STUDI PENGARUH LAHAR DINGIN PADAPEMANFAATAN SUMBER AIR BAKU DI KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI (STUDI KASUS: GUNUNG SEMERU)

dokumen-dokumen yang mirip
Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

AKTIVITAS GUNUNGAPI SEMERU PADA NOVEMBER 2007

PEMANTAUAN DAN SOSIALISASI ERUPSI G. SEMERU,MEI JUNI 2008

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BERITA GUNUNGAPI APRIL - JUNI 2008

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BERITA GUNUNGAPI MEI AGUSTUS 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. PENGAMATAN 2.1. VISUAL

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Sinabung di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

Jenis Bahaya Geologi

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA

BERITA GUNUNGAPI ENAM GUNUNGAPI WASPADA JANUARI MARET 2008

24 November 2013 : 2780/45/BGL.V/2013

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Kelud di Kabupaten Kediri, Blitar dan Malang, Provinsi Jawa Timur.

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

1.1. G. PUET SAGOE, NANGGROE ACEH DARUSSALAM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB 1 PENDAHULUAN. Peristiwa banjir lahar dingin biasanya mengancam daerah-daerah di. yang lalu Gunung Merapi di Jawa Tengah meletus,

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEMENTRIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

Telepon: , , Faksimili: ,

4.15. G. LEWOTOBI PEREMPUAN, Nusa Tenggara Timur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

Kemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

7.5. G. IBU, Halmahera Maluku Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN STATUS POTENSI BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

C I N I A. Pemetaan Kerentanan Tsunami Kabupaten Lumajang Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Dosen, FTSP, Teknik Geofisika, ITS 5

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

6.6. G. TANGKOKO, Sulawesi Utara

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui

BAB I PENDAHULUAN. harta benda, dan dampak psikologis. Penanggulangan bencana merupakan suatu

STUDI KAPASITAS INFILTRASI SEDIMEN DI KAWASAN RAWAN BENCANA PADA DAS PABELAN PASCA ERUPSI GUNUNG MERAPI TAHUN 2010

MIGRASI SEDIMEN AKIBAT PICUAN HUJAN ( KASUS KALI GENDOL GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA )

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

PENGENDALIAN SEDIMEN. Aliran debris Banjir lahar Sabo works

Beda antara lava dan lahar

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pendahuluan II. Kawasan rawan bencana III. Pokok permasalahan waspada

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB III LANDASAN TEORI

LAPORAN HARIAN PUSDALOPS BNPB Selasa, 26 Mei 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara dengan jumlah dan variasi bencana

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

BAB I PENDAHULUAN. daratan. Salah satu kenampakan alam yang meliputi wilayah perairan ialah sungai.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

BADAN GEOLOGI - ESDM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari letusan gunungapi, pada

GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

5.5. G. LAWARKAWRA, Kepulauan Banda, Maluku

LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

4.12. G. ROKATENDA, Nusa Tenggara Timur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini

TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

STUDI PENGARUH LAHAR DINGIN PADAPEMANFAATAN SUMBER AIR BAKU DI KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI (STUDI KASUS: GUNUNG SEMERU) Megawati, A. 1 dan Soedjono, E.S. 2 1 Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP - ITS Surabaya, email: soedjono@enviro.its.ac.id Abstrak Gunung Semeru (G. Semeru) merupakan salah satu gunungapi aktif di Jawa Timur yang memiliki berbagai ancaman bahaya salah satunya adalah lahar dingin. Banjir lahar dingin G. Semeru dimulai dari tahun 1909 sampai catatan terakhir pada tahun 2010. G. Semeru untuk saat ini berstatus waspada dengan jumlah letusan 7-17 kali/hari dengan jumlah material vulkanik yang dikeluarkan mencapai 4 juta m 3 /tahun. Material vulkanik tersebut akan berubah menjadi lahar dingin ketika terjadi hujan deras. Pada Kawasan Rawan Bencana (KRB) G. Semeru terdapat sungai dan mata air yang dimanfaatkan oleh penduduk maupun oleh PDAM Kabupaten Lumajang sebgai sumber air baku. Oleh karena itu, diperlukan adanya studi untuk mengetahui arah penyebaran aliran lahar dingin G. Semeru dan pengaruh lahar dingin G. Semeru terhadap penyediaan air baku pada KRB G. Semeru. Pada studi ini pengaruh lahar dingin terhadap sumber air baku di KRB G. Semeru diketahui melalui studi literatur. dan kunjungan lapangan. Pada studi literatur dilakukan pengumpulan data-data sekunder terkait dengan banjir lahar dingin yang pernah terjadi pada G.Semeru. Kunjungan lapangan dilakukan pada Pos Pantau G. Sawur untuk mengetahui aktivitas G. Semeru dan lokasi pemukiman di sekitarnya. Lahar dingin G. Semeru melewati DAS Glidig, DAS Mujur, dan DAS Rejali yang ternyata juga dimanfaatkan oleh penduduk untuk memnuhi kebutuhan air minum. Lahar dingin tersebut menyebabkan adanya peningkatan jumlah sedimen tersuspensi pada DAS sehingga DAS tidak bisa dimanfaatkan oleh penduduk sebagai air minum. Hal ini menyebabkan penduduk pada 48 kelurahan dari 6 kecamatan di Kabupaten Lumajang yaitu kecamatan Pronojiwo, Tempeh, Pasrujambe, Tempursari, Candipuro, dan Pasirian dengan jumlah penduduk 483.881 jiwa yang terancam krisis air minum. Kata kunci: lahar dingin, G. Semeru, sumber air baku, DAS (daerah aliran sungai) 1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara yang dilewati jalur The Pacific Ring of Fire (Cincin Api Pasifik), yang merupakan jalur rangkaian gunungapi di dunia. Indonesia yang berada pada jalur ini memiliki 129 gunungapi dan 80 gunungapi dinyatakan sangat aktif. Pada gunungapi terdapat 2 (dua) macam potensi bahaya yang mengancam yaitu bahaya primer yang berupa aliran lava, awan panas, lontaran batu pijar, dan hujan abu sedangkan bahaya sekunder berupa lahar dingin (Bronto, 1996). G. Semeru sebagai salah satu gunungapi aktif di Jawa Timur juga menyimpan potensi lahar dingin yang besar. Banjir lahar dingin G. Semeru tercatat sejak tahun 1909 sampai berita yang terakhir ada pada tahun 2010 telah menenggelamkan sekitar 17 hektar sawah milik warga di Dusun Rowo Baung, Desa Pronojiwo, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur dan meninggalkan material vulkanik yang terdiri dari pasir dan batu dengan ketebalan sampai 8 meter (Hudijono, dkk., 2010). Lahar dingin G. Semeru ini juga bisa terjadi pada sumber air baku untuk air minum yang berada di KRB G. Semeru. Padahal sumber air baku untuk air minum harus memenuhi indikator keandalan. Indikator keandalan tersebut adalah kuantitas, kualitas, dan kontinyuitas dari sumber air baku tersebut (Masduqi, dkk., 2008). Oleh karena itu, perlu dilakukan studi untuk mempelajari arah penyebaran aliran lahar dingin G. Semeru dan pengaruh lahar dingin G. Semeru terhadap penyediaan air baku untuk air minum bagi penduduk di KRB G. Semeru. 1

