BAB I PENDAHULUAN. keuangan (financial intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. (financial intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki dana (surplus unit)

Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yaitu yang dimaksud dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia modern sekarang ini, peranan perbankan dalam memajukan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sedangkan yang lain adalah lembaga keuangan non-bank (LKBB). Bank

BAB I PENDAHULUAN. peran serta lembaga keuangan sebagai pihak yang memiliki fungsi penyedia dana

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGARUH KONDISI KESEHATAN BANK DENGAN RASIO CAMELS TERHADAP PREDIKSI KEBANGKRUTAN DENGAN METODE ALTMAN Z-SCORE

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk melihat

menjalankan usahanya berdasarkan prinsip kepercayaan. Di dalam menjalankan fungsi-fungsi bank, bank dituntut untuk berada dalam kondisi yang sehat.

BAB I PENDAHULUAN. (subprime mortgage default) di Amerika Serikat (AS) tahun 2008, krisis

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peranan lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. lepas dari peran Bank sebagai lembaga keuangan. Menurut Susilo (2000:6) secara

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai posisi keuangan, laporan laba rugi untuk menilai perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. keemasan yang puncaknya ditandai dengan keberhasilan beberapa bank besar

BAB I PENDAHULUAN. ada pula tujuan lain yang tidak kalah penting yaitu dapat terus bertahan (survive)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keuangan perusahaan merupakan pilar yang sangat penting untuk kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir masyarakat Indonesia mulai percaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dewasa ini perkembangan teknologi terus meningkat dengan pesat,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan adanya krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sejak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. aman dan percaya untuk menanamkan investasi atau dananya di bank.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. bank yang tidak mampu untuk tetap melanjutkan usahanya. Pertengahan tahun

perbankan semakin ketat. Oleh karena itu perlu dilakukan arah kebijakan pengembangan industri perbankan di masa yang akan datang.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia perbankan memegang peranan yang penting dalam kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. bunga yang sangat tinggi. Hingga saat ini, sistem pengkreditan bank sudah merata

BAB I PENDAHULUAN. Bank adalah lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting sebagai

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat strategis sebagai intermediary institution dan

BAB I PENDAHULUAN. intermediaris atau perantara yang menghubungkan pihak pihak yang memiliki dana

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan bank yang berupa penghimpunan dan penyaluran dana dapat

BAB I PENDAHULUAN. keuangan (financial intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki dana

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan sistem pengelolaan yang berbeda, walaupun dalam beberapa hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perekonomian tumbuh dan berkembang dengan berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. perkonomian. Dalam Pasal empat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sistematik yang bisa menggoyah stabilitas sistem keuangan. Kegagalan suatu bank

BAB I PENDAHULUAN. bank sebagai tempat untuk mencetak, mengatur, dan mengawasi peredaran

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. berdampak kepada Indonesia. Krisis keuangan tersebut disebabkan oleh jatuhnya

BAB I PENDAHULUAN. intermediary) antara pihak yang mempunyai dana (surplus unit) dengan pihak

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi tahun 1997 yang kemudian berkembang menjadi krisis multi

Judul : RGEC Sebagai Determinasi dalam Menanggulangi Financial Distress

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dampaknya adalah perusahaan yang berskala kecil akan mengalami. krisis keuangan dalam perusahaan mereka.

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan instrumen investasi yang banyak dipilih para investor karena saham

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin kompleks dan beragam. Oleh karena itu, kinerja bank harus

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat atas pengelolaan dana yang dimiliki juga semakin meningkat. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat dengan sector keuangan. Banyak sekali lembaga-lembaga keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurunnya kapasitas permintaan dan produksi di sektor riil berpotensi

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dimana untuk mencapai tujuan tersebut perlu memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan pada umumnya ditandai dengan kemampuan

Analisis Penilaian Tingkat Kesehatan Pada PT. Bank Mandiri, Tbk Periode Disusun oleh : Nama : Las Rohana Jurusan : Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997, telah

