BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai Kawasan pesisir

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan terhitung sejak

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Pesisir dan Pantai

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sejarah dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Desa Botutonuo berawal dari nama satu dusun yang berasal dari desa

Kesesuaian Lahan dan Daya Dukung Kawasan Wisata Pantai Botutonuo, Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Secara ekologis terpisah dari pulau induk (mainland island), memiliki batas fisik

Jenis data Indikator Pengamatan Unit Sumber Kegunaan

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

GUBERNUR SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai merupakan suatu wilayah yang dimulai dari titik terendah air laut

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai

BAB III METODE PENELITIAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terumbu Karang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat

KAJIAN SUMBERDAYA PANTAI UNTUK PENGELOLAAN TAMAN REKREASI PANTAI KARTINI KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

3. METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Kesesuaian Wisata Pantai Berpasir Pulau Saronde Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara ( km). Di sepanjang pantai tersebut ditumbuhi oleh berbagai

ANALISIS KESESUAIAN WISATA PANTAI DI PANTAI KRAKAL KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan

STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

STUDI KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN UNTUK REKREASI PANTAI DI PANTAI PANJANG KOTA BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pembangunan Pariwisata Pesisir dan Lautan Berkelanjutan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Wilayah Pantai Kawasan Pesisir

II. TINJAUAN PUSTAKA

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

Transkripsi:

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi dan Karakteristik Wilayah Pesisir Wilayah pesisir merupakan zona penting karena pada dasarnya tersusun dari berbagai macam ekosistem seperti mangrove, terumbu karang, lamun, pantai berpasir dan lainnya yang satu sama lain saling terkait (Masalu, 2008). Perubahan atau kerusakan yang menimpa suatu ekosistem akan menimpa pula ekosistem lainnya. Selain itu wilayah pesisir juga dipengaruhi oleh berbagai macam kegiatan manusia baik langsung atau tidak langsung maupun proses-proses alamiah yang terdapat diatas lahan maupun lautan (Djau, 2012). Scura et al. (1992) dalam Cicin-Sain and Knecht (1998), mengemukakan bahwa wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, yang didalamnya terdapat hubungan yang erat antara aktivitas manusia dengan lingkungan daratan dan lingkungan laut. Wilayah pesisir mempunyai karakteristik sebagai berikut : 1. Memiliki habitat dan ekosistem (seperti estuari, terumbu karang, padang lamun) yang dapat menyediakan suatu (seperti ikan, minyak bumi, mineral) dan jasa (seperti bentuk perlindungan alam dan badai, arus pasang surut, rekreasi) untuk masyarakat pesisir. 2. Dicirikan dengan persaingan dalam pemanfaatan sumberdaya dan ruang oleh berbagai stakeholders, sehingga sering terjadi konflik yang berdampak pada menurunnya fungsi sumberdaya.

6 3. Menyediakan sumberdaya ekonomi nasional dari wilayah pesisir dimana dapat menghasilkan GNP (gross national product) dari kegiatan seperti pengembangan perkapalan, perminyakan dan gas, pariwisata dan pesisir dan lain-lain. 4. Biasanya memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan merupakan wilayah urbanisasi. Wilayah pesisir dan lautan, ditinjau dari bebagai macam peruntukannya, merupakan wilayah yang sangat produktif. Produktivitas primer di wilayah pesisir, seperti pada ekosistem estuari, mangrove, padang lamun, dan terumbu karang, ada yang mecapai lebih dari 10.000 gr C/m 2 /th, yaitu sekitar 100-200 kali lebih besar di bandingkan dengan produktivitas primer yang ada di perairan laut bebas (lepas pantai). Tingginya produktivitas primer pada ekosistem di wilayah pesisir memungkinkan tingginya produktivitas sekunder (ikan dan hewan-hewan laut lainnya) (Supriharyono, 2002). Ekosistem di wilayah pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, di darat maupun di laut, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Ekosistem di wilayah peisisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan, secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem pesisir (Dahuri et al., 2001). Konsentrasi pembangunan kehidupan manusia dan berbagai pembangunan di wilayah tersebut disebabkan oleh tiga alasan ekonomi yang kuat, yaitu bahwa wilayah pesisir merupakan kawasan yang produktif di bumi, wilayah pesisir menyediakan

