketahui dengan mengalikan torsi dengan kecepatan sudut yang terjadi. 2.2 SIKLUS IDEAL Proses termodinamika dan kimia yang terjadi dalam motor bakar torak amat komplek untuk dianalisa menurut teori. Pada umumnya untuk menganalisa motor bakar torak dipergunakan siklus udara sebagai siklus yang ideal. Siklus udara menggunakan beberapa keadaan yang sama dengan siklus sebenarnya dalam hal sebagai berikut : (Arismunandar, Wiranto, 1988) a. Urutan proses. b. Perbandingan kompresi c. Pemilihan temperature dan tekanan pada suatu keadaan. d. Penambahan kalor yang sama persatuan berat udara. Didalam analisa udara, khususnya motor baker torak akan dibahas : 1. Siklus udara volume konstan (siklus otto) 2. Siklus udara tekanan konstan (siklus diesel) 3. Siklus udara tekanan terbatas (siklus gabungan)

2.2.1 Siklus Udara Volume Konstan (Siklus Otto) Motor bensin adalah jenis motor bakar torak yang bekerja berdasarkan siklus volume konstan, karena saat pemasukan kalor (langkah pembakaran) dan pengeluaran kalor terjadi pada volume konstan. Siklus ini adalah siklus yang ideal. Seperti yang terlihat pada diagram P V gambar 2.1 Gambar 2.1 Diagram P V Siklus Otto (siklus volume konstan). (Arismunandar, 1988) Adapun siklus ini adalah sebagai berikut : (Arismunandar,1988) 1. Langkah 0 1 adalah langkah hisap, yang terjadi pada tekanan (P) konstan. 2. Langkah 1 2 adalah langkah kompresi, pada kondisi isentropik. 3. Langkah 2 3 adalah proses pemasukan kalor pada volume konstan. 4. Langkah 3 4 adalah proses ekspansi, yang terjadi secara isentropik. 5. Langkah 4-1 adalah langkah pengeluaran kalor pada volume konstan. 6. Langkah 1 0 adalah proses tekanan konstan. Proses tersebut menggunakan beberapa asumsi sebagai berikut : a. Fluida kerja dianggap sebagai gas ideal yang mempunyai kalor spesifik konstan. b. Siklus dianggap tertutup artinya siklus ini berlangsung dengan fluida yang sama yang berada dalam silinder, pada titik 1 (langkah buang) fluida dikeluarkan dari ruang baker, tetapi langkah isap berikutnya akan masuk fluida dengan jenis yang sama.

Adapun effisiensi termal dari siklus ini adalah : (Petrovsky, N,) η = 1 th k 1 ε 1.(2.1) Dimana : ε = perbandingan kompresi (compression ratio), yakni perbandingan volume terbesar/total (volume langkah torak + volume sisa) dengan volume sisa (clearance). (Petrovsky, N) ε = V d + V V s s.(2.2) Dimana : V d = Volume langkah V s = Volume sisa Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa ratio kompresi dinaikkan maka efisiensi termal dari siklus akan semakin tinggi. 2.2.2 Siklus Udara Tekanan Konstan (Siklus Diesel) Siklus tekanan konstan ini merupakan siklus motor bakar torak yang terjadi ketika pemasukan dan pengeluaran kalor terjadi pada kondisi tekanan konstan. Siklus ini terjadi pada jenis motor diesel. Siklus seperti yang terdapat digambar 2.2 merupakan siklus yang ideal.

Gambar 2.2 Diagram P V siklus tekanan konstan. (Arismunandar, 1988) Adapun siklus ini adalah sebagai berikut : (Arismunandar, 1988) 1. Langkah 0 1 adalah langkah hisap, tekanan (p) konstan. 2. Langkah 1 2 adalah langkah kompresi, kondisi isentropic. 3. Langkah 2 3 adalah proses pemasukan kalor, tekanan konstan. 4. Langkah 3 4 adalah proses ekspansi, isentropic. 5. Langkah 4 1 adalah langkah pengeluaran kalor, tekanan konstan. 6. Langkah 1 0 adalah proses, tekanan konstan. Adapun effisiensi termal dari siklus ini adalah : (Petrovsky, N) η t = 1-1 ε k-1. ρ k 1..(2.3) k(ρ-1) dimana : ε = Perbandinganm kompresi ρ = Preliminary expansion ratio ρ = V 3. (2.4) V 2 2.2.3 Siklus Udara Tekanan Terbatas (Siklus Gabungan) Siklus ini terjadi apabila pemasukan kalor pada suatu siklus dilaksanakan baik pada volume konstan maupun pada tekanan konstan. Pada gambar 2.3 terlihat bahwa proses pemasukan kalor terjadi selama proses (2-3a) dan (3a-3).

