BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. umur harapan hidup tahun (Nugroho, 2008).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. jiwa (satu dari 10 orang berusia lebih dari 60 tahun) dan pada tahun 2025 jumlah

HUBUNGAN ANTARA STATUS INTERAKSI SOSIAL DAN TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI WERDHA DARMA BHAKTI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. diulang kembali. Hal-hal yang terjadi di masa awal perkembangan individu akan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Studi penelitian yang dilakukan oleh lembaga demokrafi Universitas

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. fungsi kehidupan dan memiliki kemampuan akal dan fisik yang. menurun. Menurut World Health Organization (WHO) lansia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. lain. Keadaan tersebut sangat berpotensi menimbulkan masalah secara

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan farmakologis dan psikoterapeutik sudah sedemikian maju. Gejalagejala

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk Indonesia mencapai usia 66,2 tahun, tahun 2008 UHH penduduk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proses menua adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. dibedakan menjadi 3 yakni young old (70-75 tahun), old ( laporan PBB, populasi lansia meningkat sebesar dua kali lipat hanya

BAB I PENDAHULUAN. sebaliknya, masa tua dijalani dengan rasa ketidak bahagiaan, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. usia tua di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan telah

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. berusia diatas 50 tahun sehingga istilah Baby Boom pada masa lalu berganti

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bermakna pada beberapa dekade terakhir ini. Peningkatan tersebut adalah 45,7 tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang satu akan memberikan pengaruh pada tahap perkembangan

SRI REJEKI J

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEPRESI PADA LANSIA DI DESA MANDONG TRUCUK KLATEN

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat alamiah dan normal terjadi pada setiap manusia. Setiap manusia

HUBUNGAN ANTARA TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI WILAYAH DESA BUMIHARJO KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), terutama di

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun. Pada tahun 2010, diprediksi jumlah lansia sebesar 23,9 juta jiwa dengan

BAB I PENDAHULUAN. Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan warga lansia terbesar di seluruh dunia pada tahun yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah

BAB I PENDAHULUAN. Lansia yang berhenti bekerja, umumnya menderita post power. syndrome, kehilangan kepercayaan diri karena berkurangnya peran

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia

BAB I PENDAHULUAN. aspek psikologis, biologis, fisiologis, kognitif, sosial, dan spiritual yang akan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. (Nugroho, 2008). Lanjut usia bukanlah suatu penyakit. Lanjut usia adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AGAMA DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. angka harapan hidup semakin tinggi, sehingga kebutuhan ini mendesak yang

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembangnya anggapan bahwa menjadi tua itu identik dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan ekonomi Menurut (BKKBN 2006). WHO dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun bersama anak dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proporsi penduduk dunia berusia 60 tahun ke atas tumbuh lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan (UU Kesehatan No36 Tahun 2009 Pasal 138)

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. proses kehidupan yang akan dialami oleh semua individu. Proses ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia populasi lanjut usia juga mengalami peningkatan (Tanaya, 1997).

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah satu atap dalam keadaan saling bergantung. Keluarga mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. tahap-tahap perkembangan mulai dari periode pranatal sampai pada masa usia lanjut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa

BAB I PENDAHULUAN. terapi lingkungan untuk pasien dengan depresi yaitu Plant therapy di mana tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah Indonesia dalam pembangunan nasional, telah. mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang berupa kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. fisilogis organ tubuhnya (Wahyunita, 2010). Banyak kelainan atau penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan penyakit pada lansia. Salah satu gangguan psikologis

Priyoto Dosen S1 Keperawatan STIKes Bhakti Husada Mulia Madiun ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN diprediksikan mencapai jiwa atau 11,34%. Pada tahun terjadi peningkatan mencapai kurang lebih 19 juta jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis (Maramis, 2009). Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR JENIS KELAMIN DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA DI DESA LUWANG, GATAK, SUKOHARJO SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan dan kerusakan banyak sel-sel syaraf, sehingga lansia seringkali

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECEMASAN PADA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam hidupnya mengalami perkembangan dalam serangkaian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia ini memiliki beberapa dampak yang

Sedeangkan jumlah lansia Sumatera Barat pada tahun 2013 sebanyak 37,3795 jiwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Usia lanjut adalah suatu proses yang tidak dapat dihindari

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu juga mulai terlihat hilangnya bentuk-bentuk dukungan keluarga terhadap lansia (

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya dan

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk merujuk kepada cara kita berpikir tentang dan mengevaluasi diri kita

HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN KETERGANTUNGAN DALAM ADL (ACTIVITY OF DAILY LIVING) PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DARMA BHAKTI PAJANG SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan disegala bidang selama ini sudah dilaksanakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, menyebabkan jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat. dan cenderung bertambah lebih cepat (Nugroho, 2000).