7 kemudahan bagi berbagai kegiatan serta wilayah pesisir memiliki pesona yang menarik bagi obyek pariwisata. Hal-hal tersebut menyebabkan kawasan pesisir di dunia termasuk Indonesia mengalami tekanan ekologis yang parah dan kompleks sehingga menjadi rusak (Dahuri, 1998 dalam Djau, 2012). Setiap organisme pendukung di sub sistem ekosistem pesisir mempunyai daya tahan terhadap perubahan lingkungan yang spesifik. Organisme yang tahan bahan pencemar akan tetap survive, sedangkan yang tidak tahan akan punah. Akibat perubahan atau penurunan kualitas lingkungan fisik-kimia air, seperti salinitas, suhu air, level penetrasi cahaya nutrien, di wilayah pesisir akan menurunkan produktivitas ekosistem pesisir tersebut (Macnae, 1968; Zieman, 1975; Kanwisher dan Wainwright, 1967; dalam Supriharyono, 2002). B. Karakteristik Pantai a. Pantai Pantai merupakan salah satu ekosistem yang berada di wilayah pesisir, dan terletak antara garis air surut terendah dengan air pasang tertinggi. Ekosistem ini berkisar dari daerah yang substratnya berbatu dan berkerikil (yang mendukung flora dan fauna dalam jumlah terbatas) hingga daerah berpasir aktif (dimana populasi bakteri, protozoa, metazoa ditemukan) serta daerah bersubstrat liat, dan lumpur (dimana ditemukan sebagian besar komunitas binatang yang jarang muncul ke permukaan (infauna) (Bengen, 2001 dalam Rakhmawaty, 2009). Menurut Dahuri (2003), sebagai salah satu ekosistem yang berada di wilayah

8 pesisir, pantai (beach) biasanya ditumbuhi oleh tumbuhan pionir yang memiliki ciri-ciri antara lain : 1. Sistem perakaran yang menancap dalam, 2. Mempunyai toleransi yang tinggi terhadap kadar garam, hembusan angin, dan suhu tanah yang tinggi, 3. Menghasilkan buah yang dapat terapung. Tumbuhan yang dominan di zona tebing pantai yang terakresi adalah tumbuhan pantai, yang dikenal dengan istilah komunitas pescaprae. Sedangkan tumbuhan paling dominan yang ada di depannya (ke arah laut) disebut spesies Ipomoea pescaprae, yang berperan sebagai tumbuhan pionir. Tumbuhan di belakangnya berupa rerumputan seperti cyperus, fimbristylis, dan ischaemum. Pantai yang terbuka biasanya memiliki kondisi lingkungan yang kurang bersahabat, yakni kondisi fisik yang tidak stabil akibat fluktuasi suhu, salinitas, dan kelembaban yang tinggi (Dahuri, 2003). Dahuri (2003), menjelaskan bahwa pantai-pantai yang terdapat di Indonesia secara morfologi terbagi atas tujuh bentuk, yaitu : 1. Pantai terjal berbatu Pantai bentuk ini biasanya terdapat di kawasan tektonis aktif yang tidak pernah stabil karena proses geologi. Kehadiran vegetasi penutup ditentukan oleh 3 faktor, yaitu tipe batuan, tingkat curah hujan, dan cuaca.

9 2. Pantai landai dan datar Pantai tipe ini ditemukan di wilayah yang sudah stabil sejak lama karena tidak terjadi pergerakan tanah secara vertikal. Kebanyakan pantai di kawasan ini ditumbuhi oleh vegetasi mangrove yang padat dan hutan lahan basah lainnya. 3. Pantai dengan bukit pasir Pantai dengan bukit pasir terbentuk akibat transportasi sedimen clastic secara horizontal. Mekanisme transportasi tersebut terjadi karena didukung oleh gelombang yang besar dan arus yang menyusur pantai yang dapat menyuplai sedimen yang berasal dari daerah sekitaranya. 4. Pantai beralur Proses pembentukan pantai beralur lebih ditentukan oleh faktor gelombang daripada angin. Gelombang yang pecah akan menciptakan arus yang menyusur pantai yang berperan dalam mendistribusikan sedimen. Proses penutupan yang berlangsung cepat oleh vegetasi menyebabkan zona supratidal tidak terakumulasi oleh sedimen yang berasal dari erosi angin. 5. Pantai lurus di dataran pantai yang landai Pantai lurus di dataran pantai yang landai ini ditutupi oleh sedimen berupa lumpur hingga pasir kasar. Pantai tipe ini merupakan fase awal untuk berkembangnya pantai yang bercelah dan bukit pasir apabila terjadi perubahan suplai sedimen dan cuaca (angin dan kekeringan). 6. Pantai berbatu Pantai tipe ini dicirikan oleh adanya belahan batuan cadas. Berbeda dengan komunitas pantai berpasir, dimana organismenya hidup di bawah

