LIPI IKUT BERKIRAH DALAM BIDANG PEMBIBITAN SAPI Berbagai usaha peternakan di Indonesia belum mencapai tingkat perkembangan yang menggembirakan, walaupun sampai saat ini pemerintah telah melakukan bermacam-macam upaya. Kenyataan menunjukkan bahwa subsektor peternakan belum mampu memenuhi kebutuhan/konsumsi domestik. Padahal keberhasilan pengembangan subsektor ini erat kaitannya dengan kemampuan nasional terhadap penyediaan protein hewani untuk menunjang program peningkatan kualitas sumber daya manusia, antara lain melalui program perbaikan gizi masyarakat. Sementara itu seiring dengan semakin membaiknya kondisi kesejahteraan masyarakat, permintaan akan daging sapi dan susu cenderung meningkat.produksi daging sapi dan kerbau pada tahun 1998 mencapai 398 ribu ton atau sebesar 31,7% total produksi daging sebesar 1,2 juta ton, sedangkan konsumsi daging sapi dan kerbau pada tahun yang sama mencapai 419 ribu ton, sehingga terdapat kekurangan sekitar 30 ribu ton (Laporan Ditjen Peternakan, Januari 2000). Untuk memenuhi kebutuhan dan kekurangan daging sapi tersebut, terpaksa dilakkan impor ternak sapi bakalan dan daging beku. Sebelum krisis moneter, impor sapi bakalan dari Australia mencapai 400 ribu ekor per tahun. Pada tahun 1998, impor sapi bakalan jumlahnya menurun menjadi kurang lebih 50 ribu ekor. Selain impor ternak sapi hidup, juga dilakukan impor daging beku sekitar 3,5 ribu ton per tahun. Impor sapi hidup dan daging beku merupakan upaya terobosan supaya tidak terjadi kesenjangan antara produksi dan tingkat konsumsi ternak di dalam negeri yang dapat menimbulkan terjadinya pengurasan atau eksploitasi yang tidak terkendali terhadap ternak-ternak lokal. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mencapai swasembada daging. Selama ini pemerintah selalu berusaha untuk meningkatkan populasi sapi potong melalui berbagai program antara lain bantuan presiden, intensifikasi pasca usaha ternak potong, proyek kredit pedesaan, program kawin suntik (inseminasi buatan), bahkan di beberapa daerah sudah dilakukan intensifikasi transfer embrio (TE). Denganupaya-upaya ini, diharapkan kita mampu melestarikan sumber daya ternak nasional dan mengurangi ketergantungan impor. Dengan demikian kesejahteraan masyarakat petani/peternak dapat ditingkatkan sehingga terjadi keseimbangan pasokan dan permintaan. Mengatasi Ketertinggalan Subsektor peternakan perlu dibenahi. Berbagai ketertinggalan akibat kesalahan kebijakan selama ini harus diperbaiki. Impor sapi hidup dan daging beku niscaya tak diperlukan lagi bila Indonesia mampu meningkatkan populasi ternak. Pasokan daslam negeri akan terpenuhi, andaikan setiap peternakan menerapkan sistem pembibitan (breeding) dan penggemukan sapi secara terpadu.
Sangat disayangkan, proses breeding masih dilakukan secara tradisional. Tidak satu pun perusahaan swasta yang tergerak melakukan breeding sapi. Selama ini para pengusaha hanya mengimpor atau sebatas melakukan usaha penggemukan. Padahal Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, pernah mengeluarkan peraturan agar impotir sapi melakukan breeding sedikitnya 10% dari jumlah sapi impor. Pelaksanaan kebijakan ini sampai sekarang tidak jelas kelanjutannya. Para importir lebih suka menggemukkan sapi ala kadarnya, asal cepat menghasilkan uang. Kalau ingin tuntas, pemerintah harus mempertemukan seluruh pihak terkait, mulai dari pedagang, breeder sapi, sampai lembaga penelitian (termasuk perguruan tinggi). Pengusaha boleh mengimpor sapi, tetapi jangan lupa memproduksi sapi di dalam negeri. Populasi sapi lokal diperkirakan berjumlah sekitar 12 juta ekor. Dari jumlah ini, 500 ribu ekor jenis sapi perah, sisanya 11,5 juta ekor adalah sapi potong. Apabila setengah dari jumlah sapi potong itu terdiri dari sapi jantan, berarti sapi potong betina sekitar 6 juta ekor. Bila sapi betina produktif sekitar 4 juta ekor bisa beranak setengahnya, maka populasi bisa naik sekitar dua juta ekor per tahun. Padahal, kebutuhan