BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. yang ditemukannya yaitu pecking order theory (POT). Pecking order

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Teori struktur modal menjelaskan ada atau tidaknya pengaruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Dalam kenyataannya ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar struktur modal berkaitan dengan sumber dana, baik itu sumber internal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beberapa kajian teori. Teori teori struktur modal bertujuan sebagai landasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan masalah penelitian serta perumusan hipotesis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengaruh struktur aktiva, profitabilitas, ukuran, dan pertumbuhan perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nilai perusahaan didefinisikan sebagai persepsi investor terhadap tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengertian, Tujuan dan Komponen Laporan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. bisnis khususnya dalam bidang perekonomian. Tujuan perusahaan yakni mencapai

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kebijakan struktur modal melibatkan pertimbangan trade-off antara risiko

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Myes dan Majluf Disebut sebagai pecking order theory karena teori ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perbandingan antara modal asing (jangka panjang) dengan modal sendiri.

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perusahaan dimana pemiliknya disebut juga sebagai pemegang saham (shareholder

BAB I PENDAHULUAN. maupun biaya operasional dalam perusahaan yang didirikan. Maka agar tujuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam mendanai kegiatan operasionalnya, perusahaan memiliki dua alternatif

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

LANDASAN TEORI. dalam perusahaan yaitu keseimbangan antara aktiva dengan pasiva yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini pada dasarnya mengacu pada penelitian yang dilakukan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. pembaca dalam memahami maksud dari variabel-variabel yang akan diteliti.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Laporan keuangan. keuangan tersebut untuk menentukan atau menilai posisi

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan dalam dunia bisnis dan ekonomi yang semakin keras telah

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan, apalagi pada perusahaan yang sedang tumbuh senantiasa. berhadapan dengan persoalan penambahan modal yang tujuannya

BAB II URAIAN TEORITIS. panjang yang digunakan oleh perusahaan, sedangkan struktur keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan sektor perekonomian yang mendukung kelancaran aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Modal (Munawir, 2001) adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Yuliati (2010) tentang Pengujian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berjudul Factors Determining the Capital Structure of Pharmaceutical

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan perusahaan tersebut dimasa depan. Tujuan utama perusahaan

BAB 2. Tinjauan Teoritis dan Perumusan Hipotesis

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Hasa, 2008) (Lusiana, 2006) (Meyulinda dan Yusfarita, 2010) Weston and Copeland (2010:19)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Profitabilitas (profitability) adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sehingga pemegang saham memiliki hak klaim atas dividen atau distribusi lain yang

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian Modal dan Strukur Modal

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. oleh Wibowo dan Rossieta, (2009:31), yang mengacu pada pemenuhan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan perluasan industri pada umumnya membutuhkan sumbersumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham (Weston dan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dan berkembang ditengah-tengah persaingan yang semakin ketat di era

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2. TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan bisnis terutama yang telah go public pada umumnya mempunyai

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Brigham dan Houston (2007) isyarat atau signal adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama investor dalam menanamkan modalnya di sebuah perusahaan yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. persaingan dunia usaha dan industri menjadi semakin ketat. Perusahaan dituntut

Penelitian tentang Pengaruh Aliran Kas Bebas Dan Keputusan. Pendanaan Terhadap Nilai Pemegang Saham Dengan Set Kesempatan

TEORI STRUKTUR MODAL. A. Pengertian Modal dan Struktur Modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pecking Order Theory menurut Myers (1984), menyatakan bahwa perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi setiap perusahaan, karena baik buruknya struktur modal akan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kebutuhan belanja perusahaan dimana dana yang diperoleh menggunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Struktur modal merupakan perimbangan jumlah hutang jangka pendek yang

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Sharpe et al (dalam, Setiyono 2016) pengumuman informasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, umumnya suatu perusahaan memerlukan dana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. investor untuk menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya. Tanpa

PENGARUH PROFITABILITAS, SET KESEMPATAN INVESTASI, PERTUMBUHAN PENJUALAN DAN RISIKO BISNIS PADA STRUKTUR MODAL

BAB I PENDAHULUAN. cara meningkatkan nilai perusahaan. Harga pasar saham menunjukkan nilai perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan-perusahaan baru yang terjadi pada era globalisasi saat ini

