Unit kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, melakukan penilaian pelanggaran terhadap hasil pemeriksaan.

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN KEPEMILIKAN MODAL BADAN USAHA DI BIDANG TRANSPORTASI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkuta

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (Lembaran Negara Republik Indon

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 41 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR

2 Ke Dan Dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republi

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan L

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 313 ayat 3

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 78 TAHUN 2017 TENTANG

PENINGKATAN FUNGSI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 313 ayat 3

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 4

2016, No udara niaga tidak berjadwal luar negeri dengan pesawat udara sipil asing ke dan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 30 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 89 TAHUN 2015 TENTANG

2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik In

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 36 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN M E M U T U S K A N : NOMOR : KM 81 TAHUN 2004

2016, No Republik Indonesia Nomor 3601) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 tentang.perubahan atas

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

2 pengenaan sanksi administratif; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor: KP 4 TAHUN 2016 TENTANG

2015, No Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014; 4. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM

2017, No Udara; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No Peraturan Pemerintah 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara (Lembaran Negara Republik Ind

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014; 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fung

Tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan; Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angk

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 82 TAHUN 2015 TENTANG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tent

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 623 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :KP 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 611 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 66 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK,

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 5

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG

2017, No Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nom

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG

2 2015, No.322 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722) 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publi

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468); 4. Peraturan Presiden Nomor 47

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PMK.03/2015 TENTANG

2016, No Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No provinsi/kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG PENYEDIAAN TRANSPORTASI UDARA BAGI JEMAAH HAJI REGULER

2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 51 TAHUN 2000 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 20 TAHUN 2008 TENTANG

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 200

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM 77 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA

2017, No tentang Transaksi Efek yang Tidak Dilarang bagi Orang Dalam; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lemb

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA,

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBllK INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG. Adapun dasar hukum penetapan tarif angkutan penumpang yaitu:

3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 51 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 198/PMK.03/2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 75 TAHUN 2011

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No lain ke dalam atau ke luar daerah pabean Indonesia dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; c. bahwa sesuai dengan Undang-Un

HAK PENUMPANG JIKA PESAWAT DELAY

Transkripsi:

-7- (2) Hasil pemeriksaan ulang dan arahan dari Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Inspektur Penerbangan menetapkan penanganan lebih lanjut. (3) Dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja Inspektur Penerbangan melaporkan secara tertulis kepada Direktur dengan melampirkan hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP) check list pemeriksaan dan data pendukung lain yang diperlukan guna proses lanjut penetapan sanksi administratif. Pasal 10 Hasil pemeriksaan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja ditindaklanjuti Direktur kepada unit kerja yang bertanggungjawab terhadap evaluasi pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang penerbangan dan mengusulkan untuk dikenakan sanksi administratif. Pasal 11 Unit kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, melakukan penilaian pelanggaran terhadap hasil pemeriksaan. Pasal 12 Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, dilakukan sebagai berikut: a. penentuan tingkat kepatuhan; dan b. penentuan tingkat kemungkinan terjadi. Pasal 13 Penentuan tingkat kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, dalam penegakan hukumnya dengan mempertimbangkan : a. seberapa sering melakukan pelanggaran peraturan; b. keseriusan untuk perbaikan dalam mematuhi peraturan;dan c. pelanggaran berulang-ulang terhadap peraturan yang sama. Pasal 14 Penentuan tingkat kemungkinan terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b, dalam penegakan hukumnya dengan mempertimbangkan peluang terjadinya pelanggaran.

