I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 6

dokumen-dokumen yang mirip
I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 9. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan Aspek Geospasial dalam Metode Delimitasi Batas Maritim

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 10

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 7

Studi Penentuan Batas Maritim Antara Dua Negara Berdasarkan Undang Undang yang Berlaku di Dua Negara yang Bersangkutan (Studi Kasus : NKRI dan RDTL)

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*)

ASPEK-ASPEK GEODETIK DALAM HUKUM LAUT

BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84?

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA Sidang Ujian Tugas Akhir Oleh : FLORENCE ELFRIEDE SINTHAULI SILALAHI

BAB IV ANALISIS. 4.1 Analisis terhadap Seleksi Unsur Pemetaan Laut Teritorial Indonesia

SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH

STUDI PENENTUAN BATAS MARITIM INDONESIA-MALAYSIA BERDASARKAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA

Penentuan Batas Pengelolaan Wilayah Laut Antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH

Abstrak PENDAHULUAN.

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut

ANALISA PETA LINGKUNGAN PANTAI INDONESIA (LPI) DITINJAU DARI ASPEK KARTOGRAFIS BERDASARKAN PADA SNI

Abstrak. Ria Widiastuty 1, Khomsin 1, Teguh Fayakun 2, Eko Artanto 2 1 Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS-Sukolilo, Surabaya, 60111

BAB 3 PROSES REALISASI PENETAPAN BATAS LAUT (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) INDONESIA DAN PALAU DI SAMUDERA PASIFIK

Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah.

BAB II DASAR TEORI PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH

BAB III REALISASI DELINEASI BATAS LAUT

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kartografi Kelautan

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sejarah Perundingan Batas Maritim Indonesia Singapura

BAB 2 DATA DAN METODA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II METODE PELAKSANAAN SURVEY BATHIMETRI

SURVEI HIDROGRAFI. Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri. Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus

BAB II DASAR TEORI. Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu :

ASPEK TEKNIS PEMBATASAN WILAYAH LAUT DALAM UNDANG UNDANG NO. 22 TAHUN 1999

Ambalat: Ketika Nasionalisme Diuji 1 I Made Andi Arsana 2

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab ini memperkenalkan mengenai proyeksi silinder secara umum dan macam proyeksi silinder yang dipakai di Indonesia.

Kajian Landas Kontinen Ekstensi Batas Maritim Perairan Barat Laut Sumatra

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BENTUK BUMI DAN BIDANG REFERENSI

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (Juni, 2013) ISSN: ( Print)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

BAB II PEMUTAKHIRAN PETA LAUT

ANALISIS ALTERNATIF BATAS WILAYAH LAUT KOTA SEMARANG DAN KABUPATEN KENDAL

Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV ANALISIS. 4.1 Analisis Terhadap Penentuan Datum, Titik Dasar dan Garis Pangkal

xvii MARITIM-YL DAFTAR ISI

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 1

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2015

Proyeksi Peta. Tujuan

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN Data survey Hidrografi

MEMBACA DAN MENGGUNAKAN PETA RUPABUMI INDONESIA (RBI)

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

DAFTAR PUSTAKA. Djunarsjah, E Aspek Teknik Hukum Laut. Diktat Kuliah. Penerbit ITB. Bandung.

BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN

PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA

DELINEASI LANDAS KONTINEN EKSTENSI DI LUAR 200 MIL LAUT MELALUI PENARIKAN GARIS HEDBERG DARI KAKI LERENG INVESTIGATOR RIDGE

DAFTAR PUSTAKA. 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita.

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI

BAB III BATAS DAERAH DAN NEGARA

I. BAB I PENDAHULUAN

BAB II DASAR TEORI II.1 Sistem referensi koordinat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1998 TENTANG

IMPLEMENTASI BATAS WILAYAH dan KEPULAUAN TERLUAR INDONESIA terhadap KEDAULATAN NKRI

Gambar 2. Zona Batas Maritim [AUSLIG, 2004]

TERBATAS 1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI. Tabel 1. Daftar Standard Minimum untuk Survei Hidrografi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

BAB IV ANALISIS. IV. 1. Analisis Pemilihan Titik Dasar Untuk Optimalisasi

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pertemuan 3. Penentuan posisi titik horizontal dan vertikal

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai PASANG SURUT. Oleh. Nama : NIM :

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

Jadi huruf B yang memiliki garis kontur yang renggang menunjukkan kemiringan/daerahnya landai.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Home : tedyagungc.wordpress.com

By. Y. Morsa Said RAMBE

ANALISA PETA LINGKUNGAN PANTAI INDONESIA (LPI) DITINJAU DARI ASPEK KARTOGRAFIS DAN KETENTUAN INTERNATIONAL HYDROGRAPHIC ORGANIZATION (IHO)

