PERBANDINGAN PERILAKU BALOK-T BETON RINGAN DAN BETON HIBRIDA PRATEGANG PARSIAL AKIBAT BEBAN SIKLIK

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH LOKASI BUKAAN PADA BALOK-T BETON HIBRIDA PRATEGANG PARSIAL

PERILAKU SIKLIK BALOK PRATEGANG PARSIAL PRATARIK AKIBAT PERBEDAAN RASIO TULANGAN

PENGARUH PENGGUNAAN WIRE ROPE SEBAGAI PERKUATAN LENTUR TERHADAP KEKUATAN DAN DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG TAMPANG T (040S)

KERUNTUHAN LENTUR BALOK PADA STRUKTUR JOINT BALOK-KOLOM BETON BERTULANG EKSTERIOR AKIBAT BEBAN SIKLIK

Kinerja Hubungan Pelat-Kolom Struktur Flat Plate Bertulangan Geser Stud Rail dan Sengkang Dalam Menahan Beban Lateral Siklis

PERILAKU STRUKTUR BETON BERTULANG AKIBAT PEMBEBANAN SIKLIK

STUDI PARAMETRIK PENGARUH VARIASI TINGKATAN BEBAN AKSIAL TERHADAP PERILAKU LENTUR DAN AKSIAL PENAMPANG KOLOM BETON BERTULANG DENGAN BEBAN SIKLIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III UJI LABORATORIUM. Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3

PERBANDINGAN KEHILANGAN GAYA PRATEKAN JANGKA PANJANG PADA STRUKTUR BALOK DI GEDUNG*

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. HALAMAN PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... vi. DAFTAR ISI...

PENINGKATAN DISIPASI ENERGI DAN DAKTILITAS PADA KOLOM BETON BERTULANG YANG DIRETROFIT DENGAN CARBON FIBER JACKET

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

KAJIAN EKSPERIMENTAL POLA RETAK PADA PORTAL BETON BERTULANG AKIBAT BEBAN QUASI CYCLIC ABSTRAK

BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. tarik yang tinggi namun kuat tekan yang rendah.kedua jenis bahan ini dapat. bekerja sama dengan baik sebagai bahan komposit.

STUDI EKSPERIMENTAL SAMBUNGAN KOLOM-KOLOM PADA SISTEM BETON PRACETAK DENGAN MENGGUNAKAN SLEEVES

PENGARUH PENEMPATAN PENYAMBUNGAN PADA PERILAKU RANGKAIAN BALOK-KOLOM BETON PRACETAK BAGIAN SISI LUAR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH VARIASI JARAK SENGKANG DAN RASIO TULANGAN LONGITUDINAL TERHADAP MEKANISME DAN POLA RETAK KOLOM BERTULANGAN RINGAN AKIBAT BEBAN SIKLIK

BAB V. Resume kerusakan benda uji pengujian material dapat dilihat pada Tabel V-1 berikut. Tabel V-1 Resume pola kerusakan benda uji material

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

STUDI PERILAKU SAMBUNGAN BALOK PRACETAK UNTUK RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA AKIBAT BEBAN STATIK

STUDI DAKTILITAS DAN KUAT LENTUR BALOK BETON RINGAN DAN BETON MUTU TINGGI BERTULANG

Seminar Nasional VII 2011 Teknik Sipil ITS Surabaya Penanganan Kegagalan Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur

PERHITUNGAN PLAT LANTAI (SLAB )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN NUMERIK STRUKTUR RANGKA TERBREIS EKSENTRIK DENGAN LINK YANG DAPAT DIGANTI

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

BAB IV STUDI KASUS DAN SIMULASI PERMODELAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5.3 Dasar Teori Perhitungan Tulangan Torsi Balok... II Perhitungan Panjang Penyaluran... II Analisis dan Desain Kolom...