-8- Pasal 15 Hasil Penilaian yang dilakukan oleh unit kerja yang melakukan evaluasi dengan memberikan tingkat penilaian berupa: a. denda minimal dengan cakupan 250 (dua ratus lima puluh) s/d 1000 (seribu) penalty units (PU); b. denda menengah dengan cakupan 1001 (seribu satu) s/d 3000 (tiga ribu) penalty units (PU); c. denda maksimal dengan cakupan 3001 (tiga ribu satu) s/d 10.000 (sepuluh ribu) penalty units (PU). Pasal 16 (1) Denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d, merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak dilingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. (2) Besaran denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan dalam satuan denda administratif (penalty unit/pu). (3) Satuan denda administratif (penalty unit/pu) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) nilainya sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah). Pasal 17 Usulan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Direktur Jenderal dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja memberikan sanksi administratif berdasarkan hasil evaluasi unit kerja. Pasal 18 Pelanggaran berulang-ulang terhadap peraturan yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c, dapat dikenakan denda administratif yang berulang kali berdasarkan selang waktu. Pasal 19 Apabiia dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja penyelenggara kegiatan di bidang penerbangan belum memenuhi peraturan perundang-undangan setelah peringatan III dan denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, dapat dikenakan denda administratif yang berulang kali berdasarkan selang perundang-undangan waktu atau sampai terpenuhi peraturan pembekuan perizinan yang dikenakan sanksi. t'

-9- Pasal 20 (1) Pemegang perizinan yang dikenakan sanksi administratif dapat mengajukan usulan keberatan kepada Direktur Jenderal, dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal ditetapkannya sanksi administratif. (2) Persetujuan atau penolakan terhadap usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Direktur Jenderal dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja, sejak tanggal diterimanya usulan keberatan. (3) Persetujuan atau penolakan terhadap usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan keputusan akhir dari Direktur Jenderal. Pasal 21 Pengenaan denda berulang kali ditetapkan sebesar denda terakhir yang dikenakan dikalikan untuk jangka setiap waktu 1 (satu) bulan sampai dipenuhinya peraturan perundangundangan yang dilanggar. Pasal 22 (1) Berdasarkan hasil pemeriksaan pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang penerbangan yang di indikasikan terdapat pelanggaran pidana, Direktur Jenderal dapat memerintahkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk melakukan investigasi dan penyidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Investigasi dan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan Petunjuk Pelaksanaan Penyidikan PPNS. (3) Terhadap pelanggaran pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), denda administratif tetap wajib dipenuhi Pasal 23 Ketentuan lebih lanjut tentang prosedur pengenaan sanksi administratif dan penghentian sementara kegiatan atau operasional penerbangan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal. Pasal 24 Direktur Jenderal melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan ini dan melaporkan kepada Menteri. W

-10- Pasal 25 Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 26 Tahun 2009 tentang Sanksi Administratif terhadap Pelanggaran Perundang-undangan di Bidang Keselamatan Penerbangan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 26 Peraturan Menteri Perhubungan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Perhubungan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 Februari 2015 MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd IGNASIUS JONAN Diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 Februari 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd YASONNA H. LAOLY BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 286 Salinan sesuai dengan aslinya HUKUM DAN KSLN, "b '-LESTARI RAHAYU $iha Tingkat I (IV/b) 620620 198903 2 001