10 substrat sedangkan komunitas organisme pada pantai berbatu hidup di permukaan. Bila dibandingkan dengan habitat pantai lainnya, pantai berbatu memiliki kepadatan mikroorganisme yang tinggi, khususnya di habitat intertidal di daerah angin (temperate) dan subtropik. 7. Pantai yang terbentuk karena adanya erosi Pantai yang terbentuk karena adanya erosi disebabkan oleh adanya sedimen yang terangkut oleh arus dan aliran sungai akan mengendap di daerah pantai. Pantai yang terbentuk dari endapan semacam ini dapat mengalami perubahan dari musim ke musim, baik secara alamiah maupun akibat kegiatan manusia yang cenderung melakukan perubahan terhadap bentang alam. b. Wilayah Pesisir yang Tidak Tergenang Air Menurut Dahuri (2003), bahwa ekosistem pesisir yang tidak tergenang air terdiri dari 2 formasi, yaitu : 1. Formasi Pescaprae Ekosistem ini umumnya terdapat di belakang pantai berpasir. Formasi Pescaprae (gosong pantai berpasir) didominasi oleh vegetasi pionir, khususnya kangkung laut (Ipomoea pescaprae). 2. Formasi Barringtonia Ekosistem ini berkembang di pantai berbatu tanpa deposit pasir dimana formasi pescaprae tidak dapat tumbuh. Habitat berbatu ini ditumbuhi oleh komunitas rerumputan dan belukar yang dikenal sebagai formasi Barringtonia. Komposisi komunitas ini sangat beragam di seluruh Indonesia.

11 C. Wisata Pantai Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia. Kegiatan manusia untuk kepentingan wisata dikenal juga dengan pariwisata. Pariwisata merupakan kegiatan perpindahan/perjalanan orang secara temporer dari tempat biasanya mereka bekerja dan menetap ke tempat luar, guna mendapatkan kenikmatan dalam perjalanan atau di tempat tujuan (Holloway dan Plant, 1989 dalam Yulianda, 2007). Kenikmatan yang diperoleh dari perjalanan ini merupakan suatu jasa yang diberikan alam kepada manusia, sehingga manusia perlu untuk mempertahankan eksistensi alam (Yulianda, 2007). Menurut Inskeep (1991), dalam Nugraha (2008), bahwa suatu obyek wisata harus mempunyai 5 unsur penting, yaitu daya tarik, prasarana wisata, sarana wisata, infrastruktur, dan masyarakat, lingkungan, dan budaya. 1. Daya tarik Daya tarik merupakan faktor utama yang menarik wisatawan mengadakan perjalanan mengunjungi suatu tempat, baik suatu tempat primer yang menjadi tujuan utamanya, atau tujuan sekunder yang dikunjungi dalam suatu perjalanaan primer karena keinginannya untuk menyaksikan, merasakan, dan menikmati daya tarik tujuan tersebut. Sedangkan daya tarik dapat diklasifikan kedalam daya tarik lokasi yang merupakan daya tarik permanen. Daya tarik suatu obyek wisata agar dikunjungi wisatawan antara lain : a. Keindahan alam, seperti laut, pantai, danau, dan sebagainya. b. Iklim atau cuaca misalnya daerah beriklim tropis,

12 c. Kebudayaan, sejarah, etnik/kesukuan, d. Kemudahan pencapaian obyek wisata. 2. Prasarana wisata Prasarana wisata ini dibutuhkan untuk melayani mereka (wisatawan) selama perjalanan wisata. Fasilitas ini cenderung berorientasi pada daya tarik wisata di suatu lokasi, sehingga fasilitas ini harus terletak dekat dengan obyek wisatanya. Prasarana wisata cenderung mendukung kecenderungan perkembangan pada saat yang bersamaan. Prasarana wisata ini terdiri dari : a. Prasarana akomodasi Prasarana akomodasi ini merupakan fasilitas utama yang sangat penting dalam kegiatan wisata. Proporsi terbesar dari pengeluaran wisatawan biasanya dipakai untuk kebutuhan menginap, makan dan minum. Daerah wisata yang menyediakan tempat istirahat yang nyaman dan mempunyai nilai estetika tinggi, menu yang cocok, menarik, dan asli daerah tersebut merupakan salah satu yang menentukan sukses tidaknya pengelolaan suatu daerah wisata. b. Prasarana pendukung Prasarana pendukung harus terletak ditempat yang mudah dicapai oleh wisatawan. Pola gerakan wisatawan harus diamati atau diramalkan untuk menentukan lokasi yang optimal mengingat prasarana pendukung akan digunakan untuk melayani mereka. Jumlah dan jenis prasarana pendukung ditentukan berdasarkan kebutuhan wisatawan.

