SUMBER DAYA AIR
1.1 Latar Belakang Banyaknya bencana alam yang berhubungan dengan perubahan iklim dalam beberapa tahun terakhir menjadi latarbelakang diselenggarakannya konvensi internasional.tahun 1992 diadakan konvensi untuk perubahan iklim di Rio de Janeiro, Brazil.Pertemuan ini mempertemukan 167 negara yang turut menandatangani kerangka konvensi untuk perubahan iklim. Indonesia sebagai negara yang turut hadir dalam konvensi tersebut menindaklanjuti dengan meratifikasi konvesi ini melalui UU No. 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa- Bangsa mengenai Perubahan Iklim dan UU no. 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Tokyo Protokol. Komitmen Pemerintah Indonesia terhadap wacana perubahan iklim juga disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono ketika menjadi tuan rumah COP 13 (Conference of Parties) yang diselenggarakan tanggal 3-15 Desember 2007 di Bali. Komitmen tersebut berisi kesanggupan Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 26%. Komitmen yang dituangkan dalam Bali Road Map ini kemudian ditindaklanjuti dengan penyusunan Rencana Aksi Nasional Perubahan Iklim (RANPI). Dalam RANPI, ada banyak sektor yang menjadi lokus upaya mitigasi dan adaptasi 1 diantaranya adalah: sektor energi, LULUCF (Land Use, Land Use Change and Forestry), kelautan dan perikanan, sumberdaya air (SDA), pertanian, infrastruktur, kesehatan, kehutanan, termasuk penguatan kapasitas litbang dan kelembagaan. Sektor SDA, sebagai salah satu sektor pembangunan infrastruktur PU merupakan sektor utama yang perlu mendapat perhatian oleh seluruh pihak, tidak hanya pemerintah sebagai regulator, tetapi juga dunia usaha dan masyarakat secara luas.data yang diambil dari BPS menyebutkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah 237.641.326 jiwa, yang mencakup mereka yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak 118.320.256 jiwa (49,79%) dan di daerah perdesaan sebanyak 119.321.070 jiwa (50,21%).Penyebaran penduduk menurut pulau-pulau besar adalah: Pulau Sumatera yang luasnya 25,2 1 Menurut RANPI (2007), mitigasi merupakan upaya untuk mengurangi laju emisi GRK dari berbagai sumber. Sedangkan adaptasi adalah upayauntuk meminimalkan dampak melalui penyesuaian pada sistem alam dan manusia.
persen dari luas seluruh wilayah Indonesia dihuni oleh 21,3% penduduk, Jawa yang luasnya 6,8% dihuni oleh 57,5% penduduk, Kalimantan yang luasnya 28,5% dihuni oleh 5,8% penduduk, Sulawesi yang luasnya 9,9% dihuni oleh 7,3% penduduk, Maluku yang luasnya 4,1% dihuni oleh 1,1% penduduk, dan Papua yang luasnya 21,8 persen dihuni oleh 1,5% penduduk. Peningkatan dan penyebaran jumlah penduduk ini tentunya berdampak pada kebutuhan akan ketersediaan air bersih. Salah satu dampak perubahan iklim adalah krisis sumber daya air. Menurut RANPI (2007:51), kawasan pesisir pantai serta kawasan SDA lainnya merupakan kawasan yang rentan terkena dampak dan implikasi sosial ekologis perubahan iklim. Tidak dapat disangkal bahwa air sangat penting bagi kehidupan. Kekurangan akses terhadap air minum dan sanitasi serta buruknya lingkungan akan berdampak pada kesehatan. Demikian juga ketersediaan air untuk pangan juga merupakan faktor yang sangat penting bagi keberhasilan program ketahanan pangan. Data Status Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2002 yang disebutkan dalam RANPI disebutkan bahwa pada tahun 1990 kebutuhan air dalam negeri adalah sekitar 3,169x106 m 3, sedangkan angka proyeksi pada tahun 2000 dan 2015 berturut-turut sebesar 6,114x106 m 3 dan 8,903x106 m 3. Dari trend tersebut dapat disimpulkan bahwa persentase kenaikannya berkisar antara 10% pertahun (1990-2000) dan 6,67% pertahun (2000-2015). Kenaikan kebutuhan air tersebut ternyata berbanding terbalik dengan ketersediaan air. Jariangan distribusi yang dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) secara nasional masih memiliki cakupan pelayanannya baru 45% pada tahun 2007. Berdasarkan perhitungan kebutuhan air yang dilakukan oleh Ditjen SDA Departemen Pekerjaan Umum, Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Timur telah mengalami defisit air terutama pada musim kemarau. Sementara itu persediaan embung dan air tanah ternyata juga belum mencukupi kebutuhan air bersih.
