BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bagi banyak perusahaan industri, salah satu aset yang memerlukan perhitungan yang cermat adalah persediaan, karena pada umumnya persediaan merupakan salah satu bagian terbesar dalam harta perusahaan serta pengaruh terhadap jalannya perusahaan dirasakan cukup signifikan. Oleh karenanya, akan lebih baik jika dalam proses produksi, kebutuhan bahan baku tersedia dalam jumlah yang cukup, tidak terjadi kekurangan dan juga tidak perlu berlebih. Tidak berlebihnya jumlah fisik persediaan tentu akan mempengaruhi jumlah biaya persediaan yang harus dikeluarkan. Mengelola tingkat persediaan merupakan hal yang mendasar dalam penetapan keunggulan kompetitif jangka panjang. Mutu, rekayasa, produk, harga, lembur, kapasitas berlebih, kemampuan merespon pelanggan akibat kinerja yang kurang baik, waktu tenggang (lead time) dan profitabilitas keseluruhan adalah hal-hal yang dipengaruhi oleh tingkat persediaan. Secara umum, perusahaan dengan tingkat persediaan yang lebih tinggi daripada pesaingnya, cenderung berada dalam posisi kompetitif yang lemah karena biaya persediaan yang tinggi secara langsung akan mengurangi tingkat laba. Persediaan dan bagaimana pengelolaannya, berkaitan erat dengan kemampuan perusahaan mendapatkan keunggulan kompetitif untuk menghasilkan laba saat ini dan di masa yang akan datang. PT. Garudafood dalam mengelola persediaannya diawali dengan menetapkan rencana penjualan sesuai dengan pesanan yang diajukan dari para distributor, sehingga setiap bulannya departemen produksi sudah memiliki rencana produksi yang pasti. Dari rencana produksi tersebut tentunya dapat dihitung berapa banyak bahan baku yang diperlukan untuk memenuhi target produksi yang diinginkan. Oleh karenanya, pengadaan bahan baku haruslah direncanakan dengan matang agar kelangsungan hidup perusahaan tetap terjamin. Perusahaan industri makanan seperti Garudafood di Cimahi yang menghasilkan produk berupa kacang garing (roasted peanut), tentunya masalah
bahan baku yang berupa kacang tanah, memegang peranan sangat penting. Selain karena bahan bakunya yang hanya semacam, kacang tersebut tidak dapat dipanen setiap saat. Panen hanya terjadi di bulan-bulan tertentu, sementara proses produksi harus berjalan agar dapat memenuhi rencana penjualan yang telah ditetapkan. Selain itu, perusahaan menghadapi masalah akibat seringnya ditemukan kacang yang rusak pada saat dilakukan stock opname di akhir periode. Kacang seringkali ditemukan dalam keadaan apek dan berjamur, sehingga hal ini menimbulkan kerugian bagi perusahaan karena kacang tersebut tidak layak untuk dijual. Karena alasan itulah akhirnya perusahaan mulai menerapkan sistem baru yang mampu menekan biaya-biaya yang dapat dihindarkan. Suatu sistem persediaan yang banyak mendapat perhatian pada dua dekade terakhir ini adalah Just In Time. Metode ini dikembangkan oleh Taichi Ohno dan kawankawannya di Toyota Motor Company dan mulai dikenal meluas pada tahun 1978. Metode ini menekankan semua material harus menjadi bagian yang aktif dalam sistem produksi dan tidak boleh menimbulkan masalah, yang pada akhirnya akan menimbulkan biaya persediaan. Dalam Just In Time (JIT), persediaan diusahakan seminimal mungkin yang diperlukan untuk menjaga agar tetap berlangsungnya proses produksi. Bahan baku harus tersedia dalam waktu yang tepat pada saat diperlukan, serta dengan spesifikasi dan mutu yang tepat sesuai yang dikehendaki (Richardus E., 1999: 141). Persediaan memiliki karakteristik fisik dan finansial (biaya). Karakter biaya persediaan yang bersifat subyektif, menjadikan penerapan manajemen atau metode persediaan sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya tingkat biaya persediaan. Dalam penelitian ini, penulis mencoba menganalisis lebih jauh apakah penggunaan metode JIT lebih efisien dibandingkan metode Tradisional, ditinjau dari perspektif biaya-biaya yang timbul akibat aktivitas-aktivitas perusahaan dalam pengadaan persediaan bahan baku dan juga sebagai pembuktian apakah metode ini mampu memberikan perbaikan bagi perusahaan tersebut dalam pengadaan persediaan bahan baku. Berdasarkan pemikiran tersebut diatas maka penulis berkeinginan untuk membahas dan mengadakan penelitian mengenai Studi Perbandingan Efisiensi Persediaan Bahan Baku Sebelum dan Sesudah Penerapan Metode Just In Time.