13 3. Sarana Wisata Sarana Wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang diperlukan untuk melayani kebutuhan wisatawan dalam menikmati perjalanan wisatanya. Pembangunan sarana wisata di daerah tujuan wisata maupun obyek wisata tertentu harus disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Lebih dari itu, selera pasar pun dapat menentukan tuntutan berbagai sarana yang dimaksud. Berbagai sarana wisata yang harus disediakan di daerah tujuan wisata antara lain biro perjalanan, alat transportasi, dan alat komunikasi, serta sarana pendukung lainnya. Tak semua obyek wisata memerlukan sarana yang sama atau lengkap. Pengadaan sarana wisata tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan. 4. Infrastruktur Infrastruktur adalah situasi yang mendukung fungsi sarana dan prasarana wisata, baik yang berupa sistem pengaturan maupun bangunan fisik diatas permukaan tanah dan dibawah tanah, seperti: sistem pengairan, sumber listrik dan energi, sistem jalur angkutan dan terminal, sistem komunikasi, serta sistem keamanan atau pengawasan. Infrastruktur yang memadai dan terlaksana dengan baik di daerah tujuan wisata akan membantu meningkatkan fungsi sarana wisata, sekaligus membantu masyarakat dalam meningkatkan kualitas hidupnya. 5. Masyarakat, lingkungan, dan budaya Daerah dan tujuan wisata yang memiliki berbagai obyek dan daya tarik wisata akan mengundang kehadiran wistawan. Beberapa hal yang perlu

14 diperhatikan dalam kaitannya dengan masyarakat, lingkungan dan budaya adalah sebagai berikut : a. Masyarakat Masyarakat di sekitar obyek wisatalah yang akan menyambut kehadiran wisatawan tersebut, sekaligus akan memberikan layanan yang diperlukan oleh para wisatawan. Layanan yang khusus dalam penyajiannya serta mempunyai kekhasan sendiri akan memberikan kesan yang mendalam. Untuk itu masyarakat di sekitar obyek wisata perlu mengetahui berbagai jenis dan kualitas layanan yang dibutuhkan oleh para wisatawan. b. Lingkungan Disamping masyarakat di sekitar obyek wisata, lingkungan alam di sekitar obyek wisata pun perlu diperhatikan dengan seksama agar tidak rusak dan tercemar. Lalu-lalang manusia yang terus meningkat dari tahun ke tahun dapat mengakibatkan rusaknya ekosistem dari fauna dan flora di sekitar obyek wisata. Oleh sebab itu perlu adanya upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan melalui penegakan berbagai aturan dan persyaratan dalam pengelolaan suatu obyek wisata. c. Budaya Lingkungan masyarakat dalam lingkungan alam di suatu obyek wisata merupakan lingkungan budaya yang menjadi pilar penyangga kelangsungan hidup suatu masyarakat. Oleh karena itu lingkungan budaya ini pun kelestariannya tak boleh tercemar oleh budaya asing, tetapi harus ditingkatkan

15 kualitasnya sehingga dapat memberikan kenangan yang mengesankan bagi setiap wisatawan yang berkunjung. Menurut Simond, 1978 dalam Nugraha, 2008 bahwa obyek wisata pantai adalah elemen fisik dari pantai yang dapat dijadikan lokasi untuk melakukan kegiatan wisata, obyek tersebut yaitu : 1. Pantai, merupakan daerah transisi antara daratan dan lautan. Pantai merupakan primadona obyek wisata dengan potensi pemanfaatan, mulai dari kegiatan yang pasif sampai aktif. 2. Permukaan laut, terdapatnya ombak dan angin sehingga permukaan tersebut memiliki potensi yang berguna dan bersifat rekreatif. 3. Daratan sekitar pantai, merupakan daerah pendukung terhadap keadaan pantai, yang berfungsi sebagai tempat rekreasi dan olahraga darat yang membuat para pengunjung akan lebih lama menikmatinya. D. Kesesuaian Lahan Wisata pantai terdiri dari dua kategori yaitu rekreasi dan wisata mangrove. Kesesuaian wisata pantai kategori rekreasi mempertimbangkan 10 parameter dengan empat klasifikasi penilaian. Parameter kesesuaian wisata pantai kategori rekreasi antara lain kedalaman perairan, tipe pantai, lebar pantai, material dasar perairan, kecepatan arus, kemiringan pantai, kecerahan peraiaran penutupan lahan pantai, biota berbahaya, dan ketersediaan air tawar (Tabel 1). Penentuan kesesuaian berdasarkan perkalian skor dan bobot yang diperoleh dari setiap

