Rekonsiliasi Penggunaan Obat Yang Menyebabkan Delirium pada Pasien Lanjut Usia Sebelum Dirawat di Rumah Sakit Pendidikan Immanuel Bandung

dokumen-dokumen yang mirip
DRUG RELATED PROBLEMS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

Bagaimana Penulisan SOAP oleh Farmasi? Tim KARS

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian medication error (kesalahan pengobatan) merupakan indikasi

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Studi Pendahuluan dan Penentuan Jumlah Sampel Penelitian

Metode Pemecahan Masalah Farmasi Klinik Pendekatan berorientasi problem

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN Masalah : Isolasi sosial Pertemuan : I (satu)

BAB I PENDAHULUAN. dan air dalam bentuk urine (Stein, 2007). Gagal Ginjal Kronik (GGK)

PANDUAN CARA IDENTIFIKASI DAN PENYIMPANAN OBAT YANG DIBAWA OLEH PASIEN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. juta orang atau 8,05 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Persentase keluhan

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO

Menurut PP 51 pasal 1 ayat 4 tahun 2009 tentang Pelayanan Kefarmasian yaitu suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan formal yaitu di puskesmas, rumah sakit, dan di apotek. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Peran Kefarmasian dari Aspek Farmasi Klinik dalam Penerapan Akreditasi KARS. Dra. Rina Mutiara,Apt.,M.Pharm Yogyakarta, 28 Maret 2015

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Apotek RSU

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian RSUD Bangka Selatan

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kesehatan yang memadai di kalangan masyarakat. Kesehatan harus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. keluaran klinik yang diharapkan. Kesalahan pemberian obat (drug administration)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah medication error tidak dapat dipisahkan dengan Drug

BAB I PENDAHULUAN. banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada dirinya. Menurut

PANDUAN PELAYANAN PASIEN DENGAN ALAT PENGIKAT (RESTRAINT) RUMAH SAKIT UMUM BUNDA THAMRIN MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

URAIAN TUGAS KEPERAWATAN

INTISARI STUDI DESKRIPTIF PEMBERIAN INFORMASI OBAT ANTIBIOTIK KEPADA PASIEN DI PUSKESMAS SUNGAI MESA BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

HUBUNGAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS REMAJA SAMARINDA

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

ARHAYANI PERENCANAAN DAN PENYIAPAN PELAYANAN KONSELING OBAT SERTA PENGKAJIAN RESEP BAGI PENDERITA RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB VI PENUTUP. korelasi sebesar 72,2%, variabel Pelayanan informasi obat yang. mendapat skor bobot korelasi sebesar 74,1%.

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kepmenkes RI No. 983/ MENKES/ SK XI/ 1992 tentang

KEPADA PASIEN OLEH TENAGA KEFARMASIAN DI APOTEK RUMAH SAKIT TNI AU SJAMSUDIN NOOR BANJARBARU

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Keberhasilan pembangunan adalah cita-cita suatu bangsa yang terlihat

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL YANG DIRAWAT-INAP DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JULI JUNI 2005

RUMAH SAKIT MATA PADANG EYE CENTER (RSMPEC) Ramah, Empati, Siaga, Proaktif, Exsclusive, dan Competence PANDUAN TENTANG PANDUAN TELAAH INTERAKSI OBAT

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan data

SOP. KOTA dr. Lolita Riamawati NIP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing,

KAJIAN DRUG RELATED PROBLEMs PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG TESIS

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

BAB I BAB 1 PENDAHULUAN

YUANITA ARDI SKRIPSI SARJANA FARMASI. Oleh

Truly Dian Anggraini, Ervin Awanda I Akademi Farmasi Nasional Surakarta Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup pasien yang dalam praktek pelayanannya memerlukan pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bidang jasa kesehatan dimana Rumah Sakit selalu dituntut untuk memiliki

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR NO. / SK / RSPB / / 2017

SURAT KEPUTUSAN TENTANG KEBIJAKAN PENULISAN RESEP DIREKTUR RS BAPTIS BATU MENIMBANG

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Buku 3: Bahan Ajar Pertemuan Ke - 2

GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN PADA PEMAKAIAN AMOXICILLIN TABLET 500 MG DI APOTEK NAZHAN FARMA BANJARMASIN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun

