TERAPI DAN REHABILITASI NARAPIDANA NARKOTIKA MELALUI METODE CRIMINON DAN KESENIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia

Lampiran 1 KUESIONER PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. disediakan oleh pemerintah untuk menampung orang-orang yang melanggar

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akronim dari NARkotika, psikotropika, dan Bahan Adiktif lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan narkotika di Indonesia menunjukkan gejala yang

BAB II TINJUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

ANALISIS HUKUM TERHADAP FUNGSI REHABILITASI BAGI TERPIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM KABUPATEN MUARO JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainya. Banyak jenis NAPZA yang besar manfaatnya untuk kesembuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,

BAB I PENDAHULUAN. Adiktif lainnya. Kata lain yang sering dipakai adalah Narkoba (Narkotika,

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. Narkotika Nasional, Jakarta, 2003, h Metode Therapeutic Community Dalam Rehabilitasi Sosial Penyalahguna Narkoba, Badan

BAB 1 : PENDAHULUAN. sekedar untuk, misalnya bersenang-senang, rileks atau relaksasi dan hidup mereka tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di

PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN. (Afrika Selatan), D joma (Afrika Tengah), Kif (Aljazair), Liamba (Brazil) dan Napza

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih mudah dengan berbagai macam kepentingan. Kecepatan

BAB I PENDAHULUAN. pada program pengalihan narkoba, yaitu program yang mengganti heroin yang. dipakai oleh pecandu dengan obat lain yang lebih aman.

BAB I PENDAHULUAN. nasional, tetapi sekarang sudah menjadi masalah global (dunia). Pada era

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan suatu proses perkembangan antara masa anakanak

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengguna Narkoba. Pengguna napza atau penyalahguna napza adalah individu yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat dunia khususnya bangsa Indonesia, saat ini sedang dihadapkan

PTRM PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON PUSKESMAS BANGUNTAPAN II

BAB I PENDAHULUAN. saja fenomena - fenomena yang kita hadapi dalam kehidupan sehari - hari dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam

BAB IV GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA NARKOTIKA JAKARTA DAN IMPLEMENTASI CRIMINON DAN THERAPEUTIC COMMUNITY (TC)

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. medis merupakan suatu bentuk penyalahgunaan yang dapat berakibat fatal di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah penyalahgunaan narkoba, khususnya di Indonesia, saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA Arsitektur Perilaku. Catherine ( ) 1

2.1. Keadaan Umum Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta

2014 PENDAPAT PESERTA ADIKSI PULIH TENTANG PELAYANAN DAN REHABILITASI SOSIAL DI RUMAH CEMARA

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Perancangan Interior Panti Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang

REHABILTASI PADA NAPZA

BAB I PENDAHULUAN. laporan kinerja BNN pada tahun 2015 dimana terjadi peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan zat psiko aktif merupakan masalah yang sering terjadi di

kesepakatan dalam masyarakat terhadap penyalahgunaan NAPZA perbuatan jahat yang harus diberantas dengan pendekatan hukum (saja) ;

BAB I PENDAHULUAN. Aqciured Immunodeficiency Symndrome (AIDS). HIV positif adalah orang yang telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Fenomena Narkoba di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan narkoba di Indonesia akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA

SARWIRINI. Seminar Kerjasama Badan Penanggulangan Narkotika Nasional dan Fakultas hukum Universitas Airlangga Surabaya, 24 September 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 80 an telah menjadi jalan bagi Harm Reduction untuk diadopsi oleh

BAB 1 : PENDAHULUAN. United Nation, New York, telah menerbitkan World Drugs Report 2015 yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial, dan politik dalam dunia internasional, Indonesia telah ikut berpatisipasi

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan fungsi mental berupa frustasi, defisit perawatan diri, menarik diri

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI

2011, No sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2

BAB 1 PENDAHULUAN. hancurnya kehidupan rumah tangga serta penderitaan dan kesengsaraan yang

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. generasi baik secara kualitas maupun kuantitas. sesuatu yang mengarah pada aktivitas positif dalam pencapaian suatu prestasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini baik narkoba atau napza

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN TA- 100

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, ketiga hal tersebut dapat mempengaruhi kehidupan manusia baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

2015 PUSAT REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PRIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterbatasan pengetahuan tentang narkoba masih sangat

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman

Ratna Indah Sari Dewi 1. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Syedza Saintika Padang 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun elektronik sering menunjukkan adanya kasus penyalahgunaan NAPZA.