Gambar 2.3 Diagram P V Silkaus Gabungan. (Arismunandar, Wiranto, 1988.) 2.3 SIKLUS AKTUAL MOTOR BENSIN. Silkus udara volume konstan atau siklus otto adalah proses yang ideal. Dalam kenyataannya baik siklus volume konstan, siklus tekanan konstan dan siklus gabungan tidak mungkin dilaksanakan, karena dadanya beberapa hal sebagai berikut : (Arismunandar, Wiranto, 1988.) a. Fluida kerja bukanlah udara yang bisa dianggap sebagai gas ideal, karena fluida kerja disini adalah campuran bahan bakar (premium) dan udara, sehingga tentu saja sifatnya pun berbeda dengan sifat gas ideal. b. Kebocoran fluida kerja pada katup (valve), baik katup masuk maupun katup buang, juga kebocoran pada piston dan dinding silinder, yang menyebabkan tidak optimalnya proses. c. Baik katup masuk maupun katup buang tidak dibuka dan ditutup tepat pada saat piston berada pada posisi TMA dan atau TMB, karena pertimbangan dinamika mekanisme katup dan kelembaman fluida kerja. Kerugian ini dapat diperkecil bila saat pembukaan dan penutupan katup disesuaikan dengan besarnya beban dan kecepatan torak. d. Pada motor bakar torak yang sebenarnya, pada saat torak di TMA tidak terdapat proses pemasukan kalor seperti pada siklus udara. Kenaikan tekanan dan temperature fluida kerja disebabkan oleh proses pembakaran campuran udara dan bahan bakar dalam silinder.

e. Proses pembakaran memerlukan waktu untuk perambatan nyala apinya, akibatnya proses pembakaran berlangsung pada kondisi volume ruang yang berubah ubah sesuai gerakan piston. Dengan demikian proses pembakaran harus dimulai beberapa derajat sudut engkol sebelum torak mencapai TMA dan berakhir beberapa derajat sudut engkol sesudah TMA menuju TMB. Jadi proses pembakaran tidak dapat berlangsung pada volume atau tekanan yang konstan. f. Terdapat kerugian akibat perpindahan kalor dari fluida kerja ke fluida pendingin, misalnya oli, terutama saat proses kompresi, ekspansi dan dan waktu gas buang meninggalkan silinder. g. Adanya kerugian energi akibat adanya gesekan antara fluida kerja dengan dinding silinder dan mesin. h. Terdapat kerugian energi kalor yang dibawa oleh gas buang dari dalam silinder ke atmosfer sekitarnya. Gambar 2.4 Diagram P V Siklus Aktual Motor Bensin. (Arismunandar, 1988.) 2.3.1 Motor Bensin Empat Langkah. Motor bakar torak 4 langkah adalah jenis motor bakar yang menyelesaikan satu siklusnya dengan 4 gerakan translasi piston (4kali 180 gerakan poros engkol) atau dengan kata lain dalam menghasilkan tenaga memerlukan dua kali putaran poros engkol (2 kali 360 ).

Gambar 2.5 Siklus Kerja Motor Bensin Empat Langkah. (Maleev, V.L,1945) Adapun siklus kerja motor bensin empat langkah, seperti terlihat pada gambar 2.5 adalah sebagai berikut : (Heywood, John B, 1989) 1. Langkah Hisap Saat langkah hisap, piston bergerak dari TMA ke TMB. Katup masuk (hisap) terbuka dan katup buang tertupup, sehingga campuran bahan bakar dan udara dari karburator akan masuk silinder. 2. Langkah Kompresi Langkah ini adalah gerak piston dari TMB menuju TMA. Saat pergerakan ini baik katup masuk maupun katup buang pada kondisi tertutup. Akibat kompresi ini terjadi kenaikan tekanan dan temperature silinder. Pada sekitar 7-10 sebelum TMA maka campuran bahan bakar dan udara yang telah dimampatkan ini akibat dinyalakan oleh percikan api dari busi, sehingga terjadilah pembakaran. Proses pembakaran ini berlangsung sampai 7-10 setelah TMA. Sehingga proses pembakaran campuran bahan bakar dan udara ini berlangsung kurang lebih selama 20 putaran poros engkol. 3. Langkah Ekspansi