BAB I PENDAHULUAN. lapisan masyarakat. Secara umum, bank memiliki fungsi utama. lembaga intermediasi, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai penggerak perekonomian dalam suatu negara. Menurut Undang-

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sektor riil dalam pertumbuhan ekonomi, regulasi pemerintah di

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan dan struktur permodalan yang lemah dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. menurut pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. potensi dapat bermanfaat untuk pertumbuhan ekonomi, perlu disalurkan. kegiatan yang produktif. (AnggrainiPutri,2011)

BAB I PENDAHULUAN. besar atau paling tidak sama dengan return (imbalan) yang dikehendaki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sektor perbankan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan terbesar didunia asal Amerika Lehman Brother, kredit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank merupakan suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan

BAB I PENDAHULUAN. bank. Uang sebagai salah satu produk bank setiap hari di gunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. lain yang ditopang oleh bank tersebut. Fungsi bank sebagai perantara (financial

penghujung abad 20 ini adalah kolapsnya sejumlah bank-bank karena dianggap untuk meneruskan bisnisnya. Bank-bank tersebut terpaksa

I. PENDAHULUAN. melakukan berbagai transaksi bisnis dan pembayaran-pembayaran tagihan.

BAB I PENDAHULUAN. kinerjanya secara perlahan akan tergusur dari lingkungan industrinya dan akan

BAB I PENDAHULUAN. dengan perusahaan yang menjual produk yang berbentuk jasa. Perbankan. dana, disamping menyediakan jasa-jasa keuangan lainnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi sebagai financial intermediary atau perantara pihak yang kelebihan dana

BAB I PENDAHULUAN. dan keuangan Indonesia karena dapat berfungsi sebagai intermediary institution yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian suatu negara. Sebagai lembaga yang mengumpulkan dana dari

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap

BAB I PENDAHULUAN. berawal dari permasalahan kegagalan pembayaran kredit perumahan (subprime mortage

BAB I PENDAHULUAN. 27 Oktober 1988 (PAKTO) yang mencakup bidang keuangan, moneter dan

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK BERDASARKAN METODE CAMEL PADA PERUSAHAAN DAERAH BADAN PERKREDITAN RAKYAT BADAN KREDIT KECAMATAN (PD

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. beban dan sangat menyusahkan, sebaliknya bank bank lain bahkan

BAB 1 PENDAHULUAN. memperbaiki perekonomian Indonesia. Tingginya laju inflasi yang terus

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang cukup pesat, baik dari sisi volume usaha, mobilisasi dana

BAB I PENDAHULUAN. Bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. menunjang berjalannya roda perekonomian mengingat fungsinya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dan krisis moneter terjadi pada tahun yang memberikan dampak

BAB I PENDAHULUAN. antara pihak-pihak yang memiliki dana dengan pihak-pihak yang memerlukan. manajemen bank perlu memperhatikan kinerja bank.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era persaingan yang semakin kompetitif pada industri

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis yang terjadi di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 berawal dari krisis

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan strategis dalam kegiatan perekonomian. Sarana tersebut dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. Bank menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali. No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Perbankan adalah segala sesuatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. terlihat dari data yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia. Pada Desember

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Taswan (2006:4), bank adalah lembaga keuangan atau

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

BAB I PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh unit ekonomi yang surplus kepada unit-unit ekonomi