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M)

KAJIAN KINERJA LINK YANG DAPAT DIGANTI PADA STRUKTUR RANGKA BAJA BERPENGAKU EKSENTRIK TIPE SPLIT-K

DAKTILITAS KURVATUR PENAMPANG KOLOM BETON BERTULANG TERKEKANG CINCIN BAJA

EVALUASI KUAT GESER BALOK BETON BERTULANG SECARA EKSPERIMEN DAN ANALISIS NUMERIK

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM

Latar Belakang : Banyak bencana alam yang terjadi,menyebabkan banyak rumah penduduk rusak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERILAKU GESER DINDING PANEL JARING KAWAT BAJA TIGA DIMENSI DENGAN VARIASI RASIO TINGGI DAN LEBAR (Hw/Lw) TERHADAP BEBAN LATERAL STATIK JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH SENSITIFITAS DIMENSI DAN PENULANGAN KOLOM PADA KURVA KAPASITAS GEDUNG 7 LANTAI TIDAK BERATURAN

TEKNOLOGI DAN KEJURUAN, VOL. 35, NO. 2, SEPTEMBER 2012:

PERILAKU BALOK BETON SANDWICH DALAM MENERIMA BEBAN LENTUR TESIS MAGISTER OLEH FIRDAUS


KUAT LENTUR PROFIL LIPPED CHANNEL BERPENGAKU DENGAN PENGISI BETON RINGAN BERAGREGAT KASAR AUTOCLAVED AERATED CONCRETE HEBEL

FAKTOR DAKTILITAS KURVATUR BALOK BETON BERTULANG MUTU NORMAL (PEMANFAATAN OPEN SOURCE RESPONSE2000)

LENDUTAN DAN POLA RETAK PELAT JEMBATAN BENTANG 5 METER DITINJAU DARI PERBANDINGAN HASIL PENELITIAN DAN PENDEKATAN NUMERIK. Oleh: Hafiz Abdillah 4

ANALISA PERBANDINGAN BERBAGAI PENAMPANG DINDING GESER KOMPOSIT AKIBAT BEBAN LATERAL

PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER

PEMODELAN NUMERIK METODE ELEMEN HINGGA NONLINIER STRUKTUR BALOK TINGGI BETON BERTULANG ABSTRAK

PENGARUH PENAMBAHAN KAIT PADA TULANGAN BAMBU TERHADAP RESPON LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU

MATERIAL BETON PRATEGANG

PENGARUH PENGGUNAAN PENGEKANG (BRACING) PADA DINDING PASANGAN BATU BATA TERHADAP RESPON GEMPA

PERILAKU KERUNTUHAN BALOK BETON MUTU NORMAL YETRO BAYANO

BAB I PENDAHULUAN. digunakan di Indonesia dalam pembangunan fisik. Karena sifat nya yang unik. pembuatan, cara evaluasi dan variasi penambahan bahan.

PERILAKU BALOK BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN PELAT BAJA DALAM MEMIKUL LENTUR (Penelitian) NOMI NOVITA SITEPU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI EKSPERIMENTAL PERILAKU GESER BALOK PADA SAMBUNGAN BALOK KOLOM BETON BERTULANG ABSTRAK

ANALISIS LENDUTAN SEKETIKA DAN JANGKA PANJANG PADA STRUKTUR PELAT DUA ARAH. Trinov Aryanto NRP : Pembimbing : Daud Rahmat Wiyono, Ir., M.Sc.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON DAN SNI GEMPA

KUAT LENTUR DAN PERILAKU LANTAI KAYU DOUBLE STRESS SKIN PANEL (250M)

BAB IV ANALISA STRUKTUR

STUDI BENTUK PENAMPANG YANG EFISIEN PADA BALOK PRATEGANG TERKAIT DENGAN BENTANG PADA FLYOVER

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGGUNAAN CARBON FIBER REINFORCED PLATE SEBAGAI BAHAN KOMPOSIT EKSTERNAL PADA STRUKTUR BALOK BETON BERTULANG