Setelah sampai TMA gas pembakaran hasil kompresi memerlukan ruang untuk beekspansi karena tekanan dan temperaturnya yang tinggi sehingga akan mendorong piston untuk bergerak menuju TMB, Walaupun proses pembakarannya sendiri belum selesai sampai kira kira 7-10 setelah TMA. Pada langkah ini baik katup hisap maupun katup buang berada pada posisi tertutup. Langkah ekspensi ini juga disebut sebagai langkah kerja karena pada langkah ini dihasilkan tenaga yang akan menggerakkan poros engkol. 4. Langkah Buang Pada akhir langkah ekspansi di TMB selanjutnya piston akan bergerak menuju TMA. Pada langkah ini katup buang membuka dan katup masuk menutup sehingga gerakan ini akan mendorong gas sisa pembakaran untuk keluar dari silinder menuju ke saluran gas buang (knalpot).setelah sampai TMA maka siklus akan dimulai lagi dari langkah hisap dan seterusnya. 2.3.2 Motor Dua Langkah. Untuk memperoleh tenaga hanya diperlukan dua langkah piston atau satu kali putaran poros engkol. Tidak terdapat katup seperti pada mesin empat langkah. Sistem pemasukan campuran bahan bakar dan udara ke dalam silinder melalui lubang yang terdapat pada sisi silinder, begitu juga pada sistem pengeluaran gas sisa pembakaran. Siklus motor bakar dua langkah seperti terlihat pad gambar 2.6 adalah sebagai berikut :

Gambar 2.6 Siklus Motor Bakar Dua Langkah. (Maleev, V.L.) 1. Langkah Kompresi Gerakan piston dari TMB menuju TMA, gerakan ini menyebabkan tertutupnya lubang pemasukan campuran bahan bakar dan udara terlebih dahulu (karena letak lubang pemasukan yang relative lebih dekat ke TMB dari pada lubang pengeluaran) dan disusul tertutupnya lubang pembuangan, sehingga untuk selanjutnya gerakan ini akan menekan campuran bahan bakar dan udara didalam silinder dan campuran dari kalburator akan terhisap menuju crank case. Ketika beberapa derajat sebelum TMA maka campuran tersebut akan dibakar oleh percikan api yang berasal dari busi. 2. Langkah Ekspansi Gas sisa pembakaran menekan piston sehingga akan bergerak kearah TMB, lubang pembuangan yang relative lebih dekat dengan TMA akan terbuka menyusul lubang pemasukan juga terbuka. Ketika lubang pembuangan terbuka maka gas sisa pembakaran akan meuju saluran buang (knalpot), dan ketika lubang pemasukan terbuka maka campuran bahan bakar dan udara dari crank case akan masuk silinder. Setelah sampai TMB maka proses (siklus) akan berulang.

Pada siklus mesin dua tak ini, proses pembakaran tidak bisa berlangsung relative sempurna seperti pada motor empat langkah, karena pada saat piston menekan campuran bahan bakar dan udara untuk proses pembakaran, saat itulah sebenarnya campuran tersebut telah tercampur juga dengan gas sisa pembakaran sebelumnya yang belum sempat keluar lewat lubang pembuangan. Begitu juga pada saat ekspansi, ketika pembuangan gas sisa pembakaran melalui lubang pembuangan, maka campuran bahan bakar dan udara yang baru masuk silinder sebagian akan ikut keluar lewat lubang pembuangan tersebut bersama gas sisa pembakaran. 2.3.3 Kecepatan Putaran Mesin. Kecepatan mesin (engine speed) adalah kecepatan putar dari poros engkol, yang dinyatakan dengan putaran per menit. Frekuensi mesin (engine freguency) juga menunjukkan besarnya putaran poros engkol, namun dalam radian per detik (radian per second). 2.3.4. Daya. Daya yang dihasilkan pada motor bakar besarnya selalu tidak konstan. Besarnya daya yang dihasilkan salah satunya tergantung pada tinggi rendahnya putaran mesin. Semakin tinggi putaran mesin maka daya yang dihasilkannya pun akan bertambah besar,

