BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB I PENDAHULUAN. halusinasi, gangguan kognitif dan persepsi; gejala-gejala negatif seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. lain, kesulitan karena persepsinya terhadap dirinya sendiri (Djamaludin,

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan seseorang hidup secara produktif dan harmonis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami kekambuhan. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditemukan pada semua lapisan sosial, pendidikan, ekonomi dan ras di

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMANDIRIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS HARIAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak. 1

BAB I PENDAHULUAN. bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang sulit disembuhkan, memalukan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Bp. J DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA SURAKARTA

Volume VI Nomor 4, November 2016 ISSN: PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. perannya dalam masyarakat dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat. ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

Modul ke: Pedologi. Skizofrenia. Fakultas PSIKOLOGI. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

BAB I PENDAHULUAN. juga menimbulkan dampak negatif terutama dalam lingkungan sosial. Gangguan jiwa menjadi masalah serius di seluruh dunia.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia adalah gangguan yang benar-benar membingungkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa Menurut World Health Organization adalah berbagai

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB I PENDAHULUAN. muncul dalam masyarakat, diantaranya disebabkan oleh faktor politik, sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB I PENDAHULUAN. terpisah. Rentang sehat-sakit berasal dari sudut pandang medis. Rentang

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. halusinasi. Meskipun bentuk halusinasinya bervariasi tetapi sebagian besar

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh gangguan jiwa. Skizofrenia adalah penyakit yang menyebabkan. yang mengakibatkan perilaku psikotik, gangguan dalam memproses

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. psikososial seperti bencana dan konflik yang dialami sehingga berdampak. meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa(keliat, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, merasa gagal

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah salah satu masalah kesehatan yang masih. banyak ditemukan di setiap negara. Salah satunya adalah negara

BAB I PENDAHULUAN. menjadi permasalahan besar karena komunikasi 1. Oleh sebab itu komunikasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang. Gangguan jiwa adalah sebuah penyakit dengan. manifestasi dan atau ketidakmampuan psikologis atau perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

BAB I PENDAHULUAN yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah orang dengan gangguan skizofrenia dewasa ini semakin. terutama di negara-negara yang sedang berkembang seperti indonesia dan

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. melanjutkan kelangsungan hidupnya. Salah satu masalah kesehatan utama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Strauss et al (2006) skizofrenia merupakan gangguan mental yang berat, gangguan ini ditandai dengan gejala gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan kognitif dan persepsi. Gejala gejala negatif seperti avolition ( menurunnya minat dan dorongan ), berkurangnya keinginan bicara dan miskinnya isi pembicaraan, afek yang datar serta terganggunya relasi personal (dalam Gabbard, 1994). Tampak bahwa gejala gejala skizofrenia menimbulkan hendaya berat dalam kemampuan individu berpikir dan memecahkan masalah, kehidupan afek yang mengganggu relasi sosial. Kesemuanya itu mengakibatkan pasien skizofrenia mengalami penurunan fungsi ataupun ketidakmampuan dalam menjalani hidupnya, sangat terhambat produkvitasnya dan nyaris terputus relasinya dengan orang lain (Setiadi, 2006). Gangguan skizofrenia terkadang berkembang secara pelan pelan dan tidak nampak dengan jelas. Dalam kasus tertentu gambaran secara psikologis ditandai dengan perasaan seclusiveness (kurang hangat), minatnya makin lama makin melemah terhadap dunia serta lingkungannya, dan melamun yang berlebihan serta blunting of affect (tidak adanya responsivitas emosional). Akhirnya, respon respon yang tidak selaras atau ringan saja yang akan tampil misalnya tidak begitu peduli terhadap lingkungan sosial di masyarakat. Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,3 1 persen dan biasanya timbul pada usia sekitar 18 45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11 12 tahun sudah menderita sizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa menderita skizofrenia. Skizofenia adalah gangguan mental yang cukup luas dialami di Indonesia. Skizofenia tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi individu penderitaanya, tapi juga bagi orang orang yang terdekat kepadanya. Biasanya keluargalah yang paling tertekan dengan hadirnya skizofrenia di keluarga mereka. dr. Darmadi dari klinik jiwa Dharma Mulia Surabaya, mengungkapkan bahwa pasien membutuhkan perhatian masyarakat, 1