1.6 Tujuan Penulisan Tugas Akhir 4

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

LENTUR PADA BALOK PERSEGI ANALISIS

PENGARUH JUMLAH TULANGAN BAGI DAN ARAH SENGKANG PADA KEMAMPUAN GESER BALOK TINGGI

Struktur Beton Bertulang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

ANALISIS EKSPERIMEN LENTUR KOLOM BATATON PRACETAK AKIBAT BEBAN AKSIAL EKSENTRIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Spesifikasi Benda Uji Benda Uji Tulangan Dimensi Kolom BU 1 D mm x 225 mm Balok BU 1 D mm x 200 mm

BAB I PENDAHULUAN. beton bertulang dituntut tidak hanya mampu memikul gaya tekan dan tarik saja, namun

BAB I PENDAHULUAN. dicegah dengan memperkuat struktur bangunan terhadap gaya gempa yang

PENGGUNAAN BLOCK SET CONNECTION (BSC) PADA SAMBUNGAN ELEMEN BETON PRECAST

BAHAN KULIAH Struktur Beton I (TC214) BAB IV BALOK BETON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector)

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH KONFIGURASI SENGKANG PADA DAERAH TEKAN BALOK BETON SERAT BERTULANG

PERILAKU STATIS DAN DINAMIS STRUKTUR BETON PRACETAK DENGAN SISTEM SAMBUNGAN

Transkripsi:

Simposium Nasional RAPI XIII - 214 FT UMS ISSN 1412-9612 PERBANDINGAN PERILAKU BALOK-T BETON RINGAN DAN BETON HIBRIDA PRATEGANG PARSIAL AKIBAT BEBAN SIKLIK Titik Penta Artiningsih Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan Jl. Pakuan no. 1, Bogor, telp. 251 83117 ABSTRAK Pengurangan massa bangunan akan mengurangi gaya inersia yang timbul akibat percepatan tanah karena gempa. Pengurangan massa bangunan dapat dicapai melalui penggunaan beton agregat ringan. Tetapi beton ringan memiliki kelemahan yaitu modulus elastisitas yang rendah sehingga bersifat getas, karena itu perlu dikombinasikan dengan beton normal. Penggunaan beton ringan sebagai pelat dan beton normal sebagai balok akan menghasilkan komponen struktur balok- T hibrida. Selain itu, penggunaan tulangan prategang akan mengurangi dimensi penampang, menjadi penampang yang lebih langsing, sehingga penggunaan kombinasi beton ringan dan penulangan prategang, secara keseluruhan akan mereduksi massa bangunan yang cukup signifikan. Penelitian mempelajari perilaku lentur dua spesimen yaitu balok-t beton ringan (BLTR) dan balok-t beton hibrida (BLTH) dengan dimensi penampang dan penulangan prategang parsial yang sama.sistem pembebanan adalah beban siklik kuasi statik sebagai simulasi dari beban gempa. Hasil studi menunjukkan bahwa kuat lentur balok-t beton ringan dan balok-t beton hibrida pada saat leleh dan kondisi ultimit hampir sama, demikian juga dengan besar lendutan di tengah bentang. Tetapi daktilitas balok-t beton ringan lebih kecil dari beton hibrida, karena setelah siklus terakhir, yaitu siklus keempat, beton hibrida masih mampu menerima beban sedangkan beton ringan tidak. Demikian juga dengan disipasi energi, pada siklus-siklus awal balok-t beton ringan lebih baik dari beton hibrida, tetapi pada siklus-siklus ulang kemampuan penyerapan energi menurun lebih cepat. Kata kunci: balok-t; beton hibrida; beton ringan;prategang parsial; reduksi massa PENDAHULUAN Gaya gempa yang diterima oleh suatu struktur sangat dipengaruhi oleh beberapa aspek, diantaranya adalah distribusi massa, bentuk bangunan, kekakuan dan daktilitas bangunan. Aspek yang dipengaruhi langsung oleh material adalah massa bangunan. Pengurangan massa bangunan akan mengurangi gaya inersia yang akan timbul akibat percepatan tanah karena gempa. Kekakuan struktur juga ikut mempengaruhi disipasi energi gempa, sehingga struktur yang langsing dan daktil lebih dapat meredam gaya lateral akibat gempa. Salah satu tantangan saat ini adalah bagaimana mengurangi massa bangunan tetapi masih bisa mempertahankan kekuatan dan daktilitasnya. Pengurangan massa bangunan dapat dicapai melalui penggunaan beton agregat ringan. Beton ringan yang dibuat dari agregat ringan buatan (artificiallightweightaggregate) merupakan material yang tepat untuk daerah dengan resiko gempa yang tinggi karena mempunyai kuat tekan yang tinggi dengan berat yang relatif rendah. Tetapi beton ringan memiliki kelemahan yaitu modulus elastisitasnya rendah, sehingga bersifat getas yang akan menghasilkan daktilitas yang rendah dibandingkan beton normal. Karena itu, penggunaan beton ringan perlu dikombinasi dengan beton normal. Penggunaan beton ringan sebagai pelat dan beton normal sebagai balok akan menghasilkan komponen struktur balok-t hibrida. Pelat lantai merupakan elemen struktur yang secara keseluruhan mempunyai massa yang cukup besar, tetapi pada sistem struktur bukan merupakan elemen utama, sehingga reduksi massa dengan menggunakan beton ringan pada pelat tidak mempengaruhi kekuatan struktur. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Dua buah spesimen berupa balok-t memiliki dimensi yang sama, yaitu lebar 15 mm, tinggi 25 mm, lebar sayap 375 mm, dan tinggi sayap 6 mm. Panjang total spesimen adalah 57 cm, terdiri atas bentang bersih antar tumpuan 51 cm dan panjang end-block masing-masing 3 cm di tiap-tiap ujung balok. Balok diletakkan di atas tumpuan sederhana, yaitu tumpuan sendi dan rol. Balok dirancang dengan sistem penulangan under-reinforced dikombinasi dengan strand prategang. Tulangan utama di sisi bawah 2D25 dan di sayap 4D1, dengan tulangan geser 8. Strand prategang yang digunakan adalah K-range Freyssinet jenis strand 7 untai diameter 12.7 mm. Gaya prategang sebesar 14 kn diberikan dengan sistem penegangan pratarik, dan lintasan strand lurus. Besar PPR (parsialprestressed ratio, rasio prategang parsial) rencana adalah 6%. S-78