1.1 Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN DALAM AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI HARI LANSIA DI KELURAHAN KOPEN TERAS BOYOLALI

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penduduk Indonesia diproyeksikan dalam kurun waktu dua puluh lima tahun

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. 1

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan kesehatan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini jumlah kelompok lanjut usia (usia 60 tahun menurut Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. dua miliar pada tahun 2050 (WHO, 2013). perkiraan prevalensi gangguan kecemasan pada lanjut usia, mulai dari 3,2 %

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

BAB I PENDAHULUAN. angka kesakitan karena penyakit degeneratif. Perubahan struk-tur demografi ini

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO akan mengalami peningkatan lebih dari 629 juta jiwa, dan pada tahun 2025

BAB I PENDAHULUAN. nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang. telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah lanjut usia (lansia) sekarang ini semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Dimensi kemanusiaan yang saling terkait yaitu aspek biologis, psikologis,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya usia harapan hidup hampir di seluruh negara di dunia menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) dan terjadi transisi demografi ke arah populasi lansia (Depkes RI, 2010). Di Indonesia pada tahun 2000 diperkirakan jumlah lanjut usia meningkat menjadi 9,99% dari seluruh penduduk Indonesia (22.277.700 jiwa) dengan umur harapan hidup 65-70 tahun dan pada tahun 2020 akan meningkat menjadi 11,09% (29.120.00 jiwa) dengan umur harapan hidup 70-75 tahun (Nugroho, 2008). Saat ini diperkirakan di dunia terdapat lansia 500 juta orang dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Menurut sensus penduduk tahun 2000 di Indonesia jumlah penduduknya 179,3 juta, dari angka tersebut terdapat 10 juta jiwa (5,5%) orang berusia 60 tahun keatas dari total populasi penduduk dan pada tahun 2020 diperkirakan meningkat 3 kali lipat menjadi + 29 juta jiwa (11,4%) dari total populasi penduduk (Mubarak, 2009). Di Kabupaten Lamongan berdasarkan sensus Dinas Kesehatan tentang pembinaan lanjut usia dan olahraga tahun 2011 mencapai 112.735 orang dan tahun 2012 mencapai 113.025 orang. Konskuensi peningkatan proporsi lansia menimbulkan permasalahan yang membutuhkan penanganan serius. Permasalahan yang terjadi tidak hanya ditimbulkan oleh faktor kependudukan, tetapi juga ditimbulkan oleh faktor fisik, 1

2 budaya, dan ekonomi, oleh karena adanya kemunduran fisik, mental dan psikososial yang tidak dapat dipisahkan dari masalah budaya dan ekonomi (Nugroho, 2008). Selain hal tersebut, peningkatan jumlah penduduk usia lanjut ini akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan. Permasalahan kesehatan terbesar pada usia lanjut bervariasi antara negara maju dan negara berkembang serta memberikan kontribusi pada status kesehatan usia lanjut (Depkes RI, 2010). Salah satu bagian status kesehatan lansia adalah status fungsional, yaitu kemampuan seseorang dalam menjalankan aktifitasnya sehari-hari secara sehat. Konsep ini terintegrasi dalam tiga domain utama yaitu fungsi fisik, mental dan psikososial dan afektif. Pada kelompok lansia, komponen ini sering saling berhubungan dan memberikan kontribusi pada keseluruhan perilaku dan fungsinya (Stanley, 2006). Faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan status mental dan psikososial adalah faktor penyakit, lingkungan dan perilaku yaitu stress, kecemasan, depresi, aktivitas fisik dan kontak sosial, serta faktor sosiodemografi seperti umur, pendidikan, pekerjaan dan tinggal sendiri (Lueckenotte, 2007). Aktivitas fisik, status mental dan kondisi psikososial diidentifikasi merupakan berbagai faktor yang diduga ada hubungannya dengan kemampuan interaksi sosial. Beberapa studi dilaporkan bahwa usia lanjut yang mengalami kesulitan melakukan pergerakan fisik atau tidak aktif, akan terjadi perbedaan dalam status mental dan kondisi psikososialnya dan sangat mempengaruhi kelangsungan hidup lansia dalam menjalani masa tuanya. Akibat banyaknya perubahan karena penuaan akan menuntut lansia untuk dapat menyesuaikan diri. Jika penyesuaian

