BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nike Yuliana Anggraini, 2014

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Verani Anggara Jaya Tea,2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. panduan penyusunankurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nasibatun Umul Khairat, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dalam pembelajaran yaitu: 1) kemampuan melakukan penalaran. 5) keterampilan komunikasi (Trisni dkk, 2012: 3).

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pengembangan potensi diri diharapkan

I. PENDAHULUAN. dan prinsip-prinsip sains yang hanya terdapat dalam buku pelajaran.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Siti Fatimah Siregar, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ahmad Mulkani, 2013

I. PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari. Pada hakikatnya ada tiga hal yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Endro Widodo, 2014 Efektivitas pembelajaran berbasis praktikum pada uji zat makanan di kelas XI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dewasa ini diarahkan untuk peningkatan kualitas belajar,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. baik, namun langkah menuju perbaikan itu tidaklah mudah, banyak hal yang harus

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Kimia adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diajarkan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Proses pembelajaran merupakan bagian terpenting dalam pendidikan di sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hal yang paling pokok dalam

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Evi Khabibah Lestari, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang berkembang

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan pada dasarnya merupakan suatu usaha dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kurikulum merupakan ciri utama pendidikan disekolah, dengan kata lain

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari IPA yang secara khusus mempelajari tentang

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iva Sucianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. sendiri maupun lingkungannya. Menurut Undang undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KETRAMPILAN MERENCANAKAN EKSPERIMEN DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI SISWA KELAS X-3 SMA NEGERI 1 SIMO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesulitan siswa dalam belajar matematika. Kesulitan-kesulitan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi mendorong terjadinya perubahan dan pembaharuan pada. beberapa aspek pendidikan, termasuk kurikulum.

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (sains) yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Muhamad Nurachim, 2015

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. membekali setiap sumber daya manusia dengan pengetahuan, kecakapan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar siswa memiliki kemampuan antara lain: (1) membangun kesadaran

BAB I PENDAHULUAN. masalah kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain masalah yang timbul dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada masa sekarang ini memerlukan adanya. pembaruan dibidang strategi pembelajaran dan peningkatan relevansi

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan mata pelajaran sains yang sangat erat kaitannya dengan

I. PENDAHULUAN. artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang. segenap aspek organisme atau pribadi. Kegiatan pembelajaran seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (BSNP, 2006). Pendidikan sains ini diharapkan dapat memberikan penguasaan

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman globalisasi saat ini pengetahuan dan teknologi mengalami

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengembangkan potensi siswa secara optimal. senantiasa mengharapkan agar siswa-siswanya dapat belajar serta mencapai hasil

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, maka tidak salah jika pemerintah senantiasa mengusahakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. tersedia tidak memadai, kurang dana, keterbatasan keterampilan guru dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai peran yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang sangat kompleks yang

I. PENDAHULUAN. dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Ilmu kimia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam belajar matematika. Kesulitan siswa tersebut antara lain: kesulitan

I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mencakup tiga segmen

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan dasar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan dimasa mendatang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 REDESAIN KONTEN DAN PEDAGOGIK GENERIK MATERI REAKSI REDUKSI DAN OKSIDASI DI SEKOLAH MENENGAH ATAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. yaitu kimia sebagai proses, produk dan sikap. Kimia sebagai proses meliputi