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

PROGRAM HARM REDUCTION DI INDONESIA "DARI PERUBAHAN PERILAKU KE PERUBAHAN SOSIAL"

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 56 / HUK / 2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan narkoba menjadi salah satu faktor banyaknya terjadi kasus

BAB I PENDAHULUAN. anastesi yang dapat mengakibatkan tidak sadar karena pengaruh system saraf

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak

PENELITIAN TENTANG PENGETAHUAN HIV&AIDS DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN BERISIKO HIV&AIDS

BAB VI PENUTUP. penulis membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah.

PROGRAM SEKOLAH DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI SMAN 13 DAN SMAN 7 BANDA ACEH

Transkripsi:

2008 TERAPI DAN REHABILITASI NARAPIDANA NARKOTIKA MELALUI METODE CRIMINON DAN KESENIAN H. WIBOWO JOKO HARJONO, Bc.IP,SH,MM LAPAS NARKOTIKA JAKARTA [10 Juli 2008]

Oleh: H. WIBOWO JOKO HARJONO, Bc.IP,SH,MM I. PENDAHULUAN Penyalahgunaan Napza di Indonesia smakin hari semakin memprihatinkan. Dari data-data yang diperoleh dari Kepolisian menunjukkan peningkatan baik kualitas dan kuantitasnya yang cukup signifikan tiap tahunnya. Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) angka resmi penyalahguna Napza adalah 3,2 juta orang dari 220 juta penduduk Indonesia. Menghadapi fenomena ini pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai tindakan pencegahan agar dapat menyelamatkan generasi bangsa dari cengkeraman napza. Napza telah menimbulkan banyak korban, terutama kalangan muda yang termasuk usia produktif. Masalah ini bukan hanya berdampak negatif terhadap diri pengguna, tetapi lebih luas lagi berdampak negatif terhadap kehidupan keluarga dan masyarakat, bahkan mengancam dan membahayakan keamanan, ketertiban. Besarnya masalah akibat penyalahgunaan napza ini, tentu saja perlu mendapat penanganan yang serius dari semua pihak. Masalah pemulihan penyalahgunaan napza bukanlah hal yang mudah, melainkan merupakan suatu proses perjuangan panjang yang memerlukan strategi dan pelaksanaan secara tepat dan terarah. Berbagai program rehabilitasi napza menjadi salah satu langkah yang serius dalam penanganan penyalahgunaan napza. Adanya program rehabilitasi di Indonesia sesuai dengan pasal 37 ayat 1 UU No.5/1997 tentang Psikotropika yang menyebutkan bahwa pengguna psikotropika yang menderita sindrom ketergantungan berkewajiban Lapas NARKOTIKA Jakarta Page 2

ikut serta dalam pengobatan atau perawatan, serta pasal 45 UU No. 22/1997 tentang Narkotika, yang menyebutkan bahwa pecandu narkotika wajib menjalani pengobatan dan/atau perawatan. Lapas yang bertugas membina warga binaan juga berfungsi sebagai lembaga terapi dan rehabilitasi bagi penyalahguna napza, sehingga melalui program ini diharapkan mereka dapat kembali berperan aktif di masyarakat dalam keadaan sudah lepas dari ketergantungan (adiksi). Lapas diharapkan dapat menjadi pusat penanggulangan terpadu bagi penyalahgunaan napza, dimana lapas sebagai One Stop Centre yang menyelenggarakan terapi medis dan rehabilitasi sosial dalam satu atap. Sejak diresmikan tanggal 30 Oktober 2003, Lapas klas IIA Narkotika menerapkan sistem One Stop Centre (OSC) untuk pembinaan penyalahguna Napza khususnya para adiksi. Maksud dari OSC ini adalah menyediakan pelayanan terapi medis dan rehabilitasi sosial dalam satu atap. Sedangkan tujuan dari OSC ini adalah membantu proses pemulihan warga binaan dari ketergantungannya terhadap napza. Dengan kegiatan ini diharapkan warga binaan bisa mendapatkan pembinaan yang sesuai dengan kebutuhannya selama menjalani masa hukumannya. Sehingga ketika mereka kembali ke masyarakat bisa mudah berintergrasi dan berperan aktif. Membina para pecandu di dalam Lapas adalah hal yang tidak mudah. Hal ini dikarenakan tidak ada kata sembuh dalam penyakit adiksi (ketergantungan). Pecandu sering mengalami relapse (kambuh) meskipun pernah berhenti menggunakan napza. Kata yang tepat untuk menunjukkan seseorang telah lepas dari ketergantungan adalah pulih atau recovery. Berdasarkan data penghuni Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta menunjukkan jumlah kasus pemakai (user) tiga tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan (lihat grafik). Dan 30 % dari jumlah tersebut adalah pemakai aktif jarum suntik (IDU) dengan jumlah yang juga semakin meningkat tiap tahunnya. Dampak dari hal ini adalah meningkatnya juga jumlah kasus pecandu yang terinfeksi HIV/AIDS selama 3 tahun terakhir. Lapas NARKOTIKA Jakarta Page 3