Kata Kunci : Medication Error, skrining resep, persentase ketidaklengkapan administrasi resep

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA DALAM PENGGUNAAN AMOXICILLIN SIRUP KERING PADA PASIEN BALITA DI PUSKESMAS SUNGAI KAPIH SAMARINDA

ABSTRAK PASIEN USIA LANJUT DI RUANG RAWAT INTENSIF RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 AGUSTUS JANUARI 2010

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

URAIAN TUGAS PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan utama di negara maju dan berkembang. Penyakit ini menjadi

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG KETEPATAN WAKTU PENGGUNAAN OBAT DI PUSKESMAS GADANG HANYAR KOTA BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan terutama di bidang kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS REMAJA SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN. abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus

Transkripsi:

Rekonsiliasi Penggunaan Obat Yang Menyebabkan Delirium pada Pasien Lanjut Usia Sebelum Dirawat di Rumah Sakit Pendidikan Immanuel Bandung (Medication Reconciliation in Elderly Patients Presenting With Delirium in Immanuel Teaching Hospital Bandung) Yesi Gusnelti 1 *; Vera 2 ; & Sri Marlina 2 1Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung 2Rumah Sakit Pendidikan Immanuel Bandung *Corresponding email: uncu_echi@yahoo.co.id ABSTRAK Lansia sangat rentan terhadap delirium atau gangguan mental organik yang bersifat akut. Faktor pemicu delirium yang paling sering adalah obat. Penelitian ini dilakukan terhadap pasien lansia yang dirawat di RS Immanuel Bandung dengan delirium. Meskipun formulir rekonsiliasi obat harus diisi sebagai standar pelayanan RS yang berorientasi pada patient safety, pada kenyataannya pengisian formulir ini sering terlewatkan. Penelitian ini hendak mengidentifikasi obat apa saja yang paling banyak memicu delirium pada pasien lansia dan hambatan apa saja yang ditemui dalam pengisian formulir rekonsiliasi obat di RS Immanuel Bandung. Rekonsiliasi obat dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan pasien ataupun keluarga pasien. Dari beberapa kasus delirium yang ditemukan, terdapat penyebab utama delirium pasien yaitu disebabkan oleh penggunaan obat-obatan yang bekerja pada sistem saraf pusat. Selain itu ditemukan adanya hambatan dalam pengisian formulir rekonsiliasi obat, yaitu pasien/keluarga pasien kurang terbuka untuk diwawancarai, takut ditanya, lupa dengan obat yang biasanya dikonsumsi pasien, dan pasien dengan obat racikan. Kata Kunci: rekonsiliasi obat, lansia, delirium PENDAHULUAN Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan obat (medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi obat. Kesalahan obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, antar ruang perawatan, serta pasien yang keluar dari rumah sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya. Di RS pendidikan Immanuel sendiripun sebenarnya sudah dirintis untuk melakukan rekonsiliasi obat pasien dengan disertakan mengisi formulir rekonsiliasi obat. Delirium merupakan suatu keadaan mental yang abnormal, bukan suatu penyakit, merupakan keadaan yang bersifat sementara dan biasanya terjadi secara mendadak, dimana 119