Lahar adalah aliran material vulkanik yang biasanya berupa campuran batu, pasir, dan kerikil akibat adanya aliran air yang terjadi di lereng gunungapi. Lahar dapat mengalir dengan kecepatan beberapa puluh meter per detik dan menempuh jarak sampai beberapa kilometer dengan membawa energi yang cukup besar. Lahar merupakan salah satu bahaya yang ditimbulkan oleh erupsi gunungapi dan pada saat musim hujan dapat mengancam penduduk di sekitar DAS yang berhulu di gunungapi (Miswata dkk., 2008). Secara umum berdasarkan proses terjadinya lahar dibagi menjadi 2 (dua), yaitu lahar letusan atau lahar primer dan lahar hujan atau lahar sekunder. Lahar letusan terjadi akibat letusan eksplosif pada gunungapi yang mempunyai danau kawah. Luas daerah yang dilanda oleh lahar letusan tergantung pada volume air yang ada di dalam kawah dan kondisi morfologi di sekitar kawah. Semakin besar volume air di dalam kawah maka, semakin luas pula penyebaran laharnya (Noor, 2006). Lahar hujan atau biasa disebut lahar dingin terjadi akibat hujan yang terus-menerus dalam jangka waktu tertentu di atas timbunan endapan material vulkanik hasil erupsi gunungapi yang berada di sekitar puncak dan lereng gunungapi. Air hujan yang turun di atas endapan material vulkanik di sekitar puncak dan lereng gunungapi akan mengakibatkan endapan material menjadi jenuh dan mudah longsor atau runtuh. Longsoran material vulkanik dengan air hujan ini mengalir menuju sungai-sungai yang berhulu di sekitar lereng dan puncak gunungapi dalam bentuk lahar dingin yang bisa berupa aliran lumpur atau aliran batuan (Kusumosubroto dkk., 2010). Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya lahar dingin yaitu, kemiringan lereng, curah hujan, dan material vulkanik. Kemiringan lereng sebagi awal terjadinya lahar dingin dimulai pada hulu sungai dengan kemiringan dasar lebih dari 20 o, kemiringan antara 15 o -20 o merupakan daerah aliran material vulkanik dan sedimen yang berasal dari hulu menuju ke hilir sedangkan kemiringan kurang dari 15 o sebagai daerah pengedapan. Curah hujan sangat menentukan terjadinya lahar dingin pada suatu daerah di sekitar gunungapi. Daerah dengan intensitas hujan tinggi dalam waktu yang pendek maupun daerah dengan intensitas hujan rendah dalam waktu yang panjang sama-sama memiliki potensi terjadi mengalami aliran lahar dingin. Material vulkanik yang dihasilkan dari peristiwa erupsi gunungapi akan mengendap pada lereng-lereng gunungapi dan bergerak dari lereng puncak gunung menuju sungai ketika terjadi hujan deras. Semakin besar volume material vulkanik hasil erupsi maka aliran lahar dingin yang terjadi akan semakin kuat dengan membawa semakin banyak endapan (Taufik, 1997). G. Semeru terletak pada 08 o 06,5 LS dan 112 o 55 BT. G. Semeru merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa dengan ketinggian 3.676 m dpl. Puncak G. Semeru adalah puncak Mahameru dengan kawah Jonggring Saloko. G. Semeru merupakan gunungapi berbentuk stratovolcanoes dengan kubah lava. G. Semeru terletak di perbatasan Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur namun mulut kawahnya pada saat ini mengarah ke tenggara sehingga arah leleran lavanya mengarah ke Kabupaten Lumajang. Hal ini menyebabkan Kabupaten Lumajang memiliki potensi ancaman bahaya lahar dingin dari G. Semeru lebih besar bila dibandingkan dengan Kabupaten Malang (Sumber: Dinas ESDM Jawa Timur, 2010). Gambar dari G. Semeru dapat dilihat pada Gambar 1 yang memperlihatkan G. Semeru dari arah selatan. 2

Gambar 1 Gunung Semeru (Sumber: Dinas ESDM Jawa Timur, 2010) Kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Lumajang yang termasuk dalam KRB G. Semeru adalah 6 kecamatan dengan 48 kelurahan dan detail rinciannya dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Luas Kecamatan di KRB G. Semeru No. Kecamatan Kelurahan Luas (km 2 ) 1 Pronojiwo Sidomulyo, Pronojiwo, Tamanayu, Sumberurip, Oro-Oro Ombo, Supiturang 38,74 2 Tempeh Tempeh Lor, Tempeh Kidul, Lempeni, Gesang, Pulo, Jokarto, Tempeh Tengah 88,05 3 Pasrujambe Sukorejo, Pagowan, Pasrujambe, Jambearum, Jambekumbu, Kertosari, Karanganom, 93,7 4 Tempursari Tegalrejo, Bulurejo, Purorejo, Tempurejo, Tempursari, Pundungsari, Kaliuling, 101,36 5 Candipuro Sumberwuluh, Sumbermujur, Keloposawit, Tambahrejo, Penaggal, Candipuro, Jarit, Jugosari, Sumberrejo, Tumpeng 144,93 6 Pasirian Pasirian, Kali Bendo, Bades, Bago, Selok Awar-Awar, Condro, Nguter,Sememu, Madurejo, Selokanyar, Gondoruso 183,91 Total 650,69 (Sumber: Badan Pusat Stasistik Propinsi Jawa Timur, 2010) Jumlah penduduk di KRB G. Semeru dipetakan berdasarkan jumlah penduduk yang bermukim di kecamatan yang termasuk di dalam KRB G. Semeru dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2 Jumlah dan Kepadatan Penduduk di KRB G. Semeru Tahun 2009 No. Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/km 2 ) 1 Pronojiwo 34.938 902 2 Tempeh 81.222 922 3 Pasrujambe 36.885 396 4 Tempursari 33.328 329 5 Candipuro 63.935 441 6 Pasirian 85.287 464 Jumlah 335.595 576 (Sumber: Badan Pusat Stasistik Propinsi Jawa Timur, 2010) Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Kabupaten Lumajang yang bermukim di KRB G. Semeru adalah 335.595 jiwa penduduk dari jumlah total penduduk Kabupaten Lumajang sebesar 1.028.103 jiwa penduduk. Selain itu juga dapat diketahui bahwa kepadatan penduduk yang bermukim di 3