16 parameter. Kesesuaian kawasan dilihat dari tingkat persentase kesesuaian yang diperoleh penjumlah nilai dari seluruh parameter (Yulianda, 2007). Tabel 1. Matriks Kesesuaian Lahan untuk Wisata Pantai Kategori Rekreasi No. Parameter B Kategori S1 S Kategori S2 S Kategori S3 S Kategori N 1. Kedalaman 5 0-3 4 > 3-6 3 > 6 10 2 > 10 1 perairan (m) 2. Tipe pantai 5 Pasir 4 Pasir 3 Pasir hitam, 2 Lumpur, 1 putih putih, sedikit karang berkarang, sedikit terjal berbatu, terjal 3. Lebar pantai 5 > 15 4 10-15 3 3 - <10 2 < 3 1 (m) 4. Material dasar 4 Pasir 4 Karang 3 Pasir 2 Lumpur 1 berpasir berlumpur 5. Kecepatan arus 4 0-0,17 4 0,17-3 0,34-0,51 2 > 0,51 1 (m/dt) 0,34 6. Kemiringan 4 < 10 4 10-25 3 > 25-45 2 > 45 1 pantai ( 0 ) 7. Kecerahan perairan (m) 3 > 10 4 > 5-10 3 3 5 2 < 2 1 8. Penutupan lahan pantai 9. Biota berbahaya 3 Kelapa, lahan terbuka 4 Semak, belukar, rendah, savana 3 Belukar tinggi 3 Tidak ada 4 Bulu babi 3 Bulu babi, ikan pari 2 Hutan bakau, pemuki man, pelabu han 2 Bulu babi, ikan pari, lepu, hiu 10. Ketersediaan air tawar (jarak/km) 3 < 0,5 4 > 0,5-1 3 > 1-2 2 > 2 1 Sumber : Yulianda (2007). Keterangan : Nilai maksimum = 156 S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 80-100 % S2 = Cukup sesuai, dengan nilai 60 - <80 % S3 = Sesuai bersyarat, dengan nilai 35 - <60 % N = Tidak sesuai, dengan nilai < 35 B = Bobot S = Skor. S 1 1

17 E. Daya Dukung Kawasan Menurut Dahuri et all., 2001 bahwa kegiatan di daerah pariwisata dan rekreasi dapat menimbulkan masalah ekologis yang khusus dibandingkan dengan kegiatan ekonomi lain mengingat bahwa keindahan dan keaslian alam merupakan modal utama. Bila suatu wilayah pesisir dibangun untuk tempat rekreasi, biasanya fasilitas-fasilitas pendukung lainnya juga berkembang pesat. Oleh karena itu perencanaan pengembangan pariwisata diwilayah pesisir hendaknya dilakukan secara menyeluruh, termasuk diantaranya inventarisasi dan penilaian sumberdaya yang cocok untuk pariwisata, perkiraan tentang berbagai dampak terhadap lingkungan pesisir, hubungan sebab dan akibat dari berbagai macam tata guna lahan disertai dengan perincian kegiatan untuk masing-masing tata guna, serta pilihan pemanfaatannya. Daya tarik wilayah pesisir untuk wisatawan adalah keindahan dan keaslian lingkungan, seperti kehidupan dibawah air, bentuk pantai (gua-gua, air terjun, pasir dan sebagainya), dan hutan-hutan pantai dengan kekayaan jenis tumbuhtumbuhan, burung dan hewan-hewan lain. Keindahan dan keaslian lingkungan ini menjadikan perlindungan dan pengelolaan merupakan bagian integral dari rencana pengembagan pariwisata, terutama bila didekatnya dibangun penginapan/hotel, toko, pemukiman dan sebagainya yang membahayakan atau mengganggu keutuhan dan keaslian lingkungan pesisir tersebut. Oleh karena itu inventarisasi dan persiapan daerah rencana pengelolaan harus mendahului pengembangan dan pembangunan agar kelestarian lingkungan pesisir yang asli dapat terjamin (Dahuri et all., 2001).