Oleh karena itu, Balai litbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan bidang Sumber Daya Air sebagai organisasi yang mempunyai tugas melakukan penelitian dan pengembangan terkait aspek Sosekling Bidang SDA merasa perlu melakukan kajian tentang tingkat kesiapan masyarakat, khususnya di daerah krisis air dalam mengahdapi perubahan iklim. Kajian ini meliputi aspek sosial, yaitu mengetahui perilaku masyarakat di daerah krisis air; aspek ekonomi, yaitu dengan valuasi ekonomi tentang perubahan nilai air yang terjadi di daerah tersebut; serta aspek lingkungan, yaitu memetakan ketersediaan air yang ada di daerah sampling. Kegiatan ini merupakan penelitian multi-years, dimana pada tahun pertama (2011) akan dihasilkan variabel (indikator) kapasitas adaptif masyarakat untuk kemudian diolah dan dihitung indeks kerentanan pada tahun kedua (2012). Setelah itu pada tahun terakhir (2013), akan dirumuskan strategi RAN-PI dalam mitigasi adaptasi perubahan iklim di daerah krisis air berdasarkan hasil penelitian tahun-tahun sebelumnya. 1.2 Pertanyaan Penelitian Penelitian ini akan membahas berbagai aspek menyangkut dampak dari perubahan iklim dalam hal ini adalah penurunan ketersediaan air (water shortage) di daerah penelitian yaitu wilayah pesisir. Seperti kita ketahui kondisi penurunan kualitas dan kuantitas air akibat dari perubahan iklim menyebabkan masyarakat di wilayah pesisir melakukan berbagai pola adaptasi untuk bertahan hidup dalam keterbatasan. Pola adaptasi ini adalah merupakan refleksi dari kerentanan masyarakat akibat dampak dari kondisi tersebut, yang juga sangat dipengaruhi oleh berbagai dimensi baik sosial, ekonomi maupun lingkungan. Selain itu kondisi perlu dipetakan juga mengenai kondisi perubahan nilai air, dan juga preferensi masyarakat mengenai nilai air di daerah kritis air beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pemahaman mengenai hal ini penting bagi pengambilan keputusan untuk menentukan arahan kebijakan pengelolaan dampak perubahan iklim terhadap kelangkaan air di lokasi penelitian. Dari rumusan penelitian tersebut dihasilkan beberapa pertanyaan penelitian yang menjadi inti dari penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana kondisi dinamika kelangkaan sumber daya air akibat perubahan iklim 2. Bagaimana kondisi dampak sosial-ekonomi dan ekologis akibat perubahan iklim menyangkut dinamika kelangkaan sumber daya air di lokasi penelitian. 3. Variabel apa saja dari dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan yang mempengaruhi pola adaptasi masyarakat pada kondisi kelangkaan sumber daya air 4. Bagaimana preferensi masyarakat mengenai nilai air dalam kondisi kelangkaan? 1.3 Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memetakan kondisi dinamika kelangkaan air akibat perubahan iklim. 2. Memetakan dampak sosial ekonomi dan ekologis akibat perubahan iklim kaitan dengan kelangkaan sumber daya air. 3. Memetakan pola adaptasi masyarakat dan variabel yang mempengaruhi pola adaptasi di wilayah penelitian. 4. Melakukan valuasi ekonomi terhadap nilai air di wilayah penelitian. 1.4 Keluaran (Output) Keluaran (output) penelitian ini berupa Naskah ilmiah yang berisi tentang : 1. Peta sosial ekonomi lingkungan kapasitas adaptif masyarakat di daerah krisis air 2. Perhitungan valuasi ekonomi kemampuan membayar air masyarakat di daerah krisis air dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.