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

I. PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu ilmu kimia yang diperoleh siswa

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia. Hal tersebut akan meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Untuk mencapai pendidikan yang baik tidaklah mudah karena membutuhkan dukungan dari berbagai komponen yang terdapat di dalamnya. Disini komponen yang berpengaruh dalam mencapai tujuan pendidikan diantaranya adalah guru dan siswa. Seorang guru harus mampu mengorganisasikan pembelajaran yang cocok dan efektif agar proses belajarmengajar mendapatkan hasil yang maksimal. Sementara siswa dituntut untuk dapat menerima pengajaran dari guru, sehingga pada akhirnya dapat mengaplikasikannya, baik dalam kehidupan ilmiah maupun kehidupan seharihari. Namun demikian, untuk mencapai tujuan pendidikan ini tidaklah mudah karena terdapat masalah-masalah pendidikan yang harus segera diselesaikan. Diantaranya masalah yang banyak dihadapi oleh para siswa dalam proses pembelajaran, yaitu siswa kurang mampu dalam memecahkan masalah. Untuk itulah, ketidakmampuan siswa dalam memecahkan masalah harus ditangani dengan baik. Suatu pembelajaran yang menggunakan teknik pemecahan masalah (Problem Solving Technique) merupakan salah satu pembelajaran yang perlu diteliti untuk menanggulangi kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Hal ini juga ditegaskan oleh Jonassen (Susiana, 2010) bahwa seharusnya fokus utama dari pembelajaran adalah menyelesaikan masalah, mengingat setiap orang selalu menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-harinya. Namun pada kenyataannya, siswa di Indonesia umumnya hanya mampu mengingat fakta, terminologi dan hukum sains serta menggunakan pengetahuan sains yang bersifat umum (Nugroho, 2004). Mata pelajaran kimia oleh sebagian siswa masih dianggap sebagai pelajaran yang sulit dipahami. Hal ini karena, banyak konsep-konsep kimia

2 yang bersifat abstrak dan merupakan mata pelajaran yang secara khusus baru dipelajari pada tingkat SMA. Akibatnya, minat dan motivasi siswa untuk mempelajari ilmu kimia rendah. Kondisi ini bermuara kepada kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran kimia cenderung rendah. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan siswa dalam belajar kimia secara bermakna, disebabkan oleh rendahnya kualitas pemahaman terhadap konsep dasar kimia (Kirna, 2002). Mata pelajaran kimia di SMA bertujuan antara lain: agar siswa memiliki kemampuan menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen,dimana siswa melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan, penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tulisan; memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menjadi alasan lain yang menguatkan mengapa keterampilan pemecahan masalah perlu dimiliki oleh siswa (KTSP, 2006). Pada tingkat SMA/MA di Indonesia, mata pelajaran kimia dipandang penting dengan beberapa pertimbangan diantaranya, selain memberikan bekal ilmu kepada siswa, mata pelajaran kimia dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. (Depdiknas, 2006). Masalah utama dalam bidang kimia menurut pendapat Adesoji (Jegede, 2007: 801) adalah interpretasi dari pendekatan kimia yang pada akhirnya akan mengarah pada pemecahan masalah. Perlu dicatat bahwa semua aspek kimia melibatkan pemecahan masalah, sehingga penting untuk diberikan pada siswa kemampuan bagaimana cara memecahkan masalah secara objektif dan mengetahui dengan pasti apa yang sedang dihadapi. Pada saat ini sebagian besar pembelajaran yang dilakukan menitikberatkan pada belajar guru (teacher-centered learning) sehingga guru di sekolah masih sering menggunakan metode ceramah dibandingkan dengan pembelajaran menggunakan pendekatan problem solving. Hal ini selain disebabkan oleh