2 terutama dari keluarganya. Selain perawatan tinggi, hampir 70% penderita adalah pasien di RSJ yang dirawat secara bertahun - tahun. Akhirnya, kehadiran penderita cenderung dirasakan sebagai beban keluarganya (kompas, 30 Agustus 2000). Hawari (2006) mangatakan bahwasannya skizofrenia merupakan gangguan jiwa kronis yang memiliki kecenderungan untuk kambuh (dalam Kanzul, 2006). Klien gangguan jiwa memerlukan pengobatan yang relatif lama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Hal tersebut dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin terjadinya kekambuhan (relapse). Pengobatan yang dilakukan dapat berupa tindakan secara medis ataupun secara psikologis. Pada dasarnya pengobatan untuk pasien skizofrenia yang utama adalah dengan obat, terutama obat obatan antipsikotik untuk memperbaiki keadaan pasien secara medis terlebih dahulu. Namun penelitian telah menemukan bahwa latihan keterampilan sosial dapat memperkuat perbaikan secara psikologis pasien dengan gangguan skizofrenia. Latihan keterampilan sosial ini merupakan suatu modal bagi pasien skizofrenia di lingkungan sosialnya yang harus diimbangi pula dengan aturan penggunaan obat. Sebagian besar pasien skizofrenia akan mendapatkan manfaat dari penggunaan kombinasi pengobatan antipsikotik dan psikososial. Kekurangan skizofrenia untuk menjalani hari harinya adalah keterampilan sosial. Sehingga tidak mengherankan apabila pasien skizofrenia sulit membangun interaksi sosial yang normal dengan orang lain. Orang orang dengan skizofrenia ini menunjukkan kesulitan yang sangat besar sekali dalam ketarampilan sosial, termasuk diantaranya adalah mendapatkan pekerjaan serta mengembangkan kehidupan sosialnya (Wiramihardja, 2007). Bentuk dari keterampilan sosial ini meliputi segala sesuatu kemampuan yang digunakan dalam melakukan hubungan dengan lingkungan sosial meliputi ketrampilan berkomunikasi, ketrampilan persepsi sosial dan ketrampilan menghadapi situasi sosial. Tingkat kesulitan dalam bergaul pada pasien skizofrenia sangat bervariasi, mulai dari kesulitan bergaul situasional, dimana penderita mengalami kesulitan untuk bergaul di situasi-situasi tertentu saja, sampai ke tingkat kesulitan bergaul yang disebabkan oleh gangguan mental kronik. Oleh karena itu teknik yang digunakan dalam membantu penderita kesulitan bergaul ini juga berbeda-beda (Wiramihardja, 2007). Dalam kehidupan sehari harinya pasien skizofrenia tidak mungkin untuk hidup sendiri karena pada dasarnya setiap manusia merupakan