hanya dua juta ekor per tahun, tetapi kenyataan di lapangan hal ini tidak pernah terjadi. Sehingga timbul pertanyaan mengapa demikian. Banyak faktor penghambat pertumbuhan populasi sapi lokal, salah satu diantaranya yaitu proses seleksi tidak benar. Contoh sederhana adalah praktek perdagangan tradisional. Peternak tradisional selalu menjual sapi kualitas tinggi ke pasar termasuk sapi-sapi betina yang masih produktif. Akibatnya pemotongan sapi tak terkendali, karena hanya sapi-sapi bermutu jelek yang tertinggal. Kecenderungan merugikan ini harus dihentikan dan pemerintah harus turun tangan. Solusi terbaik adalah memberikan insentif kepada para peternak. Apabila peternak mau menjadikan sapi betina sehat untuk dijadikan sapi induk pembibitan, mereka diberi imbalan yang sepadan seperti misalnya dalam bentuk uang. Untuk jangka panjang, pemerintah perlu juga mendukung penguasaan teknologi tinggi dalam proses breeding antara lain proses inseminasi buatan, transfer embrio dan kloning. IPTEKDA Sapi Bibit di Lombok Untuk skala riset dan pengembangan dalam penyediaan bidang bibit sapi unggul baik sapi perah maupun sapi potong LIPI telah memulai sejak tahun 1990 di beberapa daerah seperti Jawa Barat (Bogor, Garut, dan Lembaga khusus sapi perah), Bengkulu, Madura, polmas, dan Lombok. Khusus produksi sapi potong telah diupayakan mengembangkan teknik transfer embrio dan beberapa teknik manipulasinya. Pada tahun 1999 telah dimulai program iptekda LIPI untuk pengembangan bibit sapi potong di Lombok dengan melakukan persilangan-persilangan sapi lokal dengan teknik transfer embrio pada sapi potong seperti Brangus, Brahman, Limousin dan Simental. Sampai sekarang teknik ini telah dikembangkan menjadi 85 ekor (dari 45 ekor dapi populasi awal, dengan melibatkan sebanyak 25 peternak) dan membentuk satu populasi pembibitan sapi lokal yang dikelola oleh satu kelompok peternak. Program ini
selain membantu masyarakat peternak meningkatkan taraf hidup mereka, juga sekaligus membantu pemerintah dalam hal penyediaan bibit sapi unggul. Dalam hal ini tidak tertutup kemungkinan bibit sapi yang dihasilkan tidak hanya dimiliki oleh anggota kelompok iptekda, tetapi juga kemungkinan dapat disebarluaskan kepada peternak lainnya. KEGIATAN IPTEKDA MENDORONG USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) DI BIDANG ELEKTRONIKA Penyebaran kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi di daerah merupakan kebijakan pemerintah yang salah satu tujuannya adalah mendorong pemberdayaan UKM untuk mampu berkembang dan maju dengan menggunakan iptek yang sesuai dengan kebutuhannya. Kegiatan diseminasi ini telah dilakukan pula oleh pusat penelitian dan pengembangan telekomunikasi, komponen dan material (puslitbang Telkoma)-LIPI, melalui pelatihan tenaga trampil pembuatan printed circuit boards (PCB). Kegiatan ini dilaksanakan pada tahun anggaran 2000, yang telah membuahkan hasil dalam mengembangkan kemampuan tetnaga personil menjadi Unit Usaha Kecil atau kelompok yang bergerak dibidang proses pembuatan PCB. Kelompok inilah yang membuat PCB dan memasok UKM setempat yang bergerak di bidang perakitan barang elektronika, khususnya Power Amplifier. Di Kabupaten Indramayu telah tumbuh UKM yang bergerak dalam bidang perakitan komponen elektronika. Untuk itu dibutuhkan PCB dalam jumlah yang relatif banyak. Kebutuhan akan komponen ini diperoleh dari kelompok PCB yang ada di Indramayu, diantaranya kelompok hasil binaan Puslitbang Telkoma-LIPI. Dengan demikian seluruh hasil produksi kelompok PCB dapat diserap oleh UKM setempat. Namun, jumlah permintaan yang lebih besar dari kemampuan pasokan PCB yang ada di daerah tersebut, mendorong dibentuknya kelompok PCB di daerah lain yaitu Tasikmalaya, yang juga mempunyai potensi untuk pengembangan usaha sejenis. Peran PCB dalam Industri Powe Amplifier Bahan baku yang digunakan untuk proses produksi PCB yaitu dengan memanfaatkan papan PCB dari sisa potongan dari pabrik-pabrik