namun putaran tertentu (putaran maksimum) daya akan mencapai maksimum, dan setelah itu besarnya daya yang dihasilkan akan menurun. Adapun daya mekanis yang dihasilkan motor adalah : Tenaga Indikasi (Indicated Horse Power) N i = P i. V d. n. i s (hp).....(2.5) 0,45. Z dimana : N i = Daya indikasi (indicated horse power) (hp) P i = Tekanan indikasi (kg/cm 2 ) V d = Volume langkah (m 3 ) n = Putaran poros engkol (rpm) i s = Jumlah silinder Z = Perbandingan langkah siklus, untuk mesin dua langkah = 1, dan untuk mesin empat langkah = 2 Tenaga pada Mechanical Losses (rugi rugi mekanik) N m = P m. V d. n. i s (hp)... (2.6) 0,45. Z dimana : N m = Tenaga yang hilang (hp) P m = Rugi tekanan (kg/cm 2 ) Tenaga Efektif (Brake Horse Power) N b = P m. V d. n. i s (hp)...(2.7) 0,45. Z dimana : N b = Daya efektif (brake horse power) (hp) P m = Tekanan efektif (kg/cm 2 ) Efisiensi Mekanik N b = N i N m η m = N i N m x 100%... (2.8) N i Sehingga : η m = N b x 100%.......(2.9) N i PRONY BRAKE Prony brake merupakan suatu alat uji torsi dan daya, dimana prinsip kerjanya torsi atau daya yang akan digunakan untuk memutar suatu rol sehingga rol uji tersebut

berputar dengan kecepatan sudut dan percepatan sudut tertentu. Sehingga torsi dapat ditentukan dari perkalian momen inersia massa yang dimiliki oleh rol uji dengan percepatan sudut, sedangkan daya dapat diketahui dengan mengalikan torsi dengan kecepatan sudut yang terjadi. Pada tugas akhir ini, torsi dan daya diukur adalah torsi dan daya roda penggerak yaitu pada roda belakang sepeda motor. Adapun prinsip kerja dari prony brake dalah pengereman pada poros output mesin. Torsi yang bekerja pada rem prony adalah hasil kali besar gaya yang dipakai untuk menekan dengan panjang lengan dari poros mesin sampai ketempat gaya bekerja. Roda Traksi. Disebut roda traksi apabila pada roda bekerja gaya traksi ( gaya dorong ), seperti nampak pada gambar 2.6. Gaya dorong ini diperoleh dari putaran engine yang ditransmisikan keroda penggerak. Gambar 2.6. Diagram Benda Bebas Gambar 2.7. Alat Uji Prony Brake

Skema Prony Brake Torque Arm Load adjusting nuts Force sensor Brake block Torque Arm Radius Strap Rotating wheel connected to driver Gambar 2.8. Skema Prony Brake 2.4.1 Rumus Dasar Apabila suatu benda berotasi terhadap sumbu tetap, maka semua titik terkecuali titik yang terdapat pada sumbu tersebut akan bergerak pada lingkaran konsentris terhadap sumbu tersebut. Adapun kecepatan linier dari titik yang berada sejauh r dari sumbu merupakan perkalian antara kecepatan sudut (ω) dan jarak (r). Atau dengan persamaan dapat ditulis.[sears,1994] v = ω. r, atau v ω =...(2.10) r dimana : v = Kecepatan linier (m/s) ω = Kecepatan sudut (rad/s) r = jarak (m) Sedangkan percepatan sudut (α) merupakan turunan dari kecepatan sudut terhadap waktu dan besarnya sama dengan percepatan tangensial (a) di bagi jarak (r).[sears,1994] dω α = = dt a r.. (2.11) dimana : α = Percepatan sudut (rad/s 2 )

a = Percepatan linier (m/s 2 ) t = Waktu (s) Momen inersia suatu benda menunjukkan daya tahan terhadap percepatan rotasional benda tersebut. Apabila ada suatu elemen massa dm yang memiliki percepatan tangensial pada jejak rotasional rα, maka menurut hukum Newton II gaya yang terjadi adalah rαdm, momen pada sumbu adalah r 2 αdm, maka jumlah momen untuk semua elemen adalah r 2 α dm. Karena α untuk semua elemen adalah sama maka α dapat dikeluarkan dari integral, dan integral yang tersisa disebut momen inersia massa (I). (Sears, Francis W, Mark W Zemansky, 1994) I = r 2 dm... (2.12) dimana : I = Momen inersia massa (kg.m 2 ) r = Jarak (m) dm = Elemen massa (kg) Untuk suatu silinder berongga dengan panjang I, radius dalam r i, radius luar r o dan rapat massa ρ, maka : (Sears, Francis W, Mark W Zemansky1994,) dm = ρ. dv = ρ. (2πr dr). l dimana : ρ = Rapat massa (kg/m 3 ) dv = Elemen volum (m 3 ) Maka momen inersia massanya : I = 2 π l ρ r r o 1 r 3 dr = π1ρ (r 4 o r 4 i ) 2 Massa m seluruh silinder adalah hasil kali rapat massa dengan volumnya. Volume ditentukan berdasarkan : V = π l (r 2 o r 2 i ) Maka : m = π l ρ (r 2 o r 2 i )