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian di atas, maka penulis dapat mengidentifikasikan masalah-masalah yang akan dibahas pada penelitian ini, sebagai berikut: 1. Bagaimana proses penerapan Just In Time pada perusahaan yang diteliti? 2. Apakah pada perusahaan terdapat perubahan efisiensi yang positif dan signifikan atas biaya persediaan bahan baku sebelum dan sesudah penerapan Just In Time? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan gambaran mengenai peranan Just In Time serta pengaruhnya terhadap efisiensi biaya persediaan bahan baku perusahaan, dengan tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui proses penerapan Just In Time pada perusahaan yang diteliti. 2. Untuk mengetahui besarnya signifikansi perubahan efisiensi biaya persediaan bahan baku sebelum dan sesudah penerapan Just In Time.. 1.4 Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini, penulis menganggap perlu untuk melakukan pembatasan masalah. Hal ini bertujuan agar penelitian dapat dilakukan dengan lebih terarah dan jelas sehingga dapat diperoleh hasil yang baik dan dapat dimanfaatkan dengan baik pula. Adapun pembatasan masalah yang dilakukan penulis adalah: 1. Just In Time hanya akan ditelaah dari segi proses penerapannya, yang meliputi aktivitas pengenalan konsep Just In Time dan pengintegrasian Just In Time ke dalam proses pengadaan persediaan bahan baku. 2. Dalam telaah kinerja perusahaan, penulis membatasi hanya pada biaya aktivitas pengadaan persediaan bahan baku saja, yang meliputi kegiatan delivery, material handling, pembongkaran, dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan persediaan bahan baku. Hal ini dilakukan karena pada perusahaan yang diteliti, Just In Time masih diterapkan secara parsial, dan aktivitas pengadaan persediaan bahan baku dianggap sebagai aktivitas inti dan
cukup mewakili peranan konsep Just In Time terhadap peningkatan efisiensi biaya persediaan. 1.5 Kegunaan Penelitian Dari penelitian ilmiah ini, penulis berharap mampu memberikan kontribusi yang berguna bagi berbagai pihak, diantaranya: 1. Bagi penulis, dapat menambah wawasan pemikiran dan peningkatan pengetahuan yang selama ini diperoleh dari teori yang dipelajari selama kuliah, dengan penerapan di lapangan. 2. Bagi perusahaan, hasil penelitian dan pembahasan ini dapat digunakan sebagai bahan masukan atau informasi tambahan mengenai penerapan Just In Time Inventory bagi peningkatan efisiensi biaya dalam perusahaan. 3. Bagi pihak lain, sebagai bahan referensi atau bahan rujukan bagi kalangan mahasiswa dan akademisi dalam menambah wawasan dan pengetahuan. 1.6 Rerangka Pemikiran Lingkungan manufaktur dengan perusahaan-perusahaan tradisional dimana jumlah produksinya besar, dan biaya perencanaan yang tinggi telah berubah secara dramatis dalam sepuluh sampai dua puluh tahun terakhir. Untuk sebagian hal, pasar kompetitif tidak lagi dibatasi oleh batasan negara. Kemajuan dalam transportasi dan komunikasi telah banyak dalam sistem dan penciptaan kompetisi global. Kemajuan teknologi telah menyebabkan siklus hidup produk menjadi lebih singkat dan keragaman produk meningkat pula. Perusahaan asing menawarkan produk yang bermutu lebih tinggi dan berharga lebih rendah dengan keunggulan khusus sehingga menciptakan tekanan yang berat pada perusahaan domestik. Tekanan kompetitif ini telah menyebabkan banyak perusahaan meninggalkan metode EOQ untuk beralih pada pendekatan JIT (Tepat-Waktu) atau yang lainnya (Hansen & Mowen, 2000: 591). Menurut Drs Zulian Zamit (2003: 195), meskipun persediaan dianggap sebagai hal yang mendatangkan efisiensi operasi, namun dapat juga berpengaruh sebaliknya. Bahkan persediaan dapat menimbulkan secara terus menerus inefisiensi seperti biaya persiapan, lead time, antrian, kesalahan fungsi mesin, kualitas yang tidak stabil, proses yang berubah-ubah, supplier yang tidak