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

BAB I PENDAHULUAN. menuntut dunia usaha untuk terus selalu mengikuti perubahan-perubahan yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki dana (surplus unit) dengan pihak-pihak yang memerlukan dana (deficit unit) serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar aliran lalu lintas pembayaran. Di samping itu, bank juga sebagai suatu industri yang dalam kegiatan usahanya mengandalkan kepercayaan masyarakat sehingga mestinya tingkat kesehatan bank perlu dipelihara. Kestabilan lembaga perbankan sangat dibutuhkan dalam perekonomian suatu negara. Kestabilan ini tidak saja dilihat dari jumlah uang yang beredar, namun juga dilihat dari jumlah bank yang ada sebagai perangkat penyelenggaraan keuangan. Krisis moneter di Indonesia mulai terjadi sekitar pertengahan Juli 1997, krisis moneter ini telah merubah aktivitas ekonomi negara. Mulai dari tahun 1997 sampai tahun 2001 banyak bank yang diberhentikan operasinya dan masuk dalam pengawasan BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional). Berkembangnya krisis menjadi semakin parah karena ditemukan adanya kelemahan mendasar pada sistem perekonomian Indonesia yang tercermin dari kurang efisiennya pengelolaan perekonomian dan sektor usaha serta rentannya sektor 1

2 keuangan dan perbankan Indonesia. Krisis moneter ini telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni terpuruknya kegiatan ekonomi karena semakin banyaknya perusahaan yang tutup, perbankan yang dilikuidasi dan meningkatnya jumlah tenaga kerja yang menganggur, yang menunjukkan betapa besar dampak ekonomi yang akan ditimbulkan apabila terjadi kegagalan usaha perbankan. Dalam industri perbankan rasio kegagalan yang terjadi biasanya disebabkan oleh kegagalan dalam menangani portofolio kredit maupun kesalahan manajemen perusahaan yang berakibat pada kesulitan keuangan bahkan kegagalan usaha perbankan, sehingga pada akhirnya dapat merugikan kegiatan perekonomian nasional dan masyarakat selaku pemilik dana. Melemahnya sistem perbankan akan menimbulkan disfungsi sistem perbankan sebagai perantara. Krisis global 2008 berawal dari permasalahan kegagalan pembayaran kredit perumahan (subprime mortgage default) di Amerika Serikat (AS), krisis kemudian menggelembung merusak sistem perbankan bukan hanya di AS namun meluas hingga ke Eropa lalu ke Asia. Secara beruntun menyebabkan domino effect terhadap solvabilitas dan likuiditas lembaga-lembaga keuangan di negara-negara tersebut, yang antara lain menyebabkan kebangkrutan ratusan bank, perusahaan sekuritas, reksadana, dana pensiun dan asuransi. Krisis kemudian merambat ke belahan Asia terutama negara-negara seperti Jepang, Korea, China, Singapura, Hongkong, Malaysia, Thailand termasuk Indonesia

3 yang kebetulan sudah lama memiliki surat-surat beharga perusahaanperusahaan tersebut. Dari berbagai kritik para ahli, bahwa problem tersebut dipicu maraknya penggelembungan harga perumahan di AS yang didorong kebijakan-kebijakan Bank Sentral Amerika (The Fed) yang kurang pruden untuk menstabilkan sistem keuangan sejak bertahun-tahun. Kondisi ini didorong oleh keinginan untuk memelihara permintaan properti perumahan agar tetap tinggi, maka bank-bank di Amerika Serikat banyak mengucurkan kredit perumahan terutama bagi kalangan berpenghasilan rendah yang tidak memiliki kapasitas keuangan yang memadai (ninja loan yaitu pinjaman terhadap nasabah yang no income, no job, & no asset). Kredit perumahan ini kemudian disekuritisasi secara hibrid agar lebih menarik bagi investor yang terdiri dari bank, perusahaan sekuritas, reksadana, dana pensiun dan asuransi. Celakanya, banyak kredit tak terbayar dalam jumlah besar dan merata. Akibatnya, bank-bank kesulitan untuk membayar dan investor dengan cepat menarik dananya dari produk-produk perbankan disaat harga masih tinggi sehingga hal ini memacetkan perputaran uang di pasar hipotik. Hal ini menyebabkan pula struktur pasar uang yang produknya saling terkait satu sama lain menjadi terganggu. Termasuk juga jaminan obligasi utang (collaterlaised debt obligatio/cdo) sebagai bentuk investasi kolektif dari sub-prime mortgage (www.indonesiarecovery.com/krisiskeuangan.global2006/krisis2006).