SURVEYING (CIV 104) PERTEMUAN 2 : SISTEM SATUAN, ARAH DAN MENENTUKAN POSISI DALAM SURVEYING

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN INDONESIA. Eka Djunarsjah dan Tangguh Dewantara. Departemen Teknik Geodesi FTSP ITB, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132

BAB III PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA - FILIPINA DI LAUT SULAWESI. Tabel 3.1 Tahapan Penetapan Batas Laut

Pendekatan Aspek Hukum, Geomorfologi, dan Teknik Dalam Penentuan Batas Wilayah Laut Daerah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Transkripsi:

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 6 A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan Peta laut, Basepoint (Titik Pangkal), dan Baseline (Garis Pangkal) untuk delimiasi batas maritim. B.POKOK BAHASAN/SUB POKOK BAHASAN: Delimitasi batas maritim Penggunaan peta laut Penentuan titik pangkal dan garis pangkal Datum Vertikal Datum Horisontal Jenis Baselines Garis Pangkal Kepulauan Penentuan zona laut dari garis pangkal Publikasi garis pangkal C. MEDIA AJAR : Handout D. METODE EVALUASI DAN PENILAIAN a. Kuis b. Keaktivan berdiskusi E. METODE AJAR: STAR : SCL (Student Centered Learning) + TCL (Teacher Centered Learning) F. AKTIVITAS MAHASISWA a. Memperhatikan, mencatat, membaca modul b.berdiskusi c. Mengerjakan soal kuis G. AKTIVITAS DOSEN DAN NAMA DOSEN a. Menjelaskan materi pokok bahasan b. Membuat soal kuis c. Memandu diskusi d. Nama Dosen : I Made Andi Arsana 1. Pengantar II. BAHAN AJAR Aspekt teknis dalam delimitasi batas maritim mengacu pada manual TALOS (TECHNICAL ASPECTS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA 1982) yang diterbitkan oleh International Hydrographic Bureau (IHB) pada tahun 1993 dan disempurnakan pada tahun 2006 melalui Special Publication No. 51, 4th Edition - March 2006. Berikut ini adalah beberapa aspek teknis yang penting dalam kegiatan delimitasi batas maritim. 2. Peta laut 1

Secara umum, peta laut adalah peta dengan tujuan khusus yang dirancang untuk navigasi. Istilah peta laut atau Chart yang digunkan dalam UNCLOS 1982 sesungguhnya adalah peta laut Nautical Chart yaitu peta laut yang dirancang khusus untuk memenuhi persyaratan navigasi laut. Elemen teknis peta laut yang penting adalah: proyeksi dan skala. Contoh tampilan peta laut (Chart) adalah seperti Gambar 1. Secara esensi peta laut memiliki perberbedaan dengan peta lainnya. Menurut Prescott (2010), perbedaan prinsip antara peta laut (chart) dengan peta lainnya adalah: 1. Chart khusus digunakan untuk navigasi 2. Chart digambar dengan sistem proyeksi Mercator karena sifatnya yang konform dan arah di peta tetap sama dengan arah sebenarnya di lapangan 3. Chart selalu diperbaharui dengan data terbaru secara terus menerus 4. Chart hanya sedikit menggambarkan fitur-fitur daratan, namun menggambarkan sangat detail fitur-fitur di laut termasuk fitur di dasar laut 5. Skala chart tidak seragam pada suatu lembar peta laut skala menengah dan skala kecil. Skala chart akan bertambah besar ke arah kutub. 6. Skala pada chart ditemui bersifat linier pada batas yang berupa garis lintang dari arah timur ke barat 7. Chart menggunakan meridian dan paralel tidak berbentuk grid 8. Chart lebih banayak menggunakan titik-titik kedalaman (spot depths) dibanding kontur untuk menampilkan informasi kedalaman dasar laut 9. Chart juga menggambarkan daerah pantai 10. Chart memiliki tabel konversi untuk ukuran feet, fathom dan meter Gambar 1: Contoh Peta Laut (Chart) 2