Data Jumlah Penghuni Lapas Narkotika Berdasarkan Kategori Pemakai, IDU dan HIV/AIDS 1800 1600 1695 1875 1400 1200 1176 1175 1000 Pemakai 800 600 400 200 436 93 349 118 492 210 562 103 IDU HIV/ADIS 0 2005 2006 2007 Mei-08 Sebagai Lapas percontohan yang memiliki wadah One Stop Centre, Lapas Narkotika Jakarta membuat suatu program pemulihan yang dirancang dengan memadukan berbagai metode terapi rehabilitasi yang telah banyak dipakai di panti-panti rehabilitasi Napza yang ada di Indonesia. Dengan menyesuaikan dengan kondisi dan keterbatasan yang ada, melalui program ini diharapkan dapat membantu pemulihan bagi para pecandu serta mengurangi perilaku beresiko terhadap penyebaran HIV/AIDS di Lapas. Berikut ini adalah program-program yang dapat diikuti oleh seorang pecandu selama menjalani program pemulihan yaitu : 1. Rehabilitasi Medis Dalam prorgram ini warga binaan mendapat pemeriksaan kesehatan fisik dan mental secara menyeluruh oleh tenaga dokter dan perawat. Pada proses ini dapat diketahui sejauh mana pengaruh zat-zat napza memberikan dampak negatif bagi kesehatan dan mental warga binaan. Hal ini membantu dalam memberikan penanganan dini bagi pecandu yang memiliki penyakit menular Lapas NARKOTIKA Jakarta Page 4

seperti HIV, Hepatitis dan lainnya. Dalam tahap ini ada beberapa program yang dilaksanakan yaitu : a. Program Terapi Rumatan Metadone (PTRM) Program Metadone ini merupakan salah satu bentuk partisipasi Lapas Narkotika dalam menjalankan kebijakan pemerintah untuk Harm Reduction di Lapas. Program metadone adalah suatu terapi membantu para pemakai berat napza jenis heroin, melakukan pola kebiasaan baru, memperbaiki kualitas hidup bagi penggunanya tanpa kekuatiran terjadinya gejala putus obat. Manfaat Program Metadone : 1. Dengan dosis yang tepat akan membuat adiksi berhenti menggunakan heroin 2. Membuat stabil mental emosional sehingga dapat menjalani hidup normal. 3. Mendorong adiksi hidup lebih sehat. 4. Menurunkan resiko penularan HIV/AIDS, Hepatitis B dan C karena penggunaan jarum suntik yang tidak steril. 5. Menurunkan tindak kriminal 6. Membuat hubungan dengan keluarga dan social jauh lebih baik. Program Metadone Lapas Narkotika telah berjalan sejak tanggal 1 Desember 2006, bekerja sama dengan RSKO Cibubur. Total keseluruhan jumlah warga binaan yang pernah mengikuti PTRM sebanyak 150 orang. Dari jumlah tersebut diperoleh data sebagai berikut : Masih Aktif = 41 orang Bebas = 64 orang Drop out = 42 orang Meninggal = 3 orang Pelaksanaan pemberian PTRM dilakukan setiap hari pada jam 09.00-12.00 WIB. b. Terapi Complementer Terapi Complementer adalah suatu terapi tambahan, pelengkap atau penunjang yang bertumpu pada potensi diri seseorang dan alam. Dalam Lapas NARKOTIKA Jakarta Page 5