4 Dalam konteks perbankan, Pemerintah perlu berhati-hati, karena tidak ada yang dapat memperkirakan dalam dan luasnya krisis keungan global ini. Menyikapi permasalahan ini, Pemerintah dan otoritas moneter telah melakukan beberapa langkah yang sangat tepat untuk mengurangi kekhawatiran/ketidakpercayaan publik terhadap kapabilitas dan likuiditas bank-bank nasional, yaitu antara lain: 1) Penaikkan BI rate menjadi 9,5% untuk mengantisipasi depresiasi terhadap nilai Rupiah dengan meningkatkan atraktifitas investasi dalam nilai Rupiah akibat spread bunga domestik dan luar negeri yang cukup tinggi. 2) Peningkatan jumlah simpanan di bank yang dijamin oleh Pemerintah dari Rp 100 juta menjadi Rp 2 milyar, untuk mengantisipasi rush akibat kekhawatiran masyarakat terhadap keamanan simpanannya di bank. Hal ini dilakukan dengan pengeluaran Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu No.66 Tahun 2008). 3) Perluasan jenis aset milik bank yang boleh diagunkan kepada BI, yang tadinya hanya meliputi aset kualitas tinggi (SBI dan SUN), namun melalui Perpu, aset yang dapat dijaminkan diperluas dengan Kredit lancar milik bank (ditujukan untuk mengantisipasi turunnya harga pasar SUN, yang terlihat dengan naiknya yield). Hal ini ditujukan untuk mempermudah Bank dalam mengatasi kesulitan

5 likuiditas, sehingga dapat memperoleh jumlah dana yang cukup dari BI. Kekhawatiran yang dialami oleh masyarakat terhadap dunia perbankan, sebenarnya lebih berdasarkan pada sentimen negatif yang berlebihan akibat krisis di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Apabila penanganan krisis di negara-negara tersebut berhasil, maka otomatis kekhawatiran masyarakat terhadap perbankan nasional pun akan hilang. Namun sebaliknya, apabila krisis global bertambah parah, maka kekhawatiran masyarakat juga akan meningkat yang dapat mengakibatkan meningkatnya animo masyarakat untuk mengambil simpanannya di bank-bank nasional, sehingga akan membuat ambruknya sendi-sendi perbankan nasional. Untuk mengantisipasi sentimen negatif ini, maka salah satu alternatif yang perlu dipikirkan oleh Pemerintah adalah dengan menjamin 100% semua dana nasabah, termasuk dana kredit yang dikucurkan oleh bank. Hal ini bertujuan agar masyarakat tidak khawatir terhadap simpanannya dan dunia perbankan bisa berjalan dengan normal sekaligus menjaga sektor riel bisa tetap bergerak dengan terjaminnya kebutuhan dana dari perbankan. Bank-bank yang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) akan lebih tertekan jika sudah mengarah ke arah kebangkrutan karena adanya biaya-biaya tambahan. Dalam upaya menekan biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan, para regulator dan para manajer perusahaan berupaya bertindak cepat mencegah kebangkrutan atau