KRB G. Semeru adalah 576 jiwa/km 2. Kepadatan penduduk tersebut tergolong jarang namun tetap harus diperhatikan bila terjadi bencana banjir lahar dingin yang melanda KRB G. Semeru. Sejarah lahar dingin G. Semeru mulai tercatat sejak tahun 1909 hingga yang berita yang terakhir pada tahun 2010 (Dinas ESDM Jawa Timur, 2010). Lahar dingin yang terjadi di G. Semeru adalah akibat air hujan yang menghayutkan material vulkanik maupun jatuhan atau aliran piroklastik dari semua ukuran (bom, bongkahan, kerakal, kerikil, lapili, pasir, dan abu) sehingga membentuk aliran pekat dengan berat jenis hampir 3 gram/cm 3 dan kecepatan 50 km/jam bahkan dapat mencapai jarak jauh bila saluran masih mampu menampung massanya. Lahar dingin tersebut telah menyebabkan berbagai macam kerugian diantaranya merusak kualitas sumber air di KRB G. Semeru (Berita Berkala Vulkanologi (Edisi Khusus), 1996). Sumber air baku yang di KRB G. Semeru yang akan dikaji pada studi ini adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) dan mata air yang dimanfaatkan sebagai sumber air baku untuk air minum. Pada KRB G. Semeru terdapat 3 DAS dan 5 mata air yang dimanfaatkan sebagai air minum. Berdasarkan Studi Potensi Pemanfaatan Sumber-Sumber Air di Kabupaten Lumajang yang dilakukan oleh Dinas PU Pengairan Propinsi Jawa Timur pada tahun 2006. Data pemanfaatan ketiga DAS tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Rencana Pemanfaatan DAS di KRB G. Semeru untuk Kebutuhan Air Minum Tahun 2015 DAS Air Minum (10 6 m 3 /tahun) Mujur 5,659 Rejali 3,350 Glidig 1,588 (Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Propinsi Jawa Timur, 2006) Nama mata air dan kapasitas yang dipergunakan sebagai air minum pada KRB G. Semeru dapat dilihat pada Tabel 4. Lima mata air yang tercantum pada Tabel 4 tersebut dipergunakan sebagai sumber air minum oleh penduduk di KRB G. Semeru maupun oleh PDAM Kabupaten Lumajang. Mata air yang dimanfaatkan oleh PDAM Kabupaten Lumajang adalah Glintungan dan Sintok. Tabel 4 Mata Air yang Dipergunakan sebagai Sumber Air Minum Di KRB G. Semeru No. Mata Air Desa Kecamatan Debit (l/dtk) 1 Mujur Sumber Mujur Candipuro 10 2 Glintungan Nguter Pasirian 25 3 Tembok Jarit Pasirian 90 4 Bendo 1 Sido Mulyo Pronojiwo 10 5 Sintok Burno Senduro 10 Total 145 (Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Jawa Timur 2006) 2. METODE STUDI Pada studi ini data yang dipergunakan berupa data sekunder yang terkait dengan lahar dingin G. Semeru dan KRB yang dimilikinya. Data mengenai karateristik lahar dingin yang dikeluarkan oleh G. Semeru termasuk faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu, curah hujan di KRB G. Semeru, kemiringan lereng dan material vulkanik G. Semeru diperoleh dari jurnal ilmiah, buku tahunan gunungapi serta laporan pengamatan yang terdapat pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di Bandung dan 4