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Teori ini dikemukakan oleh Myers dan Majluf (1984) dalam Sugiarto (2009). Secara singkat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. didalam menghasilkan laba. Profitabilitas mencerminkan keuntungan dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam mendanai kegiatan operasionalnya, perusahaan memiliki dua alternatif

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Struktur modal adalah perimbangan jumlah hutang jangka pendek yang

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. aktiva, baik langsung maupun tidak langsung dengan harapan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Tentunya hal ini tanpa mengurangi perhatian terhadap masalah-masalah lain yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Myers (1977) memandang nilai perusahaan sebagai sebuah kombinasi assets in

BAB I PENDUHULUAN. mengembangkan usahanya perusahaan harus mengembangkan perusahaannya

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan dalam jangka panjang. Melalui penjualan barang dan jasa kepada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasar modal adalah pasar dengan berbagai instrumen keuangan jangka panjang

KAPITA SELEKTA AKUNTANSI. zmmmm. Disusun oleh: IRMA YANDA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi dunia yang semakin mengarah pada daerah Asia

BAB II URAIAN TEORITIS. Studi empiris yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Riyanto (2002:209), sumber modal (pendanaan) dapat berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. berinvestasi di pasar modal, struktur modal telah menjadi salah satu faktor

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Brigham dan Houston (2001) struktur modal adalah bauran dari hutang,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sehingga pemegang saham memiliki hak klaim atas dividen atau distribusi lain

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga meningkatkan harga saham (Untung dan Hartini, 2006) dalam Sarpi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pecking Order Theory Pada tahun 1984, Myers dan Maljuf mengemukakan model teori yang ditemukannya yaitu pecking order theory (POT). Pecking order theory menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan sumber pendanaan yang paling disukai. Perusahaan akan lebih cenderung untuk menggunakan sumber pendanaan internal yaitu dari laba ditahan dan depresiasi terlebih dahulu, dari pada dana eksternal dalam aktivitas pendanaan kecuali saat perusahaan tidak memiliki dana internal yang memadai maka dana eksternal akan dipilih sebagai alternatifnya dan saat dana eksternal dipilih maka akan lebih cenderung menggunakan hutang dari pada ekuitas (Siregar dalam Joni dan Lina, 2010). Secara ringkas teori tersebut menyatakan (Brealey and Myers, 1984 dalam Husnan, 2000:324): 1) Perusahaan menyukai internal financing pendanaan dari hasil operasi perusahaan. 2) Perusahaan mencoba menyesuaikan rasio pembagian deviden yang ditargetkan dengan berusaha menghindari perubahan pembayaran deviden secara drastis. 10

3) Kebijakan deviden yang relatif segan untuk diubah, disertai dengan fluktuasi profitabilitas dan kesempatan investasi yang tidak bisa diduga, mengakibatkan dana hasil operasi kadang-kadang melebihi kebutuhan dana untuk investasi, meskipun pada kesempatan yang lain, mungkin kurang. Apabila dana hasil operasi kurang dari kebutuhan investasi, maka perusahaan akan mengurangi saldo kas atau menjual sekuritas yang dimiliki. 4) Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan. Implikasi pecking order theory adalah perusahaan tidak menetapkan struktur modal optimal tertentu, tetapi perusahaan menetapkan kebijakan prioritas sumber dana (Hidayati et al, 2001). Teori pecking order bisa menjelaskan kenapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang lebih kecil. Tingkat hutang yang kecil tersebut tidak dikarenakan perusahaan mempunyai target tingkat hutang yang kecil, tetapi karena mereka tidak membutuhkan dana eksternal. Tingkat keuntungan yang tinggi menjadikan dana internal mereka cukup untuk memenuhi kebutuhan investasi (Hanafi, 2011:313). Sedangkan perusahaan yang kurang 11