6 menurunkan biaya kegagalan tersebut, yaitu dengan mengembangkan metode early warning systems (EWS) untuk memprediksi permasalahan potensial yang terjadi pada perusahaan. Sedangkan teknik statistik yang paling sering digunakan untuk menganalisis kebangkrutan adalah analisis parametrik, yaitu model logit dan MDA (Multivariate Discrimant Analysis), sedangkan model non parametrik baru sering digunakan akhirakhir ini seperti model trait recognition dan Artificial Neural Network (ANN). Munculnya berbagai model prediksi kebangkrutan merupakan antisipasi dan sistem peringatan dini terhadap financial distress karena model tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk mengidentifikasikan bahkan memperbaiki kondisi sebelum sampai pada kondisi krisis atau kebangkrutan. Hal lain yang mendorong perlunya peringatan dini adalah munculnya problematik keuangan yang mengancam operasional perusahaan. Faktor modal dan risiko keuangan ditengarai mempunyai peran penting dalam menjelaskan fenomena kepailitan/tekanan keuangan perusahaan tersebut. Dengan terdeteksinya lebih awal kondisi perusahaan, sangat memungkinkan bagi perusahaan, investor dan para kreditur (lembaga keuangan) serta pemerintah melakukan langkah-langkah antisipatif untuk mencegah agar krisis keuangan segera tertangani. Di Amerika Serikat, fenomena kepailitan perusahaan telah menjadi obyek penelitian yang intensif. Salah satu area penelitian telah

7 menghasilkan kajian atas asosiasi informasi laporan keuangan terhadap kemungkinan perusahaan mampu mempertahankan bisnisnya atau harus dinyatakan bermasalah karena gagal sacara ekonomi dan keuangan. Tradisi penilaian ini diawali oleh Beaver (1966), kemudian diteruskan antara lain oleh Altman (1986), Altman et,al. (1977) dan Gilbert et, al. (1990). Upaya penelitian ini menghasilkan informasi tentang indeks zeta bagi perusahaan-perusahaan di AS, sehingga dapat dievaluasi probabilitas tingkat keberhasilan masing-masing perusahaan di masa mendatang. Analisa kebangkrutan bank dengan metode lain yaitu logit regression yang pertama kali dilakukan oleh Martin (1977), dilanjutkan oleh Thomson (1991), dan kemudian Kolari et, al. (2000) (Rosyadi, 2006). Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia, dalam menilai tingkat kesehatan perbankan, umumnya digunakan lima aspek penilaian, yaitu : 1) capital; 2) assets; 3) management; 4) earnings; 5) liquidity yang biasa disebut CAMEL. Aspek-aspek tersebut menggunakan rasio keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa rasio keuangan dapat digunakan untuk menilai tingkat kesehatan bank. Secara empiris tingkat kegagalan bisnis dan kebangkrutan bank dengan menggunakan rasio-rasio keuangan model CAMEL dapat diuji sebagaimana yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu : Thomson (1991) yang menguji manfaat rasio keuangan CAMEL dalam memprediksi kegagalan bank di USA pada tahun 1980an dengan menggunakan alat statistik regresi logit, Whalen

8 dan Thomson (1988) dalam menemukan bahwa rasio keuangan CAMEL cukup akurat dalam menyusun rating bank, dan di Indonesia Surifah (1999) menguji manfaat rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan bank dengan menggunakan model CAMEL, Wilopo (2001) meneliti tentang prediksi kebangkrutan bank dengan menggunakan metode CAMEL (Luciana dan Winny, 2005). Penelitian Luciana dan Winny (2005) menunjukkan bahwa rasio CAMEL yang memiliki perbedaan signifikan antara bank-bank bermasalah dan tidak bermasalah adalah CAR, APB, NPL, PPAPAP, ROA, NIM, dan BOPO, sedangkan yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap kondisi bermasalah bank adalah rasio CAR yang berpengaruh negatif dan BOPO yang berpengaruh positif. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Mulyaningrum (2008) memperlihatkan bahwa variabel LDR berpengaruh signifikan terhadap probabilitas kebangkrutan bank di Indonesia pada α = 5% dan pengaruhnya negatif, sedangkan variabel CAR, ROE, dan NIM pengaruhnya negatif tetapi tidak signifikan, variabel NPL, ROA, dan BOPO mempunyai pengaruh positif tetapi tidak signifikan. Ketepatan prediksi kebangkrutan bank tahun 2006 sebesar 94.6% dan tingkat kesalahan yang dilakukan dalam memprediksi kebangkrutan adalah tipe II yaitu bank yang diprediksi bangkrut ternyata tidak bangkrut. Pada penelitian Haryati (2001) menunjukkan bahwa dari ketiga rasio ROA, efisiensi, dan LDR hanya rasio ROA yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap kemungkinan