penderita mengalami penurunan kemampuan dalam memusatkan perhatianya dan menjadi linglung, mengalami disorientasi dan tidak mampu berfikir secara jernih. Gejala delirium sangat beragam dan walaupun tidak spesifik, sifatnya yang fluktuatif sangat nyata dan merupakan indikator diagnostik yang sangat penting. Terdapat tiga bentuk delirium yang telah diketahui, yaitu tipe hiperaktif, hipoaktif, dan campuran. Tipe hipoaktif seringkali tidak dikenali dan dihubungkan dengan prognosis yang buruk secara keseluruhan. Tipe ini juga sering terjadi pada pasien yang usianya cenderung lebih tua. Delirium merupakan sumber morbiditas dan mortalitas diantara pasien-pasien lanjut usia yang dirawat di rumah sakit yang biasanya jarang sekali menjadi perhatian oleh tenaga kesehatan di rumah sakit terutama oleh perawat, dokter, dan farmasis. Pasien lanjut usia sangat erat dengan multipatologi organ, sehingga pada beberapa kasus diperlukan medikasi dengan banyak menggunakan obat. Pemakaian obat-obatan memegang peranan penting terhadap terjadinya delirium. Banyak obat yang dapat menyebabkan delirium misalnya benzodiazepin, narkotik, dan obatobat dengan aktivitas antikolinergik. Oleh karena itu, sangat penting upaya untuk meminimalkan penggunaan obat-obatan yang bisa menyebabkan delirium pada pasien lanjut usia, salah satunya dengan cara melakukan rekonsiliasi obat pada pasien sebelum dirawat di rumah sakit. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada 6 April-29 Mei 2015 diberbagai ruang perawatan di rumah sakit Immanuel. Subjek pengamatan adalah pasien dengan kriteria : (1) lanjut usia, (2) pria atau wanita, (3) mengalami delirium, (4) dirawat di RS pendidikan Immanuel. Kegiatan rekonsiliasi obat diakukan setiap minggunya (satu pasien per minggu). Kegiatan ini diawali dengan pemilihan pasien sesuai subjek yang dihendaki lalu dilakukan pencatatan data dari rekam medik pasien yang meliputi identitas pasien, tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium, riwayat penggunaan obat/herbal/suplemen. Setelah dilakukan pencatatan, lalu dilakukan anamnesa kepada keluarga pasien dengan cara wawancara. Wawancara yang dilakukan meliputi konfirmasi riwayat penggunaan obat/herbal/suplemen pasien, waktu dan cara penggunaan obat, dan situasi lingkungan tinggal pasien. Kemudian dilakukan analisa terhadap data dan hasil wawancara yang telah didapat. HASIL DAN DISKUSI Penelitian ini dilakukan untuk menentukan penyebab delirium pada pasien lanjut usia sebelum dirawat inap di rumah sakit pendidikan Immanuel. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 1 Dari 7 pasien yang dievaluasi, 6 pasien diantaranya mengalami delirium yang disebabkan oleh obat dan selain obat dan 1 pasien mengalami delirium disebabkan penggunaan obat saja. Kebanyakan dari pasien yang mengalami delirim ini dikarenakan oleh penggunaan jangka panjang obat-obatan dan kesalahan dalam mengonsumsi obat. Jenis obat yang menyebabkan delirium pada pasien adalah obat-obat yang bekerja pada sistem saraf pusat dan juga adanya interaksi dua obat yang dapat meningkatkan resiko toksisitas sistem saraf pusat. Delirium pada pasien yang 120

mengkonsumsi obat-obatan yang bekerja pada sistem syaraf pusat tersebut diperparah dengan adanya dengan kondisi patologis pasien yang buruk seperti gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, infeksi, gangguan fungsi jantung, dehidrasi dan anemia. Pada kondisi pasien lanjut usia dengan kondisi-kondisi patologis tersebut, pemilihan obat yang bekerja pada susunan syaraf pusat harus sangat diperhatikan, terutama dalam penentuan dosis dan jangka waktu penggunaan serta cara penggunaan. Tabel 1. Hasil Hasil analisa penyebab delirium pasien berdasarkan wawancara dengan pasien/keluarga pasien fase gerak untuk analisis Pasien Penyebab Delirium Oleh Obat Kondisi patologis lain Masalah Pasien 1 (Pria/81 Donepezil HCl Clopidogrel Infeksi Anemia Gangguan fungsi ginjal Pasien mengonsumsi obat Donepezil HCl (tablet salut) dengan digerus terlebih dahulu Pasien 2 (Pria/87 Pasien 3 (Pria/77 Piracetam Clopidogrel Chlorpheniramine maleate (CTM) Diazepam Stroke Infeksi Gangguan fungsi hati Infeksi Dehidrasi Piracetam diberikan sesudah makan. Interaksi terjadi pada pemberian CTM dan diazepam (meningkatkan efek sinergis dari SSP) Pasien 4 (Pria/84 Pasien 5 (Wanita/77 CTM Infeksi Abnormalitas elektrolit Gangguan fungsi ginjal Anemia Hiponatremia Digoksin Piracetam Frekuensi sering dan penggunaan jangka panjang CTM Penggunaan lama kedua obat Pasien 6 (Pria/74 Pasien 7 (Pria/82 Piracetam Donepezil HCl Dexketoprofen Ciprofloxacin Infeksi Donepezil HCl diberikan pagi Gangguan fungsi ginjal Abnormalitas elektrolit Stroke Gangguan fungsi jantung Anemia Terjadi interaksi obat antara dexketoprofen dengan ciprofloxacin yang meningkatkan resiko toksisitas sistem saraf pusat Banyaknya kesalahpaham yang terjadi dalam penggunaan obat oleh pasien karena kurangnya informasi yang diberikan oleh pihak farmasis ketika melakukan distribusi obat kepada pasien. Misalnya, pada pasien 2 yang biasanya mengonsumsi obat sesudah makan. Ini 121