3 beberapa pertimbangan tertentu, juga adanya faktor kebiasaan, baik dari guru atau pun siswa. Guru biasanya belum merasa puas manakala dalam proses pengelolaan pembelajaran tidak melakukan ceramah. Demikian juga dengan siswa, mereka akan belajar manakala ada guru yang memberikan materi pelajaran melalui ceramah, sehingga ada guru yang berceramah berarti ada proses belajar dan tidak ada guru berarti tidak ada belajar (Dina dalam Hatimah, 2000: 122). Ditunjang berdasarkan hasil penelitian yang diungkapkan oleh Williams et al (2010), pembelajaran kimia pada umumnya masih bersifat tradisional, yaitu pembelajaran cenderung berpusat pada guru dengan proses cenderung bersifat transfer pengetahuan. Siswa hanya menerima konsep, teori, dan prinsip dari guru tanpa memaknai proses perolehan (Kelly & Finlayson, 2008). Siswa cenderung menghafal tanpa benar-benar memahami konsep yang mendasari. Pembelajaran lebih banyak disampaikan dengan metode ceramah (Hidayati, 2011), dan kurang terkait dengan permasalahan kehidupan seharihari (Russ et al, 2008). Oleh sebab itu diperlukan suatu strategi pembelajaran yang cocok sehingga siswa dapat berlatih mengaitkan serta menggunakan konsep-konsep kimia untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan seharihari. Keterampilan pemecahan masalah diperlukan untuk melatih siswa dalam menghadapi berbagai masalah, baik masalah pribadi maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau bersama-sama (Rosbiono, 2007: 4). Dengan demikian pembelajaran akan menitikberatkan pada belajar siswa (student-centered learning). Pembelajaran Problem solving merupakan pembelajaran yang didasarkan pada masalah. Pembelajaran ini berlandaskan pada paradigma konstruktivisme, dimana siswa dituntut untuk berperan aktif dalam membangun pemahaman mereka sendiri tentang pengetahuan yang dipelajarinya. Pada pembelajaran problem solving, aktivitasnya bertumpu pada masalah dengan penyelesaiannya dilandaskan atas konsep-konsep generik atau konsep dasar bidang ilmu. (Rosbiono, 2007:9). Banyak para ahli yang merumuskan langkah pemecahan masalah. Salah satunya tipe Woolnough dan Allshop pada tahun 1985. Pembelajaran problem

4 solving ini dapat digunakan oleh siswa tingkat dasar ataupun menengah sehingga penggunaannya lebih umum. Problem Solving tipe Woolnough dan Allsop juga memiliki sintak pembelajaran yang runut sehingga lebih mudah diterapkan dalam pembelajaran yaitu; 1) mengidentifikasi masalah, 2) merumuskan masalah, 3) merancang eksperime, 4) melaksanakan eksperimen, serta 5) melakukan evaluasi dan menarik kesimpulanselain itu, pendekatan ini dapat diterapkan dengan metoda eksperimen sehingga sesuai dengan tuntutan kurikulum mata pelajaran kimia. Penelitian yang terkait dengan menggunakan pembelajaran problem solving telah banyak dilakukan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini diantaranya telah dilakukan oleh Jegede (2007: 801-803) yang meneliti efek teknik problem solving terhadap kompetensi siswa dalam mengerjakan problem kimia. Hasil penelitian menunjukkan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan teknik problem solving memperoleh hasil belajar yang lebih baik dibandingkan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode ceramah. Hal ini berarti teknik problem solving efektif dalam menyelesaikan masalah kimia. Menurut hasil penelitian Tenrere (2008: 47-50) yang mengimplementasikan pendekatan pembelajaran problem solving untuk memperbaiki pembelajaran kimia, menunjukkan pendekatan pembelajaran problem solving dapat meningkatkan kualitas pembelajran kimia dan membangkitkan siswa untuk meningkatkan motivasi, aktivitas, kreativitas, penalaran, dan ketergantungan satu dengan yang lain. Menurut Salam (2009: 117) Implelentasi pembelajaran pemecahan masalah pada materi pokok korosi logam menunjukkan peningkatan hasil belajar bagi semua siswa. Mengingat pembelajaran problem solving berlandaskan pada masalah, maka dalam pembelajarannya diperlukan suatu masalah yang berasal dari kehidupan sehari-hari siswa. Menurut Koschmann, Myers, Feltovich, dan Barrows (Rosbiono, 2007) masalah yang diangkat harus memiliki kriteria: 1) memerlukan banyak informasi, 2) tidak memerlukan waktu penyelesaian terlalu lama, 3) bersifat fleksibel dalam penyediaan sarana sumber