Simposium Nasional RAPI XIII - 214 FT UMS ISSN 1412-9612 Spesimen pertama adalah balok-t yang terbuat dari beton ringan (BLMR),sedangkan spesimen kedua adalah balok-t yang terbuat dari beton ringan pada sayap dan beton normal pada badan balok membentuk balok-t hibrida (BLMH). Adapun hasil uji karakteristik betondan tulangan dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan detail penulangan serta set-up pengujian dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2. Tabel 1. Hasil pengujian kuat tarik tulangan dan strand BLMR beton ringan beton ringan 1 Bagian balok-t: sayap balok badan balok 2 Beton ringan fc Ec 3 Beton normal fc Ec 4 Tulangan 8 fy Tulangan D1 fy Tulangan D16 fy 5 Strand prategang D12.7 fy 43.9 17.63 1835.1 - - - 252.66 354.48 394.19 556.92 41.21 647.8 776.2 158.9 BLMH beton ringan beton normal 43.9 17.63 1835.1 57.52 29.18 2339.3 252.66 354.48 394.19 556.92 41.21 647.8 776.2 158.9 GPa kg/m3 GPa kg/m3 4D1 2D25 1-1 8-15 1-1 3 17 17 17 3 Gambar 1. Detail penulangan spesimen beban siklik actuator LVDT 17 17 17 Gambar 2. Set-up pembebanan S-79