3 diri lansia lambat, maka akan timbul kondisi yang dapat mengganggu keadaan fisik, mental dan kondisi psikososialnya seperti mengalami stress, kecemasan sampai depresi (Gallo, 2008). Seiring dengan adanya perubahan pada kehidupan masyarakat, lansia akan mengalami banyak rasa duka cita karena kehilangan seseorang yang dicintai atau dekat (misalnya kematian pasangan, kematian keluarga, kawan dekat dan lainlain). Kedudukan, pekerjaan atau pensiun dan prestise (post power syndrome) akan berdampak pada menurunnya kondisi fisik dan mental lansia, apabila kondisi ini tidak ditangani dengan baik lansia akan mengalami stress, kecemasan dan depresi (Lueckenotte, 2007). Gangguan depresi sering ditemui pada lansia, prevalensi selama kehidupan, pada wanita 10-25% dan pada laki-laki 5-12%. Sekitar 15% penderita depresi melakukan bunuh diri. Walaupun depresi lebih sering pada wanita, kejadian bunuh diri lebih sering pada laki-laki, terutama lelaki usia muda dan usia tua. Penyebab depresi secara pasti belum diketahui. Faktor-faktor yang diduga berperan yaitu peristiwa-peristiwa kehidupan yang berupa stressor (problem keuangan, perkawinan, pekerjaan, penyakit spiritualitas), faktor kepribadian, genetik dan biologis lain seperti gangguan hormone, keseimbangan neurotransmitter biogenik amin dan imunologik (Gallo, 2008). Dampak dari menurunnya kesehatan mental dan gangguan psikososial pada lansia, akan menyebabkan bergesernya peran lansia dalam interaksi sosial di masyarakat maupun dalam keluarga. Hal ini didukung oleh sikap lansia yang cenderung egois dan enggan mendengarkan pendapat orang lain, sehingga mengakibatkan lansia merasa terasing secara sosial yang pada akhirnya merasa

4 terisolir dan merasa tidak berguna, karena tidak ada penyaluran emosional melalui bersosialisasi. Keadaan ini menyebabkan interaksi sosial menurun baik secara kualitas maupun kuantitas, karena peran lansia digantikan oleh generasi muda, dimana keadaan ini terjadi sepanjang hidup dan tidak dapat dihindari (Kaplan, Sadock dan Grebb, 2007). Secara ideal, diharapkan lansia akan dapat hidup produktif dan tidak tergantung pada orang lain dengan tetap memelihara dan meningkatkan selama mungkin hidupnya sesuai dengan kemampuannya, supaya kelompok lansia tetap mempunyai kondisi mental dan psikososial yang prima untuk menjadi sumber daya manusia yang optimal (Depkes RI, 2010). Menurut Handayani (2008), dengan pola hidup yang baik, lansia akan tetap mempunyai kekuatan dan semangat untuk beraktifitas sehingga harga diri para lansia masih tetap terjaga. Untuk menangani masalah lansia ini, banyak alternatif dikemukakan salah satunya adalah menempatkan lansia di suatu panti wredha. Harapan dengan menempatkan lansia di panti adalah lansia akan mendapatkan banyak teman sebaya dan diduga lebih memberi arti kehidupan, sehingga akan mendapatkan ketenangan dan kepuasan hidup di hari tua yang meliputi kepuasan layanan, aktivitas dan interaksi. Namun ternyata para lansia penghuni panti wredha menyatakan kurang puas dan tidak puas dalam aspek interaksi dengan sesama penghuni panti (Afdol, 2008). Kehidupan di panti terutama status mental dan kondisi psikososial terutama depresi penghuni panti wredha menjadi perhatian, karena mempunyai konsekuensi dan mempengaruhi kegiatan lansia, yang dapat dijadikan sebagai indikator interaksi sosial. Apabila status mental dan kondisi psikososial terjadi gangguan seperti depresi, maka juga akan mengganggu kegiatan interaksi sosial sehingga