3 makhluk sosial yang membutuhkan manusia lain disampingnya. Untuk membangun interaksi sosial, telebih dahulu pasien harus menguasai kemampuan dan ketrampilan dalam mengenal diri sendiri, kemudian baru ketrampilan dalam mengenal orang lain. Bellack, Harsen dan Turner (dalam Davison dkk, 2006) mendemonstrasikan pelatihan keterampilan sosial dimana mereka merekayasa berbagai situasi sosial bagi tiga pasien skizofrenia kronis dan kemudian mengamati apakah mereka akan menunjukkan respon yang pantas atau sesuai dengan situasi yang ada. Contohnya seorang pasien diminta untuk mengumpamakan bahwa dia baru saja sampai rumah dari suatu liburan akhir minggu dan melihat bahwa rumput di halaman rumahnya telah dipotong. Ketika dia turun dari mobil, tetangga sebelah rumahnya mendekatinya dan berkata bahwa dia telah memotong rumput di halaman rumah pasien karena pada saat itu dia sedang memotong rumput dirumahnya sendiri. Pasien kemudian harus merespon situasi tersebut. Sesuai dengan perkiraan, pada awalnya pasien tidak terlalu begitu baik dalam memberikan respon yang pantas secara sosial yang dalam kasus ini dapat berupa ucapan terima kasih. Pelatihan berlanjut kemudian terapis mendorong pasien untuk memberikan respon yang sesuai serta memberikan komentar yang dapat membantu upaya mereka. Jika perlu terapis juga memberikan contoh perilaku yang pantas sehingga pasien dapat mengamati kemudian mencoba untuk menirunya. Latihan keterampilan sosial ini akan memberikan pelajaran bagi pasien Skizofrenia mengenai kemampuan beradaptasi secara sosial termasuk di dalamnya adalah tingkah laku non verbal seperti membuka sebuah pembicaraan, tersenyum dan kontak mata, kemampuan paralinguistik seperti tinggi rendahnya suara dan nada ketika mereka berbicara dengan orang lain, kemampuan untuk berkomunikasi, kemampuan asertif, kemampuan untuk mandiri, kemampuan dalam interview pekerjaan dan kemampuan mengatur pekerjaan. Fokus latihan ketrampilan dalam penelitian ini adalah interpersonal skill. Keterampilan interpersonal merupakan sebuah tujuan yang dihubungkan dengan pola tingkah laku pasien dalam kehidupan sehari - harinya. Karena pasien akan bertatap muka secara langsung dengan orang lain setiap harinya. Kekurang mampuan pasien skizofrenia dalam hubungan interpersonal dapat menyebabkan terganggunya kehidupan sosial pasien skizofrenia sendiri, misalnya: menjadi pemalu,

4 menarik diri, memisahkan diri dari orang lain atau putus hubungan dengan kata lain tidak menerima dirinya. Dalam berbagai studi mengungkapkan bahwa peningkatan hubungan interpersonal sangat membantu dalam peningkatan kesehatan mental. Jika terjadi hambatan hambatan dalam hubungan sosial maka seseorang dapat mengalami masalah. Keterampilan interpersonal akan mengurangi keterasingan pada pasien skizofrenia sehingga akan meningkatkan hubungan interpersonal pasien dengan lingkungan sosialnya. Faris dan Dunhan (dalam Semium, Y., 2001) mengemukakan bahwa keterasingan dari kehidupan interpersonal diyakini dapat meningkatkan penderitaan pada pasien skizofrenia. Keterampilan interpersonal adalah salah satu hal yang sangat penting untuk membantu pasien skizofrenia membangun kehidupan sosialnya. Tidak mudah bagi individu dengan gangguan seperti ini, oleh karena itu penting adanya sebuah bentuk pelatihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan ketrampilan tersebut. Keterampilan interpersonal merupakan sebuah kecakapan dalam bergaul yang harus dimiliki oleh setiap individu. Karena Keterampilan interpersonal merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang keberhasilan seseorang dalam pergaulannya dengan orang lain. Selain itu keterampilan interpersonal juga merupakan syarat tercapainya penyesuaian yang baik dalam kehidupan. Keterampilan interpersonal pada pasien skizofrenia ini meliputi ketrampilan berkomunikasi seperti membuka sebuah pembicaraan dengan orang lain, kontak mata, tersenyum serta serta mengatur tinggi rendahnya suara ketika mereka sedang berbicara. Kemampuan tersebut sangat penting sekali bagi pasien skizofrenia dimana hal tersebut akan membantu pasien dalam membangun hubungan interpersonal dengan orang lain. Pada survey awal dapat diketahui bahwa keterampilan sosial para pasien skizofrenia residual ini kurang bagus dimana para pasien masih kurang bisa mengembangkan keterampilan interpersonalnya. Subyek KA pada saat survey awal sudah bisa membuka sebuah pembicaraan namun belum bisa menjaga kontak matanya. Subyek KA juga sudah bisa memberikan sebuah senyuman yang berarti untuk orang lain. Namun subyek mempunyai kekurangan keterampailan interpersonalnya yang lain yaitu subyek belum bisa untuk mengatur tinggi rendahnya suara, suaranya cenderung datar dan seperti orang bergumam.