9 kebangkrutan bank. Pada penelitian Sumantri dan Teddy Jurnali (2010) menunjukkan bahwa CAR, APB, NPL, PPAP, ROE, dan BOPO tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepailitan bank, sedangkan yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kepailitan bank adalah ATTM dan LDR yang berpengaruh negatif serta PPAPAP, ROA dan NIM yang berpengaruh positif. Penelitian ini menggunakan data keuangan bank umum swasta nasional selama tujuh tahun guna mengetahui kondisi keuangan perbankan dalam periode itu serta mengetahui keakuratan rasio keuangan yang digunakan dalam memengaruhi kebangkrutan bank. Berdasarkan latar belakang di atas dan hasil penelitian terdahulu yang belum konsisten, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh Rasio Camel Terhadap Probabilitas Kebangkrutan Bank ( Studi Pada Bank Umum Swasta Nasional Periode 2003-2009) B. Identifikasi Masalah 1. Banyaknya bank yang diakuisisi atau merger dengan bank lain, dilikuidasi, dibekukan, atau di take over oleh pemerintah. 2. Menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. 3. Bangkrutnya ratusan bank, perusahaan sekuritas, reksadana, dana pensiun dan asuransi di Amerika, Eropa, dan Asia.

10 4. Adanya kekhawatiran publik terhadap kapabilitas dan likuiditas bank-bank nasional. 5. Tidak konsistennya hasil penelitian terdahulu mengenai rasio keuangan CAMEL yang berpengaruh signifikan terhadap probabilitas kebangkrutan bank. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diungkapkan, maka permasalahan pada penelitian ini dibatasi pada peranan rasio CAMEL dalam memprediksi probabilitas kebangkrutan bank umum swasta nasional yang ada di Indonesia periode 2003-2009. D. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh CAR (Capital Adequancy Ratio) terhadap probabilitas kebangkrutan bank? 2. Bagaimana pengaruh Pemenuhan PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif terhadap Aktiva Produktif) terhadap probabilitas kebangkrutan bank? 3. Bagaimana pengaruh NPM (Net Profit Margin) terhadap probabilitas kebangkrutan bank?

11 4. Bagaimana pengaruh ROA (Return on Assets) terhadap probabilitas kebangkrutan bank? 5. Bagaimana pengaruh BOPO (Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) terhadap probabilitas kebangkrutan bank? 6. Bagaimana pengaruh LDR (Loan to Deposit Ratio) terhadap probabilitas kebangkrutan bank? E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris pengaruh CAR, Pemenuhan PPAP, NPM, ROA, BOPO, dan LDR terhadap probabilitas kebangkrutan pada bank umum swasta nasional yang ada di Indonesia periode 2003-2009. F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Nasabah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan kepada para nasabah dalam menentukan pemakaian jasa bank dengan memerhatikan variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kondisi kelangsungan bank. 2. Bagi Bank Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan dijadikan pertimbangan oleh manajemen bank dalam pengambilan keputusan dalam rangka menjaga kondisi keuangan

12 perusahaan dari kebangkrutan setelah melihat beberapa rasio keuangan yang mempengaruhinya. 3. Bagi Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai pengaruh rasio keuangan CAMEL terhadap prediksi kebangkrutan perusahaan perbankan dan dapat digunakan sebagai acuan pada penelitian berikutnya dengan tema yang relevan. 4. Bagi Peneliti Bermanfaat dalam menambah pengetahuan tentang kebangkrutan bank, khususnya mengenai pengaruh CAR, Pemenuhan PPAP, NPM, ROA, BOPO, dan LDR terhadap probabilitas kebangkrutan bank, serta sebagai sarana pengaplikasian ilmu manajemen khususnya manajemen keuangan yang telah dipelajari selama kuliah.