terapi ini seseorang diajarkan beberapa ilmu pengobatan yang berasal dari ilmu kedokteran maupun ilmu tradisional. Terapi Komplementer mulai dilaksanakan di Lapas Narkotika sejak tanggal 8 November 2007 dengan bekerja sama dengan Yayasan Taman Sringanis Jakarta. Pada awalnya terapi ini di peruntukan untuk membantu warga binaan yang sudah terinfeksi HIV/AIDS (ODHA) agar kesehatan mereka bisa terjaga dengan baik. Namun saat ini terpai komplementer dapat dimanfaatkan oleh warga binaan lain yang memiliki minat pada terapi ini. Terapi Complementer meliputi olah nafas, meditasi, akupuntur, prana, serta menjaga kesehatan melalui menu sehat. Manfaat terapi komplementer adalah : 1. Untuk mencegah timbulnya penyakit baru 2. Menjaga stamina dan kekebalan tubuh 3. Mengatasi keluhan fisik yang ringan 4. Mengurangi dan menghindari stress Jadwal kegiatan terapi komplenter adalah seminggu dua kali setiap hari Senin dan Kamis pada pukul 10.00 12.00 WIB. 2. Rehabilitasi Non Medis Pada tahap ini warga binaan menjalankan salah satu program terapi rehabilitasi yang bertujuan untuk merubah perilaku adiksi yang tidak sesuai dengan normanorma masyarakat. Melalui terapi dukungan kelompok para pecandu mendapatkan bimbingan dan pembelajaran tentang bagaimana bersikap tegas untuk meninggalkan dan menolak menggunakan napza kembali. Ada beberapa program terapi non medis yang ditawarkan yaitu : a. Therapeutic Community (TC) TC adalah suatu program pemullihan yang membantu merubah perilaku adiksi seorang penyalah guna Napza menuju Healthy Life Style (Gaya hidup yang sehat tanpa Napza). Bentuk kegiatannya berupa terapi Lapas NARKOTIKA Jakarta Page 6

kelompok yang biasa disebut sebagai family. Adapun jenis kegiatan yang dilakukan sebagai berikut : Morning Meeting Encounter Group Mix Confontation Static Group PAGE Group Seminar Morning Briefing Pelaksanaan TC di Lapas Narkotika dimulai pada bulan April 2004. Sampai saat ini sudah tercatat sebanyak 315 orang (11 angkatan) yang telah mengikuti program TC. Dan yang masih aktif sampai saat ini sebanyak 30 orang. b. Criminon Criminon diartikan sebagai no crime, artinya terapi ini bertujuan untuk membentuk seorang narapidana untuk tidak melakukan kembali kejahatan. Filosofi dasar dari Criminon menyatakan, bahwa pada dasarnya seseorang melakukan kejahatan adalah karena kurangnya rasa percaya diri. Ketiadaan rasa percaya diri ini mengakibatkan seseorang tidak mampu untuk menghadapi tantangan kehidupan serta tidak mampu menyesuaikan diri dengan sistem nilai yang berlaku di masyarakat sehingga yang bersangkutan melakukan pelanggaran hukum. Tujuan pelatihan criminon: Membantu memperbaiki dan meningkatkan kemampuan seseorang dalam menghadapi rasa bersalah, rendah diri, takut, emosi, dan mampu mengendalikan diri Membantu narapidana dalam menghadapi hambatan belajar Memberikan pengetahuan untuk mencapai kebahagiaan lebih baik bagi diri sendiri maupun orang lain Lapas NARKOTIKA Jakarta Page 7