lendutan [mm] Simposium Nasional RAPI XIII - 214 FT UMS ISSN 1412-9612 Sistem pembebanan adalah pembebanan lentur murni, dengan cara three point loading. Pembebanan bersifat siklik kuasi statik, dan diberikan secara displacementcontrol sampai balok runtuh. Riwayat pembebanan seperti terlihat pada Gambar 3. Pada siklus pertama, pedoman displacement arah tekan sebesar 4 mm diambil dari hasil pembebanan monotonik sebelum saat yield, agar masih dalam kondisi elastis, dan arah tarik sebesar 5% dari arah tekan, yaitu sebesar 2 mm. Pengambilan displacement arah tarik sebesar 5% arah tekan karena balok uji merupakan balok-t yang mempunyai kemampuan berbeda pada arah tekan dan arah tarik. Siklus kedua diberikan displacement sebesar dua kali siklus pertama untuk menghasilkan daktilitas sebesar 2, yaitu pada arah tekan sebesar 8 mm dan arah tarik 4 mm. Siklus ketiga diberikan displacement sebesar tiga kali siklus pertama, yaitu pada arah tekan sebesar 12 mm dan arah tarik 6 mm. Siklus keempat diberikan displacement sebesar empat kali siklus pertama untuk mendapatkan dktilitas sebesar 4, yaitu pada arah tekan sebesar 16 mm dan arah tarik 8 mm. Setiap tingkat siklus dilakukan dua kali putaran. Pembacaan datalogger diambil setiap kenaikan lendutan 5 mm pada kondisi normal, sedangkan untuk kondisi tertentu, seperti pada first cracking, yield, dan ultimate load, data diambil lebih rapat. 2 15 16 16 12 12 1 8 8 5 4 4-2 -2-5 -4-4 -6-6 -8-8 -1 siklus Gambar 3. Riwayat pembebanan HASIL DAN PEMBAHASAN Kurva histeresis beban-lendutan balok BLMH terlihat pada Gambar 4 dan Tabel 2. Pada pembebanan tekan, beton retak pada beban 15.81 kn, tulangan baja leleh pertama pada beban 7.98 kn, dan mencapai ultimit pada beban 83.97 kn. Saat beton mengalami retak, yaitu pada lendutan 9.2 mm, sudut kurva berkurang tetapi penambahan lendutan tetap seiring dengan penambahan beban. Saat tulangan tarik mencapai kondisi leleh pertama, yaitu pada lendutan 61.1 mm, peningkatan lendutan yang besar terjadi tetapi beban juga masih mengalami peningkatan. Setelah tahap siklus ke-4 awal (siklus ke 4.1) kenaikan beban relatif konstan. Beban ultimit dicapai pada lendutan sebesar 16.48 mm. Pencatatan hanya sampai tahap siklus ke 4, yaitu siklus 4.1 (siklus awal) dan siklus 4.2 (siklus ulangan). Sebetulnya balok uji masih mampu menerima beban, tetapi pengujian dihentikan.saat pembebanan tarik, seperti terlihat pada Tabel 3, kekuatan berbeda dengan arah tekan, karena lebar blok tegangan tekan hanya sebesar lebar badan balok dan tulangan tarik tidak dibantu oleh strand prategang. Hal tersebut disebabkan pula karena adanya efek Bauschinger. Pada perubahan tahap siklus dari tahap satu ke tahap dua, terjadi kenaikan kekuatann sebesar 34%, tetapi pada perubahan tahap siklus berikutnya tidak terjadi kenaikan kekuatan. Kurva histeresis beban-lendutan balok BLMR terlihat pada Gambar 5 dan Tabel 2. Pada pembebanan tekan, beton retak pada beban 2.5 kn, tulangan baja leleh pada beban 67.18 kn, dan mencapai ultimit pada beban 71.1 kn. Saat beton mengalami retak, yaitu pada lendutan 9.9 mm, sudut kurva berkurang tetapi penambahan lendutan tetap seiring dengan penambahan beban. Saat tulangan tarik mencapai kondisi leleh pertama, yaitu pada lendutan 61.19 mm, peningkatan lendutan yang besar terjadi tetapi beban juga masih mengalami peningkatan. Setelah tahap siklus ke 4 awal kenaikan beban relatif konstan. Beban ultimit dicapai pada lendutan sebesar 16.18 mm. Terjadi penurunan kekuatan dibandingkan dengan balok uji BLMH, yaitu sebesar 5% pada beban yield dan 15% pada siklus terbesar.saat pembebanan tarik, seperti terlihat pada Tabel 3, kekuatan berbeda dengan arah tekan. Pada perubahan tahap siklus dari tahap satu ke tahap dua, terjadi kenaikan kekuatan sebesar 16%, tetapi pada perubahan tahap siklus berikutnya tidak terjadi kenaikan kekuatan. Hal tersebut terjadi karena pada pembebanan tarik tidak terjadi efek pinching. S-8