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) di Yogyakarta. Data curah hujan dan kemiringan lereng pada KRB G. Semeru terakhir dapat diperoleh dalam Lumajang Dalam Angka 2010 yang terdapat pada Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa Timur. KRB G. Semeru dapat diketahui dari Peta KRB G. Semeru yang dapat diperoleh dari Dinas ESDM Propinsi Jawa Timur sedangkan untuk mengetahui data sumber air baku yang terdapat di KRB G. Semeru dapat diperoleh dari Dinas PU Pengairan Jawa Timur. Jumlah penduduk yang terdapat di KRB G. Semeru dapat diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa Timur. Pada studi ini juga dibutuhkan kondisi kekinian dari G. Semeru terkait dengan status G. Semeru yang dapat dilakukan dengan mewawancarai petugas Pos Pantau G. Semeru di G. Sawur, Candipuro, Kabupaten Lumajang dan terkait dengan kegiatan penanggulangan yang telah dilakukan oleh Pemerintah yang dapat dilakukan dengan pengumpulan informasi di Satuan Kerja Pengendalian Banjir Lahar G. Semeru. Data-data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan ditabulasi untuk data kuantitatif dan pembuatan ringkasan untuk data kualitatif. Metode analisa data yang dilakukan adalah dengan perbandingan antara data penelitia yang diperoleh dari jurnal ilmiah dengan kondisi terakhir G. Semeru dan dengan pemetaan sumber air baku yang diperoleh dari Dinas PU Pengairan Propinsi Jawa Timur pada Peta KRB G. Semeru. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Faktor yang Mempengaruhi Lahar Dingin Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya lahar dingin adalah kemiringan lereng, curah hujan, dan volume material vulkanik. G. Semeru dengan ketinggian 3.676 dpl (di atas permukaan laut) m memiliki 3 (tiga) bagian lereng, yaitu: lereng bagian atas, bagian tengah, dan bagian bawah. Lereng bagian atas dengan ketinggian di atas 1300 m dpl dan memiliki kemiringan 20 0. Lereng bagian tengah dengan ketinggian 300-1300 m dpl dan memiliki kemiringan 30 0 luas. Lereng bagian bawah dengan ketinggian kurang dari 300 m dpl memiliki kemiringan 7 0. Aliran lahar pada G. Semeru dapat terjadi pada intensitas menengah (100 mm-300 mm/hari) dan durasi lama yaitu, lebih dari 5 jam atau pada kondisi intensitas tinggi (>400 mm/hari) dengan durasi menengah yaitu antara 2-5 jam. Rata-rata curah hujan pada KRB G. Semeru berada pada tingkat menengah sehingga potensi lahar dingin diperkirakan berdasarkan durasi hujan lama, yaitu lebih dari 5 jam (Wahjono, 1998). Potensi lahar dingin di setiap kawasan stasiun pengukur curah hujan di KRB G. Semeru dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini. No. Tabel 5 Potensi Aliran Lahar di KRB G. Semeru Stasiun Pengukur Curah Hujan Maksimum (mm) Durasi hujan (jam) Peristiwa aliran lahar 1 Gunung Sawur 185,33 5 Potensi 2 Tempeh Lor 64,00 5 tidak potensi 3 Tempeh Kidul 91,67 5 tidak potensi 4 Candipuro 139,17 5 Potensi 5 Pronojiwo 246,58 5 Potensi 5