merupakan kesalahan yang disebabkan oleh kurangnya informasi yang diberikan oleh pihak farmasis bahwasanya obat ini diberikan sebelum makan yang jika salah dalam penggunaan akan menimbulkan efek yang tidak sesuai dengan yang diinginkan. Pasien yang mengonsumsi obat piracetam dan clopidogrel dengan disertai kondisi patologis yang buruk menjadi pemicu delirium pada pasien. Contoh lain dapat dilihat pada pasien 6, yang mengonsumsi obat donepezil HCl pada pagi hari. Obat ini merupakan penghambat asetilkolinesterase dan seharusnya diberikan sore atau malam sebelum tidur. Berdasarkan wawancara dengan keluarga pasien, disebutkan bahwa obat ini diberikan kepada pasien satu kali sehari pada pagi hari, dan pada etiket obat tidak tercantum jadwal konsumsi obat untuk pasien. Pada pasien ini terjadi delirium yang disebabkan oleh obat donepezil HCl dan piracetam yang disertai dengan kondisi patologis yang buruk. Dari beberapa contoh kasus ini, kesalahan pada penggunaan obat oleh pasien adalah karena ketidaktahuan pasien (tidak ada informasi jelas dari farmasis). Oleh karena itu hendaknya pihak apotek atau farmasis harus lebih teliti pada saat penyiapan obat dan pemberian etiket obat serta melengkapi dengan pemberian informasi penting seperti bentuk sediaan, sifat obat, dan absorbsi obat (waktu konsumsi obat). Pada etiket obat hendaknya dicantumkan waktu minum obat yang benar, mengkonfirmasikan kepada pasien atau keluarga pasien tentang keadaan pasien terkait dengan cara minum obat, bisa atau tidaknya konsumsi obat secara per oral, untuk menentukan obat-obatan yang boleh digerus atau tidaknya. Ketika pasien dirawat di rumah sakit, untuk mencegah terjadinya kesalahan obat (medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi obat dan untuk menentukan terapi obat yang tepat bagi pasien, perlu dilakukan rekonsiliasi obatobat yang digunakan sebelum masuk rumah sakit. Namun meskipun RS pendidikan Immanuel sudah tersedia formulir rekonsiliasi obat pasien, para tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan pertama pasien, tidak selalu mengisi formulir tersebut. Hal ini dapat diketahui pada beberapa rekam medik pasien yang formulir rekonsiliasi obatnya tidak diisi. Hambatan tidak dilakukannya rekonsiliasi obat ini diantaranya disebabkan oleh pasien/keluarga pasien takut ditanya, pasien/keluarga pasien lupa dengan obat yang biasanya dikonsumsi pasien, dan pasien dengan obat racikan. Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk meminimalkan terjadinya delirium pada pasien lanjut usia dan kesalahan obat pada pasien tersebut antara lain: 1. Dokter hendaknya memonitoring keadaan pasien, karena pasien dengan keluhan yang sama selalu diberikan obat yang sama. Seharusnya ada evaluasi untuk keadaan seperti ini. Selain itu hendaknya ada evaluasi terhadap kondisi pasien terhadap keluhan yang ada merupakan bagian dari penyakit baru atau merupakan efek samping obat. 2. Dokter sebaiknya tidak memberikan obat pada pasien lansia bila keluhan bisa diatasi secara nonfarmakologis. Perlu ditetapkan indikasi yang kuat diberikannya terapi farmakologis, sebelum dokter memberikan obat pada pasien lansia. 122