beban [kn] beban [kn] Simposium Nasional RAPI XIII - 214 FT UMS ISSN 1412-9612 1 8 6 4 2-1 -5 5 1 15 2 25-2 -4 BLMH BLMS -6 lendutan [mm] Gambar 4. Respon histeresis beban-lendutan di tengah bentang, kiri balok BLMH 1 8 6 4 2-1 -5 5 1 15 2 25-2 -4 BLMR BLMC -6 lendutan [mm] Gambar 5. Respon histeresis beban-lendutan di tengah bentang, kiri balok BLMH Balok BLMH BLMR Tabel 2. Tahapan pembebanan tiap siklus positif (arah beban tekan) Lendutan Beban dan lendutan pada siklus ke 1.1+ 1.2+ 2.1+ 2.2+ 3.1+ 3.2+ 4.1+ 4.2+ P [kn] 51.73 51. 76.74 75.88 82.38 81.64 83.97 83.24 [mm] 4.1 4.1 8. 8.1 12.9 12.28 16.48 16.18 P [kn] 49.62 48.94 72.8 71.49 76.69 66.88 71.1 69.53 [mm] 4.9 4.9 8.19 79.99 12.28 12.28 16.18 16.18 Tabel 3 menunjukkan riwayat beban tarik puncak yang mampu dipikul sesuai besar lendutan yang ditentukan pada riwayat pembebanan siklik, baik siklus awal maupun siklus ulangan. Secara umum dapat dikatakan tidak terjadi kenaikan kekuatan pada setiap perubahan tahap siklus, atau setiap penambahan besar lendutan, sehingga terjadi degradasi kekakuan. Demikian juga tidak terjadi degradasi kekuatan pada setiap siklus ulangan,. S-81