-1- Lampiran Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 30 Tahun 2015 Tanggal : 9 Februari 2015 JENIS PELANGGARAN TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. 1.6. 1.7. 1.8. 1.9. 1.10. 1.11. JENIS PELANGGARAN DIREKTORAT ANGKUTAN UDARA Pelaksanan angkutan udara niaga berjadwal oleh badan usaha angkutan udara niaga berjadwal dan perusahaan angkutan udara asing tidak memiliki izin yang diterbitkan Direktur Jenderal. Pelaksanaan angkutan udara niaga berjadwal oleh badan usaha angkutan udara niaga berjadwal dan perusahaan angkutan udara asing tidak sesuai dengan izin yang diterbitkan Direktur Jenderal. Pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga melakukan kegiatan angkutan udara niaga tanpa izin dari Menteri. (flight approval) untuk angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri oleh badan usaha angkutan udara nasional. (flight approval) untuk angkutan udara niaga tidak berjadwal penumpang dalam negeri yang menggunakan pesawat udara dengan kapasitas lebih dari 30 (tiga puluh) tempat duduk oleh Badan Usaha Angkutan Udara Nasional. (flight approval) untuk angkutan udara niaga tidak berjadwal khusus kargo dalam negeri yang menggunakan pesawat udara dengan berat tinggal landas lebih dari 5700 (lima ribu tujuh ratus) kilogram oleh Badan Usaha Angkutan Udara Nasional. (flight approval) untuk Kegiatan angkutan udara bukan niaga dengan menggunakan pesawat udara kapasitas lebih dari 30 (tiga puluh) tempat duduk oleh pemegang izin kegiatan bukan niaga nasional. (flight approval) untuk angkutan udara bukan niaga (general aviation) luar negeri oleh pemegang izin kegiatan bukan niaga nasional. (flight approval) untuk penerbangan dari dan ke wilayah Indonesia oleh pesawat udara asing. (flight approval) untuk penerbangan lintas wilayah udara Indonesia (overflying) oleh pesawat udara asing. (flight approval) untuk pendaratan teknis (technical landing) bukan disebabkan oleh keadaan darurat oleh pesawat udara asing.

-2-1.12. 1.13. 1.14. 1.15. 1.16. 1.17. 1.18. 1.19. 1.20. 1.21. 1.22. 1.23. 1.24. 1.25. (flight approval) untuk penerbangan tanpa penumpang umum (ferry flight) untuk ke dan dari luar negeri. Pelaksanaan kegiatan angkutan udara tidak sesuai dengan persetujuan terbang (flight approval). Pengoperasian pesawat udara sipil asing di dalam wilayah NKRI untuk pengangkutan barang yang tidak sesuai dengan ketentuan jenis barang yang diperbolehkan diangkut sesuai dengan persetujuan dari Menteri Perhubungan/Direktur Jenderal. Badan Usaha Angkutan Udara Nasional menggunakan slot time diluar persetujuan slot yang diberikan dan tanpa persetujuan pengelola bandar udara/airnav. (flight approval) untuk angkutan udara niaga berjadwal khusus kargo oleh badan usaha angkutan udara niaga. Badan Usaha Angkutan Udara Nasional melakukan pertukaran slot time (slot swap) dan pemindahtanganan slot time (slot transfer) tanpa persetujuan Direktur Jenderal. Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal, Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal dan Pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga, tidak mengirimkan Laporan Produksi Angkutan Udara setiap bulan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. Kantor perwakilan dan general sales agent badan usaha angkutan udara asing tidak mengirimkan laporan kegiatan angkutan udara setiap 3 (tiga) bulan kepada Direktur Jenderal. Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal tidak mengirimkan laporan keterlambatan dan pembatalan penerbangan setiap bulan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. Penambahan kapasitas berupa penambahan rute penerbangan pada pelaksanaan operasi penerbangan belum mendapat persetujuan Direktur Jenderal tetapi dalam pelaksanaannya sudah melakukan pemasaran dan penjualan sehingga pelaksanaannya menggunakan persetujuan terbang (flight approval), kecuali rute yang belum ada pelayanan penerbangan. Penambahan kapasitas berupa penambahan frekuensi penerbangan pada pelaksanaan operasi penerbangan belum mendapat persetujuan Direktur Jenderal tetapi dalam pelaksanaannya sudah melakukan pemasaran dan penjualan sehingga pelaksanaannya menggunakan persetujuan terbang (flight approval). Perubahan lebih dari 2 (dua) kali terhadap rute yang disetujui dan belum dilaksanakan. Mengangkut penumpang umum dengan memungut bayaran untuk penerbangan ferry flight, positioningflight, provingflight. Penjualan keseluruhan kapasitas pesawat udara untuk angkutan udara niaga berjadwal kepada agen penjualan umum atau agen penjualan tiket.