5 Pada subyek MH ketrampilan interpersonal MH untuk membuka sebuah pembicaraan, tersenyum cukup baik karena subyek MH mampu untuk melakukannya dengan lawan bicaranya. Namun subyek MH kurang bisa menjaga kontak matanya. Subyek juga belum bisa untuk mengatur tinggi rendahnya suara, tiba tiba suaranya akan meninggi tanpa sebab yang pasti. Ketrampilan interpersonal subyek SW dalam membuka sebuah pembicaraan, menjaga kontak mata dan tersenyum sudah cukup baik. Karena subyek SW sudah mampu melakukannya ketika sedang berbicara dengan orang lain. Namun SW belum bisa mengatur tinggi rendahnya suara ketika sedang berbicara dengan lawan bicaranya. Bicaranya seperti orang bergumam sehingga kurang jelas dan cenderung kecil. Ketrampilan interpersonal AK untuk membuka sebuah pembicaraan, menjaga kontak mata dan mengatur tinggi rendahnya suara sudah cukup baik. Namun subyek AK belum bisa mengatur senyumnya. Karena selama pembicaraan berlangsung subyek selalu tersenyum dan senyumnya tidak sesuai dengan kondisi yang ada. Seorang dengan gangguan skizofenia cenderung untuk menarik diri berinteraksi dengan orang lain. Sehingga mereka akan terkucilkan ditengah masyarakat. Oleh sebab itu pasien skizofrenia residual yang nantinya akan kembali lagi di tengah masyarakat hendaknya diberikan sebuah latihan ketrerampilan sosial agar mereka dapat menjalin sebuah hubungan yang baik dengan orang orang di sekitarnya. Latihan keterampilan sosial mungkin sangat sederhana bagi pasien skizofrenia namun akan cukup memberikan sebuah rujukan bagi para pasien untuk mengembangkan keterampilan interpersonalnya ditengah masyarakat kelak. Dengan latihan keterampilan sosial ini pasien akan lebih mudah untuk membangun hubungan interpersonal dengan orang lain dan mereka tidak hidup terkucilkan lagi ketika mereka kembali di lingkungan sosialnya. Oleh karena itu peniliti ingin mengangkat judul Latihan Keterampilan Sosial Untuk Meningkatkan Keterampilan Interpersonal Pada Pasien Skizofrenia Residual

6 B. Rumusan Masalah Dari penjelasan di atas, dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu bagaimana peran latihan keterampilan sosial terhadap keterampilan interpersonal pasien skizofrenia residual? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran keterampilan sosial terhadap keterampilan interpersonal pada pasien skizofrenia residual. D. Manfaat Penelitian Dengan latihan keterampilan sosial ini diharapkan menjadi sebuah bekal bagi pasien skizofrenia residual untuk membantu mereka kembali lagi di tengah tengah masyarakat dan diterima sepenuhnya oleh masyarakat. 1. Secara teoritis Memberikan sumbangan pemikiran untuk mengatasi gangguan skizofrenia dengan latihan keterampilan sosial sebagai rujukan terapi secara psikologi. 2. Secara praktis Memberikan masukan tentang peran latihan keterampilan sosial terhadap ketrampilan interpersonal pasien skizofrenia residual.