profitable (menguntungkan) cenderung mempunyai hutang yang lebih besar karena dana internal tidak cukup dan hutang merupakan sumber eksternal yang lebih disukai (Udayani, 2012). Menurut Husnan (2000:325-326) penggunaan dana eksternal dalam bentuk hutang lebih disukai dari pada modal sendiri karena dua alasan yaitu: 1) Pertimbangan biaya emisi dimana biaya emisi obligasi akan lebih murah daripada biaya emisi saham baru. Hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama. 2) Manajer khawatir penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh para pemodal, dan membuat harga saham akan turun, hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan adanya ketidaksamaan informasi antara pihak manajemen dengan pihak pemodal. 2.1.2 Struktur Modal Teori struktur modal menjelaskan ada atau tidaknya pengaruh struktur modal pada nilai perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan dividen dipegang konstan (Husnan, 2000:299). Jika perubahan struktur modal tidak merubah nilai perusahaan, berarti tidak ada struktur modal yang terbaik. Dengan merubah struktur modal ternyata nilai perusahaan berubah, maka akan diperoleh struktur modal yang terbaik. Struktur modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan, atau harga saham, adalah struktur modal yang terbaik. 12

Menurut Riyanto (2011:22) Struktur modal adalah pembelanjaan permanen di mana mencerminkan perimbangan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Apabila struktur finansiil tercermin pada keseluruhan pasiva dalam neraca, maka sruktur modal hanya tercermin pada utang jangka panjang dan unsur-unsur modal sendiri, dimana kedua golongan tersebut merupakan dana permanen atau dan jangka panjang. Dengan demikian struktur modal hanya merupakan sebagian saja dari struktur finansiil. Sedangkan Anwar (2008) menyatakan struktur modal adalah pencerminan dari perimbangan antara hutang jangka panjang dan modal sendiri dari suatu perusahaan. Perbaikan struktur modal dalam dunia usaha atau bisnis merupakan keharusan untuk meningkatkan efisiensi dan memperkokoh daya saing perusahaan dalam menghadapi persaingan yang semakin tajam terutama dalam era globalisasi. Oleh karena itu, sumber pembiayaan jangka panjang seperti yang disediakan oleh pasar modal merupakan suatu keharusan bagi pembangunan nasional. Struktur modal yang optimal adalah struktur modal yang dapat meminimumkan biaya dan mengoptimalkan keseimbangan antara risiko dan pengembalian, sehingga memaksimumkan harga saham. Struktur modal erat kaitannya dengan harga saham, hal ini dikarenakan salah satu unsur yang membentuk harga saham adalah persepsi investor atas kinerja perusahaan. Struktur modal adalah salah satu unsur yang menentukan baik buruknya kinerja perusahaan, karena struktur modal akan menentukan 13

sumber pembiayaan dan pembelanjaan yang dilakukan oleh perusahaan atas kegiatan operasionalnya. Untuk dapat melakukan kegiatan usaha, perusahaan memerlukan dana yang sesuai dengan kebutuhannya. Sumber-sumber dana tersebut dapat dikelompokan menjadi beberapa jenis. Menurut Riyanto (2001:227) membagi jenis-jenis modal sebagai berikut: 1) Modal Asing Modal asing adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya sementara bekerja di dalam perusahaan dan bagi perusahaan yang bersangkutan, modal tersebut merupakan utang yang pada saatnya harus dibayar kembali. Modal asing terdiri dari utang jangka pendek, utang jangka menengah, utang jangka panjang. 2) Modal Sendiri Modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan yang tertanam di dalam perusahaan untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya. Modal sediri juga bisa didapat dari sumber intern dan sumber ekstern perusahaan. Dimana sumber intern didapat dari keuntungan perusahaan sedangkan sumber ekstern didapat dari modal pemilik perusahaan yang bisa berupa modal saham, dan laba ditahan. Pendanaan yang efisien akan terjadi apabila perusahaan memiliki struktur modal yang optimal, dimana struktur modal yang optimal merupakan struktur modal yang dapat meminimalkan biaya modal 14