3. Untuk pihak farmasis harus mentelaah resep dengan lebih teliti sebelum penyiapan obat kepada pasien seperti dengan memperhatikan rasionalitas ataupun interaksi masing-masing obat 4. Farmasis hendaknya juga memperhatikan terlebih dahulu keadaan fungsi vital (seperti jantung, hati, ginjal, dan sebagainya) pasien sebelum diberikan obat kepada pasien (baik pasien rawat inap dan rawat jalan) 5. Pihak farmasis, pada saat penyiapan obat dan etiket obat pasien harus lebih teliti lagi dalam hal obat-obatan yang akan diberikan kepada pasien seperti bentuk sediaan, sifat obat, dan absorbsi obat (waktu konsumsi obat). Hendaknya dicantumkan pada etiket obat pasien waktu minum obat yang benar. Mengkonfirmasikan kepada pasien atau keluarga pasien tentang keadaan pasien terkait dengan cara minum obat, bisa atau tidaknya konsumsi obat secara per oral, untuk menentukan obat-obatan yang boleh digerus atau tidaknya. 6. Pemerintah hendaknya memantau penggunaan obat-obatan yang biasa diberikan oleh mantri kepada pasien ataupun puskesmas tempat mantri biasa melakukan prakteknya. 7. Pemerintah hendaknya meningkatkan kesadaran pentingnya rekonsiliasi obat dan dokumentasi. 8. Pemerintah perlu ketegasan dalam menertibkan balai pengobatan, pengobatan alternatif, pengobatan lain yang ilegal/ tidak resmi. 9. Hendaknya pihak pemerintah harus lebih tegas terhadap pihak lain yang melakukan penjualan obat-obat keras tanpa resep dokter. Oleh karena banyaknya kejadian delirium pada pasien lanjut usia yang disebabkan oleh obat, terutama pada kondisi patologis tertentu seperti infeksi, anemia, gangguan fungsi jantung, hati, dan ginjal, maka rekonsiliasi obat menjadi hal yang perlu dilakukan dan diperhatikan di rumah sakit obat untuk mencegah medication error dalam mengelola pasien. Formulir rekonsiliasi yang sudah ada harus menjadi perhatian penting untuk selalu diisi dan diperhatikan oleh tenaga kesehatan (perawat) dan dokter penanggungjawab pasien. Untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya rekonsiliasi obat di rumah sakit, pemerintah bisa menjadikan hal ini sebagai bagian dokumentasi yang menjadi syarat bagi penilaian standar pelayanan rumah sakit, terutama bagi rumah sakit pendidikan. KESIMPULAN Dari rekonsiliasi obat yang dilakukan, pasien lanjut usia sangat rentan mengalami delirium akibat penggunaan obat-obatan. Oleh karena itu sangat penting dilakukan rekonsiliasi obat untuk menghindari terjadinya medication error. Hambatan tidak dilakukannya rekonsiliasi obat oleh tenaga kesehatan pertama yang melayani pasien diantaranya disebabkan oleh pasien/keluarga pasien takut ditanya, pasien/keluarga pasien lupa dengan obat yang biasanya dikonsumsi pasien, dan pasien dengan obat racikan. 123

DAFTAR PUSTAKA Alldredge, Brian K., Robin L. Corelli, Michael E. Ernst, B.Joseph Gugleilmo, Pamala A. Jacobson, Wayne A. Kradjan, & Bradley R. Williams. 2013. Applied Therapeutics.The Clinical Use of Drugs. Wolters Kluwer. Philadelphia. Andri, Charles E. Damping. Peranan Psikiatri Geriatri dalam Penanganan Delirium Pasien Geriatri. Majalah Kedokteran Indonesia. 2007; 57 (7) 227-232. Isfadiaty, Ratih, Kuntjoro Harimurti, Siti Setiati, & Arya G. Roosheroe. Incidence and Predictors for Delirium in Hospitalized Elderly Patients : a Retrospective Cohort Study. The Indonesian Journal of Internal Medicine. 2012 ; (44) 4 290-297. Kowalk, Welsh Mayer. 2012. Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta McEvoy, Gerald K. AHFS Drug Information Essentials. 2011. American Society of Health-System Pharmacists. Bethesda. Pisani, Margaret. Benzodiazepine and Opioid Use and The Duration of ICU Delirium in an Older Population. Crit Care Med. 2009; 37 (1) 177-183 Smith, Brian. Management of Delirium Tremens. Journal of Intensive Care Medicine. 2005; 20.164 Asosiasi Alzheimer Indonesia. 2003. 124