Simposium Nasional RAPI XIII - 214 FT UMS ISSN 1412-9612 Balok BLMH BLMR Tabel 3. Tahapan pembebanan tiap siklus negatif (arah beban tarik) Lendutan Beban dan lendutan pada siklus ke 1.1 1.2 2.1 2.2 3.1 3.2 4.1 4.2 P [kn] -28.93-28.7-38.74-38.74-36.65-37.14-35.6-35.6 [mm] -2.18-2.28-4.28-4.18-6.18-6.39-8.19-79.89 P [kn] -29.3-28.5-33.54-33.54-28.73-29.3-29.3-29.3 [mm] -2.9-19.99-4.39-4.39-6.19-6.29-8.49-8.39 Tabel 2, Tabel 3, Gambar 4, dan Gambar 5 menunjukkan balok mengalami penurunan kekuatan pada saat siklus ulangan, yaitu siklus kedua dari setiap siklus pada besar lendutan yang sama. Hal ini terjadi karena adanya pinching effect, yaitu slip yang terjadi pada beban rendah akibat retak yang terjadi tidak bisa menutup kembali. Pinching effect juga terjadi akibat perbedaan bentuk balok-t arah beban tekan dan tarik, yang menyebabkan kemampuan menerima beban tekan berbeda. Tetapi pada siklus beban berikutnya kekuatan tekan akan naik karena lendutan diperbesar dan retak menutup kembali pada beban besar. Pada siklus ketiga dan keempat, penambahan lendutan tidak banyak menambah kekuatan. Seperti terlihat pada Gambar 4 dan Gambar 5,hysteresis loop untuk siklus ulangan bentuknya sangat runcing pada saat pembebanan tekan. Hal ini menunjukkan terjadi degradasi kekuatan dan kekakuan akibat adanya pinching effect. Pada balok-t yang memiliki kekuatan berbeda pada arah lentur yang berlawanan, memperbesar penurunan kekuatan dan kekakuan. Pembebanan tekan balok uji BLMH pada tahap siklus 4 awal, atau siklus ke 4.1, beban batas yang mampu dipikul adalah 83.97 kn dan kekakuannya.5233 kn/mm. Pada siklus ulangan, yaitu siklus 4.2, beban yang mampu dipikul adalah 83.24 kn dengan kekakuan sebesar.5196. Terjadi penurunan kekuatan sebesar.87% dan penurunan kekakuan sebesar 1.39%. Balok BLMR pada tahap siklus 4 awal, atau siklus ke 4.1, beban batas yang mampu dipikul adalah 71.1 kn dan kekakuannya.4439 kn/mm. Pada siklus ulangan, yaitu siklus 4.2, beban yang mampu dipikul adalah 69.53 kn dengan kekakuan sebesar.4341. Terjadi penurunan kekuatan sebesar 2.21% dan penurunan kekakuan sebesar 2.21%. Tabel 4 menyajikan degradasi kekuatan, kekakuan, dan disipasi energi dari balok uji BLMH dan BLMR. Pada pembebanan tarik, setiap siklus ulangan tidak terjadi degradasi kekuatan, tetapi terjadi degradasi kekakuan karena lendutan meningkat tanpa adanya peningkatan kekuatan. Tabel 4. Perbandingan degradasi kekuatan, kekakuan dan disipasi energi tiap siklus tekan Siklus Beban Puncak [kn] Kekakuan [kn/mm] Disipasi Energi [knmm] BLMH BLMR BLMH BLMR BLMH BLMR 1.1+ 51.73 49.62 1.291 1.2378 1.1-28.93-29.3 1.4336 1.4449 452.764 515.732 1.2+ 51. 48.94 1.2717 1.227 1.2-28.7-28.5 1.3842 1.431 252.275 279.219 2.1+ 76.74 72.8.9592.8989 2.1-38.74-33.54.9617.834 2213.552 2195.691 2.2+ 75.88 71.49.9473.8938 2.2-38.74-33.54.9641.834 1411.716 1413.755 3.1+ 82.38 76.69.686.6376 3.1-36.65-28.73.691.4774 5274.6 5312.577 3.2+ 81.64 66.88.6788.5561 3.2-37.14-29.3.6151.4815 4179.476 4297.443 4.1+ 83.97 71.1.5233.4439 4.1-35.6-29.3.4372.367 8229.759 8292.85 4.2+ 83.24 69.53.5196.4341 4.2-35.6-29.3.4389.3611 7122.295 6413.911 Hysteresis loop balok BLMH dan BLMR pada Gambar 4dan Gambar 5 memperlihatkan perilaku daktil, karena tidak terjadi degradasi kekuatan setiap siklus ganjil seiring dengan pertambahan lendutan. Luas bidang di dalam setiap loop menyatakan energi yang didisipasi pada setiap siklus. Pada setiap siklus ulangan, pertambahan lendutan diiringi dengan pengurangan beban akibat adanya pinching effect. Hal ini menyebabkan loop pada siklus ulangan menjadi lebih kecil dan terjadi degradasi energi yang didisipasi. Kurva disipasi energi tiap siklus pada pembebanan tekan dapat dilihat pada Tabel 4. S-82