perusahaan sehingga memaksimalkan nilai perusahaan (Udayani, 2012). Menurut Riyanto (2011:333) rasio yang dapat digunakan dalam mengukur proporsi utang dalam suatu perusahaan adalah Debt to Equity Ratio (DER) yang menunjukan bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan utang. DER mencerminkan komposisi sumber pendanaan yang dimiliki perusahaan. Semakin besar penggunaan utang, maka semakin besar pula risiko yang ditanggung perusahaan. Perusahaan yang memiliki nilai DER lebih dari 100 persen, artinya pendanaan perusahaan tersebut menggunakan utang yang lebih besar dari modalnya sendiri. Begitu sebaliknya perusahaan dengan DER yang kurang dari 100 persen artinya pendanaan perusahaan tersebut menggunakan utang yang lebih kecil dari modalnya sendiri. Perbedaan DER pada masing-masing perusahaan menunjukan setiap perusahaan mempunyai perimbangan yang berbeda-beda dalam pengambilan suatu keputusan pendanaan yang tepat. 2.1.3 Profitabilitas (Profitabilty) Profitabilitas menurut Sartono (2001 : 122) merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Rasio profitabilitas mengukur efektifitas manajemen secara keseluruhan yang ditunjukan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan maupun investasi (Sartono, 2000:64). Profitabilitas menurut Saidi (2004) adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Para investor menanamkan saham pada 15

perusahaan adalah untuk mendapatkan return, yang terdiri dari yield dan capital gain. Semakin tinggi kemampuan memperoleh laba, maka semakin besar return yang diharapkan investor. Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi, akan lebih menggunakan hutang yang relatif kecil. Tingkat pengembaliannya yang sangat tinggi memungkinkan perusahaan tersebut untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan mereka dengan dana yang dihasilkan secara internal (Brigham dan Houston, 2001). Menurut Kasmir (2012:196), rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Pada dasarnya penggunaan rasio ini yakni menunjukkan tingkat efisiensi suatu perusahaan. Menurut Wiagustini (2010:81) terdapat tiga jenis rasio profitabilitas, yaitu: 1) Profit Margin Profit Margin merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur laba yang dicapai dibandingkan dengan penjualan. 2) Return on Asset (ROA) ROA digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari total aktiva yang digunakan. 3) Return on Equity (ROE) 16

ROE digunakan untuk mengukur return atas modal sendiri yang dimiliki perusahaan merupakan tingkat pengembalian atau ekuitas pemilik perusahaan. Dalam penelitian ini profitabilitas diproksikan dengan ROA. Rasio ini digunakan karena menunjukkan ukuran yang komprehensif dari profitabilitas perusahaan (Joo et al., 2011). Semakin tinggi ROA menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik, karena tingkat pengembalian investasi semakin besar. Menurut Hampton (1990) fungsi manajemen keuangan dalam kaitannya dengan profitabilitas akan membuat seorang manajer keuangan perlu membuat keputusan. Ada 4 fungsi spesifik yang berkaitan dengan profitabilitas yaitu: 1) Pengaturan Biaya. Posisi manajer keuangan adalah memonitor dan mengukur jumlah uang yang dikeluarkan dan dianggarkan oleh perusahaan. Ketika terjadi kenaikan biaya, manajer dapat membuat rekomendasi yang diperlukan agar dapat dikendalikan. 2) Penentuan Harga. Manajer keuangan dapat mensuplai informasi mengenai harga, perubahan biaya serta profit margin yang diperlukan agar bisnis dapat berjalan lancar dan sukses. 3) Memproyeksi keuntungan. Manajer keuangan bertanggung jawab untuk mendapatkan dan menganalisis data relevan dan membuat proyeksi keuntungan perusahaan. Untuk memperkirakan keuntungan dari penjualan di masa yang akan datang, perusahaan perlu 17