sehingga momen inersianya adalah : I = 1 m (r i 2 + r o 2 ).(2.13) 2 Untuk silinder pejal, r i = 0 dan jari-jari luar r o = r, maka momen enersianya adalah : I = ½ m r 2...(2.14) 2.4.2 Rumus Perhitungan. 2.4.2.1 Perhitungan Daya yang Diserap Rol Beban. Percepatan sudut rol beban merupakan slope kecepoatan sudut rol beban terhadap waktu. Sedangkan torsi beban merupakan hasil perkalian percepatan sudut rol beban dengan momen inersia massa rol beban, sehingga dapat dirumuskan : T rb = I x α (2.15) rb dimana : T rb = torsi diterima rol pendukung bawah (Nm) I rb = momen inersia massa rol pendukung bawah (kg.m 2 ) α rb = percepatan sudut rol pendukung (rad/s 2 ) Untuk jumlah data yang banyak, maka nilai percepatan sudut rol pendukung bawah dicari dengan : α rb N X. N Y ( X i )( Yi ) ( X i ) = 2 2 X i....(2.16) dimana : N = jumlah data X i = nilai waktu data ke 1 (s) Y i = nilai kecepatan sudut data ke 1 (rad/s)

Sedangkan daya yang diterima rol pendukung bawah adalah hasil kali torsi rol pendukung bawah dengan kecepatan sudut rol beban saat mencapai kecepatan konstan, sehingga : P rb = T x ω.. (2.17) rb rb dimana : P rb = daya yang diterima rolpendukung bawah (Watt) ω rb = kecepatan sudut rol pendukung bawah (rad/s) 2.4.2.2 Perhitungan Daya yang Diserap Rol Pendukung. Rol pendukung atas berfungsi untuk meneruskan daya yang diberikan oleh roda belakang sepeda motor. Karena mempunyai momen inersia massa yang relative besar maka pada saat meneruskan daya ke rol beban terjadi pengurangan daya yang diteruskan diakibatkan adanya daya yang digunakan untuk menggerakkan rol pendukung tersebut. Adapun besarnya daya yang terserap pada rol pendukung dapat dinyatakan dengan persamaan : (Gilolespie, 1994) P pa = I pa. αb. ω pa (2.18) Dimana : P pa = Daya yang diserap rol pendukung atas (watt) I pa = Momen inersia rol pendukung (kg.m 2 ) α p = Percepatan sudut rol pendukung (rad/s 2 ) ω p = Kecepatan sudut rol pendukung (rad/s) 2.4.2.3 Perhitungan Rugi-rugi. Daya yang dihasilkan oleh roda belakang diteruskan ke rol beban melalui rol pendukung, serta melalui sistem spocket dan rantai. Selain itu rol pendukung diletakkan pada bantalan (bearing) sehingga terjadi rugi-rugi selama daya diteruskan ke rol beban/rol pengereman. 2.4.2.3.a Perhitungan Rugi pada Bantalan.

Bantalan yang digunakan adalah bantalan gelinding pillow block. Adapun daya yang hilang pada bantalan dinyatakan dalam rumus : (Spotts, 1998) L b = T b. n..(2.21) 9550 T b = F 1. Lr b..(2.22) F 1 = 2π. µ b. v b. r b....(2.23) C U b = π. d b. n.....(2.24) 60 dimana : L b = Daya yang hilang pada bantalan (watt) T b = Torsi yang hilang pada bantalan (N) n = Putaran bantalan (Rpm) F l = Gaya gesek tangensial persatuan panjang (N) l = Panjang bantalan (m) r b = Jari-jari bantalan (m) v b = Kecepatan tangensial (m/s) c = Radial clearance (m) N. s µ b = Viskositas oli pada bantalan 2 mm d b = Diameter bantalan (mm ) 2.4.23.b. Perhitungan Rugi Pada Rantai Pada prony breake, rantai berfungsi menghubungkan poros rol pendukung dengan poros beban rem. Efisiensi pada rantai dinyatakan sebagai perbandingan antara daya yang hilang dengan besar daya yang diteruskan. [Niemann,1985] A η c = 1 sek... (2.23) A v db i + I A sek = π. µ. PR. f.......(2.24) z t i 1 c P = Fc + 2.F...(2.25)