Simposium Nasional RAPI XIII - 214 FT UMS ISSN 1412-9612 Sistem pembebanan siklik diberikan secara displacementcontrol, sehingga daktilitas dapat diukur melalui lendutan pada beban tahap siklus awal terhadap lendutan pada beban terbesar tahap siklus akhir, seperti terlihat pada Tabel 5. Berdasarkan pembebanan monotonik, lendutan saat yield adalah sebesar 47.92 mm sehingga sebagai referensi pembebanan siklik, digunakan lendutan siklus pertama adalah 4 mm, dengan harapan terjadi leleh pada lendutan yang hampir sama, sehingga daktilitas akhir yang terjadi adalah sebesar + 4. Tetapi ternyata rata-rata balok uji mencapai yield pada lendutan lebih besar, sehingga daktilitas yang terjadi kurang dari perkiraan. Tabel 5. Harga daktilitas berdasarkan siklus terakhir Balok Lendutan [mm] Saat Leleh Pertama Siklus Terakhir Daktilitas Lendutan BLMH 57.1 16 2.8 BLMR 6.59 16 2.64 KESIMPULAN 1. Penelitian menunjukkan bahwa BLMH (balok-t hibrida) dan BLMR (balok-t beton ringan) pada saat kondisi elastis mempunyai kemampuan menerima beban yang hampir sama, tetapi setelah melalui kondisi yield BLMH mempunyai kemampuan yang lebih besar dari BLMR 2. Pada pembebanan siklik arah positif, yaitu pada pembebanan tekan, terjadi degradasi kekuatan dan kekakuan setiap siklus ulangan dari setiap tahap siklus, yang menyebabkan terjadinya degradasi disipasi energi. Hal ini terjadi karena adanya efek pinching. Tetapi pada tahap siklus berikutnya, yaitu pada saat penambahan lendutan, kekuatan akan naik kembali karena retak menutup kembali saat beban besar. Sebaliknya, pada siklus negatif, yaitu pada saat pembebanan tarik, tidak terjadi degradasi ataupun peningkatan kekuatan pada siklus ulangan maupun peningkatan tahap siklus. Hal tersebut terjadi karena adanya efek Bauschinger. 3. Degradasi kekuatan dari setiap balok pada siklus ulangan kurang dari 2% dari siklus awalnya, sehingga degradasi masih memenuhi syarat New Zealand Standard Code. 4. Seluruh spesimen memiliki interface yang kuat dan bebas retak antara beton normal pada badan balok dan beton ringan pada sayap, walaupun pengecoran dilakukan pada waktu yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Ahmad, S. H. dan Roy, B., (1991), Flexural behavior of reinforced high-strength lightweight concrete beams, ACI Structural Journal, vol. 88, no. 1 Al-Ziad, R. Z. dan Naaman, A. E. (1986), Analysis of partially prestressed composite Beams, ASCE Journal of Structural Engineering, vol. 112, no. 4 Artiningsih, T. P. (1998), Studi Eksperimental Perilaku Balok Prategang Parsial Pratarik terhadap Beban Siklik, Tesis Magister, Institut Teknologi Bandung Besari, M. S. dan Lauw, C. G. S. (1999), Kekuatan dan daktilitas balok-t komposit beton ringan normal, Proceedings The 1999 FTUI Seminar Quality in Research, Depok Besari, M. S. dan Lauw, C. G. S. (1999), Behaviour of hybrid concrete T-beams under monotonic and cyclic loading, 24 th Conference on Our World in Concrete and Structures, Singapore Blakely, Roger, W. G., dan Park, R. (1973), Prestressed concrete sections with cyclic flexure, Journal of the Structural Division, Proceeding of the ASCE, vol. 99, no. ST8 Budiono, B., Gilbert, R. I., dan Foster, S. J. (1994), Hysteretic behaviour of partially prestressed concrete beam column connections, Australian Structural Engineering Conference, Sydney Budiono, B., Munaf, D. R., dan Artiningsih, T. P. (1998), Perilaku perbaikan balok beton prategang parsial pratarik terhadap beban siklik, HAKI Conference : Dunia Konstruksi Pasca 1998, Jakarta Budiono, B., Munaf, D. R., dan Artiningsih, T. P. (2), Behaviour of repaired pretensioned concrete beams under cyclic loading, 12 th World Conference on Earthquake Engineering, Auckland New Zealand Standard 311 (1982), Code of practice for the design of concrete structures, Standard Association of New Zealand part 1 Park, R., Kent, D. C., dan Sampson, R. A. (1972), Reinforced concrete members with cyclic loading, Journal of the Structural Division, Proceeding of the ASCE, vol. 98, no. ST7 Wakabayashi, M. (1986), Design earthquake resistant buildings, McGraw-Hill Book Co., USA S-83