mempertimbangkan biaya saat ini serta kemungkinan kenaikan biaya dan perubahan kemampuan perusahaan untuk menjual barang pada harga yang telah ditetapkan. 4) Mengukur keuntungan yang disyaratkan. Keuntungan yang disyaratkan harus diperkirakan dari proposal sebelum diterima. Kadang dikenal sebagai biaya modal. 2.1.4 Set Kesempatan Investasi (Invesment Opportunity Set) Istilah Set Kesempatan Investasi (investment opportunity set) dikemukakan oleh Myers dalam Iman (2006) yang merupakan kesempatan bagi perusahaan untuk melakukan investasi pada proyek yang menguntungkan. Hasnawati (2005) menyatakan secara umum set kesempatan investasi merupakan hubungan antara pengeluaran saat ini maupun di masa yang akan datang dengan nilai atau return serta prospek sebagai hasil dari keputusan investasi untuk menciptakan nilai perusahaan. Secara umum set kesempatan investasi menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi perusahaan, namun sangat tergantung pada pilihan pengeluaran perusahaan untuk kepentingan di masa depan (Norpratiwi, 2007). Adanya rencana investasi pada masa yang akan datang menyebabkan nilai perusahaan akan meningkat. Perusahaan dengan peluang investasi yang tinggi harus diimbangi dengan bertambahan modal. Gaver and Keneth (1993) menyatakan opsi investasi masa depan tidak semata-mata hanya ditujukan dengan adanya proyekproyek yang didukung oleh kegiatan riset dan pengembangan saja, tapi 18

juga dengan kemampuan perusahaan yang lebih dalam mengeksploitasi kesempatan mengambil keuntungan dibandingkan dengan perusahaan lain yang setara dalam suatu kelompok industrinya. Kemampuan perusahaan yang lebih tinggi ini bersifat tidak dapat diobservasi karena itu, diperlukan proksi agar dapat menjelaskan keterkaitan dengan struktur modal. Menurut Anugrah (2009) terdapat lima proksi set kesempatan investasi yaitu : 1) Market Value to Book of Asset (MV/BA), menunjukan prospek pertumbuhan perusahaan yang dinyatakan dalam harga pasar. 2) Market Value to Book of Equity (MV/BE), menunjukan peluang investasi perusahaan apabila perusahaan dapat memanfaatkan modalnya dengan baik. 3) Earning per Share / Price Ratio (E/P), mengambarkan seberapa besar earning power yang dimiliki perusahaan. 4) Ratio of Capital Expenditure to Asset Book Value (CA/BVA), menunjukan produktivitas investasi yang tercermin dari total asset perusahaan. 5) Ratio of Capital Expenditure to Market Value of Asset (CA/MVA), menunjukan perbandingan antara perubahan modal dengan harga pasar perusahaan. Dalam penelitian ini proksi yang digunakan untuk mengukur peluang investasi yaitu Earning Per Share (E/P) merupakan proksi yang menggambarkan perusahaan yang stabil akan memperlihatkan stabilitas 19

pertumbuhan earning per share, namun perusahaan yang tidak stabil akan memperlihatkan pertumbuhan earning per share yang fluktuatif. Rasio ini diperoleh dengan mengalikan jumlah laba per lebar saham dengan harga saham. Pemilihan proksi ini karena rasio ini menyatakan prospek pertumbuhan perusahaan dinyatakan dalam harga pasar. Perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif untuk aktiva yang dimiliki, dibanding perusahaan yang tidak tumbuh. Set kesempatan investasi didasari pada harga akan berbentuk suatu rasio sebagai suatu ukuran aktiva yang dimiliki dan nilai pasar perusahaan. Rasio ini memiliki korelasi sangat tinggi dengan pertumbuhan di masa mendatang (Anugrah, 2009). 2.1.5 Pertumbuhan Penjualan (Growth Sales) Pertumbuhan penjualan diartikan sebagai kenaikan jumlah penjualan dari tahun ke tahun atau dari waktu ke waktu. Pertumbuhan penjualan mencerminkan keberhasilan investasi periode masa lalu dan dapat dijadikan sebagai prediksi pertumbuhan masa yang akan datang (Kennedy dkk., 2013). Menurut Brealey and Myers dalam Husnan (2000) Pecking Order Theory menjelaskan perusahaan yang pertumbuhan penjualannya menghasilkan laba yang tinggi, akan lebih cenderung untuk membiayai kegiatan operasi perusahaannya dengan dana internal yang dimiliki dari hasil dana operasinya. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat pertumbuhan penjualan perusahan, maka penggunaan modal pinjaman dapat ditekan. 20