No. Stasiun Pengukur Curah Hujan Maksimum (mm) Durasi hujan (jam) Peristiwa aliran lahar 6 Pasirian 104,25 5 Potensi 7 Jokarto 96,33 5 tidak potensi 8 Kertosari 117,83 5 Potensi 9 Sememu 87,83 5 tidak potensi 10 Pagowan 133,67 5 Potensi 11 Tempursari 188,83 5 Potensi 12 Pasrujambe 180,92 5 Potensi 13 Supiturang 273,50 5 Potensi 14 Besuk Sat 222,08 5 Potensi 15 Kali Pancing 213,42 5 Potensi 16 Curah Kobokan 199,67 5 Potensi 17 Bendo 225,83 5 Potensi 18 Munggir 258,08 5 Potensi 19 Besuk (PHO) 80,17 5 tidak potensi 20 Kedungwringin 82,42 5 tidak potensi Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa terdapat enam stasiun pengukur curah hujan di KRB G. Semeru yang pada area sekitarnya tidak berpotensi terjadi lahar dingin. Keenam stasiun pengukur curah hujan tersebut berada pada wilayah Kecamatan Tempeh sehingga dari enam kecamatan yang berada di KRB G. Semeru, Kecamatan Tempeh yang memiliki potensi lahar dingin relatif kecil. Pada status normal, siaga, awas maupun waspada G. Semeru selalu mengeluarkan letusan namun yang membedakan adalah skala letusan yang terjadi. Pada status waspada saat ini aktivitas dari G. Semeru adalah: a. Pengamatan visual: terjadi guguran lava dengan jarak luncur 750-1500 m dan awan panas dengan jarak luncur <1500 m. b. - 2 kali/hari, gempa vulkanik dangkal 1-3 kali/hari, letusan 7-17 kali/hari, guguran lava 90-135 kali/hari, dan gempa tremor 1,5-3,3 kali/hari. c. Pengamatan lain-lain: teramati sinar api di puncak kawah dan terdapat pertumbuhan kubah lava baru di puncak G. Semeru. Berdasarkan keterangan di atas maka, G. Semeru pada saat ini mengeluarkan material vulkanik atau yang cukup besar bila dibandingkan dengan status normal. Material vulkanik tersebut merupakan material pengisi pada lahar dingin. 3.2 Sumber Air Baku Pada studi ini sumber air baku di KRB G. Semeru yang diperkirakan akan terpengaruh oleh lahar dingin adalah mata air dan DAS (Daerah Aliran Sungai). 3.2.1 DAS (Daerah Aliran Sungai) Menurut Balai PSAWS Wilayah Sungai Bondoyudo-Mayang di Kabupaten Lumajang, selama peristiwa banjir lahar dingin G. Semeru, DAS yang sering mendapat aliran lahar dingin adalah: 6

a. DAS Mujur, wilayah aliran DAS ini meliputi Kecamatan Senduro, Candipuro, Pasirian, dan Tempeh. b. DAS Rejali, wilayah aliran DAS ini meliputi Kecamatan Pronojiwo, Candipuro, dan Pasirian. c. DAS Glidig, wilayah aliran DAS ini meliputi Kecamatan Pronojiwo, dan Tempursari. Sungai utama yang menjadi pusat aliran dari ketiga DAS tersebut adalah Kali Mujur, Rejali, dan Kali Glidig. Peta DAS di KRB G. Semeru dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Peta DAS Di KRB. G. Semeru Ketiga DAS yang berada di KRB G. Semeru dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air minum kecamatan-kecamatan yang berada di KRB G. Semeru. Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa DAS yang paling besar kapasitasnya untuk dimanfaatkan sebagai air minum adalah DAS Mujur yaitu, 5,659 x 10 6 m 3 /tahun. Ketiga DAS di atas dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum pada daerah pedesaan. Di daerah pedesaan kebutuhan air minum sebesar 60 liter/orang.hari sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006 sehingga dapat diketahui jumlah penduduk yang mampu terlayani oleh ketiga DAS tersebut seperti yang tercantum pada Tabel 6 di bawah ini. Tabel 6 Jumlah Penduduk Terlayani oleh DAS di KRB G. Semeru Pada Tahun 2015 DAS PemanfataanAir KebutuhanAir Minum Penduduk Minum (10 6 m 3 /tahun) (10 6 m 3/ tahun) Terlayani (jiwa) Mujur 5,659 5,659 258.402 Rejali 3,350 3,35 152.968 Glidig 1,588 1,588 72.511 Jumlah 10,597 483.881 Jumlah total penduduk yang kebutuhan air minumnya terlayani oleh DAS Mujur, Rejali dan Glidig pada tahun 2015 adalah 483.881 jiwa penduduk. Jumlah penduduk tersebut lebih besar daripada jumlah penduduk yang berada di KRB G. Semeru pada tahun 2009 yaitu sebesar 335.595 jiwa penduduk. Jumlah penduduk yang terlayani lebih besar menunjukkan bahwa ke depannya akan semakin banyak penduduk yang memanfaatkan ketiga DAS tersebut sebagai sumber iar baku untuk air minum Aliran lahar dingin yang melewati DAS melalui sungai-sungai di KRB G. Semeru dengan membawa material vulkanik akan membuat kuantitas dan kualitas DAS menurun. Berdasarkan data dari Satuan Kerja Pengendalian Banjir Lahar G. Semeru total endapan pada DAS yang harus dikendalikan ketika terjadi banjir 7