a. Proyeksi peta. Proyeksi peta adalah metode untuk menampilkan obyek permukaan bumi yang lengkung di atas media (kertas) yang datar. Penggunaan proyeksi adalah untuk meminimalkan distorsi karena proses transformasi dari bidang lengkung ke bidang datar. Untuk peta laut, proyeksi mercator (silinder) adalah jenis proyeksi yang paling banyak digunakan. Hal ini karena jenis proyeksi mercator memiliki karakter khas yaitu garis meridian dan paralel digambarkan dengan garis lurus yang berpotongan dengan sudut yang sebenarnya. Interval antara meridian satu dengan lainnya bersifat konstan dan jarak antar garis paralel berbanding lurus dengan derajat lintang. Semakin besar lintangnya (semakin jauh dari khatulistiwa), semakin besar pula jarak antar dua garis paralel (Deetz, 2005 dalam Goss, 2005). Proyeksi mercator sangat cocok untuk navigasi karena arah yang ada di peta benar-benar mewakili arah senbenarnya di muka bumi mengingat proyrksi ini mempertahankan azimuth. Proyeksi ini juga memiliki sifat konformal yaitu memperahankan bentuk yaitu bentuk asli di bumi sama dengan bentuk di peta. Proyeksi Mercator diilustrasikan pada Gambar 2. Setiap negara dapat membuat peta laut di negaranya masing-masing, namun harus mengacu pada standar spesifikasi internasional, misalnya dalam hal simbol, judul peta, skala dan warna simbol, tauhn publikasi, tahun revisi. Sebuah peta laut umumnya adalah produk dari suatu badan/institusi berwenang di sebuah negara. Di Indonesia badan yang berwenang adalah Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL. Di Inggris adalah United Kingdom Hydrographic Office (UKHO). Gambar 2: Proyeksi Mercator (Trismadi, 2011) b. Skala peta laut. Peta laut yang digunakan dalam delimitasi batas maritim harus memiliki skala yang memadai. Rentang skala yang bisa digunkan biasanya berkisar antara 1 : 100.000 hingga 1 : 1.000.000 untuk delimitasi ZEE dan delimitasi Landas Kontinen. Untuk delimitasi batas laut teritorial skalanya lebih besar yaitu berkisar antara 1: 50.000 sampai 1 : 100.000. Contoh tampilan skala peta laut adalah seperti Gambar 3. 3

Gambar 3: Bar Scale pada peta laut (Chart) 3.Penentuan titik pangkal dan garis pangkal Sebelum melakukan delimitasi batas maritim, hal penting yang perlu difahami selain yurisdiksi yang berhak dikalim oleh suatu negara pantai, juga ketentuan teknis tentang Datum Vertikal, Datum Horisontal, Jenis Baselines sebagai dasar untuk menentukan titik pangkal dan garis pangkal. a) Datum vertikal. Ketinggian titik di permukaan bumi baik yang terletak di darat maupun di dasar laut ditentukan secara relatif jarak vertikalnya terhadap suatu bidang yang disepakati sebagai suatu bidang referensi yang disebut datum vertikal. Ada dua konsep pemahaman datum vertikal ( Antunes, N.S.M.,2000) yaitu : 1) Datum pemeruman (sounding datum), yaitu bidang referensi yang digunakan untuk mengukur kedalaman dalam survey hidrografi. 2) Chart Datum (CD), yaitu bidang referensi pada peta laut untuk menggambarkan kedalaman maupun bagian yang kering dari suatu obyek. Dari pertimbangan teknis, CD bisa saja ditentukan sama atau berbeda dengan datum pemeruman, sehingga secara umum dapat dikatakan bahwa dalam penentuan datum vertikal sebenarnya dapat dipilih secara bebas. Namun demikian ada tiga pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pemilihan datum vertikal. Pertama, bidang tersebut harus cukup rendah sehingga bagi para pelaut percaya bahwa selalu berada pada kedalaman yang aman ketika menggunakan peta laut. Kedua, tidak harus yang terendah namun datum tersebut dapat memberikan informasi kedalaman air. Ketiga, datum yang dipilih harus sesuai dengan data hasil survey di sekitarnya. Datum pemeruman maupun CD adalah datum yang menggunakan air rendah (low water datum), artinya menggunakan permukaan pada surut rendah. Meskipun demikian ada juga datum yang menggunakan permukaan air tinggi (high water levels), tetapi datum ini tidak digunakan untuk bidang referensi mengukur kedalaman pada survey hidrografi maupun 4

pada peta laut. Dengan demikian pada prinsipnya bahwa setiap bidang permukaan laut (pasut) dapat digunakan sebagai datum vertikal. Permukaan pasut baik tinggi atau rendah memiliki beberapa definisi tergantung pada parameter yang digunakan untuk menghitungnya. Sebagai contoh dalam penentuan permukaan laut rata-rata Mean Low Water (MLW) dan Mean High Water (MHW) dikenal ada Mean Low Water Springs (MLWS), Mean High Water Springs (MHWS), Mean Low Water Neap (MLWN) dan Mean High Water Neap (MHWN), yaitu penentuan permukaan rata-rata yang memperhitungkan rentang pasut (range of tide). Untuk permukaan rata-rata yang terkait parameter astronomi dikenal Lowest Astronomical Tide (LAT) dan Highest Astronomical Tide (HAT). b) Datum horisontal. Datum horisontal atau sering disebut datum geodetik digunakan sebagai referensi koordinat pata laut (lintang dan bujur). Datum geodetik (Gambar 4) adalah sejumlah parameter yang digunakan untuk mendefinisikan : 1. bentuk dan ukuran ellipsoid referensi (parameter a, f) yang digunakan untuk pendefinisian koordinat geodetik, serta 2. kedudukan dan orientasinya dalam ruang terhadap tubuh Bumi. Gambar 4 : Datum Geodetik (Sumber: Special Publication No. 51, 4th Edition - March 2006 Published by the International Hydrographic Bureau) Ditinjau dari kedudukan elipsoid terhadap bumi, datum geodetik yang digunakan dapat dibedakan antara datum geodetik geosentrik (global) dan datum geodetik lokal, seperti diilustrasikan pada Gambar 5 5