Sartono (2010:248), menyatakan bahwa perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil berarti memiliki aliran kas yang relatif stabil pula, maka dapat menggunakan hutang lebih besar daripada perusahaanperusahaan dengan penjualan yang tidak stabil. Pertumbuhan suatu perusahaan dapat dilihat dari bertambahnya volume penjualan. Dengan peningkatan penjualan, maka perusahaan dapat meningkatkan kemampuan untuk pendapatan dan laba perusahaan, dengan peningkatan pendapatan tersebut maka perusahaan dapat menutup biaya-biaya yang dikeluarkan untuk operasional perusahaan, dan memperbaiki struktur modal perusahaan, karena dapat membayar hutang perusahaan dan meningkatkan modal sendiri. 2.1.6 Risiko Bisnis (Business Risk) Weston dan Brigham (1990:151) menyatakan risiko bisnis adalah risiko yang berkaitan dengan proyeksi tingkat pengembalian atas ekuitas dari suatu perusahaan di masa mendatang, dengan mengasumsikan perusahaan tersebut tidak menggunakan utang. Saidi (2004) menyatakan risiko bisnis adalah ketidakpastian yang dihadapi perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Perusahaan dengan risiko bisnis besar harus menggunakan hutang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai risiko bisnis rendah. Hal ini disebabkan karena semakin besar risiko bisnis, penggunaan hutang besar akan mempersulit perusahaan dalam mengembalikan hutang mereka. 21

Brigham dan Houston (2007) menyatakan seberapa berisiko saham perusahaan jika perusahaan tidak mempergunakan hutang. Secara konsep, perusahaan memiliki sejumlah risiko yang inheren di dalam operasinya, risiko ini merupakan risiko bisnis. Jika perusahaan menggunakan hutang, maka secara tidak langsung, perusahaan akan membagi para investornya menjadi dua kelompok dan mengonsentrasikan sebagian besar risiko bisnisnya pada satu kelompok investor saja. Akan tetapi, para pemegang saham biasa akan menuntut adanya kompensasi karena mereka menanggung risiko yang lebih besar sehingga akan membutuhkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi pula. Perbedaan risiko bisnis tidak hanya berasal dari satu industri ke industri yang lain saja, melainkan juga diantara perusahaan-perusahaan di dalam suatu industri tertentu. Risiko bisnis dalam penelitian ini diberi lambang BRISK. Proksi risiko bisnis diukur dengan standar deviasi EBIT dibagi total asset (Titman & Wessels, 1988). Perusahaan yang mempunyai pendapatan yang stabil akan mampu memenuhi kewajibannya tanpa perlu menanggung suatu risiko kegagalan (Chang & Rhee 1990 dalam Hapsari, 2010). Risiko bisnis tergantung sejumlah faktor, dimana faktor yang lebih penting akan dicantumkan di bawah ini (Weston and Brigham, 1990:153) : 1) Variabilitas permintaan. Semakin stabil permintaan akan produk sebuah perusahaan, jika hal-hal lain dianggap konstan, maka semakin rendah risiko bisnisnya. 22

2) Variabilitas harga jual. Perusahaan yang produk-produknya dijual di pasar yang sangat tidak stabil terkena risiko bisnis yang lebih tinggi dari pada perusahaan yang sama yang harga produknya lebih stabil. 3) Kemampuan untuk menyesuaikan harga output untuk perubahanperubahan pada biaya input. Beberapa perusahaan memiliki kemampuan yang lebih baik, dari pada yang lain untuk menaikkan harga output mereka ketika biaya input naik. Semakin besar kemampuan melakukan penyesuaian harga output untuk mencerminkan kondisi biaya, semakin rendah tingkat risikonya. 4) Kemampuan untuk mengembangkan produk-produk baru pada waktu yang tepat dan efektif dalam hal biaya. Perusahaan-perusahaan di bidang industri yang menggunakan teknologi tinggi seperti obatobatan dan komputer tergantung pada arus konstan produk-produk baru. Semakin cepat produknya menjadi usang, semakin tinggi risiko bisnis perusahaan. 5) Komposisi biaya tetap. Jika sebagian besar biaya adalah biaya tetap, sehingga akibatnya tidak mengalami penurunan ketika permintaan turun, maka perusahaan terkena tingkat risiko bisnis yang relatif tinggi. 2.2 Rumusan Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian biasanya disusun 23