dapat dipercaya, dan ketidaksinkronan arus produk. Semua bentuk persediaan yang berlebih adalah pemborosan. Itu sebabnya, pengadaan persediaan bahan baku memegang peranan yang sangat penting. Maka dari itu, menurut Sofyan Assauri (1993: 230) upaya dalam pengadaan bahan baku harus dapat memenuhi dua kebutuhan, yaitu: 1. Menjaga persediaan dalam jumlah dan keragaman yang memadai, yang berhubungan dengan jaminan kelancaran produksi. 2. Menjaga tingkat persediaan yang menguntungkan secara finansial, yang berhubungan dengan efisiensi biaya. Suatu sistem persediaan yang kini mendapat banyak perhatian pada dua dekade terakhir ini adalah Just In Time (Tepat-Waktu). Tepat-Waktu dapat berarti bahwa dalam suatu rangkaian proses produksi, suku cadang atau komponen (bahan baku) yang diperlukan untuk produksi, tiba pada waktu yang diperlukan dan hanya dalam jumlah yang diperlukan. Dengan demikian, perusahaan yang menggunakan sistem ini akan mendekati tingkat persediaan nol (R. Eko Indrajit & R. Djokopranoto, 1999: 142). Metode ini menekankan semua material harus menjadi bagian yang aktif dalam sistem produksi dan tidak boleh menimbulkan masalah, yang pada akhirnya akan menimbulkan biaya persediaan. Dalam Just In Time (JIT), persediaan diusahakan seminimal mungkin yang diperlukan untuk menjaga agar tetap berlangsungnya proses produksi. Bahan baku harus tersedia dalam waktu yang tepat pada saat diperlukan serta dengan spesifikasi dan mutu yang tepat sesuai yang dikehendaki. Sementara dalam pandangan tradisional, perusahaan manufaktur memiliki beberapa jenis persediaan dalam jumlah yang besar sebagai penyangga, sehingga operasi dapat berjalan mulus meskipun ada gangguan yang tidak terantisipasi. Bahan baku dalam jumlah besar digunakan untuk mengantisipasi bila ada workstation yang tidak dapat beroperasi secara normal ataupun ada gangguan lain. Bahan baku ditumpuk untuk mengantisipasi adanya fluktuasi permintaan. Persediaan yang berfungsi sebagai penyangga kondisi-kondisi yang tak terduga adalah biaya. Selain uang yang harus dikeluarkan untuk persediaan, para ahli berargumentasi bahwa dengan adanya persediaan ini, mengakibatkan adanya inefisiensi dan pekerjaan berlebihan, menyebabkan banyak produk cacat
dan rusak, serta konsumsi waktu yang boros untuk berproduksi (Richardus E., 1999 : 150). Dalam lingkungan pembelian tradisional, kumpulan biaya terpisah sering digunakan untuk kegiatan-kegiatan seperti pembelian, penanganan bahan, pemeriksaan kualitas, dan fasilitas gudang sebagai sarana penyimpanan barang. Namun, dalam pembelian JIT ideal, gudang akan dikurangi bahkan ditiadakan, begitu juga dengan penanganan bahan akan diminimalisasi. Karena proses produksi diupayakan untuk selalu menghasilkan produk sesuai jadwal pengiriman barang, pembelian JIT lebih mengupayakan bahan yang dibeli pada hari itu disesuaikan dengan kebutuhan saat itu, sehingga diharapkan persediaan sisa yang terjadi sangat kecil. Hal ini memungkinkan perusahaan tidak lagi memerlukan gudang untuk sarana persediaan, karena pada hakekatnya fasilitas gudang hanya akan menimbulkan biaya. Seperti yang disebutkan oleh (Supriyono, 1994: 345) produksi berdasarkan JIT merupakan perwujudan konsep penyederhanaan dan pengeliminasian pemborosan pabrik. Produksi tersebut menggunakan sel-sel pemanufakturan yang didukung oleh manajemen pemasok dan perbaikan sistem logistik, sehingga dapat meminimalkan antrian dan waktu gerakan dalam proses produksi. Hal-hal tersebut diataslah yang mendasari perusahaan Garudafood untuk mulai beralih menggunakan metode JIT, berkaitan dengan masalah yang dihadapi perusahaan untuk dapat meminimalisasi timbulnya produk yang rusak akibat terlalu lama disimpan. Berdasarkan rerangka pemikiran ini, penulis mengajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: Persediaan Bahan Baku lebih efisien setelah diterapkan metode Just In Time. 1.7 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah deskriptif-verifikatif dengan jenis penelitian studi kasus pada perusahaan yang diteliti. Metode deskriptif adalah suatu metode yang meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki (Moh. Nazir, 1999: 63). Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1. Penelitian Lapangan (Field Research) Yaitu penelitian langsung pada objek perusahaan yang tujuan utamanya adalah pengumpulan data primer yang dibutuhkan. Teknik yang digunakan penulis yaitu: a. Wawancara / tanya jawab informal dengan pihak manajemen perusahaan b. Menelaah data-data perusahaan yang berkaitan dengan penelitian. 2. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh landasan teoritis yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 1.8 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada PT. Garudafood yang berlamat di Jl. Baros Utama no. 57 Cimahi, Bandung. Sedangkan waktu penelitian dilakukan sejak bulan April sampai dengan selesai.