Memberikan dasar-dasar pengetahuan untuk mencapai kestabilan dan kebahagiaan dalam hidup 3. Tahapan Rehabilitasi After Care Pada tahap ini warga binaan diberi kegiatan sesuai dengan minat dan bakatnya untuk mengisi kegiatan sehari-hari. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk membekali para pecandu dengan pengetahuan dan ketrampilan yang bermanfaat dan bisa diaplikasikan di kehidupannya setelah kembali ke masyarakat. Dengan demikian pecandu bisa mengaktualisasikan diri di tengah masyarakat sebagai manusia yang produktif dan tidak lagi bergantung pada Napza. Ada beberapa program yang disediakan di Lapas Narkotika yaitu : a. Pesantren Terpadu Program pesantren terpadu merupakan program pembinaan mental untuk warga binaan guna mengembalikan nilai-nilai moral agama yang telah hilang. Ini berkaitan dengan perilaku mereka selama menjadi pecandu sangat jauh dari nilai-nilai spiritual. Melalui pendekatan agama diharapkan pecandu semakin memiliki dasar yang kuat untuk menata ulang kehidupan mereka ke arah yang lebih baik. Program ini baru di dilaksanakan sejak Maret 2008 dan diikuti 50 peserta. b. Kursus Bahasa Inggris dan Komputer Memberikan bekal ketrampilan yang berguna merupakan bagian penting dari program pembinaan di Lapas. Penyelenggaraan kursus Bahasa Inggris dan Komputer memberikan kesempatan bagi warga binaan untuk mengasah kemampuan mereka di bidang Komputer dan Bahasa Inggris. Hal ini diharapkan mempermudah warga binaan saat mencari pekerjaan setelah bebas nanti. Lapas NARKOTIKA Jakarta Page 8

c. Kegiatan Kerja Untuk memberdayakan potensi dan menyalurkan bakat yang dimiliki warga binaan, Lapas Narkotika menyediakan beberapa kegiatan kerja yang bisa diikuti diantaranya: sablon, kaligrafi, perikanan, Kaligrafi, air isi ulang dan lain sebagainya. Diharapkan dengan adanya program ini, pecandu bisa mengisi waktunya dengan kegiatan yang bermanfaat. d. Kegiatan olahraga dan kesenian Bentuk kegiatan ini adalah: a. Olahraga. Kegiatan olahraga dilaksanakan setiap hari, pagi dan sore sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain lari pagi, senam pagi massal, sepak bola, bola voli, tenis meja, dan catur. b. Kesenian. Kegiatan kesenian dimaksudkan untuk membina dan mengasah bakat-bakat seni narapidana, sehingga mereka dapat menyalurkan bakat seni yang mereka miliki. Kegiatan kesenian yang dilaksanakan antara lain vokal group, group band, serta group rebana. II. CRIMINON SEBAGAI BENTUK TERAPI & REHABILITASI BAGI NARAPIDANA DI LAPAS KLAS IIA NARKOTIKA JAKARTA Program Criminon yang dikembangkan atas dasar teknik yang ditemukan oleh L. Ron Hubbard secara garis besar ditawarkan melalui dua model pengajaran yakni di dalam ruang (kelas) dan melalui kursus korespondensi. Program ini terdiri dari beberapa seri modul yang intinya bertujuan untuk membantu peserta pelatihan dalam memahami dampak dari berbagai pengaruh terhadap lingkungannya, konsekuensi dari pilihan-pilihan mereka di masa lalu serta cara untuk mengambil keputusan atau pilihan yang lebih baik di masa yang akan datang (Criminon International, 2005). Secara filosofis, program Criminon ditujukan sebagai pembekalan bagi para narapidana sebelum kembali kepada lingkungan sosial dimana dia berada pada Lapas NARKOTIKA Jakarta Page 9