X G Z L bumi elipsoid referensi datum lokal elipsoid referensi O L datum global X L O G Z G Y G Gambar 5; Datum Geodetik global dan lokal Gambar 3. Datum geodetik global dan lokal O = Origin geosentrik (global), O = Origin tidak geosentrik (lokal) Datum geodetik lokal yang pernah diterapkan untuk pemetaan di Indonesia adalah Datum Genuk (untuk wilayah Jawa, Sumatera, Nusa Tenggara), Datum Bukit Rimpah (untuk wilayah kepulauan Bangka & Belitung), Datum Gunung Segara (untuk wilayah Kalimantan Timur), Datum Serindung (untuk wilayah Kalimantan Barat), Datum Moncongloe (untuk wilayah Sulawesi Selatan). Adapun elipsoid referensi yang digunakan untuk datum lokal tersebut ialah Bessel 1841. Datum geodetik lokal yang pernah juga diterapkan di Indonesia adalah Datum T21 Sorong menggunakan elipsoid Hayford dan ID-74 (Indonesia Datum- 1974) yang menggunakan elipsoid GRS 1967. Selanjutnya seiring dengan perkembangan teknologi geodesi ruang angkasa, saat ini pemetaan di Indoensia menggunakan datum geodetik geosentrik (global) yaitu DGN-95 (Datum Geodesi Nasional-1995) yang identik dengan WGS-84. (KK Geodesi Bakosurtanal, 2007). c) Beberapa pengertian teknis untuk delimitasi batas maritim: 1. Titik Awal (base point) adalah titik koordinat yang terletak pada garis pantai untuk menentukan garis dasar (Gambar 5) 2. Garis Dasar adalah garis yang menghubungkan antara dua titik awal dan terdiri dari garis dasar lurus dan garis dasar normal.(gmbar 6) 3. Garis dasar lurus adalah garis lurus yang menghubungkan dua titik awal berdekatan dan berjarak tidak lebih dari 12 mil. 4. Garis dasar normal adalah garis antara dua titik awal yang berhimpit dengan garis pantai. (Gambar 6) 5. Mil laut adalah jarak satuan panjang yang sama dengan 1.852 meter. 6. Pulau adalah daratan yang terbentuk secara alamiah dan senantiasa berada di atas permukaan laut pada saat air pasang. Y L 6

GARIS DASAR NORMAL Garis Dasar Normal Titik Awal Garis Dasar Lurus Gambar 6. Titik dasar dan garis dasar. III. EVALUASI 1) Apa bedanya peta laut (chart) dengan peta lainnya, jelaskan. 2) Untuk delimitasi batas maritim, aspek teknis apa saja yang perlu difahami. 3) Jelaskan pengertian datum vertikal 4) Jelaskan pengertian datum geodetik. Apa erti pentingnya datum geodetik pada delimitasi batas maritim 7

5) Jelaskan pengertian titik pangkal dan garis pangkal 6) Jelaskan perbedaan garis pangkal lurus dan garis pangkal normal 7) Mengapa peta laut pada umumnya menggunakan proyeksi Mercator, jelaskan Jawaban Soal evaluasi akan didiskusikan di kelas DAFTAR BACAAN (REFERENSI): 1. Anonim, 1982, United Nations Convention on the Law of the Sea, United Nations Organisation, New York. 2. Anonim, 2000, Handbook on the Delimitation of Maritime Boundaries, United Nations Organisation, New York. 3. Anonim, 2006, A Manual On Technical Aspects Of The United Nations Convention On The Law Of The Sea 1982, Special Publication No. 51, 4th Edition - March 2006, Published by the International Hydrographic Bureau, MONACO 4. Churchill, R. and Lowe, A. (1999). The Law of the Sea, Manchester University Press Cole, George. M. (1997). Water Boundaries 5. Evans, Malcolm D. (1988). Relevant Circumstances and Maritime Delimitation, Clarendon Press Oxford 6. Sutisna, S., 2004, Pandang Wilayah Perbatasan Indonesia, Pusat Pemetaan Batas Wilayah, Bakosurtanal 8