lahar dingin adalah 14.760.000 m 3. Endapan material vulkanik tersebut dikendalikan dengan teknologi sabo. namun sampai saat ini jumlah endapan material vulkanik yang terkendali baru sebesar 5.235.000 m 3. Sisa endapan material vulkanik yang belum terkendali sebesar 9.525.000 m 3 dan sisa endapan yang belum tertangani pada DAS yang teraliri lahar dingin akan membuat daya tampung DAS berkurang karena telah terisi oleh endapan material vulkanik yang terbawa oleh lahar dingin. Penurunan daya tampung DAS akan menurunkan DAS kapsitas DAS yang bisa dimanfaatkan oleh penduduk. Pengamatan dari segi kualitas, DAS yang teraliri lahar dingin bila diamati secara fisik mengalami peningkatan kekeruhan karena adanya sedimen tersuspensi yang terbawa oleh lahar dingin. 3.2.2 Mata Air Pada dasarnya mata air merupakan air tanah yang dengan sendirinya keluar ke permukaan tanah karena berasal dari air tanah maka untuk ancaman perubahan kualitas akibat banjir lahar dingin dapat dihindari. Aliran banjir lahar dingin dengan endapan material vulkanik cenderung mengalir di atas permukaan tanah dengan melewati sungai-sungai yang berhulu di G. Semeru. Namun yang tidak bisa dihindari oleh mata air adalah bila banjir lahar dingin dengan endapan material vulkaniknya yang mengalir dari lereng atas G. Semeru langsung jatuh ke bawah dan menutupi mata air. Peta persebaran mata air di KRB G. Semeru dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Peta Persebaran Mata Air Di KRB. G. Semeru Berdasarkan pada Tabel 4 kelima mata air di atas dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum pada daerah pedesaan. Di daerah pedesaan kebutuhan air minum sebesar 60 liter/orang.hari sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006 sehingga dapat diketahui jumlah penduduk yang mampu terlayani oleh ketiga mata air seperti yang tercantum pada Tabel 7 di bawah ini. Tabel 7 Jumlah Penduduk Terlayani oleh Mata Air di KRB G. Semeru No. Mata Air Debit Penduduk Terlayani Debit (l/hari) (l/dtk) (jiwa) 1 Mujur 10 864.000 14.400 2 Glintungan 25 2.160.000 36.000 8

No. Mata Air Debit Penduduk Terlayani Debit (l/hari) (l/dtk) (jiwa) 3 Tembok/Kecek 90 7.776.000 129.600 4 Bendo 1 10 864.000 14.400 5 Sintok 10 864.000 14.400 Total 145 12.528.00 0 208.800 Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa mata air dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air 208.800 jiwa penduduk. Jumlah penduduk tersebut berasal dari penduduk yang bermukim di KRB G. Semeru baik penduduk yang memanfaatkan langsung sumber air baku atau yang menjadi pelanggan PDAM di wilayah kecamatan di KRB G. Semeru. 3.3.3 Pemetaan Sumber Air Baku Pemetaan sumber air baku dengan KRB G. Semeru dilakukan dengan memetakan letak DAS dan mata air pada Peta KRB G. Semeru yang dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Peta Sumber Air Baku Di KRB. G. Semeru Gambar 4 menunjukkan bahwa aliran lahar dingin mengarah pada DAS Rejali, DAS Mujur, dan DAS Glidig sedangkan untuk mata air yang dimanfaatkan oleh penduduk maupun oleh PDAM Kabupaten Lumajang tergolong aman dari bahaya kerusakan yang ditimbulkan oleh lahar dingin G. Semeru. Kelima mata air tersebut tidak berada pada jalur aliran banjir lahar dingin G. Semeru selain itu jarak kelima mata air tersebut juga cukup jauh dari G. Semeru. apabila dikaitkan dengan DAS Brantas sebagai DAS yang paling banyak dimanfaatkan oleh penduduk Jawa Timur sebagai air minum dapat dilihat pada Gambar 5. Berdasarkan Gambar 5 dapat diketahui bahwa DAS Brantas aman dari pengaruh lahar dingin G. Semeru. Lahar dingin G. Semeru hanya mempengaruhi DAS Mujur, Glidig, dan Rejali dan sangat kecil kemungkinan 9