awalnya. Seperti diketahui bahwa penjara atau lembaga pemasyarakatan sering dipahami oleh masyarakat umum sebagai tempat regenerasi pelaku tindak kriminalitas yang secara tidak langsung terbentuk sebagai akibat pola kehidupan dalam masyarakat yang penuh dengan kemiskinan, ketidakacuhan terhadap sesama dan lingkungan sosial sekitar, diskriminasi, rendahnya kesempatan kerja, serta maraknya penyalahgunaan napza dan obat-obatan terlarang. Dalam benak seorang narapidana yang selama ini hidup di penjara telah tertanam sebuah pola pikir layaknya seorang kriminal yang terbiasa untuk mengandalkan diri sendiri tanpa ada dukungan dari pihak lain (pola hidup yang antisosial). Hal inilah yang dikhawatirkan manakala yang bersangkutan bebas dan kembali hidup dalam masyarakat, ia akan dipaksa untuk menghadapi berbagai masalah seperti sulitnya mendapatkan pekerjaan yang halal dan mendapatkan hunian yang layak. Pada akhirnya, bila hal ini dibiarkan berlangsung terus menerus, maka masyarakatpun akan terpengaruh dengan pola pikir dan gaya hidup yang antisosial. Disinilah program Criminon mengambil peranan dalam membentuk karakter, sikap dan perilaku narapidana melalui pola pendekatan yang diharapkan mampu mengubah pola orientasi narapidana menjadi lebih prososial serta membentuk narapidana dengan mental serta kemampuan berpikir yang terintegrasi dalam tindakan-tindakan nyata yang positif. Melalui pola pendekatan program Criminon juga diharapkan seorang narapidana dapat meraih kembali kehormatan dan harga dirinya sehingga mampu memandang pilihan-pilihan dalam hidup melalui sebuah sudut pandang atau perspektif yang baru dengan penuh kepercayaan diri. Kurikulum yang terdapat dalam program Criminon terdiri dari empat modul utama : Pertama, Kursus Komunikasi dimana didalamnya para partisipan diajarkan untuk beriniteraksi aktif secara positif dalam lingkungan sosialnya, berkomunikasi secara efektif melalui penggunaan volume, intonasi dan bahasa tubuh serta kemampuan untuk memberi respon yang secukupnya dalam sebuah diskusi baik positif maupun negatif dengan pihak lain. Lapas NARKOTIKA Jakarta Page 10

Kedua, yaitu Kursus Keterampilan untuk Bertahan Hidup yang didalamnya diajarkan faktor-faktor fundamental yang diperlukan dalam memahami sesuatu melalui proses identifikasi terhadap hal-hal yang menjadi kendala bagi efektifitas proses belajar serta menentukan strategi yang diperlukan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. Ketiga, Kursus Meraih dan Mencapai Kebahagiaan, pada tahap ini narapidana dituntun menuju pola berpikir baru mengenai dirinya, hubungannya dengan orang lain serta pola perilaku yang baru dalam kehidupannya. Keempat, Kursus Mengenal dan Mengatasi Kebiasaan-Kebiasaan Anti Sosial, didalamnya narapidana diajarkan untuk mampu mengidentifikasi dan bernegosiasi dengan bentuk-bentuk kebiasaan yang anti sosial, baik yang ada didalam dirinya maupun juga yang ada pada orang lain. Pelaksanaan Criminon di Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta merupakan implementasi program Criminon yang mengacu pada kurikulum dari Criminon Internasional. Pada awalnya Pelatihan Criminon dijalankan oleh Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta bekerja sama dengan Yayasan Criminon Indonesia. Untuk Angkatan Pertama pelatihan diberikan kepada narapidana sejumlah 11 orang dan kepada petugas sebanyak 8 orang. Dari ke-19 orang tersebut dipilih 6 orang untuk mengikuti pelatihan sebagai Supervisor. Supervisor tersebut untuk selanjutnya yang akan menjalankan program Criminon di Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta. Untuk angkatan-angkatan berikutnya, pelatihan Criminon dilaksanakan secara mandiri oleh pihak lapas. Untuk satu periode angkatan dilaksanakan dalam waktu dua bulan. Pelaksanaan Criminon di Lapas Narkotika dimulai pada bulan Mei 2005. Jumlah angkatan yang telah mengikuti Criminon sebanyak 10 angkatan dengan jumlah peserta sebanyak 242 orang. Peserta pelatihan Criminon merupakan narapidana yang baru selesai menjalani masa pengenalan dan orientasi lingkungan. Model terapi Criminon yang dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan menggunakan empat tahapan pelatihan / kursus. Lapas NARKOTIKA Jakarta Page 11