dengan menggunakan kalimat tanya (Sugiyono, 2013:93). Berdasarkan rumusan masalah, maka didapat hipotesis sebagai berikut: 2.2.1 Pengaruh Profitabilitas Pada Struktur Modal Tingkat profitabilitas menunjukan kemampuan perusahaan untuk mendanai kegiatan operasionalnya sendiri. Selain itu, profitabilitas juga menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka panjang dan bunganya. Sesuai dengan pecking order theory perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi akan lebih banyak menggunakan pendanaan internal perusahaan, karena semakin tinggi laba maka perusahaan akan lebih banyak menyediakan laba ditahan sehingga penggunaan dana external atau pengunaan utang dapat ditekan. Profitabilitas yang tinggi juga merupakan daya tarik bagi penanaman modal di perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Rista dan Bambang (2011) menyimpulkan profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan pada struktur modal. Udayani (2012), Rachamawardani (2007) juga menyatakan profitabilitas berpengaruh negatif pada struktur modal dimana semakin tinggi tingkat profitabilitas maka semakin rendah tingkat utang yang digunakan. Berdasarkan pecking order theory dan penelitian sebelumya, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan yaitu: H1 : Profitabilitas berpengaruh negatif pada struktur modal 24

2.2.2 Pengaruh Set Kesempatan Investasi Pada Struktur Modal Pecking order theory menyebutkan kesempatan bertumbuh perusahaan berpengaruh pada struktur modal (Seftianne dan Handayani, 2011) dan perusahaan yang bertumbuh dengan cepat membutuhkan modal yang besar dan memiliki kesempatan untuk meminjam lebih besar (Nanok, 2008), sehingga perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi harus diimbangi dengan bertambahnya modal. Menurut penelitian Dananti (2012), Terestiani (2011), Udayani (2012), menunjukkan set kesempatan investasi berpengaruh positif pada struktur modal. Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan yaitu : H2 : Set kesempatan investasi berpengaruh positif pada struktur modal. 2.2.3 Pengaruh Pertumbuhan Penjualan Pada Struktur Modal Rachmadwardani (2007) menyatakan semakin pesat tingkat pertumbuhan penjualan perusahaan maka akan semakin meningkatkan pembiayaan dengan hutang. Semakin pesat pertumbuhan penjualannya akan semakin mudah untuk memperoleh hutang dibanding perusahaan kecil. Perusahaan yang mempunyai tingkat penjualan tinggi akan lebih menguntungkan jika menggunakan hutang, karena dengan penjualan yang cukup tinggi Earning Per Share dapat dimaksimumkan. Dengan adanya penjualan yang stabil maupun meningkat, maka proyeksi laba yang diperoleh pun ikut stabil atau meningkat, hal ini akan berpengaruh langsung pada besar kecilnya modal sendiri. Beberapa peneliti seperti, 25

Badhuri (2002), Rachmawardani (2007), Rista dan Bambang (2011) menyatakan pertumbuhan penjualan berpengaruh positif pada struktur modal. Berdasarkan pecking order theory dan penelitian sebelumya, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan yaitu : H3 : Pertumbuhan penjualan berpengaruh positif pada struktur modal 2.2.4 Pengaruh Risiko Bisnis Pada Struktur Modal Risiko bisnis merupakan salah satu risiko yang dihadapi perusahaan ketika menjalani kegiatan operasi (Tandelilin, 2010:104). Tingkat risiko bisnis suatu perusahaan dipengaruhi oleh stabilitas pendapatan dan struktur biaya operasional, selain itu, risiko bisnis dapat terjadi apabila perusahaan memiliki utang yang terlalu tinggi porsinya. Brigham dan Houston (2006) menyatakan perusahaan yang memiliki risiko bisnis yang tinggi, akan meningkatkan penggunaan hutang sebagai sumber pendanaan perusahaan. Penelitian Ervina (2011), Rachmawardani (2007) menyatakan risiko bisnis berpengaruh positif pada struktur modal. Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: H4 : Risiko bisnis berpengaruh positif pada struktur modal. 26