barang-barang elektronik. Dengan demikian diperoleh bahan baku dengan harga yang murah walaupun mempunyai ukuran yang berbeda-beda. Papan PCB yang beredar di pasar mempunyai ukuran tertentu (1x1 meter) persegi dengan harga relatif lebih mahal apabila digunakan untuk keperluan kegiatan iptekda ini. Dengan memanfaatkan sisa potongan dari industri besar, didapat papan PCB yang mempunyai kualitas sama namun sudah tidak dimanfaatkan lagi oleh industri besar tersebut, karena sudah dianggap sebagai limbah. Papan inilah yang selanjutnya dimanfaatkan untuk menjadi rangkaian PCB, dengan desain yang disesuaikan dengan ukuran papan yang ada. Untuk membuat power amplifier komponen yang diperlukan di antaranya tiga macam PCB, yaiut rangkaian
power amplifier, rangkaian tone control dan rangkaian pre amplifier untuk mic. Ketiga jenis PCB ini dirakit dalam suatu kotak bersama komponen lain membentuk alat Power Amplifier. Teknologi yang digunakan untuk membuat papan PCB tadi yaitu teknologi screen printing atau teknologi sablon. Jenis teknologi ini ada kelebihannya kecepatan produksinya sangat tinggi dan harganya yang relatif sangat murah. Disamping itu jenis bahan PCB yang digunakan adalah jenis single layer atau satu lapis. Dengan demikian produk akhir yang akan dijual mempunyai harga yang dapat bersaing di pasar dibandingkan dengan barang sejenis dikelasnya. PEMBESARAN IKAN GURAMI Untuk melaksanakan proses pembesaran ikan gurami ada beberapa tahap kegiatan sebagai berikut: a. Pengelolaan Kolam Dalam pengelolaan kolam, kegiatannya diawali dengan pembenahan kolam yaitu mulai dari dinding kolam hingga dasar kolam. Dinding/pematang kolam dibuat sedemikian kuat agar tidak terjadi kebocoran karena ulah ketam atau hewan-hewan pembuat lubang lainnya. Kebocoran kolam selain dpat mengakibatkan hilangnya ikan yang dipelihara juga dapat dipacu dari pupuk yang diintroduksi ke dalam kolam, karena adanya kebocoran dapat mengakibatkan pupuk hanyt keluar. Dasar kolam merupakanhal yang penting untuk mendapat perhatian. Pengangkatan dasar kolam setelah paenen merupakan kegiatan yang tidak boleh diabaikan. Hal ini untuk menghindari terjadinya proses dekomposisi yang mengeluarkan gas-gas beracun pada pemeliharaan berikutnya. Kowen (sebagian dasar kolam yang dibuat lebih dalam) perlu disiapkan untuk penampungan ikan ketika saat dilakukan pemanenan. Pengeringan kolam dilakukan agar bakteri dan organisme patogen terputus siklus hidupnya, dan pengeringan kolam dilakukan hingga tanah dasar kolam pecah-pecah. Pengapuran dan penebaran dasar pupuk organik dimaksudkan untuk meningkatkan keasaman tanah dan meningkatkan produktivitas. Selanjutnya pengisian air kolam dilakukan secara bertahap agar pengkayaan air kolam berlangsung secara baik, hingga kedalaman yang dikehendaki, minimum 80 cm. b. Penebaran Benih Keslahan dan kecerobohan dalam penebaran benih ikan gurami dapat mengakibatkan kegagalan awal dari budidaya pembesaran ikan gurami. Oleh karena itu penebaran benih harus dilakukan dengan baik dan benar. Sebelum benih ditebarkan ke kolam pembesaran dilakukan penyesuaian dengan air kolam tempat pemeliharaan dan disanitasi dalam air yang mengandung garam (10-15 kg/m3)selama 15 menit. Hal ini dimaksudkan agar ikan-ikan yang luka saat transportasi dapat dicegah dari penyakit, disamping dapat merontokkan hewan-hewan parasit yang
menempel pada tubug ikan. Benih yang digunakan berukuran sekitar 5 ekor/kg, dengan masa pemeliharaan paling lama 6 bulan. Hasilnya sudah dapat dipasarkan sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan oleh pasar. c. Pemberian Pakan Pemberian pakan buatan/pelet bukan hal yang pokok, karena ikan gurami dewasa bersifat herbivora. Namun, peran pelet adalah sebagai stimulans, yaitu sebelum diberi pakan daun. Pemberian pakan pelet sebanyak 2% dari berat total, dengan cara pemberian pakan, 2/3 bagian diberikan pada pagi hari dan 1/3 bagian sore hari, sedangkan pakan nabati diberikan secukupnya.