Tahap / pelatihan pertama adalah Terapi Training Rutin yang bertujuan meningkatkan dan memperbaiki kemampuan dalam berkonfrontasi, mengendalikan dan berkomunikasi. Tahap kedua, Perbaikan Pembelajaran Tahap ketiga, Jalan menuju kebahagiaan Tahap keempat, Pemahaman dan Penanganan Tipe Kepribadian yang berbedabeda. Melalui empat tahap pelatihan ini diharapkan narapidana bisa mencapai tujuan dari pelatihan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakataan Klas IIA Narkotika Jakarta yaitu : a. Mampu mengembalikan kepercayaan diri warga binaan. b. Mampu mengendalikan perasaan sugesti / ketergantungan napza. c. Mampu bersosialisasi dengan baik terhadap sesama warga binaan. d. Mampu menumbuhkan rasa disiplin warga binaan. e. Membentuk perilaku yang baik. f. Memotivasi warga binaan agar lebih optimis menjalani hidup. III. KESENIAN SEBAGAI BENTUK TERAPI & REHABILITASI BAGI NARAPIDANA DI LAPAS KLAS IIA NARKOTIKA JAKARTA Kegiatan kesenian dimaksudkan untuk membina dan mengasah bakat-bakat seni narapidana, sehingga mereka dapat menyalurkan bakat seni yang mereka miliki. Sebagai sebuah kegiatan terapi, kesenian dapat digunakan untuk membantu narapidana pengguna napza dalam upaya kepulihannya. Dalam pelaksanaannya kesenian tidak dapat berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari satu sistem rehabilitasi yang komprehensif yang meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi non medis. Kesenian dilakukan sebagai suatu proses aftercare, atau setelah warga binaan menjalani program terapinya. Lapas NARKOTIKA Jakarta Page 12

Pada tahap aftercare warga binaan diarahkan sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk membekali para pecandu dengan pengetahuan dan ketrampilan yang bermanfaat dan bisa diaplikasikan di kehidupannya setelah kembali ke masyarakat. Dengan demikian pecandu bisa mengaktualisasikan diri di tengah masyarakat sebagai manusia yang produktif dan tidak lagi bergantung pada Napza. Kesenian dapat digunakan sebagai media terapi dan rehabilitasi karena memiliki tujuan sebagai berikut : a. kegiatan Kesenian merupakan kegiatan yang bersifat positif b. Kegiatan kesenian terjadwal secara rutin, sehingga secara tidak langsung melatih kedisiplinan warga binaan c. Kegiatan kesenian memacu warga binaan untuk terus mengembangkan diri d. Kegiatan kesenian memotivasi warga binaan untuk menggali potensi yang ada dalam dirinya e. Kegiatan kesenian dapat dipergunakan untuk mengurangi waktu luang warga binaan, sehingga dapat menghindarkan warga binaan memikirkan kembali pemakaian napza f. Kegiatan kesenian dapat membantu warga binaan untuk lebih percaya diri dengan menampilkan potensi dirinya g. Kegiatan kesenian dapat melatih warga binaan untuk lebih bertanggung jawab atas pilihan yang telah diambil bagi dirinya sendiri Untuk memasuki tahapan rehabilitasi aftercare ini Warga Binaan yang telah menyelesaikan tahapan rehabilitasi sosial akan didata dan diklasifikasikan berdasarkan keahlian mereka masing-masing. Proses pengklasifikasian dilakukan dengan cara : Wawancara Wawancara dilakukan kepada warga binaan yang telah menyelesaikan tahap rehabilitasi sosialnya. Dalam proses wawancara ini digali mengenai keahlian, minat, bakat, serta motivasi warga binaan untuk mempertahankan recovery-nya. Psikotes Lapas NARKOTIKA Jakarta Page 13

Psikotes dapat dilakukan untuk melihat potensi apa yang ada dalam diri warga binaan. Dalam psikotes dapat diketahui minat dan bakat warga binaan. Selain untuk melihat minat dan bakat, psikotes juga dilakukan kepada warga binaan yang akan memasuki tahap rehabilitasi lanjutan serta dilakukan pula untuk menyeleksi warga binaan yang akan ditugaskan untuk menjadi instruktur pada program-program rehabilitasi yang lain. Selanjutnya warga binaan akan mengikuti kegiatan sesuai dengan pilihan masing-masing. Untuk kesenian, warga binaan dapat memilih kegiatan band, vokal group, atau kesenian rebana. Adapun pelaksanaan kegiatan adalah sebagai berikut: Band dijadwalkan seminggu sekali setiap hari Jumat Vokal group dijadwalkan seminggu sekali setiap hari Selasa Kesenian rebana dijadwalkan seminggu dua kali setiap hari Senin dan Kamis Dengan berbagai upaya penanganan narkoba yang dilakukan Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta, diharapkan dapat menekan angka kekambuhan dan menurunkan tingkat hunian lapas karena kasus penyalahgunaan narkoba. Penulis : saat ini Kepala Lapas Narkotika Jakarta Lapas NARKOTIKA Jakarta Page 14