5 menimbulkan hancurnya penyesuaian diri baik secara pribadi maupun sosial selama hidupnya (Lueckenotte, 2007). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan (PSLUP) di Lamongan, didapatkan data bahwa lansia yang tinggal di panti berjumlah 55 orang lansia, yang semuanya merupakan lansia reguler, yaitu dari masyarakat yang tidak mampu yang mendapat subsidi dari pemerintah. Berdasarkan hasil wawancara dengan 5 orang lansia didapatkan data bahwa 3 (60%) lansia mengatakan merasa terasing, kadang merasa rindu dengan keluarga, tidak puas dalam interaksi dan merasa terpaksa menjalani hidup di panti karena keadaan dan 2 (20%) lansia merasa lebih senang tinggal di panti dari pada tinggal di rumahnya sendiri karena merasa kurang diperhatikan oleh anggota keluarganya. Hasil pengamatan peneliti juga menunjukkan bahwa panti wredha ini dihuni oleh lansia dengan karakter dan tingkah laku yang berbeda-beda. Pada waktu luang ada yang sukanya duduk di taman sendirian dan sebagian lagi bergerombol membicarakan sesuatu. Berdasarkan data tersebut, pola tingkah laku lansia ini dapat dijadikan sebagai indikator yang menggambarkan keadaan mental, psikososial dan interaksi sosial. Fenomena di atas, diduga dapat dijelaskan kaitannya dengan faktor status mental dan depresi. Namun adanya dugaan bahwa status mental dan tingkat depresi berhubungan dengan interaksi sosial pada lansia di panti wredha masih perlu penjelasan. Keadaan tersebut membuat peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan status mental dan tingkat depresi dengan kemampuan interaksi sosial pada lansia. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diambil suatu pengalaman yang berharga dari lansia karena tentunya mereka memiliki

6 pengalaman hidup lebih banyak, sehingga memungkinkan lansia memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti menetapkan rumusan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah ada hubungan status mental dengan kemampuan interaksi sosial pada lansia penghuni PSLUP di Lamongan? 2. Apakah ada hubungan tingkat depresi dengan kemampuan interaksi sosial pada lansia penghuni PSLUP di Lamongan? 3. Apakah ada hubungan bersama status mental dan tingkat depresi dengan kemampuan interaksi sosial pada lansia penghuni PSLUP di Lamongan? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk menganalisis hubungan status mental dan tingkat depresi dengan kemampuan interaksi sosial pada lansia penghuni PSLUP di Lamongan 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui hubungan status mental dengan kemampuan interaksi sosial pada lansia penghuni PSLUP di Lamongan b. Mengetahui hubungan tingkat depresi dengan kemampuan interaksi sosial pada lansia penghuni PSLUP di Lamongan c. Mengetahui hubungan secara bersama antara status mental dan tingkat depresi dengan kemampuan interaksi sosial pada lansia penghuni PSLUP di Lamongan

7 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat menambah bahan kajian dan memberi sumbangan pemikiran tentang asuhan keperawatan pada lansia khususnya tentang status mental, depresi dan interaksi sosial pada lansia 2. Manfaat praktik a. Bagi perawat Sebagai bahan masukan dalam memberikan asuhan keperawatan dan pelayanan kesehatan bagi lansia b. Bagi institusi pendidikan Sebagai data awal penelitian selanjutnya dan sebagai bahan tambahan referensi dalam pembelajaran tentang status mental, tingkat depresi dan interaksi sosial pada lansia c. Bagi peneliti Sebagai sarana menerapkan ilmu dan memperoleh pengalaman dalam menyusun karya tulis ilmiah, khususnya dalam hal prosedur pelaksanaan penelitian d. Bagi keluarga dan masyarakat Sebagai masukan dalam melakukan perawatan terhadap lansia yang baik dan benar serta bagaimana mereka harus bersikap terhadap lansia.