A = U. v......(2.26) U = 75N v 6 4,5.10 xn =.......(2.27) ztn G U F = x v 2.....(2.28) g v = tc. z. n...(2.29) 60000 dimana : η c = Efisiensi rantai A sek = Rugi kerja perdetik karena joint friction (watt) A = Driving work per second (watt) µ = Koefisien gesek v z l tc U U F n d B = Kecepatan peripheral (m/s) = Jumlah gigi spocket kecil = pitch (mm) = gaya keliling (N) = gaya sentrifugal rantai (N) = putaran poros (Rpm) = Diameter pin (m) t c = Pitch (m) F c = Gaya keliling (N) n = Putaran poros (rpm) G = Berat rantai persatuan panjang (N) g = Percepatan grafitasi (m/s 2 ) Sehingga daya yang hilang karena transmisi rantai adalah : L c = (1 - η c ). P D.(2.31) Dimana : L c = Daya yang hilang pada rantai (watt) P D = Daya rol beban (watt) 2.4.2.3.e Perhitungan Rugi Total.

Rugi total menyatakan besarnya kerugian yang terjadi pada saat daya diteruskan dari roda belakang motor sampai ke rol beban. Adapun rugi total merupakan penjumlahan dari rugi-rugi diatas, sehingga rugi totalnya adalah : L tot = L b + L c.. (2.35) Dimana : L tot = rugi total (Watt) L b L c = daya yang hilang pada bantalan (Watt) = daya yang hilang pada rantai (Watt) 2.4.2.4 Perhitungan Daya dan Torsi Roda Belakang. Daya diteruskan dari roda belakang sampai rol beban/rol pengereman. Daya pada roda belakang merupakan penjumlahan daya yang terserap pada rol ditambah dengan rugi-rugi yang terjadi pada saat meneruskan daya dari roda belakang ke rol beban/rol pengereman. Sehingga daya pada roda belakang dapat ditulis sebagai berikut : P A = P B + P C = L tot.. (2.36) Dimana : P A = daya pada roda belakang (Watt) P B = daya yang diserap rol pendukung (Watt) P C = daya pada rol beban (Watt) P tot = rugi total antara roda belakang dan rol beban (Watt) Daya pada roda belakang juga merupakan hasil kali torsi roda belakang dengan kecepatan sudut roda belakang, sehingga : P A = T w. ω w T A = P w (2.37) ω w

dimana : T A = torsi pada roda belakang (Nm) P A = daya pada roda belakang (watt) ω A = kecepatan sudut roda belakang (rad/s) 2.5 Perhitungan Ralat. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kesalahan dalam pengukuran tidak dapat dihindari, yang dapat dilakukan adalah memperkeil kesalahan. Untuk besaran yang diperoleh secara langsung dari pengamatan, maka nilai terbaiknya adalah nilai rata-rata dari besaran tersebut. Misalkan besaran x diukur sebanyak N kali dengan nilai terukur : x1, x2, x3, xi maka nilai terbaiknya adalah x : x = 1 N N i = 1 x i.(2.38) Sedangkan selisih antara nilai-nilai terukur dengan x dinamakan deviasi (δ) yang dapat dituliskan sebagai berikut : δ = x.(2.39) x i Untuk menunjukkan ralat kebetulan secara kuantitatif, didefinisikan sebagai : a. Deviasi standar (standard deviation) : S X = N ( δ X ) i i= 1 N 2 b. Deviasi rata-rata fraksional atau relative : A = (a/x) 100% c. Deviasi standar fraksional atau relative : S = (s/x) 100%

Hasil pengukuran yang disajikan adalah : x = x ± x x dapat diambil s/2, s 2s atau sekian kali dari s bergantung pada pengamat. Disini diambil x sama dengan S x yang disebut sebagai ralat mutlak, sedangkan ralat nisbinya (relative) adalah : S X x X 100 % Sehingga hasil akhir (nilai sebenarnya) pengukuran adalah : x x ± s x = atau; s x x = x ± X 100 % (2.40) x Sedangkan keseksamaannya adalah : 100 % dikurangi ralat nisbinya.