18 Menurut Prasita, 2007 daya dukung merupakan konsep yang dikembangkan untuk kegiatan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Konsep ini dikembangkan untuk mencegah kerusakan atau degradasi sumberdaya alam dan lingkungan. Daya dukung merupakan istilah yang lebih umum untuk karakter lingkungan dan kemampuannya dalam mengakomodasi suatu kegiatan tertentu atau laju suatu kegiatan tanpa dampak yang tidak dapat diterima (Gesamp, 1986 dalam Neutilus Consultants, 2000 dalam Prasita, 2007). Konsep daya dukung ekowisata mempertimbangkan dua hal, yaitu kemampuan alam untuk mentolelir gangguan atau tekanan dari manusia, dan standar keaslian sumberdaya alam. Analisis daya dukung ditunjukkan pada pengembangan wisata bahari dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai, dan pulau-pulau kecil secara lestari. Mengingat pengembangan wisata bahari tidak bersifat mass tourism, mudah rusak dan ruang untuk pengunjung sangat terbatas, maka perlu penentuan daya dukung kawasan. Metode yang diperkenalkan untuk menghitung daya dukung pengembangan ekowisata alam dengan menggunakan konsep daya dukung kawasan (DDK). DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia (Yulianda, 2007). Daya dukung kawasan disesuaikan karakteristik sumberdaya dan peruntukan. Misalnya, daya dukung wisata pantai ditentukan panjang/luas dan kondisi pantai. Kebutuhan manusia akan ruang diasumsikan dengan keperluan

19 ruang horizontal untuk dapat bergerak bebas dan tidak merasa terganggu oleh keberadaan manusia (pengunjung) lainnya. Untuk kegiatan wisata pantai diasumsikan setiap orang membutuhkan panjang garis pantai 50 m, karena pengunjung akan melakukan berbagai aktivitas yang memerlukan ruang yang luas, seperti berjemur, bersepeda, dan berjalan-jalan (Yulianda 2007). Potensi ekologis pengunjung ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan. Luas suatu area yang dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan dalam mentolerir pengunjung sehingga keaslian alam tetap terjaga (Tabel 2). Tabel 2. Potensi Ekologis Pengunjung (K) dan Luas Area Kegiatan (Lt) No. Jenis Kegiatan 1. Selam 2. Snorkling 3. Wisata lamun 4. Wisata mangrove 5. Rekreasi pantai 6. Wisata olahraga Sumber : Yulianda (2007). K ( Pengunjung) 2 1 1 1 1 1 Unit Area (Lt) Keterangan 1000 m² Setiap 2 org dalam 100 m x 10 m 250 m² Setiap 1 org dalam 50 m x 5 m 250 m² Setiap 1 org dalam 50 m x 5 m 50 m Dihitung panjang track, setiap 1 org sepanjang 50 m 50 m 1 org setiap 50 m panjang pantai 50 m 1 org setiap 50 m panjang pantai Waktu kegiatan pengunjung (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Kegiatan wisata dapat dirinci lagi berdasarkan kegiatan yang dilakukan misalnya, menyelam, snorkling, berenang, berjemur, dan sebagainya. Waktu pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan (Wt). Waktu

20 kawasan adalah lama waktu areal dibuka dalam satu hari, dan rata-rata waktu kerja sekitar 8 jam (pukul 8-16.00 WIB). Kegiatan wisata yang akan dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan potensi dan peruntukannya. Setiap kegiatan wisata mempunyai persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang sesuai objek wisata yang akan dikembangkan (Tabel 3). Tabel 3. Prediksi Waktu yang Dibutuhkan untuk Setiap Kegiatan Wisata. No. Kegiatan Waktu yang dibutuhkan Total waktu 1 hari Wp - (jam) Wt - (jam) 1. Selam 2 8 2. Snorkling 3 6 3. Berenang 2 4 4. Berperahu 1 8 5. Berjemur 2 4 6. Rekreasi Pantai 3 6 7. Olahraga air 2 4 8. Memancing 3 6 9. Wisata mangrove 2 8 10. Wisata lamun dan 2 4 ekosistem lainnya 11. Wisata satwa 2 4 Sumber :Yulianda (2007).