5 penyelesaian, 4) membuka peluang untuk diperbaiki dan dikembangkan, dan 5) mengintegrasikan antara tuntutan dan keterampilan pemecahan masalah dan belajar konten. Korosi merupakan salah satu masalah yang memenuhi kriteria permasalahan yang diajukan oleh Koschmann, dkk. Selain itu, peristiwa korosi merupakan peristiwa alam yang sering dijumpai dan dekat dengan kehidupan siswa. Peristiwa ini sering terjadi terutama pada logam yang menyebabkan logam rusak (tidak berfungsi) dan tidak memiliki nilai guna (HAM, Mulyono:60). Besi merupakan yang logam yang sulit diperbaharui, menurut Supardi (1997:1-3) dalam berbagai industri dibutuhkan cukup besar dana untuk mengatasi kerugian yang disebabkan oleh korosi. Dimana proses korosi yang terjadi, di samping oleh reaksi kimia biasa disebut redoks atau elektrokimia yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yaitu dapat berupa udara dengan sinar matahari, embun, air tawar, air laut, air sungai, tanah pertanian, tanah kapur, dan tanah pasir/berbatu-batu. Oleh karena itu penulis mengangkat tema pencegahan korosi sebagai konteks pada penelitian ini. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pembelajaran Problem Solving Tipe Woolnough dan Allsop Pada Siswa SMA dalam Konteks B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Permasalahan pada penelitian ini adalah pembelajaran di sekolah masih banyak yang menggunakan metode ceramah, latihan soal, tanya jawab dan diskusi biasa untuk menjelaskan suatu konsep tertentu. Pembelajaran dengan cara tersebut terkesan monoton, kurang memperhatikan potensi siswa, serta kurang bisa meningkatkan keterampilan siswa dalam berpikir, bertindak dan bersikap. Melihat tuntutan kurikulum mata pelajaran kimia yang terdapat dalam Standar Isi Mata Pelajaran Kimia (Depdiknas, 2006: 460) bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah hars interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan meotivasi siswa untuk berpartisipasi

6 aktif serta siswa dituntut untuk memiliki kemampuan untuk memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dalam penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi. Oleh karena itu diperlukan suatu pembelajaran yang dapat menjawab tuntutan kurikulum tersebut. Salah satu pembelajaran yang dapat diterapkan yaitu pembelajaran problem solving. Pembelajaran problem solving merupakan pembelajaran yang menuntut siswa dapat mengembangkan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah dengan menerapkan metode ilmiah yang telah dipelajari sebelumnya. Selain itu diperlukan konsep-konsep tertentu sebagai prasyarat untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pembelajaran problem solving dapat membuat konsepkonsep yang telah dipelajari menjadi lebih bermakna. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan umum yang dikaji dalam penelitian ini adalah Bagaimana Proses dan Hasil Pembelajaran Problem solving tipe Woolnough dan Allsop pada Siswa SMA dalam Konteks?. Adapaun Rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan menjadi beberapa sub masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah performa guru dan siswa selama pembelajaran problem solving tipe Woolnough dan Allsop pada konteks pencegahan korosi? 2. Bagaimana kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah real life pada konteks pencegahan korosi? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Memperoleh informasi mengenai performa guru dan siswa selama pembelajaran problem solving tipe Woolnough dan Allsop pada konteks pencegahan korosi. 2. Memperoleh informasi mengenai kemampuan siswa dalam memecahkan masalah real life menggunakan konsep-konsep kimia yang diterapkan pada pencegahan korosi.

7 D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti bagi pihak-pihak dalam dunia pendidikan, diantaranya: 1. Bagi Guru Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif bagi guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran kimia yang inovatif. 2. Bagi Siswa Penelitian ini diharapkan dapat memberikan ketertarikan bagi siswa terhadap ilmu kimia dan memudahkannya dalam memahami kimia serta meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, rasa ingin tahu, percaya diri, dan mampu membuat keputusan dalam proses pembelajaran kimia sehingga dapat digunakan dalam kehidupan. 3. Bagi Peneliti Menambah kompetensi dan pengalaman dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai pembelajaran problem solving berbasis konteks. 4. Bagi Peneliti Lain Informasi dari hasil penelitian ini dapat digunakan oleh peneliti lain, sebagai bahan acu, masukan dan pertimbangan untuk penelitian yang selanjutnya, baik berupa pengembangan penelitian ataupun pada konteks materi yang berbeda.