untuk sampai pada DAS di luar Kabupaten Lumajang kemungkinan hanya sampai pada DAS Pekalen- Sampean. 4. KESIMPULAN Kesimpulan yang didapat dari hasil studi ini adalah: 1. Penyebaran aliran lahar dari G. Semeru mengarah pada DAS Glidig, DAS Rejali, dan DAS Mujur yang merupakan sumber air baku bagi penduduk di KRB G. Semeru sedangkan untuk mata air yang dimanfaatkan oleh penduduk di KRB G. Semeru maupun PDAM Kabupaten Lumajang sebagai air minum tidak termasuk pada jalur yang dilewati oleh lahar dingin yang berasal dari G. Semeru. 2. Lahar dingin akan menyebabkan peningkatan sedimen tersuspensi pada DAS yang dilewatinya. Peningkatan sedimen tersuspensi ini menyebabkan DAS tidak dapat dimanfaatkan oleh penduduk sehingga mengakibatkan terjadinya krisis air minum. Krisis air minum diperkirakan akan melanda 48 kelurahan dari 6 kecamatan yang berada di KRB G. Semeru, yaitu kecamatan Pronojiwo, Tempeh, Pasrujambe, Tempursari, Candipuro, dan Pasirian dengan jumlah penduduk yang terancam krisis air minum ketika terjadi lahar dingin sebesar 335.595 jiwa penduduk. 5. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Stasistik Propinsi Jawa Timur. Kabupaten Lumajang Dalam Angka 2010. Berita Berkala Vulkanologi (Edisi Khusus). G. Semeru. No. 111 Tahun 1996. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Propinsi Jawa Timur. 2010. G. Semeru. Surabaya: Pemerintah Propinsi Jawa Timur. Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Jawa Timur. 2006. Laporan Akhir Studi Potensi Pemanfaatan Sumber Sumber Air di Kabupaten Lumajang. Hudijono A., Syamsul H., dan Dahlia I. 2010. Pengelolaan Ancaman G. Semeru. 28 Januari. <URL:http://regional.kompas.com/read/2011/01/28/04353365/Pengelolaan.Ancaman.Gunung.Semeru>. Kusumosubroto, H., H. Utomo, A. Rahmat. 2010. Fenomena Aliran Lahar (Debris Flow) Di Gunung Merapi Dan Usaha Penanggulangannya. Jurnal SABO. Vol.1 No.1 Nopember 2010). Masduqi A., N. Endah, dan E. S. Soedjono. 2008. Sistem Penyediaan Air Bersih Pedesaan Berbasis Masyarakat: Studi Kasus HIPPAM Di DAS Brantas Bagian Hilir. Seminar Nasional Pasca Sarjana VIII ITS, Surabaya, 13 Agustus 2008. Miswata, A. Sampurno, Nurudin, J. Djalal, dan M. Rozin. 2008. Pengembangan Pemantauan Lahar Di Gunung Merapi. Buletin Berkala: Merapi. Vol.05/01/04/BPPTK/2008. Noor, D. 2006. Geologi Lingkungan. Yogyakarta: Graha Imu. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Pedoman Teknis Dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum Taufik, A. 1997. Studi Mekanisme Pergerakan Lahar Gunung Merapi Ditinjau Dari Parameter Yang Mempengaruhi Pada DAS Kali Boyong. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Wahjono, U. Sudarsono, dan J. Panggabean. 1998. Pengaruh Curah Hujan Terhadap Kejadian Aliran Bahan Rombakan (Debris Flows) di Lereng G. Semeru, Jawa Timur. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan XXVII, Yogyakarta, 8-9 Desember 1998. Ikatan Ahli Geologi Indonesia. 10